Share

Bab 14

"Terlambat sedikit karena cari tempat parkir." Orang yang datang itu adalah Owen. Dia bertanya, "Bu Elvina, apa ada pakaian yang kamu suka dari toko ini? Kalau nggak ada, kita cari ke toko lain."

Sambil menahan rasa sakitnya, Yessi berteriak pada Owen, "Jangan ketipu sama dia! Pacarmu ini bukan orang baik-baik! Dia itu kotor!"

Owen bahkan tidak meliriknya sama sekali, melainkan berkata pada Elvina, "Bu Elvina, ayo kita pergi."

Dalam sekejap, kedua orang itu telah pergi dari toko tersebut. Melihat kepergian mereka, Yessi kesal bukan main. Dia langsung mengeluarkan ponsel untuk melapor polisi.

Namun, dia malah diberi tahu bahwa wakil kepala kepolisian sedang dinas. Kamera pengawas di toko ini juga tidak diaktifkan, sehingga dia tidak punya bukti konkret. Pihak kepolisian tentu tidak akan menetapkan tuduhan pada Elvina.

Namun, apakah dia akan membiarkan Elvina begitu saja? Semakin dipikirkan, Yessi merasa semakin kesal. Dia meninggalkan teman-temannya itu, lalu pergi ke Grup Libertix.

Saat itu, Dexton sedang mengurus beberapa dokumen. Mendengar ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia langsung mendongak. "Kenapa kamu datang?"

"Dexton." Yessi berjalan mendekatinya, lalu duduk di pangkuan pria itu dan berkata dengan sedih, "Tadi aku ketemu Elvina waktu belanja di mal dan ngobrol sama dia, tapi malah ...."

Yessi melepas maskernya. Wajahnya yang telah dikompres es masih tetap terlihat bengkak dan menyedihkan. Dexton mengernyit. "Dia yang menamparmu?"

Yessi mengangguk. "Bukankah aku pernah bilang, waktu itu ada seseorang yang menjamin Elvina di kantor polisi? Setelah kuselidiki orang itu cuma sopir yang berusia sekitar 30-an .... Kalaupun sudah nggak ada keluarga, nggak seharusnya dia jadi terpuruk begitu, 'kan?"

"Mengingat hubungan kita dulu sebagai teman, aku memberikan sedikit uang kepada Elvina dan suruh dia jangan lakukan pekerjaan itu lagi. Kalau nggak, orang tuanya yang sudah meninggal pasti akan sedih. Bukan hanya nggak mau menerima uangnya, dia bahkan menampar dan memarahiku ...."

Mendengar cerita Yessi, tatapan Dexton tebersit kilatan kejam. Sebenarnya, Dexton tahu bahwa Yessi pergi ke rumah sakit untuk mencari nenek Elvina dan membuatnya kesal, juga mengatur orang untuk menindas Elvina di sel tahanan. Dexton juga telah mengizinkan semua itu.

Sebab, dia merasa Keluarga Kusuma telah banyak berutang pada dirinya. Bahkan mati sekalipun, utang itu tidak akan bisa dilunasi. Dia juga tidak ingin melihat Elvina menjalani hidup dengan tenang.

Namun saat mendengar Yessi mengatakan bahwa Elvina menjual diri demi bisa dibebaskan dari penjara dan berpacaran dengan pria tua, hatinya merasa tidak nyaman.

Yessi merasakan tangan Dexton tiba-tiba mencengkeram bahunya dengan lebih kuat sehingga membuatnya kesakitan. "Duh, Dexton, sakit ...."

"Kompres lagi wajahmu dengan es supaya bengkaknya mereda." Dexton melepaskan cengkeramannya, lalu berkat dengan nada dingin, "Jam 8 malam ini ada acara makan malam berkelas. Tamu-tamu yang datang semuanya adalah tokoh-tokoh terkenal dalam dunia bisnis. Jangan buat aku malu."

"Oke ...." Melihat suasana hati Dexton yang kurang bagus, Yessi terpaksa menahan diri dan tidak mengeluh lagi.

Pukul setengah delapan malam, sebuah mobil Maybach berhenti di depan pintu Hotel Maxim. Hotel ini adalah satu-satunya hotel berbintang enam di ibu kota yang sering menggelar acara penting, resepsi diplomatik, gala, dan bahkan pesta pernikahan.

Sebelum mobil itu benar-benar sampai di hotel, Elvina sudah mengenali tempat itu. Ini adalah hotel yang dulu menjadi lokasi pernikahannya dengan Dexton. Ingatan tentang masa lalu menyeruak dalam benaknya hingga membuat dadanya terasa sesak.

Sambil menekan emosinya, Elvina bertanya kepada Owen, "Gala yang dibilang bosmu diadakan di sini?"

Setelah selesai memilih pakaian di pusat perbelanjaan dan hendak pulang tadi sore, Owen menerima sebuah telepon. Dia memberi tahu Elvina bahwa Raiden menginginkan Elvina untuk menemaninya ke sebuah gala malam ini. Setelah itu, Owen menemani Elvina memilih gaun dan menata rambutnya sebelum mengantarnya ke tempat tersebut.

"Benar, di ruang pertemuan nomor tiga," jawab Owen sambil menyerahkan sebuah undangan kepada Elvina. "Bos masih sibuk di kantor, jadi aku akan jemput dia sekarang. Bu Elvina, Anda bisa masuk dulu."

Ruang pertemuan nomor tiga ... kebetulan sekali.

Elvina tersenyum getir, lalu menerima undangan tersebut. "Oke, hati-hati di jalan." Setelah itu, dia turun dari mobil dan berjalan masuk ke hotel.

Saat tiba di depan pintu ruang pertemuan, Elvina teringat kembali pada hari pernikahannya. Dia teringat betapa bahagianya dia saat itu, saat berciuman dengan Dexton di tengah sorakan para tamu dan tersenyum manis penuh kebahagiaan ....

Seorang pelayan yang melihat tubuh Elvina terhuyung dan berwajah pucat, bertanya padanya, "Bu, Anda nggak apa-apa, 'kan?"

"Nggak apa-apa," balas Elvina sambil menggeleng.

Dia lalu memikirkan kembali kematian orang tuanya, neneknya, dan betapa dinginnya tatapan Dexton saat itu. Dengan bibir terkatup rapat, Elvina menguatkan hati dan melangkah masuk ke ruang pertemuan dengan langkah tegas.

Dulu, saat pernikahannya dengan Dexton penuh dengan kebahagiaan dan cinta, kini setiap kenangan itu justru membuatnya semakin dipenuhi kebencian.

Di dalam aula, suasana terasa sangat meriah.

Elvina akhir-akhir ini terlihat lebih kurus, tetapi dirinya tetap memancarkan aura yang luar biasa karena asal-usul keluarganya. Dengan gaun hitam panjang tanpa lengan yang terbuka di bagian samping, dia berhasil menarik perhatian banyak orang di dalam ruangan.

Cahaya dari lampu aula itu menyinari bahunya yang indah. Bulu matanya yang panjang dan lentik membuatnya terkesan semakin menawan. Hanya dengan berdiri diam saja, penampilannya ini sudah memikat banyak orang.

Para pria di ruangan itu menatapnya hingga bengong dan bergumam, "Cantik sekali ...."

"Apa gunanya cantik?" celetuk salah seorang wanita dengan nada sinis. "Sudah nikah masih nggak puas, masih saja mau selingkuh!"

"Iya nih, gimana sih Keluarga Kusuma mendidik putri mereka?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status