Share

Cinderella Tanpa Sepatu Kaca
Cinderella Tanpa Sepatu Kaca
Penulis: Wahyuni Soewardji

Perjodohan

last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-05 08:00:36

"Krisnayana Danendra!" Seruan ibunya yang tiba-tiba muncul begitu Krisna keluar dari kamar mandi membuat pria itu terlonjak kaget. Beruntung ia memakai kimono mandi, bukannya hanya sepotong handuk yang akan jadi cerita berbeda jika sampai terlepas.

"Astaga, Bu Ratih." Krisna mengelus dadanya dengan gaya berlebihan. Ekspresi terkejut wajahnya pun tidak asli, sengaja ia buat-buat sebab bukan hal aneh jika mamanya tersebut bisa muncul di kediaman sang putra bungsu. Ratih, anehnya, selalu tahu password apartemen Krisna. Jika bukan cenayang, ia curiga mamanya itu memasang kamera pengintai di mana-mana. "Datang ke sini padahal nggak dijemput. Pulangnya saya juga nggak nganter, ya?"

Ratih Kumala hanya bisa mendengkus mendengar putranya menyamakan sang ibu dengan jailangkung. Wanita itu juga sudah terbiasa dengan panggilan yang sering menjadi 'ibu Ratih' bukannya 'mama.' Entah keganjilan apalagi yang harus dihadapinya dari Krisna. Namun, semua itu tidak terlalu penting dibandingkan satu hal yang selama ini terus mengusik perasaannya sebagai seorang ibu.

"Mama cuma mau mastiin kamu bersedia bertemu Cintya nanti malam."

Krisna tak segera menyahut. Dengan santai pria berkulit putih gading itu berjalan menuju kamarnya. Sementara itu, Ratih beralih ke meja makan. Sembari menunggu putranya berganti pakaian, ia mengernyit mendapati menu sarapan Krisna. Satu piring berisi setengah sandwich isi sayur-sayuran dan segelas minuman berwarna hijau yang sama sekali tidak menggugah selera. Apa makanan tersebut benar-benar bisa mengenyangkan? Ratih jadi berpikir, jangan-jangan tingkah absurd Krisna selama ini gara-gara kurang makan.

Tak lama kemudian, Krisna akhirnya keluar dari kamar. Penampilannya sudah rapi dengan setelan jas berwarna navy dan sepatu oxford coklat berbahan kulit. Melihatnya, Ratih jadi bertanya-tanya bagaimana bisa putranya yang memiliki ketampanan paripurna itu belum juga mendapatkan pasangan?

"Mama sudah pesankan tempat untuk kalian makan malam di Sunset Dream," ujar Ratih yang masih setia duduk di salah satu kursi meja makan.

Krisna menarik kursi di hadapan sang mama, tersenyum manis sebelum akhirnya duduk dan memberi jawaban. Lebih agar Ratih mau melunak padanya. "Memangnya udah nggak ada cewek lagi, Ma, selain Cintya?"

"Ada. Banyak malah. Tapi, kalau-kalau kamu insomnia-"

"Amnesia. Kalau maksud mama aku hilang ingatan," ralat Krisna cepat sembari menahan tawa.

"Terserah. Apa pun namanya." Ratih memilih bermuka tebal dan tetap melanjutkan ucapan sebelumnya. "Kalau-kalau kamu nggak ingat, mereka semua kamu tolak. Padahal Mama udah ngenalin yang cantik, pintar dan dari keluarga baik-baik."

Krisna baru saja menggigit sandwich-nya dan mengunyah makanan tersebut dengan santai, membuat Ratih harus menunggu untuk mendengar pembelaan dari sang putra bungsu.

"Mereka bukan tipeku," ucap Krisna setelah menelan kunyahan terakhirnya. "Aku udah bilang itu berkali-kali, kan?"

"Alasan aja. Tipe kamu palingan yang penting cantik. Terus kenapa Lauren dulu kamu nggak mau? Cantiknya udah kaya aktris Korea yang janda tapi masih kinyis-kinyis itu. Aduh, mama lupa namanya. Pokoknya namanya lagu-lagu gitu."

Krisna menahan diri untuk tak tertawa terbahak-bahak mendengar mamanya yang berusaha keras untuk update dunia keartisan Korea. "Song Hye Kyo?"

"Iya kali. Pokoknya kenapa kamu nolak Lauren?"

"Dia suka ngupil, Ma. Kan, aku jadi ilfeel."

"Aduh, ngupil itu kan kebutuhan dasar manusia. Kaya kamu nggak pernah aja."

Krisna yang hendak meminun smoothie miliknya jadi kehilangan selera karena mamanya mengatakan hal itu. Namun, ia tak protes karena dirinya sendiri yang tadi memulai.

"Ya udah. Kalau gitu kenapa Miana kamu tolak? Dia ngupil juga?" Ratih sebenarnya jengah sendiri membahas perupilan yang membuat mereka seperti orang kurang kerjaan. Akan tetapi, ia harus mengikuti cara Krisna jika ingin menang melawan putranya itu.

"Dia cewek tapi kumisan. Kan, nggak lucu, Ma, kalau nanti pas jalan bareng dikira aku ngegandeng Iis Dahlia."

Alasan Krisna jelas makin absurd. Ratih tak ingin memperpanjang daftar alasan gila dan tak masuk akal yang akan Krisna lontarkan, karenanya ia berhenti menyebut nama gadis-gadis yang sudah Krisna tolak. Ia harus putar otak untuk membuat anak bungsunya itu tak berkutik dengan alasan apa pun.

"Nah, kalau gitu kamu coba ketemu dulu sama Cintya ini, ya. Cantik, jelas. Suka ngupil? Mama bisa pastiin dia nggak ngelakuinnya di depan kamu. Dan, kamu bisa lihat sendiri nanti kalau dia nggak kumisan." Ratih menjelaskan dengan mengadaptasi karangan Krisna. "Lagipula kapan Mama bisa punya menantu kalau kamu begini terus?"

Krisna yang sudah kehilangan selera makan untuk menikmati sarapannya hanya duduk diam seraya menatap Ratih. Semua yang diucapkannya tadi memang hanya alasan konyol yang sengaja ia karang. Sebab Krisna sudah lelah menjalani pra perjodohan tersebut, yang pada akhirnya tidak pernah berhasil. Namun, kali ini ada alasan lain yang bukan tipu-tipu. Krisna tidak suka dengan Cintya dalam artian sebenarnya.

"Ma," panggil Krisna akhirnya. Karena memakai panggilan mode normal, Ratih menanggapi dengan wajah senang. Wanita itu berharap hal tersebut adalah pertanda baik. "Pergi ke rumah besan bawa kapur barus, apa Mama nggak bosan bahas calon mantu terus?"

Ingin sekali Ratih menjitak kepala putra satu-satunya tersebut, tapi masih sayang jika harus merusak tatanan rambut Krisna yang hari ini tanpak keren. Alhasil, wanita itu hanya bisa menghela napas panjang, berusaha memaklumi sikap putranya yang mendadak suka berpantun seperti Jarjit Singh, salah satu tokoh di kartun favorit Amira, cucunya.

"Tapi kamu ini sudah 35 tahun, Krisna."

"Masih 15 tahun lagi, kok, menuju 50," balas Krisna santai, tapi seketika membuat kedua mata Ratih memelotot karena terkejut.

"Kamu mau melajang sampai setengah abad?"

"I--"

"Krisna, kamu benar-benar ingin melihat Mama dan Papa mati tanpa melihat cucu dari kamu. Kamu keterlaluan sekali."

Krisna mengembuskan napas panjang menghadapi tingkah mamanya yang jadi seabsurd dirinya. Siapa juga yang mau melajang hingga usia kepala lima? Dia tidak gila. Tapi soal cucu, Ratih tidak seharusnya membebankan masalah tersebut saat mereka sudah memiliki Amira, anak Saras yang tak lain adalah kakak Krisna.

"Maksud aku itu nggak mungkin. Mama udah main potong omongan orang aja," protes Krisna. Ritual sarapan sebelum berangkat kerja jadi terasa sangat lama gara-gara kemunculan mamanya. Bukan kehadirannya yang jadi masalah, tapi bahasan mengenai pasangan hidup untuk Krisna itu yang membuat jengah. "Udah, deh, Ma. Mama juga harus segera ke kantor, kan, sekarang. Atau mau bareng aku?"

Ratih tahu Krisna hanya berupaya mengalihkan pembicaraan. Hal itu berarti putranya tersebut sudah kehabisan amunisi untuk membalas serangannya. Namun, ia tetap harus menggunakan senjata terakhir agar Krisna benar-benar menuruti keinginannya.

"Pokoknya Mama mau dengar hasil makan malam kalian nanti. Kalau kamu nggak datang, kamu bisa lupakan proposal yang sudah kamu ajukan untuk koleksi terbaru Dahayu Fashion."

Sebuah ancaman memang selalu berdampak besar. Wajah Krisna yang tadi tak terlalu peduli kini terlihat panik. Jika bos besar alias Ratih Kumala mengatakan begitu, maka artinya adalah Krisna harus menurut atau semua rencana kerjanya berakhir berantakan.

"Bu Ratih curang," protes Krisna. "Masalah kantor dan pribadi seharusnya nggak dicampuradukkan."

Ratih tersenyum penuh kemenangan. Senjata terampuhnya untuk menangani Krisna memang tak pernah mengecewakan. Meskipun belum mengucapkan kata setuju, Ratih tahu jika Krisna akan menemui Cintya seperti yang ia harapkan.

"Kalau begitu kamu juga harus belajar mengarang alasan yang lebih elit. Dan, Mama bersama supir, tidak perlu mengantar Mama."

Krisna tak menyahut dan membiarkan mamanya beranjak pergi. Meninggalkannya dengan perasaan kesal karena kembali terpaksa menyetujui keinginan sang mama.

"Oh, tunggu dulu." Ratih sudah hendak keluar dari ruangan tersebut, tapi tiba-tiba berbalik. Ia berjalan menghampiri Krisna, mengeluarkan sesuatu dari tasnya lalu meletakkan benda yang ternyata selembar foto itu di atas meja di hadapan Krisna. "Sekadar memastikan kamu kalau ucapan Mama benar soal Cintya. Dia tidak berkumis."

Seharusnya kalimat terakhir itu menjadi pemancing tawa, mengingat di awal hal tersebut terdengar lucu. Namun, hingga Ratih benar-benar sudah pergi dari apartemennya, Krisna hanya memandangi foto gadis bernama Cintya itu dengan tatapan tidak suka. Laku, dalam hatinya terucap sebuah kalimat.

"Ternyata benar dia. Si Medusa."

***

Bab terkait

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Pertemuan Pertama

    Jingga tengah menikmati sarapannya, sepiring nasi goreng dengan lauk telur mata sapi, sembari menonton acara berita di TV. Rutinitas tak elok yang terpaksa ia jalani karena ruang makan keluarga mereka adalah tempat yang sama dengan ruang tengah, tempat benda persegi tersebut berada. Si pembaca berita baru saja menyampaikan kabar terbaru tentang kenaikan harga minyak goreng serta perkembangan situasi perang Rusia dan Ukraina. Topik yang akhir-akhir ini memang sedang ramai diperbincangkan. "Sialan banget nggak, sih, itu yang naikin harga minyak goreng? Nggak tahu apa kalau minyak goreng itu salah satu bahan kebutuhan pokok?" Jingga berpaling ke samping kanan dan tiba-tiba bertanya pada Lembayung, adiknya yang sedari tadi diam karena sibuk mengunyah makanan. Sementara adik bungsunya yang bernama Violet sudah berangkat ke sekolah setengah jam lalu. Tugas piket katanya. Di dapur yang jaraknya hanya beberapa langkah dari ruang tengah, tampak ibu mereka sibuk membersihkan peralatan bekas

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Hari Yang Sial

    "Kamu pernah ketemu Pak Krisna, CEO kita, nggak? Katanya dia ganteng banget, lho." "Belum. Tapi, gosipnya beliau memang ganteng dan yang paling penting masih lajang." Celetukan dua temannya, Santi dan Dewi, terdengar jelas saat Jingga berpapasan dengan keduanya di pintu masuk ruang istirahat. Mereka memang sudah kembali lebih dulu, sementara Jingga baru selesai karena melayani pengunjung terakhir yang bersamanya. Dan, CEO mereka memang akan datang sehingga jadilah pria yang katanya tampan itu menjadi bahan rumpi dua rekan kerjanya tersebut. Mendengar celetukan dua rekannya itu, Jingga merasa sedikit lega karena bukan dirinya yang jadi bahan pembicaraan. Karena meski bukan artis dan kurang cantik untuk jadi selebgram idola kaum adam, Jingga adalah bahan rumpian favorit mereka. Mereka iri, itu yang Jingga pikir. Bukan hal aneh mengingat Jingga pegawai baru dan sudah berkali-kali menjadi karyawan terbaik sementara mereka tidak. "Biar ganteng juga nggak bakal lirik kalian kali," gumam

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Mantan Cinta Pertama

    Krisna menatap perempuan di hadapannya itu dengan pandangan datar. Selain tampak lebih dewasa, hampir tidak ada yang berubah dari perempuan bernama Cintya itu. Senyumnya masih memikat, bahkan parasnya terlihat lebih cantik dari yang terakhir Krisna ingat. Namun, tidak ada lagi perasaan menggebu untuk menyimpan senyuman itu dalam memori. Krisna remaja yang dulu pernah tergila-gila pada Cintya telah lenyap sepenuhnya. Justru, pria itu merasa bertemu mantan cinta pertamanya itu-sekaligus patah hati pertamanya, hanya membuang waktu. Kalau bukan karena desakan Ratih, Krisna dengan senang hati akan memilih tidur saja di rumah. "Krisna, bagaimana?" Suara Cintya kembali terdengar bersama denting garpu dan pisau yang baru saja perempuan itu letakkan. Hidangan yang disajikan tampaknya cocok dengan seleranya, karena isi piringnya terlihat tandas. "Tawaranku tadi bagus, lho. Saling menguntungkan." Krisna mendengus. Meski tahu perjodohan di kalangan orang-orang sepertinya adalah hal lumrah, ia

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Insiden Tak Menyenangkan

    Alunan musik yang menghentak dan menggoda untuk tubuh ikut bergoyang menyambut kedatangan Krisna. Di salah satu sudut ruangan, di bawah sorotan lampu penuh warna, tampak seorang DJ wanita tengah asik memainkan musiknya. Sementara di sisi lain, sekumpulan orang berbagai usia dan gender sibuk meliuk-liukkan badan mengikuti irama.Krisna menghela napas panjang menyaksikan pemandangan tersebut. Meski para pengunjung lain terlihat sangat menikmati waktu mereka, tidak demikian halnya dengan pria itu. Klub malam, bar atau sejenisnya bukanlah tempat favorit Krisna. Kalau bukan karena mengikuti Cintya, dia tidak akan mau masuk ke tempat tersebut.Tidak tampak sosok Cintya di antara para pengunjung bar bernama Victory tersebut. Namun, Krisna sangat yakin jika perempuan itu tadi memang masuk ke sana. Pasti saat ini Cintya masih berbaur dengan para pengunjung lain yang tengah melantai itu. Krisna bisa saja turun ke sana dan menemukan Cintya, tapi otaknya tidak menyetujui ide itu."Pengunjung baru

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-05
  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    CEO dan Pengangguran

    "Duh, ini nggak ada diskon akhir pekan gitu? Atau beli dua gratis satu?" Jingga menghitung uang kembalian dari penjual di warmindo langganannya dengan cepat. Dua lembar uang dua ribuan dan satu koin lima ratusan. Totalnya empat ribu lima ratus rupiah."Itu udah aku korting buat gorengannya lima ratus rupiah," balas si penjual, seorang perempuan sebaya Jingga, tetapi sudah menikah dan memiliki dua orang anak. "Itu juga karena kamu pelanggan setia.""Hadeh, nanggung amat diskonnya. Bikin hari tambah bete aja," keluh Jingga."Minyak goreng masih mahal, Ga. Lagian segitu juga kamu udah kenyang, kan. Kalau makan di restoran mana bisa. Lima belas ribu palingan dapat kerupuknya doang," celetuk seorang pria yang muncul kemudian. Dia adalah suami si pemilik warung. Sama seperti sang istri, pria itu juga sudah mengenal Jingga dengan baik.Jingga bukan pemilih dalam hal makanan, kecuali untuk urusan harga. Da

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-24
  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Pria Manja Menyebalkan

    Pemandangan berupa warna putih menyambut Krisna begitu pria tersebut membuka mata. Itu adalah langit-langit ruangan yang kini ia tempati. Ia lalu mengalihkan pandangan ke sekeliling dan mendapati tirai biru muda tertutup mengelilinginya. Rumah sakit. Di sanalah Krisna berada. Ia mengenal aroma yang terhidu dari sekitar, juga berbagai suara yang didominasi rintih kesakitan. Hanya saja, biasanya ia akan berada di tempat yang lebih layak jika terpaksa dirawat di rumah sakit. Bukannya ruangan sempit yang hanya muat untuk satu brankar serta sebuah meja kecil seperti saat ini. Apalagi tidak ada seorang pun bersamanya. "Aduh." Krisna merasakan seluruh badannya sakit saat mencoba untuk bangun sehingga akhirnya kembali berbaring. Ia masih ingat dengan jelas kalau habis dipukuli beberapa orang di klub malam. Orang-orang barbar yang tak mau mendengarkan penjelasan apa pun dan langsung menghajarnya hingga tak sadarkan diri. Namun, pada saat itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-25
  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Tidak Tahu Terima Kasih

    "Astaga Krisna, kenapa kamu bisa sampai begini, sih?" Ratih Kumala langsung panik begitu masuk ruangan dan melihat kondisi putra bungsunya. "Siapa yang ngelakuin ini? Kamu ingat orangnya? Tahu namanya? Kita harus segera lapor polisi. Apalagi mereka juga ambil barang-barang pribadi kamu, kan?"Krisna yang baru ingin memejamkan mata dan beristirahat sontak terbangun dengan kaget. Ia tahu mamanya sangat mencintainya, tapi Krisna baru saja menikmati ruangan yang lebih besar dan lega. Ia butuh tidur nyenyak dan nyaman sekarang. Bukannya rentetan pertanyaan yang membuatnya pusing."Ma, selain wajah yang babak belur, dia masih Krisna yang sama. Nyebelin, songong dan pengin dijitak," celetuk Saras yang juga berada di ruangan tersebut."Saras, kenapa ngomong gitu, sih? Ini Krisna lagi kena musibah, lho." Ratih memandang putri sulungnya heran. Bagaimana bisa dia tidak khawatir saat adiknya baru saja dihajar orang tak dikenal dan harta bendanya dirampok. "Cintya aja

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-26
  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Rezeki Tidak Kemana

    Lantunan lagu Not Today milik boyband BTS dari Korea Selatan memenuhi kamar Jingga. Meski ruangan tersebut hanya berukuran tak lebih dari 8m persegi, tapi dua gadis yang tengah menari mengikuti irama lagu itu tak tampak terbatasi ruang geraknya. Terutama Violet yang selalu bersemangat untuk urusan tari.Jingga yang sedari awal tak seantusias sang adik akhirnya menyerah. Ia memang menikmati musik-musik K-pop, tapi jika harus menggerakkan tubuh seperti koreagrafi yang mereka lakukan, Jingga angkat tangan. Terlebih lagu yang tengah mereka pakai sebagai musik pengiring itu memiliki irama dan gerak tari yang menghentak serta penuh tenaga. Melihat Violet yang tetap lincah sementara dirinya sudah terengah-engah, Jingga jadi merasa ia nenek Violet, bukan kakak sulungnya. Adiknya itu 17 tahun dan dirinya 71 tahun."Vio, udahan dulu. Aku capek," pinta Jingga. Sebelum adiknya merespon, ia sudah mengenyakkan tubuh ke ranjang. Kini hanya ada mereka berdua di rumah, karena Lemba

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27

Bab terbaru

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Mencari Kisah Yang Berbeda

    “Assalamualaikum.” Jingga yang tadinya sedang asyik mencorat coret buku sketsa buru-buru meletakkan benda itu. Suara yang baru saja mengucapkan salam adalah suara laki-laki. Ia tak perlu menebak-nebak untuk tahu siapa orangnya. “Wa’alaikumsalam,” jawab Jingga. Benar saja, sosok Krisna yang baru saja menutup pintu dan melangkah masuk pun terlihat. Pria itu mendekat seraya tersenyum manis. Di tangannya terdapat sebuah kantong yang tidak Jingga ketahui isinya. Bahkan sebelum insiden Jingga pura-pura tidur kemarin gadis itu sudah enggan Krisna menjaganya saat malam. Apalagi sekarang setelah bosnya tersebut diam-diam menyatakan perasaan. Jingga tidak memaksa mamanya datang karena ia tahu Riani juga butuh istirahat setelah seharian bekerja. Namun, bukan berarti juga ia tak bisa berada di rumah sakit sendirian. Ada perawat dan para dokter di sana. Mereka pasti akan melayaninya dengan baik karena untuk itulah mereka dibayar. Keberadaan Krisna di sana sama sekali tak

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Biji Nangka Beneran Jatuh Cinta

    “Bukan cuma Adik Durhaka, tapi ternyata kamu juga Biji Nangka, ya!” Seruan Saras yang diringi sebuah tepukan di punggung membuat Krisna hampir tersedak. Beruntung sushi yang dipesannya dari restoran langganan itu sudah tinggal sepotong. Kehilangan selera makan saat ini tidak menjadi masalah, sebab perutnya sudah cukup kenyang. Namun, tetap saja Krisna berpaling pada sang kakak sembari melotot.“Kamu gila apa gimana, sih, Ras? Datang-datang bikin orang hampir mati aja,” protes Krisna. Ia jadi ingin menyemburkan air ke muka kakaknya itu alih-alih menawarinya makanan. Lagipula Saras pasti sudah makan siang, sebab Krisna termasuk terlambat menyantap makanannya. “Lagian pintu yang tertutup itu ada untuk diketuk lebih dulu. Main nyelonong aja.”Biasanya Saras memang tidak asal masuk meski ke ruangan adiknya sendiri. Hari ini saja perempuan itu membuat pengecualian. Tadinya ia hanya berniat mengintip lebih dulu. Tapi saat mendapati sang adik tengah menikmati makanan di so

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Kunjungan Calon Ipar

    Kalau bukan karena melihat dengan mata kepalanya sendiri, Saras pasti tidak akan percaya dengan apa yang ia saksikan. Krisna, adiknya baru saja keluar dari sebuah ruang rawat VIP bersama Rengga. Tidak ada yang salah dengan menjenguk seseorang di rumah sakit. Akan tetapi, ada dua hal yang menjadikan tindakan adiknya itu aneh sekaligus mencurigakan.Pertama, Krisna menginap di rumah sakit yang artinya pria itu bukan berkunjung melainkan menjaga seseorang di sana. Dan, kedua, Saras tidak tahu siapa yang tengah sakit. Mengingat lingkaran pertemanan sang adik yang tak luas, kemungkinan terbesar hanya kerabat yang bisa mendapat perhatian sebesar itu dari Krisna. Sayangnya, sejauh yang Saras ketahui tidak ada kerabatnya yang tengah sakit.Jika kemarin Saras tidak mendengar percakapan Krisna dan Rengga, perempuan itu tidak akan pernah kepikiran untuk berada di rumah sakit sekarang. Saras lebih memilih berada di rumah menemani keluarganya sarapan daripada membuntuti Rengga

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Perasaan Itu Ada

    "Jingga, aku jatuh cinta padamu."Kalau bukan karena sedang pura-pura tidur, Jingga pasti akan membelalakkan kedua mata saat mendengar kalimat itu dari bibir Krisna. Namun, saat ini gadis itu hanya bisa menahan diri dan bergeming. Membiarkan Krisna menganggapnya tak mendengar apa pun.Jatuh cinta. Krisna memang pernah bilang tertarik pada Jingga. Sebuah rasa suka. Tapi bagi gadis yang selama 25 tahun belum pernah memiliki kekasih, kata jatuh cinta memiliki arti yang lebih bagi Jingga. Itu adalah sebuah awal untuk hubungan yang mendalam untuk perasaan dua orang manusia. Itu lebih dari sekadar tertarik dan ingin berkenalan.Dan, kata itu diucapkan oleh Krisna. Bos Jingga yang selalu ia sebut labil karena sikapnya yang berubah-ubah sejak pertemuan pertama. Juga pria yang pagi tadi berhasil membuatnya tersipu habis-habisan hanya karena sebuah candaan. Padahal gurauan itu pun tidak didengarnya langsung dari Krisna.Tubuh Jingga menegang sewaktu ia mera

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Curi Kesempatan

    Krisna melemparkan senyum pada seorang perawat yang baru saja meninggalkannya. Perempuan yang sama dengan yang ia temui di hari Jingga pertama dirawat. Mereka tadi sempat mengobrol singkat untuk membahas kondisi Jingga yang sudah lebih baik.Seperginya perawat tersebut, Krisna menghela napas panjang. Tangannya sudah berada pada pegangan pintu, siap untuk masuk. Akan tetapi, ia masih agak ragu menuju ke dalam. Ada rasa takut kehadirannya tak diterima, mengingat Krisna bukan anggota keluarga. Terlebih beberapa hari sebelumnya Jingga jelas-jelas sedang menjaga jarak dengannya.Namun, rasa khawatir dan rindu di hati Krisna akhirnya menang. Ia akan menerima saja jika Jingga marah padanya. Tidak akan mendebat balik. Karena yang terpenting adalah ia bisa menemani gadis pujaannya dan memastikan kondisinya baik-baik saja.Pintu itu akhirnya mengayun terbuka dengan perlahan. Krisna hendak mengucap salam ketika dilihatnya Jingga sedang berbaring dengan mata terpejam.

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Cemburu

    “Lihat apaan, sih, Ma?” tanya Jingga yang masih jengkel dengan ketidakhadiran mamanya semalam. Kekesalan gadis itu bertambah karena bukannya segera memberi penjelasan, Riani justru sibuk mengamati ke luar jendela. Memangnya apa yang menarik di sana selain pemandangan deretan kendaraan yang tengah diparkir?“Lihat calon mantu Mama berangkat kerja. Rajin banget.” Jawaban Riani membuat Jingga berdecak. Krisna memang sudah menjaganya semalaman, tapi tidak berarti mamanya sampai harus memelototi pria itu hingga keluar gedung rumah sakit. Apalagi memujinya segala. Mengucapkan terima kasih saat mereka bertukar giliran tadi sudah cukup. “Mama nggak bisa nganggep Pak Krisna rajin cuma karena lihat dia berangkat kerja sekali.”Riani tiba-tiba menoleh pada putrinya. Menunjukkan ekspresi bingung, ia pun bertanya. “Memangnya Mama bilang yang Mama lihat itu Nak Krisna? Perasaan nggak, deh.” Mendapati wajah Jingga yang merona, perempuan itu tergelak. Kebingung

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Ada Apa Dengan Hati?

    Jingga terbangun di ruangan yang berbeda dari terakhir kali ia terjaga. Gadis itu sudah tidak lagi berada di IGD. Sebagai gantinya, ia kini menempati sebuah ruangan yang luas. Terlalu luas malah untuk ukuran ruang rawat yang pernah ia tempati sebelum-sebelumnya. Ruangan tersebut terang benderang dan sekilas menguarkan wangi karbol. Benda-benda yang ada di sana sama seperti ruangan lain di rumah sakit pada umumnya, tapi luasnya jelas lebih besar dari kamar Jingga. Gadis itu juga tidak tahu jam berapa sekarang karena tidak mendapati petunjuk waktu di sekitarnya, sehingga ia tidak mengetahui sudah berapa lama ia terlelap setelah dokter memberinya suntikan begitu sampai di rumah sakit tadi. Cahaya di luar jendela kamar menunjukkan kegelapan yang mulai bercampur terang, tapi Jingga tidak yakin itu adalah fajar menyingsing atau menuju senja. Jingga berusaha bangun, menggerakkan tangan kirinya yang dipasangi infus dengan perlahan dan hati-hati. Gadis itu masih belum men

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Kepedulian Krisna

    Krisna bergegas menuju ruang IGD setelah selesai memarkir mobil. Begitu memasuki tempat tersebut, pandangannya memindai seisi ruangan dan menemukan Jingga yang tergolek lemah di salah satu brankar. Di samping gadis itu ada seorang gadis yang tidak Krisna kenal. Kemungkinan salah satu rekan kerja di butik."Mana Farhan?" tanya Krisna. Pertanyaannya membuat gadis itu terkesiap dan sedikit linglung. Butuh beberapa saat sebelum akhirnya terdengar jawaban darinya."Di depan, Pak. Mengurus administrasinya."Setelah mendapat jawaban, perhatian Krisna segera beralih pada Jingga. Gadis itu tengah memejamkan mata, napasnya teratur. Sebuah infus tergantung di sampingnya."Bagaimana kondisinya?" Krisna bertanya lagi. Berharap jawaban yang akan ia dengar bukan kabar buruk. Ia memang belum sempat menanyakan lebih jauh apa yang sebenarnya terjadi pada Jingga. Begitu mendapat kabar tadi, ia hanya berpikir untuk segera datang. "Oh, ya. Kamu siapanya? Pegawai butik juga?" Bahkan, Krisna baru ingat jik

  • Cinderella Tanpa Sepatu Kaca    Insiden Pada Jingga

    "Ga, kamu kenapa?" Lina bertanya khawatir sewaktu melihat ruam-ruam di tangan dan wajah Jingga. Mereka sedang berada di ruang loker, rutinitas biasa saat hendak pulang.Jingga tidak segera menjawab karena mendadak sibuk menggaruk lengan dan wajah. Ia juga merasa kesemutan di beberapa bagian tubuh, padahal seingat Jingga tidak ada kegiatan apa pun yang memicu hal tersebut. "Nggak tahu, Lin. Tadi nggak apa-apa, kok. Tahu-tahu badanku terasa gatal."Melihat kemerahan hampir di sekujur badan Jingga, Lina yakin itu bukan gigitan serangga. Ada hal lain yang memicu hal tersebut. "Kamu alergi makanan tertentu?" tanya Lina lagi yang ditanggapi Jingga dengan sebuah gelengan.Kecemasan Lina segera bertambah saat Jingga kini memegangi perut dan terlihat hendak muntah. Meski belum tahu pasti, Lina menebak temannya itu kemungkinan keracunan makanan. Ia teringat makanan yang tadi siang dimakan Jingga, kemudian segera berplaingmencari keberadaan Santi yang belum memasuki ruangan tersebut."Jingga ken

DMCA.com Protection Status