Home / Fantasi / Cindaku Sang Penguasa / 71. Ideologi Tak Berubah

Share

71. Ideologi Tak Berubah

Author: Bill
last update Last Updated: 2022-01-26 22:46:52

(Kabeh mahluk cipta anu maha suci ...)

[Semua makhluk ciptaan yang sangat suci]

(Kalebet sasatoan ...)

[Termasuk para binatang]

(Pangpangna rasa kanyeri ...)

[Terutama rasa sakit]

(Hayu urang ngaji rasa ...)

[Mari kita satukan perasaan]

Askara serentak bangun dari pembaringannya yang terasa seperti hamparan rumput itu. Dia mengedarkan pandangan ke arah sekitar. Terlihat pemandangan tak asing, kawanan pohon yang rimbun akan bunga wisteria berhasil memanjakan mata.

Askara tak kaget lagi. Ini alam bawah sadarnya.

"Paman Abiseka?" seru Askara usai mendengar senandung Pupuh maskumambang itu. Ia yakin, pria itulah yang selama tadi fasih menyanyikannya.

"Hei Paman, di mana kau?" seru Askara lagi.

"Yoo Aska!" Abiseka kemudian muncul dari belakang Askara, melambaikan tangan dan berjalan mendekati pe

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Cindaku Sang Penguasa   72. Teknik Rahasia

    "Terimakasih Paman, atas semua sarannya. Kau seperti sosok Ayah yang tengah menasihati putranya. Andai saja kau Ayahku. Aku pasti senang sekali."Abiseka terkejut, dia berlanjut memandangi wajah pemuda itu cukup lama."Yah, sayangnya Ayahku itu tidak sepertimu. Sejak kecil aku tidak ingat jika dia pendekar adiwira. Yang kuingat hanya seorang penjual batu biasa. Tapi sekalinya ingat, malah mendapat berita kurang mengenakkan. Ternyata dia penghianat adiwira. Cih ...!" Perkataan Askara terdengar getir, Abiseka mampu menerka. Laki-laki itu pasti kecewa."Heran. Bisa-bisanya dia berkhianat. Aku penasaran bagaimana ekspresi Ayah jika tahu kalau Ashoka mati karena cindaku juga. Apa dia akan berubah pikiran?"Abiseka semakin bungkam terdiam."Lupakan saja Paman, jangan bahas Ayahku yang aneh itu. Kau bisa mengajariku bagaimana cara supaya tidak banyak gaya saat bertarung? Bisa kan? Jurus

    Last Updated : 2022-01-26
  • Cindaku Sang Penguasa   73. Orang Baru

    Askara terhentak, mendadak pemuda itu membuka mata setelah cukup lama pingsan. Terbangun dengan sebelah mata berwarna jingga kemerahan, namun dia sama sekali tidak menyadari akan hal itu. Pada akhirnya efek perubahan manik mata itu hanya beberapa detik, lantas warnanya kembali seperti semula."Ah ... Mimpi ya?" gumam Askara saat menyadari bahwa dirinya tengah terbaring di tempat yang asing baginya. "Tapi, di mana ini?"Malas untuk bangun, pemuda itu malah kembali merebahkan badan dengan posisi senyaman mungkin. Karena kebetulan tempat berbaringnya itu sangat bersih dan empuk. Setelah terbiasa akan ranjang batu dan kayu, kapan lagi bisa dirinya bisa sesantai ini?"Fuhh ... Nyaman sekali tempatnya.""Tapi rasanya hampa. Seperti ada yang kurang."Terakhir kali Askara bisa berbaring santai adalah saat bertemu Abiseka."Paman Abiseka ... Dia selalu muncul di alam bawah sadarku. Sebenarnya siapa dia?" gumamnya sambil menjadikan kedua telapak tanga

    Last Updated : 2022-01-29
  • Cindaku Sang Penguasa   74. Murid yang Lain

    Derit pintu terdengar. Pertengkaran Askara dan Sanggapati sontak terhenti. Mereka kompak berdalih memandangi orang yang baru saja membuka pintu. Seorang pemuda, berkisar sebaya dengan keduanya. Rambut panjang terurai indah, rahang tegas, hidung mancung, bulu mata lebat dengan bagian bawah yang lentik, kulit putih dan mulus, kontras dengan pakaiannya serba hitam. Matanya sedikit sipit, seakan punya ras berbeda dan diterka bukan asli masyarakat pasundan. Ditambah warna bibir sedikit merah, membuat laki-laki itu tampil mempesona sekalipun dihadapan sesama jenisnya. Pemuda itu sangat tampan, membuat Askara juga Sanggapati ternganga sesaat. Pertanyaan sama yang muncul dalam benak mereka. Yang jelas laki-laki itu belum pernah terlihat sebelumnya. "Siapa kau?" tanya Askara dan Sanggapati kompak. Sama sekali tak menggubrisnya pertanyaannya. Si pemuda tampan itu hanya melirik se

    Last Updated : 2022-01-31
  • Cindaku Sang Penguasa   75. Kamanda Fuu Kai

    "Aska? Sangga? Sedang apa kalian di sana?" tanya Baduga. Kedua pemuda itu mati kutu saat keberadaan mereka berhasil diketahui. Lebih tepatnya, aksi mengintip mereka terbilang gagal. Askara dan Sanggapati berakhir saling mendorong bahu satu sama lain. "Gara-gara kau, kita jadi ketahuan tuh," gerutu Sanggapati. "Justru karena kau! Mulutmu itu sedari tadi tidak diam!" gerutu balik Askara sambil memicingkan matanya. Baru saja mereka sengit beradu tatap beberapa menit, tiba-tiba wajah Dwara secepat kilat sudah berada di tengah-tengah wajah keduanya. "Kalian ..." "HUWWAA!" pekik Askara juga Sanggapati yang kaget bersamaan sampai terjungkal ke belakang. Baduga datang menghampiri, pria itu berkacak pinggang sambil berdiri di belakang Dwara yang masih jongkok. "Kalian ini, dari tadi bertengkar terus. Telingaku agak risih." Baduga mengorek kupingnya sendiri

    Last Updated : 2022-02-01
  • Cindaku Sang Penguasa   76. Tidak Sebanding

    "Oi Aska. Tidak ada kerjaan sekali kau. Sedang apa berdiam diri di sana, ha?" Sanggapati melihat Askara berdiri tegap di bawah cahaya matahari pagi. Kebetulan Askara ingat akan perkataan Abiseka, bagaimana caranya membangkitkan teknik rahasia Aditya.Menyerap energi matahari.Askara berusaha konsentrasi, namun sedikit saja suara yang ia dengar mampu membuyarkannya. Pemuda itu berakhir mendesah, apalagi sedari tadi Sanggapati terus menyerunya.'Cahaya mataharinya mulai panas. Tetapi aku belum bisa menyerapnya. Ah, sialan!'Hanya dengan berdiri sambil mendongkak menatap bentangan langit yang biru, ia merasakan suhu tubuh yang naik. Tetapi jika pikirannya goyah, mendadak ia lunglai dan hampir jatuh.Namun, semua itu tidak dijadikan alasan Askara untuk berhenti mencoba."Sebenarnya apa yang dia lakukan?" gumam Sanggapati yang sibuk memakan pisang.

    Last Updated : 2022-02-02
  • Cindaku Sang Penguasa   77. Murid-Murid Sepuh

    "Bagaimana caraku mengalahkannya? Bahkan tadi aku dikalahkan dengan mudahnya," keluh Askara yang sepertinya putus asa."Ayolah, belum juga mulai, kau sudah berkecil hati saja," tukas Sanggapati yang sedikit geram mendengar keluhan Askara."Ah, kenapa Sepuh memberiku tantangan seperti ini? Padahal apa susahnya tinggal serahkan saja kujangku," gerutu Askara.Sanggapati masih sedikit termangu saat mendengar senjata Askara adalah kujang. Bukannya apa, Sepuhnya —Baduga tidak pernah memperlihatkan pusaka itu saat pemilihan senjata diadakan.Namun sempat melintas di dalam benak perkataan dari Baduga, jika pendekar terkuat selama 10 tahun terakhir ini masih dipegang adiwira kujang. Belum siapapun yang bisa mengalahkannya.Memang kuat, namun catatan sejarah adiwira sengaja menghapusnya karena adiwira kujang pertama diketahui berkhianat.Sanggapati termenung cuku

    Last Updated : 2022-02-03
  • Cindaku Sang Penguasa   78. Sekuat Apa dia?

    Kai memasuki ruangan tempat keberadaan Dwara saat ini. Tak ada Baduga di sana karena kebetulan sedang keluar, saat itu juga Kai bergegas menghadap usai dipanggil."Sepuh memanggilku?" tanya Kai setelah duduk di depan Dwara."Kai, apa kau sudah bertemu dengan muridku yang baru?""Murid baru?" Kai sedikit mengernyitkan dahi saat mendengar pernyataan Dwara. Pemuda itu sibuk akan misi, membuat kontak dengan gurunya sendiri agak terbatas. Wajar sekarang dirinya tak tahu jika Sepuh Dwara mengangkat murid lagi."Yah. Bisa dibilang dia adik seperguruan atau rekanmu. Kalian sepertinya sebaya," ucap Dwara.Kai diam, dia tak membalas lebih lanjut perkataan Dwara."Namanya, Askara."Kai mulai menerka, ia menduga pemuda yang secara tiba-tiba menyeru dan berusaha memukulnya adalah orang yang dimaksud."Dia ceria, sedikit berisik da

    Last Updated : 2022-02-04
  • Cindaku Sang Penguasa   79. Terlalu Memaksa

    Tibalah saatnya adu kekuatan antara Askara dan Kai. Dua murid Dwara ini bersiap-siap untuk perkelahian yang akan digelar siang hari.Askara yang kala itu tengah memakai seragam adiwira, dikejutkan oleh Sanggapati yang tiba-tiba datang merangkul bahunya. "Tenang Sahabat, kau pasti bisa. Aku akan menyemangati supaya kau menang.""Menurutmu aku akan menang?" tanya Askara ragu."Oh, tentu saja tidak. Dia jauh lebih kuat darimu," balas Sanggapati sambil terkekeh.Geram sendiri, Askara berakhir menjewer telinga Sanggapati. "Dasar! Katanya kau akan menyemangatiku!"Sanggapati tertawa kecil. "Yaah, itu sebagai bentuk harapanku padamu, Sahabat. Meski kau dipastikan akan kalah, tapi masih ada setitik keyakinan dalam diriku jika kau akan menang.""Hanya setitik?" decih Askara."Ahahahaha, lupakan saja. Yang penting kau selamat saat selesai pertarung

    Last Updated : 2022-02-04

Latest chapter

  • Cindaku Sang Penguasa   142. Salah Tingkah

    Cindala terlihat meninggalkan kamar, membiarkan Sanggapati dijaga oleh teman-temannya. Sebenarnya ada rasa tak enak karena dia tak bisa menuntaskan janjinya pada pemuda itu.Sanggapati ingin ditemani Cindala sampai pemuda itu kembali terbangun lagi.Namun apalah daya, temannya yang lain seperti Askara juga ingin ikut andil menjaga Sanggapati.Tetapi Cindala yakin, suatu saat nanti dia bisa menuntaskan janji itu.Dengan pikiran yang masih berputar-putar pada kejadian semalam, gadis itu pergi ke kebun belakang, hendak istirahat dan bergabung dengan para adiwira perempuan lainnya.Terlihat banyak temannya yang lain di sana, mereka menyapa sambil melambaikan tangan padanya."Cindala kemari!""Dari mana saja kau? Kenapa baru muncul sekarang?" seru yang lainnya.Cindala menghampiri mereka, lantas ikut duduk di salah satu batu pinggir kolam. Kebetulan kolam di kebun belakang padepokan adalah tempat para perempuan berendam.Gadis itu duduk, termenung seraya mengayunkan kaki di bibir kolam. La

  • Cindaku Sang Penguasa   141. Jangan Pergi

    Cindala dan Sanggapati terdiam membeku. Keduanya saling menumbuk netra beberapa saat.'Sangga?' Akal Cindala mendadak tak berfungsi. Kejadian ini membuatnya bingung.Begitu pula dengan Sanggapati, dia tertegun kala melihat pernik mata Cindala. Manik yang sama seperti mata ibunya.Cindala segera menjauhkan wajahnya, dia kaget karena ternyata Sanggapati sudah berhasil sadar."S-Sangga? Sejak kapan kau–" Perkataan Cindala terhenti setelah Sanggapati semakin menggenggam erat tangannya."Aku berhasil sadar berkat bantuanmu." Suara Sanggapati masih terdengar serak dan berat, dia belum sepenuhnya pulih.Cindala bingung sendiri. Apa yang menyebabkan laki-laki menyebalkan seperti Sanggapati mendadak berubah drastis menjadi seperti ini.Kepala Sanggapati tiba-tiba pening lagi, bahkan kini ia melihat Cindala pun terlihat berbayang dua."Kenapa kau ada dua?""Sangga sepertinya kau kehabisan darah, bertahanlah!" Cindala mencari cara untuk menambahkan suplai darah pada Sanggapati, untungnya dia se

  • Cindaku Sang Penguasa   140. Keturunan Istimewa

    Setelah perbincangan itu, mereka semua kembali ke kamar masing-masing. Askara dan Kai masih membutuhkan istirahat yang cukup. Vitaloka terlihat masuk ke ruangan Sanggapati, terlihat ada Gading yang masih tetap menjaga temannya itu."Ada apa Vitaloka?""Sangga belum sadar?" tanya gadis itu.Gading menggeleng. "Sejauh ini belum ada tanda-tanda dia siuman.""Memangnya kau ada perlu apa?""Tidak apa-apa, nanti aku kembali lagi setelah Sangga siuman." Lantas setelah itu, dia keluar meninggalkan kamar Sanggapati.Vitaloka memutuskan untuk duduk bersantai di kolam padepokan. Di setiap padepokan, pasti selalu ada kolam air baik itu kolam ikan atau kolam pemandian. Memang sangat cocok untuk mencari ketenangan."Kau di sini juga, Vitaloka?" Tiba-tiba Ajisena datang dan duduk di sampingnya.Vitaloka hanya menoleh, tidak menjawab pertanyaan Ajisena.Tak lama kemudian Yudhara juga ikut menyusul ke tempat itu. "Sena, Vitaloka. Kalian di sini ternyata.""Memangnya ada apa?" tanya Ajisena.Yudhara b

  • Cindaku Sang Penguasa   139. Menebus Dosa

    Sanggapati terbaring lemah, ditempatkan di ruangan berbeda dengan Kai dan Askara, menimang kondisinya paling parah. Beberapa tulangnya patah, dan cedera berat. Rakata sengaja menitipkannya pada Gading dan kawan-kawan. Setelah itu dia terlihat pergi meninggalkan padepokan Kalong, sebelumnya dia berpamitan pada Sesepuh Badalarang.Pria paruh baya itu berjalan ke arah selatan, menuju pemukiman bukit Pasir Nagog. Dia sengaja berangkat setelah fajar, menghindari waktu malam sekaligus serangan cindaku.Ada yang hendak ia tanyakan pada dua rekan Sepuhnya itu. Dwara dan Baduga, yang menjadi persinggahan pertama bagi Askara, Kai dan Sanggapati.Cindala dengan telaten merawat luka sayat yang menyebar di wajah Sanggapati. Meskipun laki-laki itu sangat menyebalkan baginya, bohong jika dirinya tidak khawatir saat ini.Perempuan itu berusaha menutupi luka dan membersihkan darah Sanggapati. Padahal awalnya dia sangat takut berhadap dengan pemuda itu.Namun setelah melihatnya terkapar lemah seperti

  • Cindaku Sang Penguasa   138. Tahap Pemulihan

    "Ugh ..."Askara membuka mata, dia bingung setelah melihat pemandangan kamar kecil tapi minimalis. Pintu kayu, gorden katun, teko dan cawan batok menjadi pemandangan pertamanya.Sempat bertanya-tanya akan keberadaannya kini, namun dia enyahkan pikiran itu. Ada hal lain yang lebih penting, yakni menyembuhkan rasa sakit.Askara meringis, tubuhnya kini selemah itu. Dia terus mengembuskan napas guna melakukan penghambatan energi mandiri.Sayang, dia tidak punya tenaga lagi untuk melakukan penekan beban. Dalam artian, tubuhnya tidak bisa mengeluarkan energi lagi. Badannya terlalu lemah untuk itu.Askara menelan ludah saat menahan rasa sakit itu. Dia menoleh ke sampingnya. Ternyata di ruang yang sama namun di ranjang berbeda, ada Kai yang juga terbaring lemah sama sepertinya."Eh?""Ka–awhhh ... Akh, sakitt," ringis pemuda itu.Dia merasakan tulang rahangnya yang bengkok. Entah bagaimana hal itu bisa terjadi, yang jelas wajahnya kini babak belur.Sembarang berbicara pun rasanya sakit."Kai?

  • Cindaku Sang Penguasa   137. Tanda Segel Pundak

    Askara semringah dengan mata menyala, dia tersenyum puas saat mengetahui Kai dan Sanggapati terkurai lemas dan tak berdaya.Kali ini dia memperhatikan Kai yang tengah pingsan, lalu dia berjalan menghampiri pemuda itu. Entah apa yang akan dia lakukan, yang jelas, kini tatapannya kembali kosong.Askara mengangkat menghunuskan kujang dan mengacungkannya tinggi-tinggi. Dia hendak menusuk temannya sendiri menggunakan senjata itu.Baru saja Askara hendak menggorok leher Kai, aksi itu tiba-tiba terhenti. Askara mendadak mematung, ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.Ternyata tepat dari belakangnya, Sepuh Rakata membekukan aliran syaraf dan darahnya menggunakan ajian totok."Sadarlah, Nak ...." ujar Sepuh Rakata.Ajisena dan kawan-kawan terlihat menghampiri area perkelahian Kai, Sanggapati dan Askara. Berkat mereka yang berhasil menghancurkan raja ghaibnya, Sepuh Rakata tiba tepat waktu."Syukurlah, tadi itu hampir saja." Cindala menarik napas lega."Mereka bertiga brutal sekali. Bisa-bisany

  • Cindaku Sang Penguasa   136. Raja Ghaib

    "Aska?"Askara bergerak sendiri, dia berada di bawah kendali seseorang. Entah siapapun itu, yang jelas kondisinya kini sama persis dengan Kai.Pemuda itu pun jongkok, membuat tanah-tanah sekitar telapak kakinya retak dan anjlok. Penekanan tenaga dan juga pelepasan energinya sangatlah kuat.Dari napas Askara mengepul kabut tipis, dia memejamkan mata kembali.Di sisi lain Sanggapati dan Kai belum menyelesaikan perkelahian. Bukannya berakhir, pertarungannya malah semakin menggila.Kai melepaskan pedangnya, dia maju dengan tangan kosong. Sama halnya dengan Sanggapati yang seakan lupa akan senjata panahnya.Sanggapati rolling depan, lantas dia menerkam lawan menggunakan cakarnya. Kai cukup gesit, dia bergerak cepat menahan bahu Sanggapati yang hendak menerkam. Terlihat hendak memukul, Kai cepat-cepat menahan tangan itu menggunakan sikutnya.Bugh!Keduanya saling meregang di tengah pertarungan.Kai menyandung kaki Sanggapati sampai tubuh keduanya tumbang. Tak cukup puas, dia juga membanting

  • Cindaku Sang Penguasa   135. Tanda Menjalar

    Kai mengembuskan napas berat, pandangannya kosong ke depan. Rambutnya melambai-lambai diterpa angin. Kulitnya diterka sangat dingin, auranya bahkan sampai bisa Cindala rasakan.Grr ...Sanggapati kian menggeram, setelah melihat Kai berdiri di depannya dan berhasil menggagalkan rencananya.Mata pemuda itu masih merah menyala.Kai perlahan menatap Sanggapati, kala itu juga bola matanya berubah. Anehnya, perubahan mata Kai berbeda dengan Ajisena dan yang lainnya. Dua netra laki-laki itu justru berbeda warna.Di sebelah kiri, muncul mata biru level dua, sedangkan mata kanan adalah mata biru khusus yang hanya dimiliki olehnya. Dengan corak gabungan dua segitiga hingga membentuk bunga, mata kanan Kai justru bersinar dan mengkilat.Cindala tercengang. "Kenapa sebelah mata Kai berbeda?"Ekspresi Sanggapati kian jengkel saat berhadapan dengan Kai.Kai mendadak lari, dia mencoba menendang Sanggapati. Tendangan itu dengan cepat Sanggapati tangkis, hingga pada akhirnya kedua orang itu terpukul mu

  • Cindaku Sang Penguasa   134. Perkelahian Sesama Rekan

    "Gading!" Cindala berlari menghampiri pemuda berbadan besar itu. Tubuhnya terbanting di antara bebatuan. Laki-laki itu meringis kesakitan."Makan ini!" Cindala menyodorkan pil obat untuk meredakan nyeri. Dia tahu jika serangan Sanggapati tadi terlalu mendadak, menyebabkan Gading lupa akan pertahankan diri yakni menggunakan pelepasan energi.Cindala menyuapi Gading dengan pil obat itu. Dia juga meminta pemuda itu untuk menjauh dari area sana karena terluka.Sedangkan Ajisena dan Yudhara berusaha menyadarkan Sanggapati yang lagi-lagi kerasukan itu."Sangga apa yang kau lakukan?! Gading itu temanmu sendiri!" sengaja Yudhara."Sepertinya dia tidak sadarkan diri. Lihatlah, bola matanya bukan berubah menjadi biru, tetapi merah menyala seperti itu," tunjuk Ajisena.Yudhara memberanikan diri maju, dia ingin berbicara pada Sanggapati lebih dekat lagi.Grr ...Sanggapati melompat, lantas berusaha mencakar bahu Yudhara. Untungnya pemuda itu lolos dan berhasil mengelak. Dia pun hendak menjauh nam

DMCA.com Protection Status