Bellova Serena bersimpuh sambil menangis sesenggukan di samping batu nisan yang bertuliskan nama Mamanya, Marcella Dianty. Gadis 20 tahun itu mengusap air mata yang jatuh di balik kacamata minusnya, rambut panjangnya terurai menyentuh tanah kuburan yang masih basah. Selain kehilangan Mama untuk selama-lamanya, dia juga harus kehilangan semua harta benda milik Mamanya termasuk rumah dan mobil mewahnya.
Ibu Marcella adalah seorang janda kaya raya, harta yang di milikinya adalah hasil dari warisan suaminya yang sudah meninggal 5 tahun lalu. Ibu Marcella berprofesi sebagai seorang rentenir, orang-orang yang meminjam uang padanya akan di kenakan bunga 80 persen dari pinjaman. Jika waktunya membayar tiba, akan ada 2 orang laki-laki berbadan kekar dan berkumis tebal yang mendatangi dan menagih janji membayar hutang beserta bunganya.
Banyak orang yang mencela pekerjaan Ibu Marcella, memang uang bisa cepat cair saat hendak meminjam pada Ibu Marcella. Namun saat harus membayarnya, para peminjam uang seperti tercekik untuk membayar bunganya. Jika tak sanggup membayar sesuai perjanjian, maka dua laki-laki berbadan kekar dan berkumis tebal itu akan memporak-porandakan seisi rumah si penghutang, tak jarang mengambil paksa barang-barang berharganya juga. Maka jelas saja orang-orang yang meminjam uang pada Ibu Marcella sering mendoakan agar Ibu Marcella terkena karma dari perbuatannya itu.
Suatu hari Ibu Marcella berkenalan dengan seorang laki-laki muda yang usianya terpaut 18 tahun lebih muda darinya. Laki-laki itu mengaku bernama Nio, dia meminjam uang berjumlah ratusan juta rupiah pada Ibu Marcella, alih-alih membayar hutang, Nio yang tampan dan rupawan malah mengaku jatuh cinta pada Ibu Marcella. Tentu saja Ibu Marcella yang menjanda bertahun-tahun juga jatuh cinta pada laki-laki muda itu.
Segala kebutuhan Nio di penuhi oleh Ibu Marcella, semakin hari Nio semakin rajin menguras uang Ibu Marcella. Tak hanya itu, Nio juga di berikan fasilitas mobil mewah dan bisa tinggal di rumah sultan Ibu Marcella, walau mereka belum resmi menikah.
Lova tak pernah menyetujui hubungan Mamanya dengan laki-laki itu. Berkali-kali Lova memperingati agar Ibu Marcella tak menjalin cinta dengan Nio, namun Ibu Marcella tak menghiraukan dan tetap di butakan cinta dan nafsu. Nio bisa memuaskan nafsu Ibu Marcella di ranjang, sebagai imbalannya Nio bisa mendapatkan apa saja yang dia mau dengan uang. Dan Lova selalu memandang dengki pada laki-laki yang mungkin lebih cocok jadi kakaknya itu daripada menjadi Ayah tirinya. Laki-laki yang selalu berisi sisa cabai di giginya saat tertawa, laki-laki yang tak pernah mengganti kaus kakinya sehingga serupa dengan bau terasi. Lova benar-benar benci padanya.
Sampai suatu hari, Nio kabur dengan membawa uang tunai ratusan juta rupiah yang ada di berangkas milik Ibu Marcella. Nio yang hobi berjudi, membuat dirinya mempunyai hutang ratusan miliar rupiah dan mengatas namakan Ibu Marcella sebagai pembayar hutangnya. Ibu Marcella mengalami syok berat, semua asetnya harus di sita untuk menutupi hutang laki-laki itu. Nio kabarnya sudah kabur keluar negeri, keberadaannya tak bisa di lacak. Dan hal yang paling di takuti oleh Lova pun terjadi, Ibu Marcella tiba-tiba di temukan tak bernyawa beberapa jam setelah rumahnya di sita. Menurut dokter, Ibu Marcella mengalami serangan jantung.
"Lova sudah sering kan bilang sama Mama, jangan percaya laki-laki itu! sekarang kenapa Mama tega ninggalin Lova sendirian, Ma?" Tangisan Lova pecah di samping makam Mamanya.
Dua laki-laki berbadan kekar dan berkumis tebal yang biasa menjadi kaki tangan Ibu Marcella juga ikut terisak menangis di samping Lova. Mereka masih tidak percaya kalau bos kesayangannya harus pergi secepat ini, padahal mereka berdua belum mendapat THR.
"Mbak Lova, sabar ya! Hikkk... Hikkk.." Kata Bejo, salah satu laki-laki berbadan kekar itu yang sudah menangis sesenggukan sedari tadi.
"Ibu, kenapa pergi secepat ini? Hikkk... Hikkk... Bagaimana THR kita, Bu?" Tangis Jarwo, laki-laki berbadan kekar satunya lagi. Dia sibuk menghapus ingus yang keluar dari hidungnya dengan tangannya.
Lova pun menoleh ke arah Jarwo, alisnya mengernyit, "THR?"
"Iya Mbak Lova, Ibu janji mau beri kita THR. Janjinya mau bayar ke kita akhir minggu ini, tapi Ibu ternyata duluan membayar janjinya ke Tuhan daripada ke kita!"
Dua laki-laki itu menangis lagi, apalagi mengingat kalau sekarang almarhum bosnya itu sudah tidak punya uang lagi.
"Kalian tahu siapa saja yang masih berhutang ke Mama?" Tanya Lova kemudian.
Bejo dan Jarwo menggelengkan kepalanya.
"Kami hanya bergerak sesuai perintah, Mbak! Kami tidak tahu siapa saja orang yang masih meminjam uang pada Ibu!" Ucap Bejo sambil menghapus air matanya yang bercampur dengan tanah kuburan.
"Ah, sial! Bisa gak sih Mama nanti malam muncul di mimpi Lova, terus kasih tahu daftar orang-orang yang masih ada hutang sama Mama?" Lova berbicara dengan tanah kubur Mamanya yang sudah berisi bunga warna-warni di atasnya. Selama ini Lova tidak pernah ikut campur dengan pekerjaan Mamanya, dia hanya sibuk sekolah. Catatan atau apapun yang menyangkut dunia rentenir Mamanya dia tak pernah paham, saat seperti ini benar-benar penyesalan saja yang tersisa.
"Lagipula, Ibu punya banyak musuh! Sepertinya orang-orang yang berhutang pasti jadi senang kalau tahu Ibu sudah meninggal, Mbak!" Ucap Bejo lagi.
Lova menyenderkan keningnya di batu nisan Mamanya. Jadi ini adalah buah karma dari perbuatan Mamanya yang menjadi rentenir. Kalau di jadikan sebuah sinetron judulnya akan seperti ini, azab dari janda kaya yang menjadi rentenir dan berkencan dengan laki-laki muda yang sudah menipunya sehingga membuat jatuh miskin dan terkena serangan jantung dan berakhir di tanah kubur.
Lova bingung harus bagaimana, dia tak pernah menyangka akan jatuh seperti ini. Pikirannya melayang, dan tiba-tiba teringat akan asuransi jiwa yang di miliki oleh Mamanya. Dia harus mengurus asuransi kematian Mamanya, dengan itu setidaknya Lova memiliki pegangan.
Lova bangkit dari keterpurukannya, syukurnya bukan bangkit dari kubur. Dia menepuk kedua bahu laki-laki yang bertugas sebagai kaki tangan Mamanya itu, sambil tersenyum dan memamerkan giginya, untungnya tidak berisi sisa cabai seperti Nio.
"Aku akan bayar THR kalian, jangan khawatir!" Ucap Lova dengan bangga. Perempuan 20 tahun dengan kacamata minus itu pun seperti memberi secercah harapan pada Bejo dan Jarwo. Tentu saja dua laki-laki itu pun ikut berdiri dan memeluk Lova serta mengangkat tubuh kecil Lova bagai barbel di tempat fitness.
"Terimakasih, Mbak! Kami janji akan selalu membantu saat Mbak Lova membutuhkan kami!" Ucap Jarwo sambil terharu, dan merasa ototnya semakin kekar setelah mengangkat badan Lova.
Lova pun tersenyum penuh semangat, dia kembali memandang batu nisan Mamanya.
"Ma, Lova gak mau berakhir seperti Mama! Lova tidak akan melanjutkan pekerjaan Mama sebagai rentenir, Lova berjanji akan menemukan laki-laki itu dan memberinya pelajaran, Ma! Dan sebagai gantinya Lova akan menjadi penipu seperti laki-laki yang sudah menipu Mama! Tapi dengan cara yang lebih aman."
***
Lova di buat geram oleh kehadiran kucing kampung liar yang selalu mengganggu Mezi, kucing anggora kesayangannya. Suara ribut Mezi saat menolak ajakan kencan si kucing kampung membuat seluruh penghuni kost jadi terganggu. Lova cepat-cepat menggendong Mezi lalu mengajaknya untuk masuk ke dalam kamar kostnya."Makanya, kamu jangan keluar kandang! Jadi di ganggu kan, siapa suruh jadi kucing cantik," ucap Lova pada Mezi sambil mengelus-elus bulu halusnya. Mezi pun jadi nyaman di elus-elus manja oleh Lova, dia jadi tertidur di karpet lantai kamar itu."Aku nanti tinggal sebentar, kamu diam di dalam dan jangan keluar kandang, oke? Aku mau cari uang untuk kita pergi ke salon," Lova tersenyum di ujung bibirnya. Dia pun meninggalkan Mezi yang mungkin sudah mulai bermimpi menembus langit ke tujuh dunia perkucingan. Mungkin juga dalam mimpinya sedang bertemu pangeran dari negeri anggora namun berwujud kucing kampung yang tadi mengganggunya.Lova bergegas mengganti kimono ha
Laki-laki yang berbadan sedikit berisi itu pun tersenyum begitu mendengar nama si perempuan cantik yang menempelkan paha mulusnya pada pahanya yang tertutup celana jins."Cherry? Kamu pasti... Pintar menyanyi!" Kata laki-laki yang mengaku bernama Aldo itu. Dia membuka kedua tangannya di dagunya, "you are beautiful, beautiful, beautiful, kamu cantik ... Cantik ... Dari hati muuu ..." Katanya sambil bernyanyi, lagu itu tidak asing di telinga Lova.Lova hanya tersenyum tipis sambil meminum minumannya."Kamu ya? Kamu kan? Cherrybelle kan? Betul? Ayo kamu ngaku!" Kata Aldo dengan nada mabuknya."Iya, aku Cherrybelle!" Jawab Lova asal."Aku ngefans sama kamu, kenapa kamu gak nyanyi lagi sambil nari-nari seperti dulu? Kenapa kamu malah kesini?" Tanya Aldo yang kepalanya sudah tertidur di meja bar.Lova masih memperhatikannya sejenak, mata Lova berpencar mencari titik CCTV. Sebisa mungkin gelagatnya tak mencurigakan, Aldo yang sudah teler dan tertid
Laki-laki berwajah rupawan, dengan rambut yang sedikit panjang, kira-kira panjangnya seleher itu, bernama Barna. Matanya berkeliling mencari sosok perempuan yang memakai mini dress berwarna biru di dalam klub Bluelight. Barna menjadikan perempuan itu targetnya begitu tadi di depan klub dia tak sengaja melihatnya turun dari mobil mewah. Semakin tertarik lagi saat perempuan itu masuk lewat jalur khusus yang di arahkan oleh seorang security dan dia langsung memberikan beberapa lembar uang pada security yang sepertinya sudah sangat akrab dengannya.Hingar bingar suara musik dari DJ perempuan seksi, menemani Barna untuk mencari targetnya di dalam klub. Dia masih berdiri sambil terus memperhatikan sekitar, rasanya sedikit kesusahan menemukan sosok perempuan dengan mini dress biru tadi. Namun tiba-tiba ada seorang perempuan muda yang tidak begitu cantik namun berpakaian sangat minim bahan mendekatinya.Perempuan itu memakai atasan yang hanya menutupi bagian dadanya yang beruk
Lova tersenyum manis pada laki-laki tampan yang sudah menolongnya tadi, tapi tidak dengan laki-laki itu. Dia memalingkan wajahnya dan tak mau melihat kearah Lova. Tak ada yang spesial dari laki-laki itu, tak ada jam tangan mahal, hanya saja bau parfum mahal khas pria dari tubuhnya yang membuat Lova tertarik selain wajahnya yang rupawan.“Sori, aku harus pergi!” Ucap Barna sambil melepas tangan Lova yang masih memegang lengannya.Barna segera pergi tanpa mempedulikan Lova, baru kali ini Lova di begitukan oleh laki-laki. Lova pun mendengus kesal, namun penasarannya rupanya lebih tinggi. Dia lalu melepas kedua high heelsnya yang sudah patah satu itu, menjinjingnya di tangan dan tak peduli dengan dinginnya lantai dansa di klub itu. Dia kembali melangkahkan kaki telanjangnya mengikuti Barna, setidaknya dia harus tahu nama laki-laki itu, kalau beruntung mungkin Lova bisa mendapatkan uang atau barang berharga lainnya dari laki-laki itu.Barna melirik ke bel
Barna melangkahkan kakinya di lorong rumah sakit, dia langsung masuk ke ruangan yang berbau khas obat-obatan. Matanya menatap nanar ke arah wanita paruh baya yang sedang tertidur dengan selang infus di tangan kirinya. Barna mendekati wanita paruh baya itu, mengusap tangan kanannya kemudian mencium tangan itu.Wanita bernama Dania Cavera itu sepertinya menyadari kehadiran putranya, dia terhenyak kemudian melirik dengan matanya yang setengah terbuka pada putranya.“Bu, cepat sembuh! Jangan lama-lama di sini,” bisik Barna.Ibu Dania kemudian menggenggam jemari anaknya, “Barna,” panggilnya pelan.Barna langsung mendekati tubuhnya ke arah Ibunya yang rupanya jadi terbangun gara-gara kehadirannya.“Iya, Bu?” Bisik Barna.“Kamu dari mana? Kenapa malam begini baru kesini?”“Aku ada sedikit pekerjaan, Bu,” jawab Barna.“Pekerjaan apa malam-malam begini?” Tanya ibuny
Lova di antar oleh Jarwo menuju ke salah satu Resto berstandar bintang lima bernama Resto Nirvana. Malam ini pekerjaannya tak jauh dari kebohongan lagi, dia bertugas sebagai pacar settingan si pemilik Resto terkemuka itu.Pemiliknya bernama Sadana Harrya, laki-laki dewasa berusia 32 tahun, dia mapan, tampan, rupawan, pujaan setiap wanita hanya saja dia penyuka sesama jenis. Walau banyak wanita cantik seperti model yang mendekatinya, namun Harrya sama sekali tak tertarik. Dia sudah memiliki kekasih yang berasal dari Belanda. Dan tak satu pun rekan-rekan Harrya tahu kalau dia penyuka sesama jenis, dia menutupinya dengan kegagahannya seperti laki-laki normal.Lova sudah sering di minta untuk bekerjasama, dia sering menjadi pacar settingan Harrya ketika hendak menghadiri acara khusus yang menuntutnya mengajak pasangan. Lova pertama kali bertemu Harrya karena di kenalkan oleh Mely, pemilik salon langganannya."Maaf aku sedikit telat, Har!" Ucap Lova sambil menc
"Mbak Lova, kita sudah sampai di alamat tokonya!" Ucap Jarwo sambil mematikan mesin mobilnya.Lova melirik dari dalam mobil, nama toko itu The Sun Diamonds. Toko yang cukup besar, namun lampu-lampunya sudah sedikit redup sepertinya hendak tutup karena sudah malam."Mbak Lova, saya mohon maaf! Saya tidak bisa nungguin soalnya istri saya mau melahirkan, katanya sudah pecah ketuban, Mbak! Mbak Lova gak apa-apa kalau pulang sendiri nanti?" Kata Jarwo lagi sebelum Lova turun."Oh, oke! Nanti saya bisa pakai taxi online, makasi ya, Bang!" Lova lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada Jarwo, "untuk tambahan biaya lahiran," kata Lova lagi.Betapa senangnya hati Jarwo karena di beri uang dengan jumlah yang lumayan sekali, dia jadi tidak perlu khawatir untuk masalah lahiran istrinya nanti."Wah, makasi banyak! Mbak Lova selalu baik sama saya! Nanti kalau anak saya perempuan mau saya kasih nama Lova juga," ucap Jarwo dengan mata berbinar melihat uang itu.
Napas Lova berburu cepat, kakinya terus berlari mencari jalan keluar dari toko perhiasan itu. Lampu-lampu di toko sudah di redupkan membuat Lova semakin kesusahan. "Sial, pintu keluar yang mana sih? Banyak banget lagi pintunya," umpat Lova sambil bingung memilih pintu di hadapannya, sementara suara Pak Mahen kembali terdengar, dia sepertinya tak patah semangat untuk mengejar Lova lagi walau tadi sudah di beri tendangan pendekar oleh Lova. "Jangan kabur kamu, Cherry!" Terdengar suara Pak Mahen menggema di toko itu, jantung Lova semakin berdetak dengan kencang, dia benar-benar takut kalau-kalau si kakek tua genit itu kembali melahapnya. Dia segera saja mencoba satu pintu di hadapannya, rupanya terkunci. Kakinya melangkah ke pintu yang ada di pojok kiri, rupanya terkunci juga. Hanya ada satu pintu lagi yang agak jauh ke kanan, dia segera berlari kesana, rupanya pintu yang lebih kecil ini malah tidak terkunci. Langkah Lova semakin lebar lagi s