Lova tersenyum manis pada laki-laki tampan yang sudah menolongnya tadi, tapi tidak dengan laki-laki itu. Dia memalingkan wajahnya dan tak mau melihat kearah Lova. Tak ada yang spesial dari laki-laki itu, tak ada jam tangan mahal, hanya saja bau parfum mahal khas pria dari tubuhnya yang membuat Lova tertarik selain wajahnya yang rupawan.
“Sori, aku harus pergi!” Ucap Barna sambil melepas tangan Lova yang masih memegang lengannya.
Barna segera pergi tanpa mempedulikan Lova, baru kali ini Lova di begitukan oleh laki-laki. Lova pun mendengus kesal, namun penasarannya rupanya lebih tinggi. Dia lalu melepas kedua high heelsnya yang sudah patah satu itu, menjinjingnya di tangan dan tak peduli dengan dinginnya lantai dansa di klub itu. Dia kembali melangkahkan kaki telanjangnya mengikuti Barna, setidaknya dia harus tahu nama laki-laki itu, kalau beruntung mungkin Lova bisa mendapatkan uang atau barang berharga lainnya dari laki-laki itu.
Barna melirik ke belakang, rupanya perempuan itu masih tetap mengikutinya. Pasti dia menginginkan sesuatu dari Barna, atau mungkin dia sudah curiga pada Barna karena jam tangan hasil tangkapannya sudah tak ada di dalam tasnya.
Tubuh tinggi Barna pun berhenti, Lova yang membuntutinya tepat di belakang jadi kaget dan badannya membentur punggung tinggi Barna. Barna akhirnya membalikkan tubuhnya untuk melihat perempuan bermata biru itu.
“Apa mau kamu, hah?” Tanya Barna ketus dengan nada tinggi.
“Wow, jangan galak-galak dong!” Ucap Lova.
“Kalau sudah tidak ada urusan apa-apa lagi, jangan buntuti aku!” Perintah Barna.
Lova pun tersenyum santai, “aku cuma mau bilang makasih dan sekalian mau tahu nama kamu! Siapa nama kamu?”
Barna tak menjawab, dia memilih untuk pergi.
“Hei…” Teriak Lova sambil tetap mengikutinya.
Barna jadi kesal dengan perempuan ini, dia lalu kembali berbalik dan menarik bahu Lova. Lova di tarik sampai ke dinding klub di dekat pintu keluar. Perempuan itu kaget, untung saja rambut palsunya tak terlepas akibat tarikan paksa dari Barna.
Barna menempelkan badan Lova ke dinding, dia menatap perempuan itu dengan dingin. Wajah tampan Barna jadi terlihat semakin jelas dari dekat. Hidungnya mancung, alisnya tebal, garis rahangnya terlihat jelas, ada kumis tipis juga di atas bibirnya. Sejenak Lova sangat terpikat dengan ketampanan pria di hadapannya itu.
Barna mendekatkan wajahnya ke wajah perempuan itu, mata biru Lova dapat dia lihat dengan jelas. Lova dapat merasakan hembusan napas Barna di wajahnya, Lova tak takut, dia malah tersenyum lebar pada Barna.
“Namaku Brian, jangan buntuti aku lagi!” Ucap Barna, lalu kemudian dia mendekatkan bibirnya di telinga Lova sambil berbisik, “satu lagi, tali bra kamu lepas!”
Mata Lova terbelalak saat mendengar bisikan dari laki-laki yang mengaku bernama Brian itu, wajahnya seketika memerah. Dia lalu menoleh ke pundak kanan, lalu ke pundak kirinya. Dia angkat sedikit ketiaknya satu per satu, namun tak ada tanda-tanda kalau tali bra-nya terlepas, kemudian di rabanya tali bra itu namun sepertinya masih tetap di tempatnya dan tak terlepas.
“Hei, kamu-“ Lova kaget saat baru tersadar kalau sosok Brian sudah tidak ada lagi, dia menghilang begitu saja. Lova mengedarkan pandangannya, tak dapat dia temukan laki-laki dengan rambut sedikit gondrong itu.
“Ah, sial! Kemana perginya dia?” Lova mendengus kesal.
Dia pun memilih untuk mengakhiri pekerjaannya sampai di sini, sepertinya jam tangan mahal dan beberapa lembar uang tunai cukup untuk mengajak Mezi dan dirinya ke salon. Lova langsung keluar dari klub dan menuju ke mobil sewaannya.
***
Sampai di depan pagar kost, Lova pun turun dari mobil mewah itu dan tak lupa memberikan sejumlah uang pada Jarwo, supir sewaannya.
“Makasi, Bang!” Ucap Lova sambil tersenyum manis.
Jarwo pun tersenyum lebih lebar lagi karena mendapatkan sejumlah uang berwarna merah itu.
“Sama-sama, Mbak Lova! Besok lagi?” Tanya Jarwo.
“Besok saya hubungi Bang Jarwo dulu deh!” Jawab Lova.
“Siap, Mbak Lova! Saya pamit dulu ya?”
Lova mengangguk, Jarwo pun lalu pergi dengan mobilnya.
Saat sudah masuk ke dalam kost, Mezi rupanya masih setia menunggu bosnya dia pun sedang sibuk menjilat-jilat bulu di kakinya.
“Mez, besok kita jadi ke salon!” Ucap Lova pada Mezi yang langsung di balas oleh Mezi dengan mengeong.
Lova segera menuju ke depan meja riasnya, dia melepas satu per satu atribut di tubuhnya. Rambut panjangnya kembali terurai, make upnya dia hapus dan lalu dia menanggalkan dress mininya. Sesaat dia jadi teringat akan bisikan laki-laki tadi yang mengaku bernama Brian itu di telinganya, bagaimana bisa dia percaya begitu saja saat laki-laki itu mengatakan tali bra-nya terlepas. Lova jadi tersenyum kecut, baru kali ini dia yang seorang penipu bisa terkena tipu oleh laki-laki yang mengatakan kalau tali bra-nya lepas, biasanya dia lah yang berbohong pada laki-laki incarannya.
Lova segera masuk ke kamar mandi, dia membasuh badannya dengan air hangat agar bau minuman alkohol dan asap rokok dari klub itu menghilang dari tubuhnya. Selesai mandi, Lova sangat bersemangat untuk membuka hasil tangkapannya malam ini. Lova segera membuka isi tas tangan berbahan kulit buaya itu, wajahnya sangat puas saat melihat uang berwarna merah yang sudah di ikat, juga beberapa lembar yang dia dapatkan dari laki-laki yang mabuk di bar tadi. Dia kembali menggali isi tasnya, mencari jam tangan mahal yang berhasil dia ambil dari tangan laki-laki tadi.
Semua isi tasnya dia bongkar, parfum, lipstick, pembalut, kartu kredit, semua sudah berceceran di lantai. Namun tak dapat dia temukan jam tangan itu, sepertinya tadi sudah jelas dia masukkan. Lova menarik napasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan kesal.
“Kemana sih? Mana jam tangannya?” Lova mengomel sendiri.
Dia menggaruk kepalanya, berusaha mengingat-ngingat apakah sudah benar dia masukkan ke dalam, atau mungkin terjatuh?
“Ah, pasti jatuh!” Ucapnya lagi, “tapi dimana?”
Memorinya memutar kembali kejadian yang sudah terlewat tadi di klub, tasnya sempat hampir ikut terjatuh saat badannya terhuyung di tangga.
“Pasti jatuh di tangga! Iya, aku yakin!” Lova langsung merebahkan badannya di tempat tidur, wajahnya dia tenggelamkan di bantal. Betapa bodohnya karena terlalu senang mendapatkan uang seikat tadi sampai-sampai melupakan jam tangan yang mungkin harganya bisa jauh lebih mahal dari uang itu. Lova masih sangat kesal, namun dia berusaha untuk tak kecewa saat melihat lembaran uang berwarna merah yang dia dapat.
“Paling tidak aku dapat uang ini, lumayan untuk ke salon besok.” Gumamnya sambil tersenyum, rasa kantuk mulai menyerang, dia pun menguap dan mulai terpejam di atas kasurnya. Mezi si kucing manis pun ikut tidur bersama dengan bosnya di tempat tidur empuk itu.
Barna melangkahkan kakinya di lorong rumah sakit, dia langsung masuk ke ruangan yang berbau khas obat-obatan. Matanya menatap nanar ke arah wanita paruh baya yang sedang tertidur dengan selang infus di tangan kirinya. Barna mendekati wanita paruh baya itu, mengusap tangan kanannya kemudian mencium tangan itu.Wanita bernama Dania Cavera itu sepertinya menyadari kehadiran putranya, dia terhenyak kemudian melirik dengan matanya yang setengah terbuka pada putranya.“Bu, cepat sembuh! Jangan lama-lama di sini,” bisik Barna.Ibu Dania kemudian menggenggam jemari anaknya, “Barna,” panggilnya pelan.Barna langsung mendekati tubuhnya ke arah Ibunya yang rupanya jadi terbangun gara-gara kehadirannya.“Iya, Bu?” Bisik Barna.“Kamu dari mana? Kenapa malam begini baru kesini?”“Aku ada sedikit pekerjaan, Bu,” jawab Barna.“Pekerjaan apa malam-malam begini?” Tanya ibuny
Lova di antar oleh Jarwo menuju ke salah satu Resto berstandar bintang lima bernama Resto Nirvana. Malam ini pekerjaannya tak jauh dari kebohongan lagi, dia bertugas sebagai pacar settingan si pemilik Resto terkemuka itu.Pemiliknya bernama Sadana Harrya, laki-laki dewasa berusia 32 tahun, dia mapan, tampan, rupawan, pujaan setiap wanita hanya saja dia penyuka sesama jenis. Walau banyak wanita cantik seperti model yang mendekatinya, namun Harrya sama sekali tak tertarik. Dia sudah memiliki kekasih yang berasal dari Belanda. Dan tak satu pun rekan-rekan Harrya tahu kalau dia penyuka sesama jenis, dia menutupinya dengan kegagahannya seperti laki-laki normal.Lova sudah sering di minta untuk bekerjasama, dia sering menjadi pacar settingan Harrya ketika hendak menghadiri acara khusus yang menuntutnya mengajak pasangan. Lova pertama kali bertemu Harrya karena di kenalkan oleh Mely, pemilik salon langganannya."Maaf aku sedikit telat, Har!" Ucap Lova sambil menc
"Mbak Lova, kita sudah sampai di alamat tokonya!" Ucap Jarwo sambil mematikan mesin mobilnya.Lova melirik dari dalam mobil, nama toko itu The Sun Diamonds. Toko yang cukup besar, namun lampu-lampunya sudah sedikit redup sepertinya hendak tutup karena sudah malam."Mbak Lova, saya mohon maaf! Saya tidak bisa nungguin soalnya istri saya mau melahirkan, katanya sudah pecah ketuban, Mbak! Mbak Lova gak apa-apa kalau pulang sendiri nanti?" Kata Jarwo lagi sebelum Lova turun."Oh, oke! Nanti saya bisa pakai taxi online, makasi ya, Bang!" Lova lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada Jarwo, "untuk tambahan biaya lahiran," kata Lova lagi.Betapa senangnya hati Jarwo karena di beri uang dengan jumlah yang lumayan sekali, dia jadi tidak perlu khawatir untuk masalah lahiran istrinya nanti."Wah, makasi banyak! Mbak Lova selalu baik sama saya! Nanti kalau anak saya perempuan mau saya kasih nama Lova juga," ucap Jarwo dengan mata berbinar melihat uang itu.
Napas Lova berburu cepat, kakinya terus berlari mencari jalan keluar dari toko perhiasan itu. Lampu-lampu di toko sudah di redupkan membuat Lova semakin kesusahan. "Sial, pintu keluar yang mana sih? Banyak banget lagi pintunya," umpat Lova sambil bingung memilih pintu di hadapannya, sementara suara Pak Mahen kembali terdengar, dia sepertinya tak patah semangat untuk mengejar Lova lagi walau tadi sudah di beri tendangan pendekar oleh Lova. "Jangan kabur kamu, Cherry!" Terdengar suara Pak Mahen menggema di toko itu, jantung Lova semakin berdetak dengan kencang, dia benar-benar takut kalau-kalau si kakek tua genit itu kembali melahapnya. Dia segera saja mencoba satu pintu di hadapannya, rupanya terkunci. Kakinya melangkah ke pintu yang ada di pojok kiri, rupanya terkunci juga. Hanya ada satu pintu lagi yang agak jauh ke kanan, dia segera berlari kesana, rupanya pintu yang lebih kecil ini malah tidak terkunci. Langkah Lova semakin lebar lagi s
"Apa lagi?" Bentak Lova.Barna sudah berdiri di hadapan Lova, menghalangi jalannya untuk masuk ke dalam pintu pagar kost."Kamu yang tadi siang? Lov ... Lov... Lova ya?" Barna mengingat-ngingat kembali perempuan berkacamata yang jatuh karena terkena senggolan badannya tadi siang."Bagus lah kalau dari tadi kamu gak sadar," umpat Lova sambil berbisik."Apa?" Tanya Barna."Gak apa-apa," Lova pun berjalan ke sisi kiri Barna agar bisa masuk ke dalam, namun lengannya sudah di tangkap duluan oleh tangan laki-laki itu."Lepasin! Apa lagi sih?" Lova membentak lagi.Barna tersenyum kecut mengingat tadi siang perempuan ini mengaku mau mentraktirnya kopi, tapi malah kabur begitu saja dan akhirnya Barna yang membayar tagihan billnya."Kamu mau pergi begitu aja dengan gratis seperti tadi siang?" Tanya Barna dengan nada angkuhnya. Tangan Barna mendorong Lova sehingga punggung Lova jadi bersandar pada mobil Barna.Barna semakin mendeka
Sampai hampir 15 menit Barna berlari kesana kemari mengejar si tikus, namun tak kunjung di dapat. Makhluk kecil itu berhasil sembunyi dengan sempurna, sementara si Mezi juga ikut-ikutan mengeong sambil jingkrak-jingkrak kesana kemari.Mata Barna tertuju pada kandang Mezi, "kamu punya kucing, kenapa gak suruh kucing kamu ini aja buat nangkep tuh tikus?""No! Anakku gak boleh nangkep tikus itu, dia kucing mahal, kalo makan gak sembarangan!" Kata Lova yang berdiri di luar kamarnya."Anak?" Barna jadi ingat dengan kejadian tadi siang, saat Lova mengatakan hendak menjemput anaknya dan pergi begitu saja. "Jadi ini anak yang kamu jemput tadi siang?" Gumam Barna sambil geleng-geleng.Mata Barna kini menemukan sosok tikus hitam itu yang tiba-tiba berjalan ke arah pintu. makhluk kecil itu pelan-pelan berjalan untuk keluar dari kamar Lova yang terbuka. Lova bahkan tidak tahu kalau tikus itu sudah keluar sendiri tanpa Barna usir, dia sibuk menutup matanya karen
Sore ini Lova di minta untuk ke salah satu beach club bernama Santana beach oleh Harrya. Dia memakai rambut palsu sebahu berwarna coklat, tak lupa softlens berwarna coklat juga menghiasi matanya.Sambil menyelam minum air, itu motto dari Lova. Sambil menunggu Harrya yang belum kelihatan batangannya, dia pun mencari mangsa dulu.Entah mengapa matanya tertarik pada sosok laki-laki berambut sedikit gondrong yang berdiri membelakanginya sekitar 30 meter, rasanya sangat tidak asing di matanya. Saat laki-laki itu membalikkan badannya barulah Lova sadar, rupanya itu Barna, laki-laki yang sudah nakal menciumnya di kostan.Lova hendak menghampirinya namun langkahnya terhenti saat seorang perempuan lebih dulu menghampirinya. Perempuan seksi itu membawakan minuman untuk Barna, hati Lova langsung rontok."Udah punya pacar? Berani cium cewek lain?" Gerutu Lova sambil berbisik.Perempuan seksi yang atasannya memakai bikini itu menyenderkan kepalanya
Mata Barna tak sengaja melihat sepasang kekasih yang saling bercumbu menyatukan bibir mereka. Kepalanya hanya bisa geleng-geleng melihat itu, Barna seketika mengingat kejadian saat malam dia mencium Lova di kamar kostnya, yang ternyata setelah sampai rumah uang 5 juta yang Lova beri sudah hilang dari saku celananya. Barna sadar, pasti sudah Lova ambil lagi saat perempuan itu meraba pantatnya."Bar, cewek yang tadi gak nyariin kamu lagi?" Tanya Andrew, sahabat Barna.Barna hanya tersenyum tipis, "aku bilang mau ngobrol penting sama kamu, jadi jangan ganggu dulu. Dia manut aja sih, bego aja dia!""Kalo aku jadi kamu, langsung aku bungkus bawa pulang deh, gak mungkin aku sia-sia kan! Kamu terlalu banyak ghostingin cewek, Bar!" Keluh Andrew yang merasa kecewa waktu tahu Barna menyia-nyia kan perempuan cantik yang baru saja mereka kenal itu di sana."Aku cuma perlu uangnya, Drew!""Ya kalau dapat uangnya sekalian dapat tidurin kan lebih enak lagi,