Barna melangkahkan kakinya di lorong rumah sakit, dia langsung masuk ke ruangan yang berbau khas obat-obatan. Matanya menatap nanar ke arah wanita paruh baya yang sedang tertidur dengan selang infus di tangan kirinya. Barna mendekati wanita paruh baya itu, mengusap tangan kanannya kemudian mencium tangan itu.
Wanita bernama Dania Cavera itu sepertinya menyadari kehadiran putranya, dia terhenyak kemudian melirik dengan matanya yang setengah terbuka pada putranya.
“Bu, cepat sembuh! Jangan lama-lama di sini,” bisik Barna.
Ibu Dania kemudian menggenggam jemari anaknya, “Barna,” panggilnya pelan.
Barna langsung mendekati tubuhnya ke arah Ibunya yang rupanya jadi terbangun gara-gara kehadirannya.
“Iya, Bu?” Bisik Barna.
“Kamu dari mana? Kenapa malam begini baru kesini?”
“Aku ada sedikit pekerjaan, Bu,” jawab Barna.
“Pekerjaan apa malam-malam begini?” Tanya ibunya lagi masih dengan suara pelan.
Barna tak menjawabnya, dia malah meraih kaki ibunya kemudian memijit-mijitnya pelan.
“Apa Jun ada pulang?” Tanya Ibunya lagi, Barna hanya menggelengkan kepalanya.
Ibu Dania menghela nafasnya, “Ibu kangen sekali sama Jun, bisa kamu sampaikan pesan untuk dia kalau Ibu ingin bertemu dan minta maaf padanya?”
Barna hanya tersenyum tipis tak menjawab.
“Ibu mau minta maaf, ini semua salah Ibu! Ibu yang buat Jun jadi begitu, Jun kurang kasih sayang dari Ibu, dia jadi begitu gara-gara Ibu,” lanjut Ibu Dania dengan tatapan menyesal dan cairan bening mulai menetes di ujung matanya.
Barna tak mau melihat Ibunya sedih dan semakin membuat penyakitnya menjadi parah, dia lalu mendekati wajah Ibunya, menghapus air mata yang keluar dari matanya.
“Ibu, istirahat! Jangan mencemaskan Jun, dia pasti baik-baik saja, dia juga pasti akan memaafkan Ibu, nanti kalau aku bertemu dengannya akan aku sampaikan salam dari Ibu itu.”
Ibu Dania jadi merasa sedikit lega, dia pun tersenyum dengan wajah yang sangat jelas pucat itu. Penyakit komplikasi yang di alami Ibu Dania semakin parah, dia memiliki penyakit ginjal dan beberapa bulan lalu di vonis kanker serviks stadium akhir. Barna lah yang merawat Ibunya sendirian selama ini, biaya pengobatan Ibu Dania yang tak murah membuat sisa-sisa uang peninggalan Ayahnya terkuras sedikit demi sedikit. Sementara Ayah Barna telah meninggal akibat kecelakaan yang terjadi 3 tahun lalu. Ayah Barna bekerja sebagai orang yang mejual beli mobil bekas, sebelumnya Ayah Barna yang memiliki nama Bastian Adelard itu memiliki harta yang cukup banyak akibat bisnis jual beli mobil itu namun 3 tahun lalu semua hartanya terkuras oleh ulah kakak tiri Barna. Dia saat itu pergi berdua bersama Ayah Barna, namun tiba-tiba saja Ayah Barna mengalami kecelakaan dengan mobilnya yang membuat dirinya kehilangan nyawa. Sementara kakak tiri Barna hilang entah kemana, banyak saksi yang mengatakan kalau di dalam mobil hanya ada satu orang saja, padahal sebelumnya jelas sekali kalau kakak tiri Barna itu juga ikut pergi bersama Ayah Barna. Sampai saat ini Barna pun tak tahu di mana keberadaan kakaknya.
Barna menyimpan dendam pada kakak tirinya itu, mereka satu ibu namun berbeda Ayah. Kakak tirinya adalah anak haram Ibu Dania, dulu sekali Ibu Dania bekerja di sebuah karaoke malam, dia hamil dan tak ingat siapa Ayah dari bayinya. Ibu Dania membesarkan anaknya sendrian selama 4 tahun, sebelum akhirnya bertemu dengan Pak Bastian Adelard dan memutuskan untuk menikah dengannya. Setahun setelah pernikahan mereka, Barna pun lahir. Ibu Dania jadi lebih sibuk memperhatikan Barna kecil saat itu, dan kakak tiri Barna pun merasa cemburu dan tak pernah akur pada Barna sampai mereka beranjak dewasa.
Barna melirik ke arah Ibunya yang sudah terlelap, dia duduk dengan tatapan nelangsa. Tangannya lalu merogoh saku celananya, mengeluarkan jam tangan mahal yang tadi dia sempat curi di tas perempuan bermata biru itu.
“Aku bisa mendapatkan uang dengan ini, besok akan aku jual,” gumamnya.
***
Siang ini Lova sudah hampir 4 jam memanjakan dirinya di salon terkemuka yang ada di kota Adele, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Rambut panjang Lova menjadi semakin indah setelah perawatan khusus yang di berikan oleh pemilik salon favoritnya itu.
“Aduh, cakep deh, yey!” ucap Mely pria yang sedikit lemah gemulai itu, dia adalah pemilik Salon La Melya.
“Thank you,” jawab Lova sambil mengibas-ngibas manja rambutnya yang bagaikan bintang iklan shampoo, membuat para asisten Mely di salon itu terpana dan rasanya ingin ikut kibas-kibas manja begitu.
“Hari ini eike gak mau kalau yey bayar pakai kartu kredit metong (mati) lagi, eike mau uang cash aja,” kata Mely sedikit memonyongkan bibirnya.
“Oke!” jawab Lova sambil menyerahkan setumpuk uang merah yang masih baru di hadapan Mely.
Mata Mely yang sudah bulat menjadi semakin bulat lagi saat melihat uang di hadapannya, dia segera meraih uang itu sambil mencium-ciumnya, “paling endes (enak) wanginya uang baru begindang (begini), thank you darling!”
“Aku pergi dulu, aku harus jemput anakku di pet shop,” Lova kembali menggunakan kacamata minusnya sambil tersenyum pada Mely dan asisten-asistennya yang sebagian besar juga sejenis dengan Mely.
Lova yang culun jadi lebih terlihat lebih bersinar setelah keluar dari salon, dia segera melangkahkan kakinya menuju Pet Shop yang tak begitu jauh dari sana untuk menjemput Mezi. Mata Lova tiba-tiba tertuju pada laki-laki berbadan tinggi dan tegap yang sedang berjalan ke arahnya. Dia yakin betul laki-laki dengan rambut sedikit gondrong itu adalah laki-laki yang semalam menolongnya saat hampir terjatuh dan yang sudah menipunya tentang tali bra yang lepas.
“Kita ketemu lagi,” gumam Lova pada dirinya sendiri. Dia segera menghampiri laki-laki itu, dan dengan sengaja Lova mendekati bahunya agar tersenggol dengan badan laki-laki itu yang jauh lebih besar dari Lova dan membuat Lova terhuyung hingga terjatuh.
Betapa kagetnya Barna saat mengetahui kalau ada perempuan cantik berkacamata yang jatuh akibat benturan badannya.
“Sori, kamu engga apa-apa?” Tanya Barna sambil mengulur tangannya pada Lova agar perempuan itu bisa terbangun.
Mata Lova pun terbelalak saat melihat jam tangan mahal yang sepertinya sama dengan hasil tangkapannya kemarin itu, sedang melingkar di pergelangan tangan laki-laki itu. Otaknya berpikir sejenak, jangan-jangan jam tangan itu bukan hilang karena jatuh, tapi di ambil oleh laki-laki ini. Tapi Lova jadi penasaran, apa mungkin laki-laki ini memang punya jam yang sama juga? Dia jadi ingin mencari tahunya.
Lova menyambut uluran tangan Barna, dia berdiri pelan-pelan.
“Sakit,” kata Lova sambil memegang mata kakinya.
“Maaf, apa yang bisa aku lakukan?” Tanya Barna panik.
“Bisa kita duduk di dalam dulu, mungkin sambil minum kopi dan melihat kaki ku yang sakit,” kata Lova sambil menunjuk kedai kopi di depannya.
Barna pun mengangguk dan membantu Lova untuk berjalan masuk ke kursi kedai yang paling depan. Lova duduk sambil sedikit meringis kesakitan dengan kakinya, Barna pun sedikit berjongkok untuk membantunya melepas sepatu sneakers yang menempel di kaki Lova.
"Maaf, aku tidak memperhatikan jalan, dan tidak tahu kalau ada kamu lewat di sebelahku, sampai kamu terjatuh begini," Barna menjadi cemas sambil melihat kaki Lova yang sakit. Lova tersenyum tipis di ujung bibirnya, kenapa laki-laki ini sangat berbeda sikapnya dengan yang semalam? Semalam betapa dingin dan sinisnya dia memandang sosok Cherry, bahkan dia sangat kasar menarik Cherry sampai ke dinding klub.
"Aku engga apa-apa kok, kaki ku sudah mendingan!" ucap Lova kemudian sambil memasukkan ujung kakinya kembali ke sepatunya. "Terima kasih sudah baik mau membantuku," katanya lagi sambil tersenyum pada laki-laki di hadapannya.
Barna pun berdiri, "Sekali lagi maaf."
"Mau minum kopi? Aku yang traktir!" tawar Lova.
Barna tersenyum dan mengangguk, "Oke!" Dia lalu duduk di kursi kosong sebelah Lova.
"Namaku Lova, kamu?" Lova mengulur tangannya pada Barna.
"Aku Barna!" Ucap Barna sambil membalas uluran tangan dari perempuan berkacamata itu.
Lova langsung tersenyum namun agak kecut, merasa ada yang tidak beres dengan laki-laki ini. Semalam dia mengatakan namanya Brian, namun kali ini Barna. Lova jadi semakin curiga, sepertinya jam tangan yang ada di pergelangan tangannya itu memang jam tangan hasil tangkapan Lova semalam.
Mereka memesan kopi di kedai itu, Lova memesan kopi yang paling mahal. Mereka melanjutkan perbincangan mereka sambil meminum kopi tersebut.
"Apa yang kamu cari di sini? Apa kamu punya pekerjaan di daerah sini?" Tanya Lova.
"Ah, tidak! Aku cuma mau bertemu dengan temanku, aku hendak menjual sesuatu padanya."
Lova menggangguk, "menjual apa, kalau boleh tahu?"
Barna hanya tersenyum sambil memandang jam tangan di pergelangan tangannya, "sesuatu yang nilainya lumayan," jawabnya.
"Jam kamu?" Tanya Lova tanpa basa basi.
"Kenapa kamu bisa berpikir begitu?" Barna keheranan.
"Karena kamu tadi tersenyum sambil melihat jam itu," jawab Lova. "Kamu membeli jam itu dimana?"
Barna kini tersenyum ke arah Lova, "aku mendapatkannya dengan cuma-cuma!"
"Maksudnya?"
"Rahasia!" Jawab barna.
Brengsek, batin Lova.
"Ah, Barna aku minta maaf, sepertinya aku harus permisi duluan karena anakku sudah menunggu dan aku harus menjemputnya! Terima kasih sekali lagi ya, sampai jumpa!" Lova lalu berdiri sambil tersenyum pada Barna, dia berjalan sedikit pincang agar akting kakinya yang sakit tadi tidak di curigai oleh Barna.
Barna mengangguk namun sedikit kaget di wajah Barna saat lova mengatakan akan menjemput anaknya, gadis semuda itu sudah punya anak? Padahal baru saja Barna hendak meminta nomornya, Barna sangat suka dengan perempuan berkacamata dan polos seperti sosok Lova.
Lova mengambil langkah seribu untuk meninggalkan kedai, dia sudah berpesan pada pelayan di kedai itu supaya bill pembayarannya di tagih ke laki-laki itu.
"Maaf, sayang! Ini balasan karena sudah menipu masalah tali braku," umpat Lova sambil berjalan di luar kedai.
Barna menghabiskan kopinya, dia pun segera bangkit dari kursinya untuk pergi. Namun seorang pelayan menghampirinya, "maaf, Kak! Ini billnya, silahkan di cek dulu."
"Bill? Bukannya perempuan tadi sudah membayarnya?" Tanya Barna bingung.
"Belum, Kak! Silahkan Kakak bayar dulu di kasir," jawab si pelayan sambil tersenyum.
Barna pun mendengus kesal, sial! Batinnya.
Lova di antar oleh Jarwo menuju ke salah satu Resto berstandar bintang lima bernama Resto Nirvana. Malam ini pekerjaannya tak jauh dari kebohongan lagi, dia bertugas sebagai pacar settingan si pemilik Resto terkemuka itu.Pemiliknya bernama Sadana Harrya, laki-laki dewasa berusia 32 tahun, dia mapan, tampan, rupawan, pujaan setiap wanita hanya saja dia penyuka sesama jenis. Walau banyak wanita cantik seperti model yang mendekatinya, namun Harrya sama sekali tak tertarik. Dia sudah memiliki kekasih yang berasal dari Belanda. Dan tak satu pun rekan-rekan Harrya tahu kalau dia penyuka sesama jenis, dia menutupinya dengan kegagahannya seperti laki-laki normal.Lova sudah sering di minta untuk bekerjasama, dia sering menjadi pacar settingan Harrya ketika hendak menghadiri acara khusus yang menuntutnya mengajak pasangan. Lova pertama kali bertemu Harrya karena di kenalkan oleh Mely, pemilik salon langganannya."Maaf aku sedikit telat, Har!" Ucap Lova sambil menc
"Mbak Lova, kita sudah sampai di alamat tokonya!" Ucap Jarwo sambil mematikan mesin mobilnya.Lova melirik dari dalam mobil, nama toko itu The Sun Diamonds. Toko yang cukup besar, namun lampu-lampunya sudah sedikit redup sepertinya hendak tutup karena sudah malam."Mbak Lova, saya mohon maaf! Saya tidak bisa nungguin soalnya istri saya mau melahirkan, katanya sudah pecah ketuban, Mbak! Mbak Lova gak apa-apa kalau pulang sendiri nanti?" Kata Jarwo lagi sebelum Lova turun."Oh, oke! Nanti saya bisa pakai taxi online, makasi ya, Bang!" Lova lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada Jarwo, "untuk tambahan biaya lahiran," kata Lova lagi.Betapa senangnya hati Jarwo karena di beri uang dengan jumlah yang lumayan sekali, dia jadi tidak perlu khawatir untuk masalah lahiran istrinya nanti."Wah, makasi banyak! Mbak Lova selalu baik sama saya! Nanti kalau anak saya perempuan mau saya kasih nama Lova juga," ucap Jarwo dengan mata berbinar melihat uang itu.
Napas Lova berburu cepat, kakinya terus berlari mencari jalan keluar dari toko perhiasan itu. Lampu-lampu di toko sudah di redupkan membuat Lova semakin kesusahan. "Sial, pintu keluar yang mana sih? Banyak banget lagi pintunya," umpat Lova sambil bingung memilih pintu di hadapannya, sementara suara Pak Mahen kembali terdengar, dia sepertinya tak patah semangat untuk mengejar Lova lagi walau tadi sudah di beri tendangan pendekar oleh Lova. "Jangan kabur kamu, Cherry!" Terdengar suara Pak Mahen menggema di toko itu, jantung Lova semakin berdetak dengan kencang, dia benar-benar takut kalau-kalau si kakek tua genit itu kembali melahapnya. Dia segera saja mencoba satu pintu di hadapannya, rupanya terkunci. Kakinya melangkah ke pintu yang ada di pojok kiri, rupanya terkunci juga. Hanya ada satu pintu lagi yang agak jauh ke kanan, dia segera berlari kesana, rupanya pintu yang lebih kecil ini malah tidak terkunci. Langkah Lova semakin lebar lagi s
"Apa lagi?" Bentak Lova.Barna sudah berdiri di hadapan Lova, menghalangi jalannya untuk masuk ke dalam pintu pagar kost."Kamu yang tadi siang? Lov ... Lov... Lova ya?" Barna mengingat-ngingat kembali perempuan berkacamata yang jatuh karena terkena senggolan badannya tadi siang."Bagus lah kalau dari tadi kamu gak sadar," umpat Lova sambil berbisik."Apa?" Tanya Barna."Gak apa-apa," Lova pun berjalan ke sisi kiri Barna agar bisa masuk ke dalam, namun lengannya sudah di tangkap duluan oleh tangan laki-laki itu."Lepasin! Apa lagi sih?" Lova membentak lagi.Barna tersenyum kecut mengingat tadi siang perempuan ini mengaku mau mentraktirnya kopi, tapi malah kabur begitu saja dan akhirnya Barna yang membayar tagihan billnya."Kamu mau pergi begitu aja dengan gratis seperti tadi siang?" Tanya Barna dengan nada angkuhnya. Tangan Barna mendorong Lova sehingga punggung Lova jadi bersandar pada mobil Barna.Barna semakin mendeka
Sampai hampir 15 menit Barna berlari kesana kemari mengejar si tikus, namun tak kunjung di dapat. Makhluk kecil itu berhasil sembunyi dengan sempurna, sementara si Mezi juga ikut-ikutan mengeong sambil jingkrak-jingkrak kesana kemari.Mata Barna tertuju pada kandang Mezi, "kamu punya kucing, kenapa gak suruh kucing kamu ini aja buat nangkep tuh tikus?""No! Anakku gak boleh nangkep tikus itu, dia kucing mahal, kalo makan gak sembarangan!" Kata Lova yang berdiri di luar kamarnya."Anak?" Barna jadi ingat dengan kejadian tadi siang, saat Lova mengatakan hendak menjemput anaknya dan pergi begitu saja. "Jadi ini anak yang kamu jemput tadi siang?" Gumam Barna sambil geleng-geleng.Mata Barna kini menemukan sosok tikus hitam itu yang tiba-tiba berjalan ke arah pintu. makhluk kecil itu pelan-pelan berjalan untuk keluar dari kamar Lova yang terbuka. Lova bahkan tidak tahu kalau tikus itu sudah keluar sendiri tanpa Barna usir, dia sibuk menutup matanya karen
Sore ini Lova di minta untuk ke salah satu beach club bernama Santana beach oleh Harrya. Dia memakai rambut palsu sebahu berwarna coklat, tak lupa softlens berwarna coklat juga menghiasi matanya.Sambil menyelam minum air, itu motto dari Lova. Sambil menunggu Harrya yang belum kelihatan batangannya, dia pun mencari mangsa dulu.Entah mengapa matanya tertarik pada sosok laki-laki berambut sedikit gondrong yang berdiri membelakanginya sekitar 30 meter, rasanya sangat tidak asing di matanya. Saat laki-laki itu membalikkan badannya barulah Lova sadar, rupanya itu Barna, laki-laki yang sudah nakal menciumnya di kostan.Lova hendak menghampirinya namun langkahnya terhenti saat seorang perempuan lebih dulu menghampirinya. Perempuan seksi itu membawakan minuman untuk Barna, hati Lova langsung rontok."Udah punya pacar? Berani cium cewek lain?" Gerutu Lova sambil berbisik.Perempuan seksi yang atasannya memakai bikini itu menyenderkan kepalanya
Mata Barna tak sengaja melihat sepasang kekasih yang saling bercumbu menyatukan bibir mereka. Kepalanya hanya bisa geleng-geleng melihat itu, Barna seketika mengingat kejadian saat malam dia mencium Lova di kamar kostnya, yang ternyata setelah sampai rumah uang 5 juta yang Lova beri sudah hilang dari saku celananya. Barna sadar, pasti sudah Lova ambil lagi saat perempuan itu meraba pantatnya."Bar, cewek yang tadi gak nyariin kamu lagi?" Tanya Andrew, sahabat Barna.Barna hanya tersenyum tipis, "aku bilang mau ngobrol penting sama kamu, jadi jangan ganggu dulu. Dia manut aja sih, bego aja dia!""Kalo aku jadi kamu, langsung aku bungkus bawa pulang deh, gak mungkin aku sia-sia kan! Kamu terlalu banyak ghostingin cewek, Bar!" Keluh Andrew yang merasa kecewa waktu tahu Barna menyia-nyia kan perempuan cantik yang baru saja mereka kenal itu di sana."Aku cuma perlu uangnya, Drew!""Ya kalau dapat uangnya sekalian dapat tidurin kan lebih enak lagi,
Lova tersenyum sambil menatap batu nisan Mamanya, siang ini dia mampir ke kuburan Mamanya. Sudah 3 tahun lamanya Lova hidup sendiri, tepat di tanggal ini 3 tahun silam Lova menangis di sini, kehilangan sosok Mama untuk selamanya. Di sebelah kuburan Mamanya, ada kuburan Papanya yang sudah 8 tahun lalu meninggal."Semoga kalian berdua bahagia di sana," bisik Lova namun tak bisa dia sembunyikan bendungan cairan bening yang siap menetes melewati pipinya. Betapa beratnya kehidupan 3 tahun yang dia lalui tanpa sosok orang tua, apalagi dia anak tunggal. Karena kesalahan Mamanya, dia jadi sempat di cibir oleh orang-orang yang memang membenci Mamanya. Menjadi rentenir itu memiliki 2 sisi, 1 sisi di perlukan saat membutuhkan uang tapi sisi satunya lagi di benci karena bunga yang tinggi dan cara menagih yang mungkin agak kelewatan."Lova kuat, Ma! Sudah Lova lewati masa-masa dimana semua orang mencibir Lova karena pekerjaan Mama, sudah Lova rasakan juga bagaimana susahnya m