Share

Cassanova With Benefit
Cassanova With Benefit
Penulis: Young_mommy

Hello, Mr.Playboy

Ruangan dengan nuansa warna putih dan abu yang mendominasi, terlihat luas dengan segala properti-nya yang senada dengan warna cat dinding.

Di meja kebesaran dengan papan nama Direktur Askarion.K.M, sudah duduk seorang laki-laki yang tak lain ialah dia si pemilik nama tersebut.

Duduk bersandar pada kursi yang ia duduki, tatapan Direktur muda itu tampak lurus mengarah pada sosok gadis yang sejak beberapa menit lalu sudah berdiri di depan mejanya.

"Tidak menyangka akan semudah ini saya menemukan kamu. Wulandari Naafa Pauline. Bener itu nama kamu, 'kan?" celetuk Rion, tersenyum penuh arti pada sosok di depannya.

Sungguh kelu lidah Wulan, nyaris tak bisa mengeluarkan sepatah katapun untuk menjawab perkataan dari pimpinan hotel tempatnya bekerja. Ia tak menduga sama sekali, bahwa ternyata dirinya sudah bekerja di hotel milik seorang laki-laki yang sangat ia hindari selama ini.

Sia-sia saja Wulan berhenti bekerja di hotel sebelumnya. Ini malah seperti Wulan keluar dari kandang macan, lalu masuk ke kandang buaya. Apes. Begitu singkatnya.

Wulan menundukkan wajah, meremas kedua tangannya sendiri yang saling bertaut. Gugup yang Wulan rasakan, ketika ia sadar tak akan bisa lari lagi dari lelaki di depannya. Ini jalan buntu.

"Maafkan saya, Pak. Tapi saya bener-bener enggak sengaja," cicit Wulan lirih. Ia menyesal sekali, karena harus menjadi saksi mata dari ketidak-beradaban seorang Rion di sebuah kamar hotel.

Adegan-adegan erotis Rion bersama seorang wanita pada malam itu, masih benar-benar segar dalam ingatan Wulan. Mana mungkin dia akan lupa, setiap suara merdu yang keluar dari wanita di bawah kuasa Rion.

Rion tampak santai saja menanggapi jawaban Wulan. Karena baginya, apa yang sudah Wulan lihat merupakan hal biasa baginya. Detik selanjutnya, Rion lalu berdiri menuntun dirinya mendekat pada Wulan.

"Enggak masalah. Namanya juga enggak sengaja. Saya enggak akan marah atau memecat kamu kok. Hanya saja, harus ada timbal balik untuk kemurahan hati saya ke kamu, 'kan?" ujar Rion seraya meraih kedua lengan Wulan agar menghadap padanya.

Wulan terhenyak. Matanya melebar, ketika merasakan dua telapak tangan itu memegangi masing-masing pangkal lengannya.

Rion tersenyum datar, kemudian berbisik pelan di dekat telinga Wulan.

"Saya tau hidup kamu susah. Dan saya ada penawaran. Anggaplah ini kompensasi dari saya untuk kamu. Saya janji enggak akan menuntut apapun atas kelancangan kamu malam itu. Tapi ada satu syarat." Karena bisikan itu, Wulan sampai merinding dibuatnya.

"Maksud Bapak, apa?" lirih Wulan mengangkat kepalanya yang sedari tadi terus tertunduk.

Kembali Rion menyunggingkan senyuman, "Menikah dengan saya," desisnya tepat di depan wajah Wulan.

Makin membola kedua mata Wulan, tatkala kalimat itu terlontar dari mulut Rion. 

Menikah? Laki-laki itu memang tidak waras.

Wushhhh!

Wulan menurunkan paksa kedua tangan Rion yang masih menempel di lengannya. Tatapan segan dari Wulan pada Rion, kini berubah menjadi tatapan kesal. Tak terima dengan cara Rion merendahkan harga dirinya.

"Bapak pikir saya seperti wanita di kamar hotel itu?" Wulan mendengus jengkel, "Maaf, Pak. Tapi akan lebih baik bagi saya dipecat, daripada saya harus menjadi Istri dari laki-laki playboy seperti Bapak. Saya permisi," pungkas Wulan segera membawa dirinya pergi dari ruang kerja Rion.

Di tempatnya berdiri, Rion hanya tersenyum lugas seraya bersedekap, menyaksikan gadis berseragam cleaning service itu melenggang pergi darinya.

****

Setelah berganti pakaian, cepat-cepat Wulan keluar dari Moonlight hotel tempatnya bekerja. Tak ingin lagi dia berlama-lama di sana. Apalagi setelah ia mendapatkan ultimatum berupa tawaran menjijikkan dari Askarion, pemilik sekaligus pimpinan Moonlight hotel. Semakin ilfeel saja Wulan pada laki-laki itu.

"Orang gila. Dia pikir gue cewek murahan atau gimana sih? Dasar playboy sialan. Mentang-mentang tajir, mau seenaknya dia sama gue," gerutu Wulan sambil terus berjalan melewati lobby.

Baru saja dia membuka pintu lobby, terlihat seorang lelaki berseragam supir menghampiri dirinya. Wulan pun menghentikan langkah.

"Mbak Wulan?" sapa supir paruh baya itu dengan suara pelan.

Wulan pun tersenyum ramah, "Iya," sahutnya.

"Silahkan naik ke mobil, Pak Rion sudah menunggu. Ada yang ingin beliau bicarakan dengan Mbak Wulan," tutur supir itu lagi menunjuk mobil sedan yang terparkir tepat di depan lobby.

Tercenganglah Wulan. Laki-laki itu rupanya belum menyerah juga. Dia bahkan sampai nekad menghadang dirinya seperti ini. Sudah jelas, Wulan tak akan mau merundingkan apapun lagi dengan Rion.

"Enggak, Pak. Maaf. Saya udah harus pulang soalnya. Bilang aja sama Pak Rion kalau saya enggak tertarik sama tawaran yang dia kasih ke saya," tolak Wulan terus terang.

Namun, supir itu malah tersenyum seraya menganggukkan kepalanya pelan dua kali.

Wung!

Seketika tubuh Wulan terangkat, setelah tiba-tiba datang dua orang laki-laki yang mengangkat masing-masing lengannya. Dua laki-laki yang datang dari arah belakang itu sama sekali tidak disadari oleh Wulan. Sepertinya hal tersebut benar-benar sudah direncanakan oleh Rion dan si supir.

"Eh, apa-apaan nih? Lepasin gue!" pekik Wulan menoleh ke kanan dan kiri, di mana dua laki-laki itu sudah mulai berjalan membawa dirinya ke arah mobil Rion.

Wulan coba berontak, ingin melepaskan diri dari kedua orang itu. Tapi percumah saja, sebab tenaga kecilnya benar-benar tidak berpengaruh untuk dua tubuh kekar yang mengangkat tubuhnya.

Brugh!

Wulan-pun dimasukkan paksa ke dalam mobil oleh kedua laki-laki asing itu, yang kemungkinan besar adalah orang suruhan Rion.

"Kamu ya, saya coba ngomong baik-baik, malah minta main kasar. Kamu suka sistem paksa-paksa kayakgini?" cetus Rion yang duduk di sebelah Wulan. Sungguh gemas sekali dia pada Wulan yang sulit diajak bicara.

Wulan memicingkan tatapannya pada Rion. Satu malam sial harus berbuntut panjang seperti ini. Bagi Wulan, berurusan dengan Rion adalah hal yang sangat menjengkelkan.

"Mau lo apa sih? Gue udah bilang ya, gue enggak mau nikah sama lo. Kenapa masih ganggu gue?" protes Wulan meradang. Dia bahkan sudah tidak peduli lagi statusnya dan Rion adalah atasan dan bawahan. Hilang sopan dan segan gadis itu pada si Direktur muda, sebab dirinya yang sudah terlanjur kesal.

Supir yang baru saja kembali duduk ke kursi kemudi tersenyum geli melihat tingkah Wulan. Tak berbeda jauh dari Rion. Laki-laki itu juga terkekeh melihat bagaimana cara bicara Wulan yang terdengar seperti auman anak macan. Menggemaskan.

"Ayo, Ndar. Kita ke apartemen," ucap Rion memberikan instruksi kepada supirnya.

Hendar-pun mengangguk, "Baik, Mas Rion," jawabnya diikuti menyalakan mesin mobil, dan langsung melesat meninggalkan hotel menuju apartemen yang dimaksud oleh sang Boss.

Mendelik jengkel, Wulan kembali melayangkan protes pada Rion.

"Lo udah sinting, ya! Turunin gue! Gue enggak mau ikut sama lo. Gue masih di bawah umur, dasar om-om sialan!" Wulan mendaratkan pukulan-pukulan kecil dari kedua kepalan tangannya pada lengan Rion. Semakin geli saja Rion menyaksikan polah Wulan. Gadis itu terlihat semakin menggemaskan saat sedang marah.

Dari kaca dalam mobil, Hendar si supir ikut tersenyum melihat kemarahan Wulan yang justru malah seperti sebuah hiburan lucu bagi Rion.

"Kamu ini, saya ini belum om-om loh. Kamu tenang aja, saya enggak pernah meniduri cewek bodoh kayak kamu kok. Saya cuma mau ngomong baik-baik, enggak usah berpikiran buruk dulu," bela Rion menahan kedua lengan Wulan yang hendak memukulinya lagi.

Wulan terus berontak, semakin berang karena Rion tetap tak mau melepaskannya.

"Kalau kamu enggak mau diem, akan saya langgar prinsip saya untuk enggak tidur sama cewek di bawah umur. Kamu mau kayakgitu?"

Glek!

Diteguknya ludah dengan kasar oleh Wulan. Horor sekali makna kalimat Rion ini. Dia ini pedofil atau bagaimana? Membuat bulu-bulu roma Wulan merinding disco saja.

Maka, diamlah Wulan sekarang. Daripada nanti malah membuat Rion melakukan hal yang tidak-tidak, ya sudahlah … Wulan akan mengalah dulu. Mencari aman saja tepatnya.

****

"Ayo duduk. Kamu enggak pegel berdiri terus kayakgitu?" 

Wulan yang masih berdiri tertegun mengagumi kemewahan apartemen milik Rion, seketika tersadar. Ia menoleh ke arah di mana Rion sudah duduk di sofa bersilang kaki.

"Ya udah, terserah kamu aja kalau enggak mau duduk. Saya cuma mau bernegosiasi sama kamu," imbuh Rion lagi menyimpulkan sebuah senyuman pada Wulan.

Tetap diam di posisinya, Wulan benar-benar tak ingin membahas apapun dengan Rion.

"Saya tau, kuliah kamu tersendat karena masalah biaya, 'kan? Saya juga tau, kalau Ayah kamu sedang sakit keras. Tinggal katakan saja berapa yang kamu mau, akan saya penuhi semuanya. Asal kamu mau menikah dengan saya. Bagaimana, Wulan?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status