"Aku nggak mau sekolah," ujar Christ sedikit merengek pada Ann. "Kamu bosen? Mau pindah sekolah?" tanya Ann tak mengalihkan pandangan dari panci masakannya. "Pokoknya aku nggak mau sekolah!""Why?" kali ini Ann terpaksa menoleh. "Nggak seru sekolahnya," ucap Christ sambil lalu, ia masuk ke kamarnya tanpa menunggu persetujuan Ann. Mau tak mau, Ann melepas apronnya. Ia sempatkan mematikan api kompor, lantas menyusul Christ ke kamar. Terlihat anak kecil tampan itu tengah berbaring tanpa melepas seragam dan sepatunya lebih dulu. "Kamu mau Ketua motong jari kakimu, hem?" gumam Ann berdiri menyandar rangka pintu dari kayu ulin itu. "Enggak!" jawab Christ cepat, tapi ia tidak bergerak sama sekali. Ann menghela napas panjang. Christ jarang merajuk seperti ini, apalagi seminggu yang lalu, anak ini tampak sangat bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Jika tiba-tiba ia berubah sikap, tandanya pasti ada sesuatu yang terjadi."Hei! Begitu cara kamu menjawab pertanyaan Ane-san?" sengal Ann
"Luka di bahu, bawah ketiak sama paha belakang itu bukan karena dia latihan sama kamu, Mas," ujar Ann mendesah kesal. "Ada yang nakalin dia di sekolah," ucapnya mengadu. Ben ikut duduk di sisi ranjang Christ, mengamati bagian tubuh si anak tampan yang tengah tertidur lelap. Memang benar, ada setidaknya tiga titik luka lebam dan dua goresan yang tampak masih baru di sana. Christ tidak mengeluh apapun pada Ann perihal lukanya, toh ia sudah terbiasa terluka karena berlatih pedang dan bela diri dengan Ben juga Bastian serta Benji. "Dia begitu karena berantem atau ada yang nakalin, kita nggak bisa ambil kesimpulan," desis Ben bijak. "Christ udah punya kemampuan bertarung, dia bisa aja berantem," tambahnya. "Pas di Jepang, Christ nggak pernah pulang dari sekolah dengan kondisi kayak gini," kata Ann khawatir. "Nggak pa-pa, anak cowok," ungkap Ben menenangkan istrinya. "Nanti biar kucoba cari tau ke sekolahnya.""Kalau udah ketemu akar permasalahannya, biar aku aja yang urus Mas.""Oke,"
"Christ dirundung, tapi dia nggak bales," lapor Ben pada Ann dalam perjalanan mereka menuju lokasi show Queen's Diary. "Udah kuduga kan, makanya dia ngeluh nggak mau sekolah. Salah ya Mas aku maksa dia buat sekolah hari ini?" tanya Ann gusar. "Nggak pa-pa," Ben menjawab santai. "Kusiagain Roni buat jadi pengawalnya. Dia standby di depan sekolah, jadi kalau pas jam istirahat, Christ bisa keluar main sama dia," ceritanya. Ann menghela napas lega, "Kita harus urus ke sekolah dan laporin perundungnya Mas. Sekolah elite lho inix" katanya. "Udah. Aku udah tembusin pihak sekolahnya, nanti kalau ada undangan pertemuan, kamu yang dateng ya.""Oke," Ann mengangguk. "Anak SD ya ampun," keluhnya mengingat. "Kenapa? Kayak nggak habis pikir gitu," ujar Ben penasaran. "Aku dulu juga korban rundung," curhat Ann. "Ayah sama Ibu meninggal pas aku masih kecil, dan sejak itu kan Mbah yang nyukupin semua kebutuhanku. Anak miskin dan pendiem, aku jadi bulan-bulanan temenku," urainya sedih. "Kamu bis
Meski merasa asing karena tidak ada yang Ann kenal lagi di ruang ganti itu, Ann tak terlalu peduli. Ia duduk merias wajahnya di cermin setelah berganti lingerie cantik nan seksi tapi tetap menutup bagian sensitifnya. Ben memang tidak bisa dibantah, apalagi soal sifat dominannya yang didukung semesta. Tampil di urutan kelima, Ann menegakkan dagunya. Setelah hampir 5 tahun lamanya, akhirnya ia kembali menjejakkan kaki di catwalk. Tampak sang suami duduk di paling ujung, menatap Ann sangat intens. Ben memang begitu, sekali bayangan Ann tertangkap oleh matanya, ia tidak akan melepaskan begitu saja. "I-love-you," eja Ben tanpa suara, tepat saat Ann mendekat ke arahnya. Spontan Ann tersenyum, rona di pipinya makin terlihat menyala. Meski tidak dianugerahi keturunan, Ben dan Ann sudah berdamai dengan situasi rumah tangga mereka. Ada Christ yang akan mereka besarkan dan menjadi harapan keluarga, melindungi anak itu dari incaran Adyaksa. "Sengaja kan lo?" tembak Dara saat Ann turun dari pa
Setelah membuat raut wajah Dara pucat pasi karena malu, Ann justru berubah dikagumi oleh banyak model lainnya di ruangan itu. Mereka diberitahu oleh Rika perihal bagaimana dulu Ann bisa menjadi orang istimewa yang akhirnya mendapat kontrak seumur hidup dengan seorang Big Ben. "Kamu berhasil bikin anak ABG tadi cengoh banget Mas," kekeh Ann puas saat ia masuk di ruang transit khusus sang suami seusai show. "Yang ngomongin kamu tadi?" tebak Ben sambil meneguk wine-nya. "Iya," Ann mengangguk. "Dia beneran deh, overacting banget. Mendamba kamu banget, makanya sengaja kubiarin bertingkah dulu. Makasih ya udah masuk ke ruang ganti kami dan bikin pembalasanku jadi makin greget," katanya. "Padahal aku ada alasan lain masuk ke sana.""Apa? Ngasih kabar kalau Benji mau dateng?" tebak Ann. Ben menggeleng, "Kata Rika, ada yang nawarin kontrak ke kamu," sebutnya. Seketika Ann menahan tawanya. Ditatapnya wajah Ben yang tampak sedang serius menyetir itu. Ia tekan-tekan bisep dibalik jas mahal
"Aku nggak pernah ngajarin kamu bohong, Christ," desis Ann meremas kedua pundak anak asuh tampannya. "Bilang yang jujur di depan para guru soal tiga temen kamu yang nakal dan jahat itu," bujuknya. "Aku dapet apa kalau aku ngaduin mereka, Ane-san?" tanya Christ sangat polos. "Nanti mereka makin nakal kan?" ujarnya terlibat begitu dewasa. Ann menghela napas panjang sambil memejamkan matanya agar pikirannya tetap tenang. Pertemuan antar orang tua yang terlibat perundungan baru saja digelar. Namun, Christ dan Ann justru semakin dipojokkan dan dianggap tidak bisa menyesuaikan diri karena Christ adalah siswa baru. Ann tentu saja tidak terima, ia ingin Christ yang bungkam saja sepanjang pertemuan itu setidaknya membela dirinya sendiri. "Kamu yang pertama mukul mereka?" pancing Ann lihai. Seketika Christ mendongak, "Enggak! No, Ane-san. Mereka yang ngata-ngatain aku dan mukul duluan. Aku nggak mukul mereka balik karena mereka bukan musuh perkumpulan. Aku juga inget pesan Ketua," tandasnya
Berbekal sharing lokasi dari salah seorang wali murid yang juga perundung Christ, Ann mendatangi sebuah restoran mewah di pusat kota Jakarta. Ia datang didampingi Benji, mereka berpakaian sangat rapi layaknya menghadiri pertemuan keluarga besar, khas busana mafia. Ann pun sengaja mengenakan dress hitam dengan model tanpa lengan, memperlihatkan tato indah di tulang selangkanya itu. Kacamata hitam melengkapi penampilannya dan Benji, 'badass' sekali."Berani jug dateng," cibir Riana, ibunda Jose, pemimpin geng yang merundung Christ. "Jadi anak nurun dari emaknya ya?" Ann duduk menyilangkan kedua kakinya, ia hadapi setengah lusin ibu-ibu muda kaya-raya itu dengan sangat santai. "Sama-sama suka keroyokan," lanjutnya sambil menyulut sebatang rokok dan mengisapnya tanpa beban. "Jangan cari masalah kamu! Kamu diundang ke sini cuma buat diusir. Kami harap, anak kamu si Christ itu udah nggak masuk ke sekolah anak-anak kami lagi mulai besok pagi," desis Vany, si tinggi ibunda Lilo. Ann tersen
"Kayaknya aku musti ngasih hadiah buat Ane-san nih," ujar Ben saat Ann menyambutnya di pintu kamar. Ia baru saja tiba sepulang dari pelabuhan. "Cara kamu beli saham yayasan bikin orang-orang yang tadi nyoba buat mengintimidasiku jadi nggak berkutik, Mas," desis Ann lalu memeluk erat tubuh suami, mengadu lelah. "Bastian yang nawarin. Harganya masih bisa kujangkau, ya buat tambah-tambah, nggak rugi juga," ucap Ben. "Christ ke mana?" tanyanya. "Latihan pedang sama Benji," jawab Ann. "Aku sambil siap-siap berangkat show ya Mas," pintanya. "Ah, kamu masih ada show terakhir hari ini," Ben mengangguk. "Terus gimana? Tawaran Indra buat stay lebih lama di show boleh kuterima?" Jawaban tak langsung Ben berikan. Ia berjalan mendekati jendela kamar, menatap nanar di luarnya. Semburat senja sore nampak indah menghiasi langit di sebelah barat. "Raja masih usaha buat dapetin kamu, kan?" tebak Ben akhirnya keluar juga apa yang coba ia pendam beberapa hari ini. Ann tertegun. Sebenarnya