"Saya terima nikah dan kawinnya Imelda Sri binti Hartanto dengan mas kawin sepuluh gram logam mulia dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!"
"Sah?"
"Saaaaaaaaaah!"
Gemuruh beberapa saksi dan juga beberapa orang dari kedua mempelai yang sedang di sahkan dalam ikatan suci pernikahan itu.
Walau hanya di hadiri oleh keluarga inti tetapi suara mereka memenuhi ruang tamu berukuran enam kali delapan meter rumah sederhana itu.
"Selamat ya!"
"Selamat ya!"
"Jeng, akhirnya jadi juga kita besanan," ucap seorang wanita kepada wanita lain dengan begitu sumringah setelah kata sah bergema. Keduanya berpelukan seperti teletubbies.
Sang mempelai wanita menadahkan tangan dengan wajah yang berbinar mengikuti ritual doa yang di pimpin oleh seorang pemuka agama yang hadir pada malam itu.
Dia mengucapkan kata 'amin' dengan begitu kencangnya di dalam hatinya. Berharap bahwa apa yang dia dapat hari ini akan kekal selamanya.
"Akulah pemenangnya," lanjutnya masih di dalam hati dengan kedua sudut bibir yang terangkat tipis.
Tak lama, dia mengikuti arahan dari para orang tua untuk mencium tangan sang pria yang sudah sah menjadi suaminya.
Bukan pria yang baru di kenal sehari dua hari. Tapi, pria ini adalah mantan kekasihnya dua tahun yang lalu. Mereka menjalin kasih sejak mereka kuliah tapi harus berakhir setelah lima tahun berpacaran di karenakan ego masing-masing.
Sejak dua tahun lalu, Melda -panggilan akrab wanita itu- sudah mencoba menjalin hubungan dengan beberapa pria, tetapi hanya bertahan seumuran jagung bahkan ada yang hanya satu bulan di karenakan tidak ada yang seperti mantannya ini.
Setiap dia berkencan dengan gebetan ataupun pria yang sudah sah jadi pacarnya, dia selalu membandingkan perlakuan pria-pria itu dengan mantan terindahnya yang bernama Abian. Alhasil, selalu terjadi percekcokan dan akhirnya putus karena apa yang dia inginkan dalam hubungan itu tidak bisa ia dapatkan.
Dan malam ini, pria yang selalu ada di dalam pandangannya kini sudah sah menjadi suaminya. Pria itu adalah Abian Ardiansyah .
"Cium keningnya dengan penuh perasaan!" titah orang tua itu pada Abian tapi kalimat itu tidak masuk ke telinga Melda lagi karena euforia dalam hatinya yang begitu besar.
Deg!
Jantung Melda serasa copot karena terkejut ketika merasakan bibir dingin itu menyapa keningnya. Wanita itu mengepalkan tangannya dan memejamkan mata meresapi ciuman itu. Ada keinginan dalam hati, bahwa dia menginginkan bibir itu mendarat juga di bagian tubuhnya yang lain.
"Apakah rasanya masih sama?" batinnya seraya terkikik.
"Cepatlah acara ini berlalu, aku sudah sangat tidak sabar memeluk Abianku, menciumi seluruh tubuhnya dan menanggalkan pakaiannya. Sungguh pemandangan yang sangat aku rindukan ketika pakaian kami berserakan di lantai," jerit Melda dalam hati.
Agak laen emang pikirannya!
*****
Karena acara yang sakral ini sangat intim dan hanya di hadiri oleh keluarga inti saja, maka tidak banyak acara lain seperti adat istiadat.
Usai sungkem dan meminta doa restu pada orang tua kedua mempelai, mereka lalu makan bersama lalu berbincang-bincang sebentar.
"Apa aku bilang Jeng, dari awal kita kenal, aku sudah punya keyakinan bahwa kita memang akan menjadi keluarga," ucap seorang wanita bernama Lisna. Wanita itu adalah ibunda dari Melda.
Senyum cerah di sertai anggukan dua kali sebagai jawaban dari ibunda Abian yang bernama Romauli.
Dua wanita paruh bayah itu asyik dalam pembicaraan dengan berbagai topik sementara pasangan mereka tidak membahas soal pernikahan anak-anak mereka walaupun mereka duduk berdekatan. Bahkan ucapan selamat karena sudah menjadi besan pun tidak ada keluar dari mulut masing-masing.
Mereka malah terhanyut dalam topik yang di bicarakan oleh orang lain yang duduk bersama mereka.
Menikmati minuman zero alkohol dan berbatang-batang rokok seperti kereta api yang tidak punya rem.
Politik, pemerintahan hingga ke permasalahan para rakyat menjadi topik utama para pria itu. Tak secuil pun masalah pernikahan ini di bahas bahkan kapan acara resepsi sekaligus adat akan di laksanakan tidak menarik perhatian mereka.
Ada apa? Apakah orang tua laki-laki kedua mempelai tidak begitu mengharapkan pernikahan ini? Apakah mereka sekumpulan 'sutis' yang hanya bisa mengangguk pada apapun keputusan istri?
Sungguh ironis sekali!
*****
"Aku ngantuk!" ujar Melda sedikit manja dan sedikit sensual pada Abian.
Dia merangkulkan tangannya pada lengan Abian dan segera menjatuhkan kepalanya di lengan atas pria itu.
Abian meliriknya sebentar lalu kembali fokus pada ponselnya.
"Kamu dengar aku nggak sih, suami?" tanya Melda seraya menahan senyum ketika mengatakan 'suami'. Ada sesuatu perasaan yang tidak bisa ia deskripsikan saat kata 'suami' meluncur dari mulutnya. Kata yang sudah lama dia impikan kini sudah sah untuk dia ucapkan setiap hari bahkan setiap detik pada pria pujaannya.
"Kalau ngantuk, pergi tidur, jangan lupa izin dulu sama orang tua!" ujar Abian cuek dan sangat dingin.
Selain mengucapkan ijab kobul dengan kalimat yang lumayan panjang, baru kalimat ini yang keluar dari mulutnya sejak acara ini di mulai.
Melda memanjangkan bibirnya dan membuat mimik wajahnya kesal-kesal manja.
"Temeniiiiiin!" ujarnya dengan rayuan seraya merapatkan pelukan di lengan Abian.
"Ck! Kamu kayak anak kecil aja. Masa mau tidur aja di temenin. Pergi aja sana. Itu kamar aku!"
"Tau!" jawab Melda semakin memanjangkan bibirnya.
"Aku tahu itu kamar kamu dan akan jadi kamar kita mulai malam ini. Aku bahkan tahu letak barang-barang disana karena dulu aku sering masuk ke sana bahkan aku tidur disana. Tapi, masa kamu tega nyuruh aku pergi sendirian kesana sekarang? Aku ini udah istri kamu loh! Ini malam pengantin kita loh, jangan lupa kan itu! Apa kata orang nanti kalau aku pergi sendirian kesana?"
Bara api di kepala Abian sudah mulai menyala setelah mendengar sebaris kalimat dari mulut Imelda. Bisakah dia berteriak sekarang bahwa menjadikan wanita mungil cantik yang bergelayut manja di lengannya ini menjadi seorang istri bukanlah keinginannya tapi karena terpaksa? Sangat terpaksa!
Bisakah dia menyadarkan wanita ini bahwa Melda sendirilah yang melemparkan dirinya untuk di jadikan istri?
"Kam--"
"Sttt! Jangan pasang wajah kayak gitu. Aku nggak suka!" potong Melda. Wanita itu langsung merubah raut wajahnya dalam sekejap. Tidak ada senyum manja-manja lagi.
Perang dingin antar pasangan baru itu mulai bergemuruh.
"Nggak usah munafik Abian, walaupun aku yang mendekati ibumu dan meminta untuk menikahkan aku denganmu, jika kamu tidak punya rasa terhadapku, kamu pasti bisa menolaknya dengan berbagai macam alasan," ujar Melda seraya menarik diri dari lengan Abian.
"Bilang saja, kamu juga merindukan aku, kan? Kamu juga menginginkan aku, kan? Jauh di lubuk hati kamu yang paling dalam, aku masih ada Abian. Jangan bilang nggak karena aku nggak akan percaya!" cecarnya seraya mengerlingkan mata ke arah suaminya itu. Dia juga mulai mengangkat kedua sudut bibirnya. Remeh!
Inilah sifat asli Imelda. Keras dan pemaksa juga manipulatif. Dalam dua detik raut wajahnya bisa berubah. Kadang, kata-kata yang keluar dari mulutnya juga sangat manis tetapi tajam melebihi tajamnya silet.
Lidahnya tidak pernah keseleo ketika mengucapkan hal-hal yang tidak ada menjadi ada. Sama seperti beberapa waktu sebelum hari ini, wanita itu sangat pandai berbicara kepada ibundanya Abian. Mengatakan bahwa mereka masih berhubungan walau sudah sering putus nyambung tapi cinta di antara mereka masih ada bahkan sangat kuat.
Ucapannya yang sangat manis dan pujian yang dia lontarkan pada orang tua Abian membuat wanita paruh baya itu luluh dan segera berbicara pada suami juga Abian bahkan sedikit memaksa dan hasil dari paksaan itu adalah apa yang terjadi malam ini. Pernikahan sakral yang intim kata Melda.
Sifat Melda yang keras dan pemaksa sering kali membuat wanita itu tanpa rasa takut memberikan ancaman secara halus demi memenangkan dirinya sendiri.
"Jangan menatapku seperti itu, kamu tahu aku, kan? Aku tidak bisa melepaskan apa yang aku mau, termasuk dirimu. Lagian..."
Wanita itu menggantung kalimatnya dan mulai bergelayut kembali di lengan Abian. Salah satu tangannya sengaja dia usapkan di paha Abian dengan gerakan lambat.
"Apa kamu nggak antusias untuk malam ini? Ini malam pengantin kita," ucapnya dengan sumringah.
Lalu tanpa rasa malu sama sekali, Melda mengangkat tubuhnya sedikit dan berbisik di telinga Abian dengan begitu sensualnya.
"Aku masih sama seperti dulu. Gurih dan sempit seperti kata kamu dulu."
"Haaaahhhh,""uhhh, ahhh, uhhh, ahhh,"Terdengar hembusan nafas sensual dan desahan pelan yang semakin membakar gairah seorang pria.Pria tetaplah pria. Jika di suguhi sesuatu yang bisa membangkitkan gairah, pasti akan segera lupa dengan kekesalan hati dan akan memenuhi keinginan untuk memuaskan diri.Perang dingin antara dua mempelai tadi hanya berlangsung sebentar karena sekali lagi, Melda memenangkan peperangan malam ini setelah keduanya di suruh istirahat di kamar.Tanpa segan, Melda langsung melepas kebaya sederhana yang dia gunakan saat akad. Dia lalu berjalan mendekat ke arah Abian hanya dengan bra tanpa tali dan juga celana short warna hitam. Dengan leluasa, dia menarik kerah baju Abian dan mulai melepas jas di ikuti dengan kancing kemeja satu persatu.Tidak ada perlawanan, karena pemandangan di depan Abian sungguh membuatnya bungkam dan tidak bisa mengalihkan wajahnya ke arah lain. Bahkan terdengar suara tegukan air liur sendiri membuat Melda tersenyum penuh kemenangan lagi.
"Hufff!"Gina mendesah setelah dia terbangun dan menyadari keadaannya sendiri. Ingatannya kembali ke kejadian tadi malam dan dia semakin mendesah lagi karena kecewa dan malu pada diri sendiri.Apakah dia sebegitu rindunya bermesraan sampai sampai membayangkan hal romantis dan panas tadi malam? Memanasi diri sendiri dan membayangkan tangan Abian yang membelai tubuhnya."Memalukan sekali!" umpatnya pelan seraya meninju bantalnya beberapa kali hingga dia kelelahan dan menelungkupkan badannya beberapa saat dengan nafas yang tersengal.Dia meraih ponselnya dan melihat tanda ceklis satu di room chatnya dengan Abian."Tidak bisa di biarkan, aku harus cek kesana," gumamnya seraya bergegas dari kasur dan berjalan langsung ke kamar mandi dengan keadaan telanjang.Gina langsung membersihkan dirinya dan sudah bertekad akan mengunjungi Abian di rumahnya karena khawatir. Dalam pikirannya, mungkin saja Abian sakit karena lupa makan sampai-sampai ponselnya power off.Sementara, pria yang sedang dia k
"Mau kemana?" tanya Melda begitu melihat Abian keluar dari kamar dengan tampilan rapi.Dia sangat terkesima melihat ketampanan suaminya itu.Rambutnya yang pendek dan terlihat basah dan juga wajahnya yang berseri. Pakaiannya biasa aja tapi mengikuti tren jaman sekarang. Penampilannya hampir saja membuat Melda tantrum karena takut Abian di lirik oleh para gadis di luar sana. Dalam hati, Melda mempunyai tujuan agar bisa merubah tampilan Abian suatu saat nanti. Tidak boleh setampan itu."Keluar sebentar. Aku udah ada janji sama teman-temanku," jawab Abian seraya terus berjalan melewati istrinya itu."Bu, Pak, Bian keluar sebentar yah. Udah ada janji sama teman," pamit Abian pada kedua orang tuanya."Hmm," sahut sang ayah."Teman apa? Kamu baru menikah loh. Ya ajak Melda dong! Sekalian kenalin sama teman-teman kamu. Ntar mereka ngiranya kamu masih lajang loh. Kalau ada perempuan yang suka sama kamu gimana?" cecar ibunya membuat Melda menahan senyum dan bersorak sorai di dalam hati."Meman
Abian membuka gerbang kecil rumahnya dan mendorong motornya ke dalam.Terlihat dua kotak sedang di dalam kresek menggantung di stang motornya.Mengetuk pintu sebentar lalu menekan handle pintu dan mendorongnya. Sepi!"Kemana semua orang?" batinnya.Dia melihat ke ruang tamu dan mendapati kedua orang tuanya sedang menonton acara tidak bermutu menurut Abian.terlihat pasangan itu sangat menikmati tontonan bahkan ibunya sesekali menyahut sambil tertawa. Nampak jelas ini acara favorit mereka di rumah setiap malamnya."Bu, Pak. Belum tidur?" tanyanya seraya mendekat membuat kedua pasangan paruh baya itu sedikit terkejut melihat kedatangan seseorang itu."Bikin kaget aja. Jantung Ibu bisa aja copot Bian!" geram wanita itu seraya memukul tangan Abian yang hendak salim."Hehehe, kalian sangat fokus menonton sampai-sampai nggak dengar aku ketuk pintu dan buka sendiri. Melda mana?" ucap Abian seraya mengedarkan pandangan usai salim pada kedua orang tuanya."Ketiduran mungkin. Kamu kenapa lama s
Sebulan pernikahan terlewati dengan damai.Abian menikmati peran menjadi seorang suami dan kekasih dari dua orang wanita. Full service dari keduanya kala dia membutuhkannya. Jahat? Sangat! Tapi namanya laki-laki, di suguhi layanan vvip masa di tolak.Malam ini, Melda mendapat shift kedua. Artinya masuk di sore hari dan pulang di malam hari. Yang seperti ini menjadi kesempatan emas bagi Abian untuk bertemu pujaan hati."Yang, kok sekarang kamu jarang bangat main di malam minggu kemari, ajak aku keluar juga udah jarang sekarang," ujar Gina manja di pelukan kekasihnya.Abian terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban yang tepat yang tidak akan menyakiti hati kekasihnya itu."Ya gimana ya Yang. Kamu tahu kan, aku dan kawan-kawanku mulai bisnis baru. Karena kami semua pekerja, jadi waktu kami yang luang untuk membicarakan itu cuma di akhir pekan aja. Nggak enak dong pas lagi seru-serunya aku pamit biar bisa datang kesini dan ajak kamu kencan," jawab Abian sangat manis.Apa yang harus di ban
Masih terngiang-ngiang di telinga Gina saat Abian memanggilnya Bebe. Bukankah selama ini sejak dia memulai hubungan dengan Abian, pria itu selalu memanggilnya Sayang? Tidak pernah panggilan lain kecuali Dek sesekali. Lalu, kenapa tiba-tiba memanggil Bebe?Tidak ingin su'udzon tapi pikirannya tetap mengajak Gina untuk memikirkan bahwa Abian sepertinya mempunyai rahasia. Apakah ini berkaitan dengan tidak pernahnya Abian berkencan di malam minggu lagi bersama Gina?Apakah waktu akhir pekannya sekarang bersama seseorang yang dia panggil 'Bebe'?Feeling seorang perempuan selalu akurat tapi kebanyakan dari perempuan itu akan menahannya dalam hati dan akhirnya tertekan batin.TringBunyi pesan masuk di ponsel Gina membuat gadis itu kembali dari pikirannya ke alam nyata saat ini. Dia membuka pesan masuk dan menemukan sebuah foto.Itu adalah sebuh gelang cantik yang selama ini dia impikan. Tidak ada pesan lain selain foto itu tetapi dia tahu bahwa gelang itu di beli untuk dirinya oleh sang kek
YA AYO BERTEMUAbian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati."Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk."Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya."Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana."Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih."Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya