"Hufff!"
Gina mendesah setelah dia terbangun dan menyadari keadaannya sendiri. Ingatannya kembali ke kejadian tadi malam dan dia semakin mendesah lagi karena kecewa dan malu pada diri sendiri.
Apakah dia sebegitu rindunya bermesraan sampai sampai membayangkan hal romantis dan panas tadi malam? Memanasi diri sendiri dan membayangkan tangan Abian yang membelai tubuhnya.
"Memalukan sekali!" umpatnya pelan seraya meninju bantalnya beberapa kali hingga dia kelelahan dan menelungkupkan badannya beberapa saat dengan nafas yang tersengal.
Dia meraih ponselnya dan melihat tanda ceklis satu di room chatnya dengan Abian.
"Tidak bisa di biarkan, aku harus cek kesana," gumamnya seraya bergegas dari kasur dan berjalan langsung ke kamar mandi dengan keadaan telanjang.
Gina langsung membersihkan dirinya dan sudah bertekad akan mengunjungi Abian di rumahnya karena khawatir. Dalam pikirannya, mungkin saja Abian sakit karena lupa makan sampai-sampai ponselnya power off.
Sementara, pria yang sedang dia khawatirkan juga buru-buru ke kamar mandi dan membawa ponselnya yang satu lagi.
Tidak lupa dia silent ponsel dan mengunci pintu kamar mandi dari dalam untuk menghindari Melda tiba-tiba masuk.
Abian:
[Yang, sorry tadi malam nggak kabarin kamu. Ibuku lagi di rumah. Jadi aku nggak perhatikan ponsel yang lowbat]
Abian segera mengirim pesan dan tak sabar karena pesannya tidak langsung berubah centang biru.
Pria itu menekan tombol panggil karena khawatir Gina tidak mendengar bunyi pesan masuk di ponselnya. Yang lebih di khawatirkan sekarang adalah, bagaimana jika Gina sedang dalam perjalanan ke rumahnya seperti biasanya ketika dia tidak bisa di hubungi.
"Yang, kamu dimana, sih? Jangan sampai kamu kesini," gumamnya seraya mondar mandir di dalam kamar mandi.
Kaki Abian sudah bergetar karena dia benar-benar takut Gina datang ke rumahnya. Tiga kali panggilan tidak terjawab menambah ketakutannya. Dia berharap pesan yang dia kirim di baca oleh Gina. Karena, Abian tahu, jika Gina sudah membacanya, kekasihnya itu akan langsung putar arah. Alasannya, Gina belum mau bertemu dengan keluarga Abian, siapapun itu. Baik adik perempuan, adik laki-laki bahkan paman dan bibi Abian yang tinggal di kota yang sama.
Bagi Gina, jika sudah bertemu keluarga, berarti sudah menuju jenjang pernikahan. Sementara, wanita itu masih ingin menikmati masa muda untuk tiga tahun lagi.
Sama halnya dengan Abian, Gina juga tidak pernah memperkenalkan Abian kepada keluarganya. Dan beruntung bagi keduanya, karena keluarga inti masing-masing tinggal di kota yang berbeda dengan mereka.
Abian:
[Yang, kamu dimana? Baca pesan aku]
Pria itu mendesah lega begitu pesannya tercentang biru dan tak lama, masuk panggilan video dari Gina.
"Pagi Yang!" sapa Abian dengan memelankan suaranya.
"Kamu lagi dimana? Kok buka baju?" tanya Gina melihat keadaan Abian.
"Lagi di kamar mandi, mau mandi. Kamu baru mandi?" tanya Abian balik melihat handuk yang bertengger membungkus kepala kekasihnya itu.
Gina mengangguk membalas. Lalu wanita itu meletakkan ponselnya di atas meja rias kecil di kamar kosnya dan mulai ritual merawat tubuhnya.
"Yang, belum pake baju?" tanya Abian menelan ludahnya sendiri begitu melihat paha Gina yang sedang di oles body care.
"Baru aja keluar kamar mandi karena dengar suara hape. Belum sempat pake baju. Kenapa?" tanya Gina dan dia iseng menaikkan sedikit handuknya hingga ke pangkal pahanya.
"Ibu kamu kapan datangnya?" tanyanya pura-pura tidak melihat penderitaan Abian di seberang sana.
"Kemarin sore. Datang tanpa bilang-bilang. Padahal aku udah semangat bangat berangkat ke bukit. Aku udah olah raga biar kuat hadapin kamu malamnya, eh, malah ambyar," ujar Abian dan menunjukkan raut sendu.
Gina hanya tersenyum polos menanggapi karena sudah tahu apa maksud dari kalimat kekasihnya itu.
Dia meneruskan kegiatannya, mengoles seluruh kaki dan tangannya lalu bagian leher turun hingga ke dadanya.
"Ibu kamu sampai kapan disini?" tanya Gina
"Kenapa? Udah kangen aku yah!" ledek Abian sambil menaik turunkan alisnya.
"Hmmm,"
Gina gadis polos yang sangat mencintai Abian tidak bisa berbasa-basi. Mengatakan sejujurnya apa yang tengah dia rasakan.
"Tadi malam aku gak bisa tidur karena nungguin chat kamu. Pengen rasanya aku kesana tapi udah kemalaman. Kamu kok bisa lupa sih ngabarin aku? Padahal aku udah packing buat ke bukit, udah beli cemilan dan beli itu," ujarnya merengek manja.
"Apa?" tanya Abian dengan wajah nakal.
"Iniiiii," kata Gina sambil meraih sesuatu dari saku tas di atas meja rias.
Bian tersenyum melihat kekasihnya itu. Benda keramat pesanannya ternyata di sediakan ternyata.
"Buka handuk kamu dikit, Yang!" pintanya memelas. Dia juga menurunkan arah kamera hingga sedikit mengintip area bawahnya.
"Pegang dia untukku!" titahnya lagi pada Gina begitu Gina membuka handuknya dan wanita itu mengikuti kemauan Abian.
"Angkat tinggi, Yang!" pinta Abian lagi.
Gina berdiri dan melepas handuknya hingga terjatuh dan dia berjalan ke arah tempat tidur. Membaringkan tubuhnya dalam keadaan polos dan menyorot dari kepala hingga kaki, menunjukkan pada Abian bahwasanya dia sangat indah membuat Abian menegang di ujung sana dan melakukan solo running.
Keduanya memuaskan diri masing-masing dengan erangan seolah-olah kedua kutup mereka saling bertemu.
"Tunggu aku hari ini, siang atau sore aku ke kost kamu dan bersiaplah!" ujar Abian dan di jawab dengan senyuman malu-malu oleh Gina.
"Cepatlah, aku udah tidak tahan lagi," ujar wanita itu sangat berani.
****
"Iya," jawab Abian cuek saat kalimat demi kalimat ibunya menyapa gendang telinganya.
Tangannya tak berhenti memainkan game di ponselnya sementara Melda duduk di sampingnya dengan tatapan tidak suka karena Abian begitu mengabaikan semua wejangan orang tuanya.
"Hape kamu, Beb. Turunin!" titah Melda sambil memukul pelan lengan Abian.
"Ck! Nanggung!" jawab pria itu seraya terus memainkan gamenya membuat sang ibu menggeleng karena hal ini sudah ribuan kali ia lihat bahkan mulutnya sudah berbuih menasehati putra sulungnya itu tetapi sampai hari ini masih sama juga.
"Nggak sopan, Beb!" ujar Melda dan langsung merampas ponsel itu. Menyembunyikan di dalam bajunya karena yakin Abian tidak akan menggeledah bagian dalam pakaiannya.
"Kalau orang tua lagi bicara, dengarkan dengan baik dan sopan lah sedikit. Kebiasaan kamu ini harus di rubah sedikit-sedikit. Ingat, kamu udah menikah dan mungkin akan punya anak sebentar lagi. Apa yang akan di tiru anak kamu dari papanya kalau kamu masih tetap seperti ini?"
Roma tersenyum bangga pada menantunya itu. Benar, harus ada yang bisa melawan kebiasaan Abian. Dan ternyata, menyetujui Melda menikah dengan Abian bukanlah keputusan yang salah.
Walau menggerutu, Abian tidak bisa berbuat apa-apa. Dia melipat tangan di dada dan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
Sambil menatap ibunya dia bertanya, "Ibu sama Bapak kapan pulang?"
Puk
Satu pukulan kembali mendarat di lengan Abian dan kali ini lebih keras dari yang sebelumnya.
"Kamu yah Beb, pertanyaan kamu kayak kamu mau usir Mama dan bapak aja. Emangnya kenapa kalau mereka tinggal disini? Kamu keberatan?"
"Bukan karena keberatan. Mereka kan belum pensiun. Masa cuti terus, nanti di kira makan gaji buta."
"Tap--"
"Hallah, alasan kamu Abian. Bilang aja kamu mau menikmati masa-masa pengantin baru," ledek ibunya sekaligus memotong ucapan Melda.
Sebenarnya, Melda hanya sedang akting. Dalam hati, dia juga sudah berharap agar kedua mertuanya pulang ke kota mereka sendiri.
Kan segan juga kalau masih ada orang tua. Mau mendesah keenakan pun harus di tahan-tahan. Mau raba-raba sedikit di segala penjuru rumah juga tidak bebas. Jangankan raba meraba, tiduran di paha Abian sambil nonton tivi kayaknya gak pas karena pasti mata orang tua langsung menajam di ikuti dengan wejangan yang menyangkut tata krama jaman purba kala.
"Besok Ibu dan bapak pulang. Udah izin satu hari bolos kerja," lanjut Roma.
Roma dan suaminya -Ilham adalah seorang pegawai negeri. Roma di kantor pemerintah sementara Ilham sebagai guru di sebuah sekolah dasar.
Keduanya memiliki tiga orang anak, Abian adalah yang pertama dan Daniel yang kedua di ikuti Lastri paling bungsu.
Daniel dan Lastri masih tinggal bersama kedua orang tua karena mereka bekerja di kota yang sama sebagai guru honor. Sementara Abian, dari selesai wisuda sudah memutuskan untuk tidak kembali ke kota asalnya dan mencari peruntungan di kota tempat ia kuliah.
Imelda Sri adalah seorang anak kuliahan yang sering lewat dari rumah Abian dulu. Sering saling pandang akhirnya membuat dua orang itu memutuskan untuk berkenalan dan semakin nyaman setiap harinya lalu memutuskan untuk mulai berpacaran.
Selama kuliah tiga tahunan dan bekerja setahun mereka melewati berbagai tantangan dalam hubungan percintaan. Ego masing-masing sangat kuat hingga membuat mereka memutuskan hubungan karena tidak ada yang mengalah.
Saat mereka masih berpacaran, Melda sudah bertemu beberapa kali dengan orang tua dan adik-adik Abian.
Kedua adiknya dulu tinggal bersama Abian karena sekolah di kota yang sama membuat orang tua Abian memutuskan untuk membeli rumah tempat tinggal anak-anaknya dan itulah yang di tinggali Abian sekarang.
Ketika bertemu dengan orang tua Abian, Melda adalah gadis ceria dan penyayang. Sangat piawai mengambil hati orang lain dan itulah yang membuat keluarga Abian sayang padanya dan berharap agar wanita itu yang menjadi menantunya.
Lama menunggu, ternyata Melda sendirilah yang datang pada ibunya Abian. Meminta restu karena Abian mulai berubah. Jika mereka sudah terikat, maka Melda berjanji akan mengubah Abian menjadi orang yang lebih baik lagi.
"Mau kemana?" tanya Melda begitu melihat Abian keluar dari kamar dengan tampilan rapi.Dia sangat terkesima melihat ketampanan suaminya itu.Rambutnya yang pendek dan terlihat basah dan juga wajahnya yang berseri. Pakaiannya biasa aja tapi mengikuti tren jaman sekarang. Penampilannya hampir saja membuat Melda tantrum karena takut Abian di lirik oleh para gadis di luar sana. Dalam hati, Melda mempunyai tujuan agar bisa merubah tampilan Abian suatu saat nanti. Tidak boleh setampan itu."Keluar sebentar. Aku udah ada janji sama teman-temanku," jawab Abian seraya terus berjalan melewati istrinya itu."Bu, Pak, Bian keluar sebentar yah. Udah ada janji sama teman," pamit Abian pada kedua orang tuanya."Hmm," sahut sang ayah."Teman apa? Kamu baru menikah loh. Ya ajak Melda dong! Sekalian kenalin sama teman-teman kamu. Ntar mereka ngiranya kamu masih lajang loh. Kalau ada perempuan yang suka sama kamu gimana?" cecar ibunya membuat Melda menahan senyum dan bersorak sorai di dalam hati."Meman
Abian membuka gerbang kecil rumahnya dan mendorong motornya ke dalam.Terlihat dua kotak sedang di dalam kresek menggantung di stang motornya.Mengetuk pintu sebentar lalu menekan handle pintu dan mendorongnya. Sepi!"Kemana semua orang?" batinnya.Dia melihat ke ruang tamu dan mendapati kedua orang tuanya sedang menonton acara tidak bermutu menurut Abian.terlihat pasangan itu sangat menikmati tontonan bahkan ibunya sesekali menyahut sambil tertawa. Nampak jelas ini acara favorit mereka di rumah setiap malamnya."Bu, Pak. Belum tidur?" tanyanya seraya mendekat membuat kedua pasangan paruh baya itu sedikit terkejut melihat kedatangan seseorang itu."Bikin kaget aja. Jantung Ibu bisa aja copot Bian!" geram wanita itu seraya memukul tangan Abian yang hendak salim."Hehehe, kalian sangat fokus menonton sampai-sampai nggak dengar aku ketuk pintu dan buka sendiri. Melda mana?" ucap Abian seraya mengedarkan pandangan usai salim pada kedua orang tuanya."Ketiduran mungkin. Kamu kenapa lama s
Sebulan pernikahan terlewati dengan damai.Abian menikmati peran menjadi seorang suami dan kekasih dari dua orang wanita. Full service dari keduanya kala dia membutuhkannya. Jahat? Sangat! Tapi namanya laki-laki, di suguhi layanan vvip masa di tolak.Malam ini, Melda mendapat shift kedua. Artinya masuk di sore hari dan pulang di malam hari. Yang seperti ini menjadi kesempatan emas bagi Abian untuk bertemu pujaan hati."Yang, kok sekarang kamu jarang bangat main di malam minggu kemari, ajak aku keluar juga udah jarang sekarang," ujar Gina manja di pelukan kekasihnya.Abian terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban yang tepat yang tidak akan menyakiti hati kekasihnya itu."Ya gimana ya Yang. Kamu tahu kan, aku dan kawan-kawanku mulai bisnis baru. Karena kami semua pekerja, jadi waktu kami yang luang untuk membicarakan itu cuma di akhir pekan aja. Nggak enak dong pas lagi seru-serunya aku pamit biar bisa datang kesini dan ajak kamu kencan," jawab Abian sangat manis.Apa yang harus di ban
Masih terngiang-ngiang di telinga Gina saat Abian memanggilnya Bebe. Bukankah selama ini sejak dia memulai hubungan dengan Abian, pria itu selalu memanggilnya Sayang? Tidak pernah panggilan lain kecuali Dek sesekali. Lalu, kenapa tiba-tiba memanggil Bebe?Tidak ingin su'udzon tapi pikirannya tetap mengajak Gina untuk memikirkan bahwa Abian sepertinya mempunyai rahasia. Apakah ini berkaitan dengan tidak pernahnya Abian berkencan di malam minggu lagi bersama Gina?Apakah waktu akhir pekannya sekarang bersama seseorang yang dia panggil 'Bebe'?Feeling seorang perempuan selalu akurat tapi kebanyakan dari perempuan itu akan menahannya dalam hati dan akhirnya tertekan batin.TringBunyi pesan masuk di ponsel Gina membuat gadis itu kembali dari pikirannya ke alam nyata saat ini. Dia membuka pesan masuk dan menemukan sebuah foto.Itu adalah sebuh gelang cantik yang selama ini dia impikan. Tidak ada pesan lain selain foto itu tetapi dia tahu bahwa gelang itu di beli untuk dirinya oleh sang kek
YA AYO BERTEMUAbian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati."Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk."Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya."Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana."Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih."Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d
"Ambil ini juga!""Ini juga.""Ini, ini dan yang ini,"Abian dan Gina hanya diam terpaku hampir bersandar ke dinding rumah ketika melihat Melda berkeliling di ruang tamu seraya menunjuk satu per satu perabot rumah yang ada disana.Ibunya Arion itu datang dengan membawa sepupunya yang pernah datang ke rumah Gina dan juga beberapa pria kekar yang siap melahap Bian dan Gina jika saja mereka berani melawan.Di luar ada truk warna kuning yang siap mengangkut semua barang yang di tunjuk oleh Melda."Itu hadiah dari ibuku, kenapa di bawa juga?" tanya Abian ketika pria pria kekar itu mengangkat sofa coklat yang selama ini ada di ruang tamu.Memang, itu baru di beli menggantikan sofa lama setelah Melda menjadi istri di rumah itu dan uangnya dari orang tua Abian .Melda hanya berkontribusi memilihkan warna saja."Iya benar, tapi itu di beli untukku. Bukan untuk istri barumu," jawab Melda. "Kalau mau sofa baru, minta ke mertuamu saja, cuma aku kok kurang yakin akan di belikan, haha," lanjutnya s
"Maaf ya, aku nggak sengaja ketiduran. Aku nungguin kamu bentar eh taunya aku ketiduran," ujar Gina pada Abian.Dia berbohong!Dia sedang menutupi perasaan terbuang nya, perasaan tidak di terima dan tidak di akui."Hmm, tapi kenapa kamu nggak langsung ke kamar aja," jawab Abian.Saat ini keduanya sudah ada di kamar dan barusan Abian baru menyeret koper Gina dari ruang depan.Koper itu luput dari matanya tadi saat dia panik tidak menemukan Gina di kamar."Aku nggak enak sama mama kamu. Kan belum di persilahkan. Masa langsung masuk.""Sayaaaang! Kenapa berpikir sampai sejauh itu? Kamu kan udah pernah ke sini, udah tahu kamar aku yang mana. Kenapa harus di persilahkan lagi?"Hah!Capek ngomong sama laki yang pemikirannya lurus lurus aja. Yang tidak paham betapa rumitnya pikiran perempuan.Bagi beberapa perempuan yang baru menikah, hal ini sangat sederhana dan kalau bisa keharusan walaupun sudah pernah beberapa kali ke rumah si laki dan sudah tahu setiap sudut rumah itu. Karena dengan beg
Badai berlalu.Rumah tangga baru di mulai walau dengan pernikahan siri tapi keluarga inti Gina menerimanya dan memberikan wejangan yang lumayan banyak pada Gina sembari mengingatkan Abian agar pria itu tidak lupa mendaftarkan pernikahan mereka nanti."Kemarin kamu hanya anak Ibu. Mulai hari ini orang tuamu sudah bertambah. Ibunya suamimu adalah ibumu juga walau namanya ibu mertua. Bagaimana kamu memperlakukan Ibumu ini, begitu jugalah kamu harus memperlakukan ibu mertuamu," ujar ibunya Gina saat akan melepas Gina di bawa oleh Abian dan keluarganya."Kehormatan keluarga ibumu ada di tanganmu. Jangan berperilaku buruk yang mempermalukan keluarga suamimu agar nama baik ibumu ini tidak tercoreng."Gina mengangguk seraya menahan tangis.Dalam hati dia sadar, ibunya merestui Abian secepat ini karena dia kadung hamil. Jika tidak, butuh waktu yang lama baginya karena ibunya masih berpegang teguh pada permintaan terakhir almarhum bapaknya."Maafin Gina ya Bu. Tolong ketika ibu berdoa, tolong s
"Bu, maafin Gina yah!"Gina berlutut di kaki ibunya yang masih sesenggukan karena menahan tangis."Gina bodoh, Bu. Maaf ya. Kalau ibu nggak mau Gina menikah siri, ayo kita pergi saja. Gak apa-apa Gina nggak jadi menikah."Mendengar itu, ibunya semakin sesenggukan."Menikah saja. Siri juga nggak apa-apa. Tidak mungkin kamu hamil tanpa suami. Apa kata orang nanti."Perasaan bersalah kian besar di hati Gina. Dia mengutuk dirinya karena tidak bisa menahan godaan Abian. Dia menikmati semua itu tanpa memikirkan konsekuensinya.Sekarang, setelah dia mendapatkan hasil dari perbuatannya, dia seolah-olah tidak di terima oleh keluarga Abian yang hanya ingin menikahkan siri mereka dengan alasan masih belum bisa melakukan pesta besar karena Abian baru saja bercerai."Apa kata orang nanti. Bisa-bisa Abian yang di tuduh main perempuan makanya bercerai."Begitu kata orang tua Abian ketika mereka kumpul dua keluarga untuk membicarakan perihal pernikahan ini. Walau keluarga inti Gina tidak terima tapi
"Ibu!""Ibu tidak marah karena tidak ada guna lagi. Ibu kecewa karena kalian ternyata sudah sejauh itu. Karena itu nak Abian, sebelum Gina menjadi bahan pembicaraan orang-orang, bisakah kamu menikahi dia segera?"Gina langsung berdiri karena tidak setuju dengan perkataan ibunya. Dia tidak hamil. Dia juga dulu pernah melakukan ini bahkan sering tapi tidak pernah hamil karena Abian pakai pengaman atau nggak buang di luar.Kali ini juga mereka buang di luar kenapa dia bisa hamil?Sementara Abian, dia menunduk lesu.Menikah dengan Gina adalah impiannya tapi bukan karena Gina hamil.Dia mengepalkan tangannya karena tidak bisa mengontrol ga!rahnya. Terakhir kali dia main dengan Gina, mereka menghabiskan setengah hari di rumahnya dan melakukannya beberapa kali di berbagai sudut.Buang di luar sih, tapi dia sadar, sisa sisanya mungkin masih ada dia sudah colok lagi karena masih bergairah.Dan sekarang, mereka seperti terpaksa di restui.Abian langsung berdiri lalu bersimpuh di kaki ibunya Gin
"Loh loh, apa ini, Bu?"Gina langsung berjalan cepat ke arah kamar begitu melihat ada tas milik ibunya di samping pintu kamar.Jantungnya berdebar karena berbagai hal.Baru saja menghabiskan sisa hari bersama Abian dengan bermain di atas kasur membuat dia melayang bahagia dan tiba di rumah di kejutkan dengan aksi ibunya."Bu, tas nya buat apa? Ibu mau kemana?"Gina langsung mendekat pada ibunya yang sedang membereskan tas kecil tempat barang barang berharga.Air mata Gina langsung menetes dan dia dengan segera bersimpuh di kaki ibunya."Gina tahu, Gina sudah keterlaluan sama Ibu. Maafkan Gina. Tapi, tidak bisakah Ibu merestui Gina? Gina tahu kita menderita sebelumnya dan ada kaitannya dengan pria itu. Tapi itu bukan salahnya, Bu. Perempuan itulah yang salah."Ibunya hanya tersenyum.Gina ternyata sudah hilang akal dan dia jadi berpikir, apa yang akan terjadi pada Gina jika dia pergi? Bisa jadi anak gadisnya itu hilang arah karena mengikuti cinta yang masih membara.Sang ibu menghela d
SepiRumah yang hanya berpenghuni dua orang dan biasanya sepi kini semakin sepi dan sunyi karena keduanya sama sama mengurung diri di kamar.Sudah tiga hari sejak kejadian itu.Bahkan ketika Gina berangkat kerja, dia hanya pamit dari luar pintu kamar.Hatinya juga keras, dia tetap mempertahan cintanya bahkan setelah di tolak oleh orang tuanya.Terdengar suara motor yang menjauh. Ibunya Gina mengintip dari jendela kamar. Gerbang besi sudah di tutup dan Gina sudah pergi bekerja.Wajahnya bengkak dan matanya sembab."Pak, maafkan ibu, ibu gagal. Ibu nggak bisa mengikuti apa kata bapak. Anak bungsu kita bahkan sampai memilih tidak akan pernah menikah jika tidak dengan pria itu. Ibu takut dia nekat kalai ibu bersikeras pak. Pak ibu harus gimana?"Wanita yang sudah melalui jurang dan bukit percintaan tahu benar bahwa menyadarkan Gina yang saat ini jatuh cinta bukanlah perkara muda. Usia Gina yang sudah termasuk matang tidak bisa di jadikan patokan kedewasaan berpikirnya apalagi jaman sekara
Galau! Ya, Abian benar-benar galau beberapa hari ini. Jika orang tua Gina tidak menerimanya lalu bagaimana kelanjutan hubungan mereka ini sekarang? Berhenti sampai disini atau lanjut menerjang badai? Pria itu uring uringan selama beberapa hari dan mencoba untuk tidak menghubungi Gina untuk mengetes perasaannya. Serasa ada yang hilang. Hampa! Sementara itu, Gina juga sedang galau. Dia juga menyesal karena ucapannya pada Abian malam itu. "Kenapa aku harus mengatakannya kemarin. Seharusnya aku simpan saja dalam hati dan biarkan dia berjuang menghadapi ibu," gumam Gina. Dia memandang kebun kecil milik ibunya di belakang rumah kontrakan mereka. Matanya menatap jauh tapi kosong. "Pak, maafkan Gina yah. Permintaan terakhir bapak pun Gina tak bisa kabulkan. Tolong maafkan Gina ya pak." Gina langsung menoleh dengan mata bulat setelah mendengar, "Maksud kamu apa, Nduk?" Ibunya berdiri hanya berjarak tiga puluh senti di belakangnya dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang ba