"Hufff!"
Gina mendesah setelah dia terbangun dan menyadari keadaannya sendiri. Ingatannya kembali ke kejadian tadi malam dan dia semakin mendesah lagi karena kecewa dan malu pada diri sendiri.
Apakah dia sebegitu rindunya bermesraan sampai sampai membayangkan hal romantis dan panas tadi malam? Memanasi diri sendiri dan membayangkan tangan Abian yang membelai tubuhnya.
"Memalukan sekali!" umpatnya pelan seraya meninju bantalnya beberapa kali hingga dia kelelahan dan menelungkupkan badannya beberapa saat dengan nafas yang tersengal.
Dia meraih ponselnya dan melihat tanda ceklis satu di room chatnya dengan Abian.
"Tidak bisa di biarkan, aku harus cek kesana," gumamnya seraya bergegas dari kasur dan berjalan langsung ke kamar mandi dengan keadaan telanjang.
Gina langsung membersihkan dirinya dan sudah bertekad akan mengunjungi Abian di rumahnya karena khawatir. Dalam pikirannya, mungkin saja Abian sakit karena lupa makan sampai-sampai ponselnya power off.
Sementara, pria yang sedang dia khawatirkan juga buru-buru ke kamar mandi dan membawa ponselnya yang satu lagi.
Tidak lupa dia silent ponsel dan mengunci pintu kamar mandi dari dalam untuk menghindari Melda tiba-tiba masuk.
Abian:
[Yang, sorry tadi malam nggak kabarin kamu. Ibuku lagi di rumah. Jadi aku nggak perhatikan ponsel yang lowbat]
Abian segera mengirim pesan dan tak sabar karena pesannya tidak langsung berubah centang biru.
Pria itu menekan tombol panggil karena khawatir Gina tidak mendengar bunyi pesan masuk di ponselnya. Yang lebih di khawatirkan sekarang adalah, bagaimana jika Gina sedang dalam perjalanan ke rumahnya seperti biasanya ketika dia tidak bisa di hubungi.
"Yang, kamu dimana, sih? Jangan sampai kamu kesini," gumamnya seraya mondar mandir di dalam kamar mandi.
Kaki Abian sudah bergetar karena dia benar-benar takut Gina datang ke rumahnya. Tiga kali panggilan tidak terjawab menambah ketakutannya. Dia berharap pesan yang dia kirim di baca oleh Gina. Karena, Abian tahu, jika Gina sudah membacanya, kekasihnya itu akan langsung putar arah. Alasannya, Gina belum mau bertemu dengan keluarga Abian, siapapun itu. Baik adik perempuan, adik laki-laki bahkan paman dan bibi Abian yang tinggal di kota yang sama.
Bagi Gina, jika sudah bertemu keluarga, berarti sudah menuju jenjang pernikahan. Sementara, wanita itu masih ingin menikmati masa muda untuk tiga tahun lagi.
Sama halnya dengan Abian, Gina juga tidak pernah memperkenalkan Abian kepada keluarganya. Dan beruntung bagi keduanya, karena keluarga inti masing-masing tinggal di kota yang berbeda dengan mereka.
Abian:
[Yang, kamu dimana? Baca pesan aku]
Pria itu mendesah lega begitu pesannya tercentang biru dan tak lama, masuk panggilan video dari Gina.
"Pagi Yang!" sapa Abian dengan memelankan suaranya.
"Kamu lagi dimana? Kok buka baju?" tanya Gina melihat keadaan Abian.
"Lagi di kamar mandi, mau mandi. Kamu baru mandi?" tanya Abian balik melihat handuk yang bertengger membungkus kepala kekasihnya itu.
Gina mengangguk membalas. Lalu wanita itu meletakkan ponselnya di atas meja rias kecil di kamar kosnya dan mulai ritual merawat tubuhnya.
"Yang, belum pake baju?" tanya Abian menelan ludahnya sendiri begitu melihat paha Gina yang sedang di oles body care.
"Baru aja keluar kamar mandi karena dengar suara hape. Belum sempat pake baju. Kenapa?" tanya Gina dan dia iseng menaikkan sedikit handuknya hingga ke pangkal pahanya.
"Ibu kamu kapan datangnya?" tanyanya pura-pura tidak melihat penderitaan Abian di seberang sana.
"Kemarin sore. Datang tanpa bilang-bilang. Padahal aku udah semangat bangat berangkat ke bukit. Aku udah olah raga biar kuat hadapin kamu malamnya, eh, malah ambyar," ujar Abian dan menunjukkan raut sendu.
Gina hanya tersenyum polos menanggapi karena sudah tahu apa maksud dari kalimat kekasihnya itu.
Dia meneruskan kegiatannya, mengoles seluruh kaki dan tangannya lalu bagian leher turun hingga ke dadanya.
"Ibu kamu sampai kapan disini?" tanya Gina
"Kenapa? Udah kangen aku yah!" ledek Abian sambil menaik turunkan alisnya.
"Hmmm,"
Gina gadis polos yang sangat mencintai Abian tidak bisa berbasa-basi. Mengatakan sejujurnya apa yang tengah dia rasakan.
"Tadi malam aku gak bisa tidur karena nungguin chat kamu. Pengen rasanya aku kesana tapi udah kemalaman. Kamu kok bisa lupa sih ngabarin aku? Padahal aku udah packing buat ke bukit, udah beli cemilan dan beli itu," ujarnya merengek manja.
"Apa?" tanya Abian dengan wajah nakal.
"Iniiiii," kata Gina sambil meraih sesuatu dari saku tas di atas meja rias.
Bian tersenyum melihat kekasihnya itu. Benda keramat pesanannya ternyata di sediakan ternyata.
"Buka handuk kamu dikit, Yang!" pintanya memelas. Dia juga menurunkan arah kamera hingga sedikit mengintip area bawahnya.
"Pegang dia untukku!" titahnya lagi pada Gina begitu Gina membuka handuknya dan wanita itu mengikuti kemauan Abian.
"Angkat tinggi, Yang!" pinta Abian lagi.
Gina berdiri dan melepas handuknya hingga terjatuh dan dia berjalan ke arah tempat tidur. Membaringkan tubuhnya dalam keadaan polos dan menyorot dari kepala hingga kaki, menunjukkan pada Abian bahwasanya dia sangat indah membuat Abian menegang di ujung sana dan melakukan solo running.
Keduanya memuaskan diri masing-masing dengan erangan seolah-olah kedua kutup mereka saling bertemu.
"Tunggu aku hari ini, siang atau sore aku ke kost kamu dan bersiaplah!" ujar Abian dan di jawab dengan senyuman malu-malu oleh Gina.
"Cepatlah, aku udah tidak tahan lagi," ujar wanita itu sangat berani.
****
"Iya," jawab Abian cuek saat kalimat demi kalimat ibunya menyapa gendang telinganya.
Tangannya tak berhenti memainkan game di ponselnya sementara Melda duduk di sampingnya dengan tatapan tidak suka karena Abian begitu mengabaikan semua wejangan orang tuanya.
"Hape kamu, Beb. Turunin!" titah Melda sambil memukul pelan lengan Abian.
"Ck! Nanggung!" jawab pria itu seraya terus memainkan gamenya membuat sang ibu menggeleng karena hal ini sudah ribuan kali ia lihat bahkan mulutnya sudah berbuih menasehati putra sulungnya itu tetapi sampai hari ini masih sama juga.
"Nggak sopan, Beb!" ujar Melda dan langsung merampas ponsel itu. Menyembunyikan di dalam bajunya karena yakin Abian tidak akan menggeledah bagian dalam pakaiannya.
"Kalau orang tua lagi bicara, dengarkan dengan baik dan sopan lah sedikit. Kebiasaan kamu ini harus di rubah sedikit-sedikit. Ingat, kamu udah menikah dan mungkin akan punya anak sebentar lagi. Apa yang akan di tiru anak kamu dari papanya kalau kamu masih tetap seperti ini?"
Roma tersenyum bangga pada menantunya itu. Benar, harus ada yang bisa melawan kebiasaan Abian. Dan ternyata, menyetujui Melda menikah dengan Abian bukanlah keputusan yang salah.
Walau menggerutu, Abian tidak bisa berbuat apa-apa. Dia melipat tangan di dada dan menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.
Sambil menatap ibunya dia bertanya, "Ibu sama Bapak kapan pulang?"
Puk
Satu pukulan kembali mendarat di lengan Abian dan kali ini lebih keras dari yang sebelumnya.
"Kamu yah Beb, pertanyaan kamu kayak kamu mau usir Mama dan bapak aja. Emangnya kenapa kalau mereka tinggal disini? Kamu keberatan?"
"Bukan karena keberatan. Mereka kan belum pensiun. Masa cuti terus, nanti di kira makan gaji buta."
"Tap--"
"Hallah, alasan kamu Abian. Bilang aja kamu mau menikmati masa-masa pengantin baru," ledek ibunya sekaligus memotong ucapan Melda.
Sebenarnya, Melda hanya sedang akting. Dalam hati, dia juga sudah berharap agar kedua mertuanya pulang ke kota mereka sendiri.
Kan segan juga kalau masih ada orang tua. Mau mendesah keenakan pun harus di tahan-tahan. Mau raba-raba sedikit di segala penjuru rumah juga tidak bebas. Jangankan raba meraba, tiduran di paha Abian sambil nonton tivi kayaknya gak pas karena pasti mata orang tua langsung menajam di ikuti dengan wejangan yang menyangkut tata krama jaman purba kala.
"Besok Ibu dan bapak pulang. Udah izin satu hari bolos kerja," lanjut Roma.
Roma dan suaminya -Ilham adalah seorang pegawai negeri. Roma di kantor pemerintah sementara Ilham sebagai guru di sebuah sekolah dasar.
Keduanya memiliki tiga orang anak, Abian adalah yang pertama dan Daniel yang kedua di ikuti Lastri paling bungsu.
Daniel dan Lastri masih tinggal bersama kedua orang tua karena mereka bekerja di kota yang sama sebagai guru honor. Sementara Abian, dari selesai wisuda sudah memutuskan untuk tidak kembali ke kota asalnya dan mencari peruntungan di kota tempat ia kuliah.
Imelda Sri adalah seorang anak kuliahan yang sering lewat dari rumah Abian dulu. Sering saling pandang akhirnya membuat dua orang itu memutuskan untuk berkenalan dan semakin nyaman setiap harinya lalu memutuskan untuk mulai berpacaran.
Selama kuliah tiga tahunan dan bekerja setahun mereka melewati berbagai tantangan dalam hubungan percintaan. Ego masing-masing sangat kuat hingga membuat mereka memutuskan hubungan karena tidak ada yang mengalah.
Saat mereka masih berpacaran, Melda sudah bertemu beberapa kali dengan orang tua dan adik-adik Abian.
Kedua adiknya dulu tinggal bersama Abian karena sekolah di kota yang sama membuat orang tua Abian memutuskan untuk membeli rumah tempat tinggal anak-anaknya dan itulah yang di tinggali Abian sekarang.
Ketika bertemu dengan orang tua Abian, Melda adalah gadis ceria dan penyayang. Sangat piawai mengambil hati orang lain dan itulah yang membuat keluarga Abian sayang padanya dan berharap agar wanita itu yang menjadi menantunya.
Lama menunggu, ternyata Melda sendirilah yang datang pada ibunya Abian. Meminta restu karena Abian mulai berubah. Jika mereka sudah terikat, maka Melda berjanji akan mengubah Abian menjadi orang yang lebih baik lagi.
"Mau kemana?" tanya Melda begitu melihat Abian keluar dari kamar dengan tampilan rapi.Dia sangat terkesima melihat ketampanan suaminya itu.Rambutnya yang pendek dan terlihat basah dan juga wajahnya yang berseri. Pakaiannya biasa aja tapi mengikuti tren jaman sekarang. Penampilannya hampir saja membuat Melda tantrum karena takut Abian di lirik oleh para gadis di luar sana. Dalam hati, Melda mempunyai tujuan agar bisa merubah tampilan Abian suatu saat nanti. Tidak boleh setampan itu."Keluar sebentar. Aku udah ada janji sama teman-temanku," jawab Abian seraya terus berjalan melewati istrinya itu."Bu, Pak, Bian keluar sebentar yah. Udah ada janji sama teman," pamit Abian pada kedua orang tuanya."Hmm," sahut sang ayah."Teman apa? Kamu baru menikah loh. Ya ajak Melda dong! Sekalian kenalin sama teman-teman kamu. Ntar mereka ngiranya kamu masih lajang loh. Kalau ada perempuan yang suka sama kamu gimana?" cecar ibunya membuat Melda menahan senyum dan bersorak sorai di dalam hati."Meman
Abian membuka gerbang kecil rumahnya dan mendorong motornya ke dalam.Terlihat dua kotak sedang di dalam kresek menggantung di stang motornya.Mengetuk pintu sebentar lalu menekan handle pintu dan mendorongnya. Sepi!"Kemana semua orang?" batinnya.Dia melihat ke ruang tamu dan mendapati kedua orang tuanya sedang menonton acara tidak bermutu menurut Abian.terlihat pasangan itu sangat menikmati tontonan bahkan ibunya sesekali menyahut sambil tertawa. Nampak jelas ini acara favorit mereka di rumah setiap malamnya."Bu, Pak. Belum tidur?" tanyanya seraya mendekat membuat kedua pasangan paruh baya itu sedikit terkejut melihat kedatangan seseorang itu."Bikin kaget aja. Jantung Ibu bisa aja copot Bian!" geram wanita itu seraya memukul tangan Abian yang hendak salim."Hehehe, kalian sangat fokus menonton sampai-sampai nggak dengar aku ketuk pintu dan buka sendiri. Melda mana?" ucap Abian seraya mengedarkan pandangan usai salim pada kedua orang tuanya."Ketiduran mungkin. Kamu kenapa lama s
Sebulan pernikahan terlewati dengan damai.Abian menikmati peran menjadi seorang suami dan kekasih dari dua orang wanita. Full service dari keduanya kala dia membutuhkannya. Jahat? Sangat! Tapi namanya laki-laki, di suguhi layanan vvip masa di tolak.Malam ini, Melda mendapat shift kedua. Artinya masuk di sore hari dan pulang di malam hari. Yang seperti ini menjadi kesempatan emas bagi Abian untuk bertemu pujaan hati."Yang, kok sekarang kamu jarang bangat main di malam minggu kemari, ajak aku keluar juga udah jarang sekarang," ujar Gina manja di pelukan kekasihnya.Abian terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban yang tepat yang tidak akan menyakiti hati kekasihnya itu."Ya gimana ya Yang. Kamu tahu kan, aku dan kawan-kawanku mulai bisnis baru. Karena kami semua pekerja, jadi waktu kami yang luang untuk membicarakan itu cuma di akhir pekan aja. Nggak enak dong pas lagi seru-serunya aku pamit biar bisa datang kesini dan ajak kamu kencan," jawab Abian sangat manis.Apa yang harus di ban
Masih terngiang-ngiang di telinga Gina saat Abian memanggilnya Bebe. Bukankah selama ini sejak dia memulai hubungan dengan Abian, pria itu selalu memanggilnya Sayang? Tidak pernah panggilan lain kecuali Dek sesekali. Lalu, kenapa tiba-tiba memanggil Bebe?Tidak ingin su'udzon tapi pikirannya tetap mengajak Gina untuk memikirkan bahwa Abian sepertinya mempunyai rahasia. Apakah ini berkaitan dengan tidak pernahnya Abian berkencan di malam minggu lagi bersama Gina?Apakah waktu akhir pekannya sekarang bersama seseorang yang dia panggil 'Bebe'?Feeling seorang perempuan selalu akurat tapi kebanyakan dari perempuan itu akan menahannya dalam hati dan akhirnya tertekan batin.TringBunyi pesan masuk di ponsel Gina membuat gadis itu kembali dari pikirannya ke alam nyata saat ini. Dia membuka pesan masuk dan menemukan sebuah foto.Itu adalah sebuh gelang cantik yang selama ini dia impikan. Tidak ada pesan lain selain foto itu tetapi dia tahu bahwa gelang itu di beli untuk dirinya oleh sang kek
YA AYO BERTEMUAbian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati."Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk."Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya."Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana."Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih."Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
Gina POVMenjadi yang kedua bagi seorang pria tidak pernah terbersit dalam pikiranku bahkan sejak aku mulai jatuh cinta di usia muda.Aku ingin menjadi satu-satunya tapi takdir berkata lain.Aku harus menerima bahwa pria yang menikahiku adalah mantan pacarku yang pernah menikah lalu bercerai. Cerai hidup.Cerai hidup ternyata tidak semuanya berjalan mulus tanpa menyimpan dendam atau kemarahan yang terang-terangan.Aku tidak tahu siapa yang benar dan salah di antara mereka berdua tapi apa pun itu Abian akan menjadi pihak yang benar dalam pikiranku.Abian mengatakan kalau dia mengajukan cerai karena istrinya Melda berselingkuh dan kepergok sama dia. Sementara Melda pernah berkoar-koar Abian yang selingkuh dan menuduhku juga salah satu selingkuhan Abian.Tapi balik lagi karena cinta dan mungkin sudah takdirku menjadi pasangan Abian.Aku melawan orang tuaku hanya untuk bisa bersama Abian. Ayahku meninggal karena shock dan kena serangan jantung lalu ibuku berhari-hari tidak bicara padaku k
Di malam hari, Gina sering bertanya-tanya dalam hati tentang perjalanan rumah tangganya.Semakin kesini Abian semakin menjadi.Ketika di tanya dan di perjelas apakah Abian mencintai Gina dengan tulus, jawabannya selalu sama."Tulus. Jangan pernah meragukan cintaku. Hidupku tidak akan bermakna tanpa kamu, tanpa Moses."Namun kenyataannya seperti tidak sesuai dengan apa yang selalu dia katakan."Apa ini karmaku Tuhan?" bisik Gina ketika mengingat kembali sikap Abian.Menurutnya itu jauh berbeda ketika mereka berpacaran. Sekarang, Abian lebih senang bermain di luar dengan teman-temannya tapi akan mengeluh dan mengelak dengan berbagai alasan jika Gina mengajaknya sekedar healing tipis-tipis.Macet, cuaca yang panas dan tidak ada tempat menarik buat refreshing di sekitar tempat tinggal kita, itu lah alasan yang sering Abian ucapkan ketika menolak.Alhasil Gina pun hanya bisa menerima kenyataan kalau dirinya sekarang hanya akan berada di kantor dan di rumah"Kamu lagi senggang?" tanya Abian
Menangis dalam diam dan di kesendirian.Itulah yang Gina lakukan akhir-akhir ini.Dua bulan masa cutinya sudah berakhir dan dalam dua bulan itu benar-benar luar biasa baginya karena dia bisa bertransformasi dari gadis tidak tahu apa-apa menjadi ibu yang serba bisa. Tidak tidur di malam hari tapi harus melek juga sepanjang hari.Bulan ini dia sudah mulai bekerja dan untungnya ibunya masih tinggal bersama mereka jadi dia tidak begitu kerepotan."Bu, coba tanya di kampung, ada nggak yang mau kerja sama Gina? Nanti kalau ibu pulang, yang bantu rawat adek siapa."Aaaa, lupa. Bayinya dinamai Moses Junimanta."Kayaknya nggak ada yang cocok deh Nak. Kalau cari disini nggak ada? Cobalah tanya tetangga atau teman satu kantor kamu."Selama dua bulan lebih setelah Gina bekerja, ibunya masih tinggal bersama mereka untuk menjaga Moses karena belum ada yang cocok untuk menjadi babysitter. Walaupun ibunya sudah mulai merengek minta pulang tapi tetap bertahan karena melihat Gina yang masih bekerja."A
"Operasi aja ya," pinta Abian pada Gina yang sudah berkeringat dingin.Ya, hari ini Abian tidak ngantor karena saat hendak berangkat tadi Gina langsung meringis kesakitan sambil membungkukkan badannya.Mengeluhkan sakit mulas dan tiba-tiba air ketubannya udah merembes.Gina yang sudah cuti dan memang sudah mempersiapkan semua keperluan melahirkan sejak dia cuti.Namun, dia tidak menyangka mules dikit tadi subuh berkelanjutan hingga pagi dan sekarang sampai tidak tertahan lagi.Sudah seharian di rumah sakit namun pembukaannya tidak bergerak.Jalan mondar mandir di ruangan bahkan menggunakan gymball tetap saja tidak ada perubahan tetapi dia ngotot harus lahiran normal."Dokter bilang kan masih bisa menunggu sebentar lagi. Kita tunggu aja," jawab Gina seraya meringis karena kebetulan dia mules lagi.Di tengah gelombang cinta yang sedang naik, Gina meraih tangan Abian sambil mengomel."Lihat ini perjuangan bini kalau mau lahiran. Tapi masih berani-beraninya kalian selingkuh atau berniat s
"Kamu kenapa basah begitu?"Gelas di tangan Abian jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara yang nyaring di tengah malam."Yang, kamu nggak apa-apa?" Gina gegas melangkah dn berniat untuk membersihkan pecahan gelas itu."Maaf ya, aku bikin kamu kaget ya."Abian yang tadinya sudah takut karena menduga bahwa Gina mengetahui apa yang barusan dia lakukan dan pemikiran itu membuat otaknya berhenti berpikir untuk mencari jawaban yang pas untuk Gina. Namun setelah mendengar satu kalimat Gina, pijar di otaknya langsung menyala."Jangan! Biar aku aja!" Abian langsung merampas sekop dan sapu dari Gina.Di lihat dari respon Gina, sepertinya moodnya sudah balik ke awal.Abian berdehem beberapa kali sambil menyusun kalimat bohongnya."Aku nggak bisa tidur dari tadi. Aku udah coba ketuk pintu kamar mau minta bantal dan selimut tapi kami nggak buka," ujar Abian dengan lancar dan wajahnya benar-benar di buat sendu."Aku push up biar capek terus tidur, ternyata nggak bisa juga."Gina yang cinta mati se
Malam itu,Melda menari di depan cermin karena sebentar lagi dia akan pergi dengan Abian.Ya, baru saja dia menerima pesan kalau Abian akan datang dan mengajak putra mereka, Arion jalan-jalan.Itu semua karena Melda memaksa Arion mengirim pesan suara pada Abian padahal setelahnya dia mengirim Arion ke rumah neneknya."Malam ini kita akan pesta, Sayang!" ujarnya pada diri sendiri.Tak lama, pintu di ketuk dan begitu dia membuka pintu, dia langsung menyeret Abian ke rumah dan langsung menciumnya membabi buta."Sayang, aku kangen. Kenapa lama sekali datang."Abian mendorongnya hingga mundur tiga langkah. "Apa-apaan kau? Mana Arion. Kami mau pergi sebentar," jawab Abian sambil mengusap bibirnya yang masih basah.Dia tidak mau kena jebakan Melda yang licik itu."Kerumah Mama."Abian langsung berbalik dan bermaksud ke rumah mantan mertuanya yang hanya ada dua blok dari rumah Melda.Namun kalimat Melda menghentikannya, "Aku yang suruh dia kesana agar kita punya waktu bersama. Aku kangen Bi.
Gina:Kamu dimana?Akhir-akhir ini Gina di buat kesal oleh Abian yang punya hobi baru.Suaminya itu sedang sangat menyukai permainan tenis sehingga setiap kali pulang kerja akan ke lapangan tenis bersama rekan-rekan sekantor untuk bermain barang satu atau dua jam.Awalnya Gina tidak keberatan, tapi lama-lama Abian semakin ngelunjak dan tanpa izin dulu ke istrinya langsung saja pergi ke lapangan.Dan pulang setelah larut malam bahkan kadang Gina sudah pulas.Entah lupa atau sengaja dilupakan, hari ini jadwal Gina kontrol ke dokter dan sebelum berangkat kerja tadi pagi mereka sudah sepakat untuk bertemu di klinik dokter saja untuk menghemat waktu.Gilirannya sebentar lagi tapi Abian tak kunjung datang bahkan tidak meneleponnya.Pesan yang dia kirimkan tadi bahkan tidak dibaca.Hingga Gina selesai di periksa dan pulang ke rumah dengan perasaan kecewa di dalam taksi online.Semakin kecewa ketika mendapati rumah masih gelap gulita yang menandakan bahwa Abian belum pulang.Menghela sebentar
Tiga bulan berlalu.Pernikahan berjalan lancar pun dengan kehamilan Gina yang di nyatakan sehat.Gina bersyukur rekan rekan kerjanya mempunyai pemikiran yang terbuka. Tidak satupun di antara mereka yang julid atau menggosipi Gina setelah mengetahui usia kehamilan lebih tua dari pernikahanSetidaknya itu lah yang di lihat dan di dengar oleh Gina. Entahlah, apakah rekan rekannya itu menjadikannya topik utama di luar sana, Gina tidak tahu.Abian juga demikian, pria itu memperlakukan Gina dengan baik. Dia benar-benar menjadi pria yang bertanggung jawab, berwibawa dan siap lahir batin menjadi suami, kepala rumah tangga dan sebentar lagi menjadi ayah.Tidak seperti sebelumnya, terbukti dari dia yang tidak mau memperkenalkan istri pertamanya pada teman-teman dan juga masih menjalin hubungan dengan Gina waktu ituSekarang, dia benar-benar bersih dari kisah cinta dengan siapa pun.Bahkan, kehamilan Gina sepertinya membuatnya semakin dewasa. Mengurangi waktu bersama teman-teman demi bisa menema
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d