YA AYO BERTEMU
Abian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati.
"Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk.
"Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya.
"Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana.
"Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih.
"Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.
Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi teman Abian adalah suami dari wanita bernama Maya itu. Lalu tangannya terulur menjawil pipi embul batita yang ada di gendongan Maya. "Cakepnya!" ucapnya gemes.
"Berapa tahun, Kak?"
"Bentar lagi dua. Kalian memang udah menikah? Kok Abian nggak pernah undang," jawab Maya tapi masih penasaran dengan kalimat yang sempat dia dengar tadi.
Melda tersipu. "Hampir tiga bulan lalu, Kak. Nggak ada pesta memang. Cuma ijab kabul dan hanya di hadiri keluarga inti saja," jawab Melda tenang.
Sementara Abian, pria itu sedang berusaha terlihat biasa aja walau dia merasakan tajamnya tatapan temannya yang masih syok mendengar penjelasan Melda. Sesekali pria bernama Ferdinan itu menyikut lengan Abian bahkan menendang kakinya di bawah meja.
Ferdinan langsung menuliskan pesan di grup mereka bahwa ada kabar terbaru soal Abian. Dia juga menyertakan foto mereka dan juga tempat mereka berada sekarang.
Abian menghela dengan pelan setelah membaca pesan di group tersebut dan kini dia pasrah akan terbongkarnya statusnya. Sementara Melda, wanita itu sudah asyik bercerita dengan Maya. Memberitahukan kehamilannya yang baru berusia dua bulan.
Dia juga menceritakan soal hubungannya selama ini dengan Abian, menciptakan cerita yang tidak pernah ada menjadi ada.
"Kami pacaran udah lama, Kak. Cuma karena aku kerja di luar kota, kami jadi LDR. Beberapa bulan terakhir aku di mutasi ke kota ini lagi dan kami memutuskan untuk menikah saja."
"LDR?" tanya Maya. Dia menatap Abian dan dari tatapannya dia sedang menghunuskan pedang tajam pada Abian karena dulu dia pernah bertemu dengan Abian yang sedang bersama seorang gadis mungil hendak menonton di bioskop. Bahkan beberapa bulan lalu, dia juga melihat Abian dan gadis mungil itu sedang makan lesehan di sebuah warung makan.
"Hmm, dua tahun lah kurang lebih," jawab Melda dengan bangganya.
*****
Tak perlu waktu lama, para lelaki berdatangan ke tempat dimana Abian berada, mereka membuat kehebohan yang menjadi sumber perhatian semua orang yang hadir karena ucapan selamat kepada Abian. Ada yang pura-pura marah karena tidak di undang di pernikahan dan menagih Abian harus membuat pesta lajang agar mereka bisa minum-minum sepuasnya.
Abian tidak bisa mengelak lagi dan akhirnya mengikuti alur yang di ciptakan Melda sebelumnya. Hal yang tidak dia ketahui adalah bahwa salah satu penghuni counter itu yang ikut tersita oleh kehebohan mereka adalah seorang gadis mungil yang berusaha menahan air mata yang menggenang dan berdesakan hendak keluar. Dengan mengumpulkan tenaga, dia mengangkat tangan dan memanggil pelayan untuk mengantarkan tagihannya.
"Mas, tolong billnya dan ini di bungkus saja yah. Maaf yah, ada yang mendesak soalnya,"ucapnya berusaha tegar.
Tak menunggu lama, pesanannya sudah di bungkus dan sudah di antarkan ke meja. Lalu dia menguatkan kakinya yang bergetar dan menyampirkan tas di bahunya.
Sreeeeeggg
Suara kursi di dorong saat dia berdiri. Wanita itu menghembuskan nafas pelan lalu berjalan melewati sekumpulan orang yang masih bercengkrama itu. Dia sengaja menoleh sedikit lebih lama agar wajahnya di lihat oleh bintang utamanya, Abian.
Mata Abian terbelalak kala bertatapan langsung dengan wanita mungil itu. Mulutnya menyebutkan "Gina" tanpa suara.
Saat melihat Gina sudah di luar, Abian beralasan ke kamar mandi sebentar. Dia langsung berdiri dan berjalan santai keluar dari counter itu dan setelah dia tidak terlihat lagi oleh rekan-rekan terutama istrinya, dia melakukan panggilan pada kekasihnya Gina namun tidak di angkat.
Abian:
"Yang, ayokk bertemu. Aku akan menjelaskan semuanya pada kamu."
Pesan centang dua tapi tidak berubah warna.
Abian:
"Benar, aku sudah menikah dan dia pilihan orang tuaku. Aku di paksa."
Abian:
"Tolong jangan salah paham. Aku tetap cinta sama kamu. Ayo bertemu aku akan jelaskan semua dan rencana apa yang aku punya,"
*****
Pertama kalinya Gina menangisi Abian. Jika dulu dia pernah menangis, itu tangis karena rindu atau bahagia karena di bahagiakan oleh Abian. Kali ini, dia menangis karena sudah begitu di hancurkan oleh Abian.
"Cihh, tiga bulan lalu?" ujarnya pada diri sendiri. Sesekali tangannya mengusap mata yang mulai mengabur karena tergenang air matanya sendiri. Dia berkendara sangat lambat dan mengabaikan getaran ponselnya yang dia tahu pasti itu dari Abian.
"Kurang ajar sekali, dia udah menikah tapi masih mencumbuku dan apesnya aku malah suka," gumamnya lagi.
Miris yah! Saat kita udah begitu percaya pada orang, sampai-sampai memberikan segalanya, ternyata dia malah sedang memanfaatkan untuk kesenangan diri sendiri.
Setiba di kost, Gina langsung mengurung diri. Tidak menangis sesenggukan tapi air mata tidak pernah berhenti.
Tiba-tiba dia berlari ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan cepat. Dia melepas semua pakaiannya dan melemparkannya secara asal lalu menggosok seluruh badannya.
"Aku menjijikkan, menjijikkan, menjijikkan," ucapnya beberapa kali saat dia mengingat apa saja yang sudah mereka lakukan akhir-akhir ini.
Gina menggila, menggosok seluruh tubuhnya dengan sabun berkali-kali. Dia bahkan menggunakan sikat baju untuk membersihkan bekas-bekas yang di tinggalkan oleh Abian di tubuhnya. Sesekali dia memukul kepalanya sendiri karena sudah sadar sejauh apa dia berjalan dengan Abian.
Telapak tangan dan kakinya sudah memutih dan keriput karena kedinginan lain dengan kulitnya yang memerah karena bekas sikat.
Dengan menyeret tubuhnya, Gina keluar dari kamar mandi masih dengan titik air mata yang tidak mau berhenti dari matanya. Matanya bengkak dan memerah pun dengan hidungnya,
Dia meraih baju dasternya dan asal memakainya lalu dia membaringkan tubuhnya di lantai di dekat kasur.
Isakan pilu memenuhi kamar itu hingga beberapa menit lalu hening karena dia tertidur dengan tetesan air mata di pipinya pun dengan di rambutnya yang belum dia keringkan.
"Abian, kamu benar-benar badjingan. Kamu memanfaatkan cintaku yang besar dan dalam untuk kesenanganmu. Setelah ini, bagaimana aku harus memandangmu? Memandang diriku sendiri saja aku jijik, apalagi memandangmu," ungkap Gina di dalam tidurnya.
****
Tiga hari berlalu.
Selama tiga hari itu, Gina mengurung diri di kamar. Tidak berangkat bekerja dengan alasan sedang tidak sehat.
Dia juga mengabaikan semua panggilan di ponselnya bahkan panggilan dari teman kantornya.
Sampai tiga hari, dia masih saja meneteskan air matanya hingga membuat matanya tetap bengkak dan wajahnya sembab.
Perutnya perih karena tidak makan dengan teratur. Tenggorokannya sakit karena kering. Semua itu karena Abian.
Di hari ketiga ini, Gina mulai bangkit. Dia mulai merawat dirinya. Dia mandi lalu memasak. Makan dalam diam walau ingatannya masih mengarah pada kejadian tiga hari lalu.
"Kurang ajar, masih berani juga dia menghubungi aku sebanyak ini," ucapnya saat dia melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Abian juga pesan masuk yang mencapai ratusan.
Gina membaca pesan itu satu per satu lalu mendengus karena sudah tidak percaya pada apapun yang tertulis di pesan itu.
"Di jodohkan? Kalau benar di jodohkan, bukankah seharusnya kamu mengatakannya padaku sebelum pernikahan kalian?"
Gina menggelengkan kepala beberapa kali ketika dia mencoba melawan apa yang ada di pikirannya dengan membandingkan apa yang dia sedang baca.
Lalu dia teringat dengan kalimat wanita di mall itu dan di tanggapi oleh Abian juga bahwa mereka LDR dan memutuskan untuk menikah begitu wanita itu di mutasi ke kota ini lagi.
"Mulutmu memang mungkin sudah teruji untuk mengatakan kebohongan," lanjut wanita itu.
Tiba-tiba tangannya terhenti kala ia mengingat beberapa minggu lalu ketika Abian menjelaskan siapa perempuan yang dia bawa membeli makanan. Bukankah waktu itu dia mengatakan bahwa wanita itu sepupunya? Lalu, apakah wanita itu yang sering di panggil 'bebe' oleh Abian?
Tangan Gina mengepal kala beberapa hari lalu Abian pamit pulang dengan alasan Melda takut sendirian di rumah.
"Heheh," tawanya sinis pada diri sendiri.
Gina menengadahkan wajahnya seraya menghela nafas dengan berat. Pada saat itu, ponsel di tangannya bergetar dan Gina membuka pesan masuk itu.
Abian:
"Yang, Ayo bertemu. Aku akan jelaskan semua."
Gina:
"Ya, aku juga butuh kejelasan. Ayo bertemu."
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
Wanita itu sibuk seperti orang gila. Lebih tepatnya dia gila karena pikirannya sendiri.Sejak malam dia menemukan nama seseorang terukir di sapu tangan suaminya dan suaminya sepertinya menyimpan sapu tangan itu dengan baik, dia menjadi gila oleh pikirannya sendiri. Dia sering berbicara sendirian dan menyusun rencana untuk melenyapkan pemilik nama itu dari muka bumi ini agar suami yang begitu dia cintai tidak di ambil oleh wanita lain."Ehmm" Abian berdehem untuk memecahkan kesunyian yang terjadi beberapa hari ini di dalam rumahnya."Minggu depan, aku ada tugas luar kota. Mungkin selama tiga atau empat hari," lapor Abian."Hmm. Silahkan pergi. Mau sekalian bawa kekasih kamu juga nggak apa-apa. Selamat bersenang-senang," jawab istrinya tanpa menoleh.Abian menghela napas kasar mendengar kalimat yang tidak berkesinambungan itu.Sejak hari dimana Melda mengetahui Abian punya kekasih bernama Regina, setiap wanita itu bicara selalu saja di kaitkan dengan Gina. Dan hal itu membuat Abian haru
Api kecemburuan di dalam hati Melda belum padam jua walau sudah dua bulan berlalu. Perutnya yang buncit dan pergerakan halus dari dalam tidak bisa juga memadamkan rasa cemburu itu. Dia masih saja kepikiran tentang gadis bernama Regina Angela walau sejak malam dimana dia memberitahukan sekaligus mengancam Abian, Abian tidak pernah bertingkah aneh dan tidak pernah pulang terlambat.Komunikasi antar pasangan itu juga sangat dingin dan jelas terlihat bahwa batin mereka sedang berperang.Salah satu ingin menyembunyikan Regina Angela dan satunya lagi ingin mengetahui siapa dan dimana keberadaannya. Sering kali terjadi percekcokan karena Melda selalu menyinggung hal itu.Sama seperti malam ini, ketika dia merengek ingin makan dimsum di sebuah restoran ternama."Kamu udah pernah kesini?" tanya Melda memulai."Hmmm,""Sama siapa aja?" lanjut Melda mulai memanas.Pikirannya udah langsung tertuju pada gadis yang menjadi sumber pertengkaran di antara mereka."Sama kamu lah dulu. Lupa?"Melda lang
"Jujur deh, yang tadi itu Regina pacar kamu itu, kan?" tanya Melda ketika mereka dalam perjalanan pulang.Abian berdecak sekali lalu menatap istrinya itu dengan sedikit tajam namun tanpa menjawabnya.Dia fokus mengemudikan mobilnya dan berdoa dalam hati agar Melda jangan lagi membahas Gina."Sebenarnya tadi aku mau sapa, tapi aku masih punya hati. Tak ingin mempermalukan dia di depan umum," lanjut Melda.Melda sudah memanas di dalam karena sedari tadi tidak di hiraukan oleh Abian sejak dia membahas gadis bernama Regina itu."Kam--""Stop bahas orang lain di antara kita. Aku dan dia sudah berakhir sejak kita menikah. Aku bukan lelaki jahat yang menempatkan salah satu wanita di posisi sulit demi kebahagiaanku," potong Abian.Mendengar kalimat panjang yang sangat menyentuh hati itu membuat Melda langsung terbahak. Dia bahkan memukul lengan Abian karena gemas dengan jawaban bijak itu.Air mata mengalir dari sudut matanya karena tawa yang tak kunjung berakhir."Bebe, kamu terdengar seperti
"Sejak kapan kalian dekat?""Baru," jawab Rafael sambil mengendikkan bahu.Dia mengucapkan kata 'thanks' ketika pelayan meletakkan minuman yang mereka pesan.Untuk mengurangi kegugupan yang sebenarnya tidak perlu, Rafael menyeruput minuman dingin yang dia pesan.Sesekali matanya menatap Abian yang menatap kosong ke arahnya."Dia agak susah juga di dekati bro. Dua minggu ajak dia ketemuan baru berhasil kemarin. Kemarin kami makan malam. Dan itu makanya gue mau minta izin sama loe buat deketin dia karena gue tahu loe berdua baru berakhir karena pernikahan loe. Bahkan ... Sorry bro, gue marah sama loe karena gue masih melihat kalian berdua beberapa minggu lalu tepatnya sebelum pernikahan loe terungkap."Abian menunduk. Tidak bisa menyangkal. Memang sih, dia pernah mengajak Gina keluar karena Gina selalu merengek dan bosan kencan di dalam rumah terus. Tapi, dia tidak menyangka kencan mereka ke pinggiran kota bisa di lihat oleh orang yang mereka kenal juga."Kamu bisa dekatin Gina tapi ple
Gina merasa aneh belakangan ini.Dia merasa seseorang terus saja membuntutinya ketika pulang kerja. Begitu dia belok dan berhenti di depan gerbang kosnya, motor yang mengikutinya akan langsung tancap gas.Bukan sekali dua kali lagi. Tapi dua minggu ini sepertinya rutin mengikuti Gina."Apa dia suruhan Abian atau istrinya?"batinnya ketika memikirkan siapa kira kira yang berniat padanya.Dia mengendikkan bahu tak acuh, pada akhirnya."Bodoh amatlah. Pokoknya aku serahkan hidupku padaMu ya Allah," ucapnya.Karena kejadian ini, dia jadi teringat peringatan Abian terakhir kali mereka bertemu.Tapi, ada satu harapan di dalam hatinya bahwa itu suruhan Abian untuk menjaganya dari serangan yang akan di lakukan oleh Melda, istri Abian.Namun, ada ketakutan juga, gimana kalau laki laki besar berotot itu suruhan Melda?Bulu kuduknya tiba tiba meremang membayangkan hal buruk yang akan terjadi padanya. Penculikan, diperkaos atau di bunuh dan di mutilasi."Astaga! Jangan sampai satu pun itu terjadi
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d
"Ambil ini juga!""Ini juga.""Ini, ini dan yang ini,"Abian dan Gina hanya diam terpaku hampir bersandar ke dinding rumah ketika melihat Melda berkeliling di ruang tamu seraya menunjuk satu per satu perabot rumah yang ada disana.Ibunya Arion itu datang dengan membawa sepupunya yang pernah datang ke rumah Gina dan juga beberapa pria kekar yang siap melahap Bian dan Gina jika saja mereka berani melawan.Di luar ada truk warna kuning yang siap mengangkut semua barang yang di tunjuk oleh Melda."Itu hadiah dari ibuku, kenapa di bawa juga?" tanya Abian ketika pria pria kekar itu mengangkat sofa coklat yang selama ini ada di ruang tamu.Memang, itu baru di beli menggantikan sofa lama setelah Melda menjadi istri di rumah itu dan uangnya dari orang tua Abian .Melda hanya berkontribusi memilihkan warna saja."Iya benar, tapi itu di beli untukku. Bukan untuk istri barumu," jawab Melda. "Kalau mau sofa baru, minta ke mertuamu saja, cuma aku kok kurang yakin akan di belikan, haha," lanjutnya s
"Maaf ya, aku nggak sengaja ketiduran. Aku nungguin kamu bentar eh taunya aku ketiduran," ujar Gina pada Abian.Dia berbohong!Dia sedang menutupi perasaan terbuang nya, perasaan tidak di terima dan tidak di akui."Hmm, tapi kenapa kamu nggak langsung ke kamar aja," jawab Abian.Saat ini keduanya sudah ada di kamar dan barusan Abian baru menyeret koper Gina dari ruang depan.Koper itu luput dari matanya tadi saat dia panik tidak menemukan Gina di kamar."Aku nggak enak sama mama kamu. Kan belum di persilahkan. Masa langsung masuk.""Sayaaaang! Kenapa berpikir sampai sejauh itu? Kamu kan udah pernah ke sini, udah tahu kamar aku yang mana. Kenapa harus di persilahkan lagi?"Hah!Capek ngomong sama laki yang pemikirannya lurus lurus aja. Yang tidak paham betapa rumitnya pikiran perempuan.Bagi beberapa perempuan yang baru menikah, hal ini sangat sederhana dan kalau bisa keharusan walaupun sudah pernah beberapa kali ke rumah si laki dan sudah tahu setiap sudut rumah itu. Karena dengan beg
Badai berlalu.Rumah tangga baru di mulai walau dengan pernikahan siri tapi keluarga inti Gina menerimanya dan memberikan wejangan yang lumayan banyak pada Gina sembari mengingatkan Abian agar pria itu tidak lupa mendaftarkan pernikahan mereka nanti."Kemarin kamu hanya anak Ibu. Mulai hari ini orang tuamu sudah bertambah. Ibunya suamimu adalah ibumu juga walau namanya ibu mertua. Bagaimana kamu memperlakukan Ibumu ini, begitu jugalah kamu harus memperlakukan ibu mertuamu," ujar ibunya Gina saat akan melepas Gina di bawa oleh Abian dan keluarganya."Kehormatan keluarga ibumu ada di tanganmu. Jangan berperilaku buruk yang mempermalukan keluarga suamimu agar nama baik ibumu ini tidak tercoreng."Gina mengangguk seraya menahan tangis.Dalam hati dia sadar, ibunya merestui Abian secepat ini karena dia kadung hamil. Jika tidak, butuh waktu yang lama baginya karena ibunya masih berpegang teguh pada permintaan terakhir almarhum bapaknya."Maafin Gina ya Bu. Tolong ketika ibu berdoa, tolong s
"Bu, maafin Gina yah!"Gina berlutut di kaki ibunya yang masih sesenggukan karena menahan tangis."Gina bodoh, Bu. Maaf ya. Kalau ibu nggak mau Gina menikah siri, ayo kita pergi saja. Gak apa-apa Gina nggak jadi menikah."Mendengar itu, ibunya semakin sesenggukan."Menikah saja. Siri juga nggak apa-apa. Tidak mungkin kamu hamil tanpa suami. Apa kata orang nanti."Perasaan bersalah kian besar di hati Gina. Dia mengutuk dirinya karena tidak bisa menahan godaan Abian. Dia menikmati semua itu tanpa memikirkan konsekuensinya.Sekarang, setelah dia mendapatkan hasil dari perbuatannya, dia seolah-olah tidak di terima oleh keluarga Abian yang hanya ingin menikahkan siri mereka dengan alasan masih belum bisa melakukan pesta besar karena Abian baru saja bercerai."Apa kata orang nanti. Bisa-bisa Abian yang di tuduh main perempuan makanya bercerai."Begitu kata orang tua Abian ketika mereka kumpul dua keluarga untuk membicarakan perihal pernikahan ini. Walau keluarga inti Gina tidak terima tapi
"Ibu!""Ibu tidak marah karena tidak ada guna lagi. Ibu kecewa karena kalian ternyata sudah sejauh itu. Karena itu nak Abian, sebelum Gina menjadi bahan pembicaraan orang-orang, bisakah kamu menikahi dia segera?"Gina langsung berdiri karena tidak setuju dengan perkataan ibunya. Dia tidak hamil. Dia juga dulu pernah melakukan ini bahkan sering tapi tidak pernah hamil karena Abian pakai pengaman atau nggak buang di luar.Kali ini juga mereka buang di luar kenapa dia bisa hamil?Sementara Abian, dia menunduk lesu.Menikah dengan Gina adalah impiannya tapi bukan karena Gina hamil.Dia mengepalkan tangannya karena tidak bisa mengontrol ga!rahnya. Terakhir kali dia main dengan Gina, mereka menghabiskan setengah hari di rumahnya dan melakukannya beberapa kali di berbagai sudut.Buang di luar sih, tapi dia sadar, sisa sisanya mungkin masih ada dia sudah colok lagi karena masih bergairah.Dan sekarang, mereka seperti terpaksa di restui.Abian langsung berdiri lalu bersimpuh di kaki ibunya Gin
"Loh loh, apa ini, Bu?"Gina langsung berjalan cepat ke arah kamar begitu melihat ada tas milik ibunya di samping pintu kamar.Jantungnya berdebar karena berbagai hal.Baru saja menghabiskan sisa hari bersama Abian dengan bermain di atas kasur membuat dia melayang bahagia dan tiba di rumah di kejutkan dengan aksi ibunya."Bu, tas nya buat apa? Ibu mau kemana?"Gina langsung mendekat pada ibunya yang sedang membereskan tas kecil tempat barang barang berharga.Air mata Gina langsung menetes dan dia dengan segera bersimpuh di kaki ibunya."Gina tahu, Gina sudah keterlaluan sama Ibu. Maafkan Gina. Tapi, tidak bisakah Ibu merestui Gina? Gina tahu kita menderita sebelumnya dan ada kaitannya dengan pria itu. Tapi itu bukan salahnya, Bu. Perempuan itulah yang salah."Ibunya hanya tersenyum.Gina ternyata sudah hilang akal dan dia jadi berpikir, apa yang akan terjadi pada Gina jika dia pergi? Bisa jadi anak gadisnya itu hilang arah karena mengikuti cinta yang masih membara.Sang ibu menghela d
SepiRumah yang hanya berpenghuni dua orang dan biasanya sepi kini semakin sepi dan sunyi karena keduanya sama sama mengurung diri di kamar.Sudah tiga hari sejak kejadian itu.Bahkan ketika Gina berangkat kerja, dia hanya pamit dari luar pintu kamar.Hatinya juga keras, dia tetap mempertahan cintanya bahkan setelah di tolak oleh orang tuanya.Terdengar suara motor yang menjauh. Ibunya Gina mengintip dari jendela kamar. Gerbang besi sudah di tutup dan Gina sudah pergi bekerja.Wajahnya bengkak dan matanya sembab."Pak, maafkan ibu, ibu gagal. Ibu nggak bisa mengikuti apa kata bapak. Anak bungsu kita bahkan sampai memilih tidak akan pernah menikah jika tidak dengan pria itu. Ibu takut dia nekat kalai ibu bersikeras pak. Pak ibu harus gimana?"Wanita yang sudah melalui jurang dan bukit percintaan tahu benar bahwa menyadarkan Gina yang saat ini jatuh cinta bukanlah perkara muda. Usia Gina yang sudah termasuk matang tidak bisa di jadikan patokan kedewasaan berpikirnya apalagi jaman sekara
Galau! Ya, Abian benar-benar galau beberapa hari ini. Jika orang tua Gina tidak menerimanya lalu bagaimana kelanjutan hubungan mereka ini sekarang? Berhenti sampai disini atau lanjut menerjang badai? Pria itu uring uringan selama beberapa hari dan mencoba untuk tidak menghubungi Gina untuk mengetes perasaannya. Serasa ada yang hilang. Hampa! Sementara itu, Gina juga sedang galau. Dia juga menyesal karena ucapannya pada Abian malam itu. "Kenapa aku harus mengatakannya kemarin. Seharusnya aku simpan saja dalam hati dan biarkan dia berjuang menghadapi ibu," gumam Gina. Dia memandang kebun kecil milik ibunya di belakang rumah kontrakan mereka. Matanya menatap jauh tapi kosong. "Pak, maafkan Gina yah. Permintaan terakhir bapak pun Gina tak bisa kabulkan. Tolong maafkan Gina ya pak." Gina langsung menoleh dengan mata bulat setelah mendengar, "Maksud kamu apa, Nduk?" Ibunya berdiri hanya berjarak tiga puluh senti di belakangnya dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang ba