YA AYO BERTEMU
Abian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati.
"Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk.
"Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya.
"Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana.
"Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih.
"Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.
Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi teman Abian adalah suami dari wanita bernama Maya itu. Lalu tangannya terulur menjawil pipi embul batita yang ada di gendongan Maya. "Cakepnya!" ucapnya gemes.
"Berapa tahun, Kak?"
"Bentar lagi dua. Kalian memang udah menikah? Kok Abian nggak pernah undang," jawab Maya tapi masih penasaran dengan kalimat yang sempat dia dengar tadi.
Melda tersipu. "Hampir tiga bulan lalu, Kak. Nggak ada pesta memang. Cuma ijab kabul dan hanya di hadiri keluarga inti saja," jawab Melda tenang.
Sementara Abian, pria itu sedang berusaha terlihat biasa aja walau dia merasakan tajamnya tatapan temannya yang masih syok mendengar penjelasan Melda. Sesekali pria bernama Ferdinan itu menyikut lengan Abian bahkan menendang kakinya di bawah meja.
Ferdinan langsung menuliskan pesan di grup mereka bahwa ada kabar terbaru soal Abian. Dia juga menyertakan foto mereka dan juga tempat mereka berada sekarang.
Abian menghela dengan pelan setelah membaca pesan di group tersebut dan kini dia pasrah akan terbongkarnya statusnya. Sementara Melda, wanita itu sudah asyik bercerita dengan Maya. Memberitahukan kehamilannya yang baru berusia dua bulan.
Dia juga menceritakan soal hubungannya selama ini dengan Abian, menciptakan cerita yang tidak pernah ada menjadi ada.
"Kami pacaran udah lama, Kak. Cuma karena aku kerja di luar kota, kami jadi LDR. Beberapa bulan terakhir aku di mutasi ke kota ini lagi dan kami memutuskan untuk menikah saja."
"LDR?" tanya Maya. Dia menatap Abian dan dari tatapannya dia sedang menghunuskan pedang tajam pada Abian karena dulu dia pernah bertemu dengan Abian yang sedang bersama seorang gadis mungil hendak menonton di bioskop. Bahkan beberapa bulan lalu, dia juga melihat Abian dan gadis mungil itu sedang makan lesehan di sebuah warung makan.
"Hmm, dua tahun lah kurang lebih," jawab Melda dengan bangganya.
*****
Tak perlu waktu lama, para lelaki berdatangan ke tempat dimana Abian berada, mereka membuat kehebohan yang menjadi sumber perhatian semua orang yang hadir karena ucapan selamat kepada Abian. Ada yang pura-pura marah karena tidak di undang di pernikahan dan menagih Abian harus membuat pesta lajang agar mereka bisa minum-minum sepuasnya.
Abian tidak bisa mengelak lagi dan akhirnya mengikuti alur yang di ciptakan Melda sebelumnya. Hal yang tidak dia ketahui adalah bahwa salah satu penghuni counter itu yang ikut tersita oleh kehebohan mereka adalah seorang gadis mungil yang berusaha menahan air mata yang menggenang dan berdesakan hendak keluar. Dengan mengumpulkan tenaga, dia mengangkat tangan dan memanggil pelayan untuk mengantarkan tagihannya.
"Mas, tolong billnya dan ini di bungkus saja yah. Maaf yah, ada yang mendesak soalnya,"ucapnya berusaha tegar.
Tak menunggu lama, pesanannya sudah di bungkus dan sudah di antarkan ke meja. Lalu dia menguatkan kakinya yang bergetar dan menyampirkan tas di bahunya.
Sreeeeeggg
Suara kursi di dorong saat dia berdiri. Wanita itu menghembuskan nafas pelan lalu berjalan melewati sekumpulan orang yang masih bercengkrama itu. Dia sengaja menoleh sedikit lebih lama agar wajahnya di lihat oleh bintang utamanya, Abian.
Mata Abian terbelalak kala bertatapan langsung dengan wanita mungil itu. Mulutnya menyebutkan "Gina" tanpa suara.
Saat melihat Gina sudah di luar, Abian beralasan ke kamar mandi sebentar. Dia langsung berdiri dan berjalan santai keluar dari counter itu dan setelah dia tidak terlihat lagi oleh rekan-rekan terutama istrinya, dia melakukan panggilan pada kekasihnya Gina namun tidak di angkat.
Abian:
"Yang, ayokk bertemu. Aku akan menjelaskan semuanya pada kamu."
Pesan centang dua tapi tidak berubah warna.
Abian:
"Benar, aku sudah menikah dan dia pilihan orang tuaku. Aku di paksa."
Abian:
"Tolong jangan salah paham. Aku tetap cinta sama kamu. Ayo bertemu aku akan jelaskan semua dan rencana apa yang aku punya,"
*****
Pertama kalinya Gina menangisi Abian. Jika dulu dia pernah menangis, itu tangis karena rindu atau bahagia karena di bahagiakan oleh Abian. Kali ini, dia menangis karena sudah begitu di hancurkan oleh Abian.
"Cihh, tiga bulan lalu?" ujarnya pada diri sendiri. Sesekali tangannya mengusap mata yang mulai mengabur karena tergenang air matanya sendiri. Dia berkendara sangat lambat dan mengabaikan getaran ponselnya yang dia tahu pasti itu dari Abian.
"Kurang ajar sekali, dia udah menikah tapi masih mencumbuku dan apesnya aku malah suka," gumamnya lagi.
Miris yah! Saat kita udah begitu percaya pada orang, sampai-sampai memberikan segalanya, ternyata dia malah sedang memanfaatkan untuk kesenangan diri sendiri.
Setiba di kost, Gina langsung mengurung diri. Tidak menangis sesenggukan tapi air mata tidak pernah berhenti.
Tiba-tiba dia berlari ke kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan cepat. Dia melepas semua pakaiannya dan melemparkannya secara asal lalu menggosok seluruh badannya.
"Aku menjijikkan, menjijikkan, menjijikkan," ucapnya beberapa kali saat dia mengingat apa saja yang sudah mereka lakukan akhir-akhir ini.
Gina menggila, menggosok seluruh tubuhnya dengan sabun berkali-kali. Dia bahkan menggunakan sikat baju untuk membersihkan bekas-bekas yang di tinggalkan oleh Abian di tubuhnya. Sesekali dia memukul kepalanya sendiri karena sudah sadar sejauh apa dia berjalan dengan Abian.
Telapak tangan dan kakinya sudah memutih dan keriput karena kedinginan lain dengan kulitnya yang memerah karena bekas sikat.
Dengan menyeret tubuhnya, Gina keluar dari kamar mandi masih dengan titik air mata yang tidak mau berhenti dari matanya. Matanya bengkak dan memerah pun dengan hidungnya,
Dia meraih baju dasternya dan asal memakainya lalu dia membaringkan tubuhnya di lantai di dekat kasur.
Isakan pilu memenuhi kamar itu hingga beberapa menit lalu hening karena dia tertidur dengan tetesan air mata di pipinya pun dengan di rambutnya yang belum dia keringkan.
"Abian, kamu benar-benar badjingan. Kamu memanfaatkan cintaku yang besar dan dalam untuk kesenanganmu. Setelah ini, bagaimana aku harus memandangmu? Memandang diriku sendiri saja aku jijik, apalagi memandangmu," ungkap Gina di dalam tidurnya.
****
Tiga hari berlalu.
Selama tiga hari itu, Gina mengurung diri di kamar. Tidak berangkat bekerja dengan alasan sedang tidak sehat.
Dia juga mengabaikan semua panggilan di ponselnya bahkan panggilan dari teman kantornya.
Sampai tiga hari, dia masih saja meneteskan air matanya hingga membuat matanya tetap bengkak dan wajahnya sembab.
Perutnya perih karena tidak makan dengan teratur. Tenggorokannya sakit karena kering. Semua itu karena Abian.
Di hari ketiga ini, Gina mulai bangkit. Dia mulai merawat dirinya. Dia mandi lalu memasak. Makan dalam diam walau ingatannya masih mengarah pada kejadian tiga hari lalu.
"Kurang ajar, masih berani juga dia menghubungi aku sebanyak ini," ucapnya saat dia melihat banyaknya panggilan tak terjawab dari Abian juga pesan masuk yang mencapai ratusan.
Gina membaca pesan itu satu per satu lalu mendengus karena sudah tidak percaya pada apapun yang tertulis di pesan itu.
"Di jodohkan? Kalau benar di jodohkan, bukankah seharusnya kamu mengatakannya padaku sebelum pernikahan kalian?"
Gina menggelengkan kepala beberapa kali ketika dia mencoba melawan apa yang ada di pikirannya dengan membandingkan apa yang dia sedang baca.
Lalu dia teringat dengan kalimat wanita di mall itu dan di tanggapi oleh Abian juga bahwa mereka LDR dan memutuskan untuk menikah begitu wanita itu di mutasi ke kota ini lagi.
"Mulutmu memang mungkin sudah teruji untuk mengatakan kebohongan," lanjut wanita itu.
Tiba-tiba tangannya terhenti kala ia mengingat beberapa minggu lalu ketika Abian menjelaskan siapa perempuan yang dia bawa membeli makanan. Bukankah waktu itu dia mengatakan bahwa wanita itu sepupunya? Lalu, apakah wanita itu yang sering di panggil 'bebe' oleh Abian?
Tangan Gina mengepal kala beberapa hari lalu Abian pamit pulang dengan alasan Melda takut sendirian di rumah.
"Heheh," tawanya sinis pada diri sendiri.
Gina menengadahkan wajahnya seraya menghela nafas dengan berat. Pada saat itu, ponsel di tangannya bergetar dan Gina membuka pesan masuk itu.
Abian:
"Yang, Ayo bertemu. Aku akan jelaskan semua."
Gina:
"Ya, aku juga butuh kejelasan. Ayo bertemu."
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
Wanita itu sibuk seperti orang gila. Lebih tepatnya dia gila karena pikirannya sendiri.Sejak malam dia menemukan nama seseorang terukir di sapu tangan suaminya dan suaminya sepertinya menyimpan sapu tangan itu dengan baik, dia menjadi gila oleh pikirannya sendiri. Dia sering berbicara sendirian dan menyusun rencana untuk melenyapkan pemilik nama itu dari muka bumi ini agar suami yang begitu dia cintai tidak di ambil oleh wanita lain."Ehmm" Abian berdehem untuk memecahkan kesunyian yang terjadi beberapa hari ini di dalam rumahnya."Minggu depan, aku ada tugas luar kota. Mungkin selama tiga atau empat hari," lapor Abian."Hmm. Silahkan pergi. Mau sekalian bawa kekasih kamu juga nggak apa-apa. Selamat bersenang-senang," jawab istrinya tanpa menoleh.Abian menghela napas kasar mendengar kalimat yang tidak berkesinambungan itu.Sejak hari dimana Melda mengetahui Abian punya kekasih bernama Regina, setiap wanita itu bicara selalu saja di kaitkan dengan Gina. Dan hal itu membuat Abian haru
Api kecemburuan di dalam hati Melda belum padam jua walau sudah dua bulan berlalu. Perutnya yang buncit dan pergerakan halus dari dalam tidak bisa juga memadamkan rasa cemburu itu. Dia masih saja kepikiran tentang gadis bernama Regina Angela walau sejak malam dimana dia memberitahukan sekaligus mengancam Abian, Abian tidak pernah bertingkah aneh dan tidak pernah pulang terlambat.Komunikasi antar pasangan itu juga sangat dingin dan jelas terlihat bahwa batin mereka sedang berperang.Salah satu ingin menyembunyikan Regina Angela dan satunya lagi ingin mengetahui siapa dan dimana keberadaannya. Sering kali terjadi percekcokan karena Melda selalu menyinggung hal itu.Sama seperti malam ini, ketika dia merengek ingin makan dimsum di sebuah restoran ternama."Kamu udah pernah kesini?" tanya Melda memulai."Hmmm,""Sama siapa aja?" lanjut Melda mulai memanas.Pikirannya udah langsung tertuju pada gadis yang menjadi sumber pertengkaran di antara mereka."Sama kamu lah dulu. Lupa?"Melda lang
"Jujur deh, yang tadi itu Regina pacar kamu itu, kan?" tanya Melda ketika mereka dalam perjalanan pulang.Abian berdecak sekali lalu menatap istrinya itu dengan sedikit tajam namun tanpa menjawabnya.Dia fokus mengemudikan mobilnya dan berdoa dalam hati agar Melda jangan lagi membahas Gina."Sebenarnya tadi aku mau sapa, tapi aku masih punya hati. Tak ingin mempermalukan dia di depan umum," lanjut Melda.Melda sudah memanas di dalam karena sedari tadi tidak di hiraukan oleh Abian sejak dia membahas gadis bernama Regina itu."Kam--""Stop bahas orang lain di antara kita. Aku dan dia sudah berakhir sejak kita menikah. Aku bukan lelaki jahat yang menempatkan salah satu wanita di posisi sulit demi kebahagiaanku," potong Abian.Mendengar kalimat panjang yang sangat menyentuh hati itu membuat Melda langsung terbahak. Dia bahkan memukul lengan Abian karena gemas dengan jawaban bijak itu.Air mata mengalir dari sudut matanya karena tawa yang tak kunjung berakhir."Bebe, kamu terdengar seperti
"Sejak kapan kalian dekat?""Baru," jawab Rafael sambil mengendikkan bahu.Dia mengucapkan kata 'thanks' ketika pelayan meletakkan minuman yang mereka pesan.Untuk mengurangi kegugupan yang sebenarnya tidak perlu, Rafael menyeruput minuman dingin yang dia pesan.Sesekali matanya menatap Abian yang menatap kosong ke arahnya."Dia agak susah juga di dekati bro. Dua minggu ajak dia ketemuan baru berhasil kemarin. Kemarin kami makan malam. Dan itu makanya gue mau minta izin sama loe buat deketin dia karena gue tahu loe berdua baru berakhir karena pernikahan loe. Bahkan ... Sorry bro, gue marah sama loe karena gue masih melihat kalian berdua beberapa minggu lalu tepatnya sebelum pernikahan loe terungkap."Abian menunduk. Tidak bisa menyangkal. Memang sih, dia pernah mengajak Gina keluar karena Gina selalu merengek dan bosan kencan di dalam rumah terus. Tapi, dia tidak menyangka kencan mereka ke pinggiran kota bisa di lihat oleh orang yang mereka kenal juga."Kamu bisa dekatin Gina tapi ple
Gina merasa aneh belakangan ini.Dia merasa seseorang terus saja membuntutinya ketika pulang kerja. Begitu dia belok dan berhenti di depan gerbang kosnya, motor yang mengikutinya akan langsung tancap gas.Bukan sekali dua kali lagi. Tapi dua minggu ini sepertinya rutin mengikuti Gina."Apa dia suruhan Abian atau istrinya?"batinnya ketika memikirkan siapa kira kira yang berniat padanya.Dia mengendikkan bahu tak acuh, pada akhirnya."Bodoh amatlah. Pokoknya aku serahkan hidupku padaMu ya Allah," ucapnya.Karena kejadian ini, dia jadi teringat peringatan Abian terakhir kali mereka bertemu.Tapi, ada satu harapan di dalam hatinya bahwa itu suruhan Abian untuk menjaganya dari serangan yang akan di lakukan oleh Melda, istri Abian.Namun, ada ketakutan juga, gimana kalau laki laki besar berotot itu suruhan Melda?Bulu kuduknya tiba tiba meremang membayangkan hal buruk yang akan terjadi padanya. Penculikan, diperkaos atau di bunuh dan di mutilasi."Astaga! Jangan sampai satu pun itu terjadi
Gina POVMenjadi yang kedua bagi seorang pria tidak pernah terbersit dalam pikiranku bahkan sejak aku mulai jatuh cinta di usia muda.Aku ingin menjadi satu-satunya tapi takdir berkata lain.Aku harus menerima bahwa pria yang menikahiku adalah mantan pacarku yang pernah menikah lalu bercerai. Cerai hidup.Cerai hidup ternyata tidak semuanya berjalan mulus tanpa menyimpan dendam atau kemarahan yang terang-terangan.Aku tidak tahu siapa yang benar dan salah di antara mereka berdua tapi apa pun itu Abian akan menjadi pihak yang benar dalam pikiranku.Abian mengatakan kalau dia mengajukan cerai karena istrinya Melda berselingkuh dan kepergok sama dia. Sementara Melda pernah berkoar-koar Abian yang selingkuh dan menuduhku juga salah satu selingkuhan Abian.Tapi balik lagi karena cinta dan mungkin sudah takdirku menjadi pasangan Abian.Aku melawan orang tuaku hanya untuk bisa bersama Abian. Ayahku meninggal karena shock dan kena serangan jantung lalu ibuku berhari-hari tidak bicara padaku k
Di malam hari, Gina sering bertanya-tanya dalam hati tentang perjalanan rumah tangganya.Semakin kesini Abian semakin menjadi.Ketika di tanya dan di perjelas apakah Abian mencintai Gina dengan tulus, jawabannya selalu sama."Tulus. Jangan pernah meragukan cintaku. Hidupku tidak akan bermakna tanpa kamu, tanpa Moses."Namun kenyataannya seperti tidak sesuai dengan apa yang selalu dia katakan."Apa ini karmaku Tuhan?" bisik Gina ketika mengingat kembali sikap Abian.Menurutnya itu jauh berbeda ketika mereka berpacaran. Sekarang, Abian lebih senang bermain di luar dengan teman-temannya tapi akan mengeluh dan mengelak dengan berbagai alasan jika Gina mengajaknya sekedar healing tipis-tipis.Macet, cuaca yang panas dan tidak ada tempat menarik buat refreshing di sekitar tempat tinggal kita, itu lah alasan yang sering Abian ucapkan ketika menolak.Alhasil Gina pun hanya bisa menerima kenyataan kalau dirinya sekarang hanya akan berada di kantor dan di rumah"Kamu lagi senggang?" tanya Abian
Menangis dalam diam dan di kesendirian.Itulah yang Gina lakukan akhir-akhir ini.Dua bulan masa cutinya sudah berakhir dan dalam dua bulan itu benar-benar luar biasa baginya karena dia bisa bertransformasi dari gadis tidak tahu apa-apa menjadi ibu yang serba bisa. Tidak tidur di malam hari tapi harus melek juga sepanjang hari.Bulan ini dia sudah mulai bekerja dan untungnya ibunya masih tinggal bersama mereka jadi dia tidak begitu kerepotan."Bu, coba tanya di kampung, ada nggak yang mau kerja sama Gina? Nanti kalau ibu pulang, yang bantu rawat adek siapa."Aaaa, lupa. Bayinya dinamai Moses Junimanta."Kayaknya nggak ada yang cocok deh Nak. Kalau cari disini nggak ada? Cobalah tanya tetangga atau teman satu kantor kamu."Selama dua bulan lebih setelah Gina bekerja, ibunya masih tinggal bersama mereka untuk menjaga Moses karena belum ada yang cocok untuk menjadi babysitter. Walaupun ibunya sudah mulai merengek minta pulang tapi tetap bertahan karena melihat Gina yang masih bekerja."A
"Operasi aja ya," pinta Abian pada Gina yang sudah berkeringat dingin.Ya, hari ini Abian tidak ngantor karena saat hendak berangkat tadi Gina langsung meringis kesakitan sambil membungkukkan badannya.Mengeluhkan sakit mulas dan tiba-tiba air ketubannya udah merembes.Gina yang sudah cuti dan memang sudah mempersiapkan semua keperluan melahirkan sejak dia cuti.Namun, dia tidak menyangka mules dikit tadi subuh berkelanjutan hingga pagi dan sekarang sampai tidak tertahan lagi.Sudah seharian di rumah sakit namun pembukaannya tidak bergerak.Jalan mondar mandir di ruangan bahkan menggunakan gymball tetap saja tidak ada perubahan tetapi dia ngotot harus lahiran normal."Dokter bilang kan masih bisa menunggu sebentar lagi. Kita tunggu aja," jawab Gina seraya meringis karena kebetulan dia mules lagi.Di tengah gelombang cinta yang sedang naik, Gina meraih tangan Abian sambil mengomel."Lihat ini perjuangan bini kalau mau lahiran. Tapi masih berani-beraninya kalian selingkuh atau berniat s
"Kamu kenapa basah begitu?"Gelas di tangan Abian jatuh ke lantai hingga menimbulkan suara yang nyaring di tengah malam."Yang, kamu nggak apa-apa?" Gina gegas melangkah dn berniat untuk membersihkan pecahan gelas itu."Maaf ya, aku bikin kamu kaget ya."Abian yang tadinya sudah takut karena menduga bahwa Gina mengetahui apa yang barusan dia lakukan dan pemikiran itu membuat otaknya berhenti berpikir untuk mencari jawaban yang pas untuk Gina. Namun setelah mendengar satu kalimat Gina, pijar di otaknya langsung menyala."Jangan! Biar aku aja!" Abian langsung merampas sekop dan sapu dari Gina.Di lihat dari respon Gina, sepertinya moodnya sudah balik ke awal.Abian berdehem beberapa kali sambil menyusun kalimat bohongnya."Aku nggak bisa tidur dari tadi. Aku udah coba ketuk pintu kamar mau minta bantal dan selimut tapi kami nggak buka," ujar Abian dengan lancar dan wajahnya benar-benar di buat sendu."Aku push up biar capek terus tidur, ternyata nggak bisa juga."Gina yang cinta mati se
Malam itu,Melda menari di depan cermin karena sebentar lagi dia akan pergi dengan Abian.Ya, baru saja dia menerima pesan kalau Abian akan datang dan mengajak putra mereka, Arion jalan-jalan.Itu semua karena Melda memaksa Arion mengirim pesan suara pada Abian padahal setelahnya dia mengirim Arion ke rumah neneknya."Malam ini kita akan pesta, Sayang!" ujarnya pada diri sendiri.Tak lama, pintu di ketuk dan begitu dia membuka pintu, dia langsung menyeret Abian ke rumah dan langsung menciumnya membabi buta."Sayang, aku kangen. Kenapa lama sekali datang."Abian mendorongnya hingga mundur tiga langkah. "Apa-apaan kau? Mana Arion. Kami mau pergi sebentar," jawab Abian sambil mengusap bibirnya yang masih basah.Dia tidak mau kena jebakan Melda yang licik itu."Kerumah Mama."Abian langsung berbalik dan bermaksud ke rumah mantan mertuanya yang hanya ada dua blok dari rumah Melda.Namun kalimat Melda menghentikannya, "Aku yang suruh dia kesana agar kita punya waktu bersama. Aku kangen Bi.
Gina:Kamu dimana?Akhir-akhir ini Gina di buat kesal oleh Abian yang punya hobi baru.Suaminya itu sedang sangat menyukai permainan tenis sehingga setiap kali pulang kerja akan ke lapangan tenis bersama rekan-rekan sekantor untuk bermain barang satu atau dua jam.Awalnya Gina tidak keberatan, tapi lama-lama Abian semakin ngelunjak dan tanpa izin dulu ke istrinya langsung saja pergi ke lapangan.Dan pulang setelah larut malam bahkan kadang Gina sudah pulas.Entah lupa atau sengaja dilupakan, hari ini jadwal Gina kontrol ke dokter dan sebelum berangkat kerja tadi pagi mereka sudah sepakat untuk bertemu di klinik dokter saja untuk menghemat waktu.Gilirannya sebentar lagi tapi Abian tak kunjung datang bahkan tidak meneleponnya.Pesan yang dia kirimkan tadi bahkan tidak dibaca.Hingga Gina selesai di periksa dan pulang ke rumah dengan perasaan kecewa di dalam taksi online.Semakin kecewa ketika mendapati rumah masih gelap gulita yang menandakan bahwa Abian belum pulang.Menghela sebentar
Tiga bulan berlalu.Pernikahan berjalan lancar pun dengan kehamilan Gina yang di nyatakan sehat.Gina bersyukur rekan rekan kerjanya mempunyai pemikiran yang terbuka. Tidak satupun di antara mereka yang julid atau menggosipi Gina setelah mengetahui usia kehamilan lebih tua dari pernikahanSetidaknya itu lah yang di lihat dan di dengar oleh Gina. Entahlah, apakah rekan rekannya itu menjadikannya topik utama di luar sana, Gina tidak tahu.Abian juga demikian, pria itu memperlakukan Gina dengan baik. Dia benar-benar menjadi pria yang bertanggung jawab, berwibawa dan siap lahir batin menjadi suami, kepala rumah tangga dan sebentar lagi menjadi ayah.Tidak seperti sebelumnya, terbukti dari dia yang tidak mau memperkenalkan istri pertamanya pada teman-teman dan juga masih menjalin hubungan dengan Gina waktu ituSekarang, dia benar-benar bersih dari kisah cinta dengan siapa pun.Bahkan, kehamilan Gina sepertinya membuatnya semakin dewasa. Mengurangi waktu bersama teman-teman demi bisa menema
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d