Masih terngiang-ngiang di telinga Gina saat Abian memanggilnya Bebe. Bukankah selama ini sejak dia memulai hubungan dengan Abian, pria itu selalu memanggilnya Sayang? Tidak pernah panggilan lain kecuali Dek sesekali. Lalu, kenapa tiba-tiba memanggil Bebe?
Tidak ingin su'udzon tapi pikirannya tetap mengajak Gina untuk memikirkan bahwa Abian sepertinya mempunyai rahasia. Apakah ini berkaitan dengan tidak pernahnya Abian berkencan di malam minggu lagi bersama Gina?
Apakah waktu akhir pekannya sekarang bersama seseorang yang dia panggil 'Bebe'?
Feeling seorang perempuan selalu akurat tapi kebanyakan dari perempuan itu akan menahannya dalam hati dan akhirnya tertekan batin.
Tring
Bunyi pesan masuk di ponsel Gina membuat gadis itu kembali dari pikirannya ke alam nyata saat ini. Dia membuka pesan masuk dan menemukan sebuah foto.
Itu adalah sebuh gelang cantik yang selama ini dia impikan. Tidak ada pesan lain selain foto itu tetapi dia tahu bahwa gelang itu di beli untuk dirinya oleh sang kekasih.
Gina:
"Thanks Ayang"
Tulis Gina sebagai pesan balasan membuat si penerima pesan ketar ketir dan sadar sudah salah mengirimkan pesan.
Abian memeriksa pesan berkali-kali dan membaca nama si penerima pesan. Detik berikutnya dia menepuk dahinya sendiri karena salah kirim pesan dan salah menggunakan ponsel.
"Kalau udah gini kan jadinya repot," ucapnya pelan.
"Untung deh aku nggak tulis kata-kata pas ngirim ini," lanjutnya.
Dengan terpaksa, dia mengeluarkan uang dobel hari ini karena membeli hadiah untuk dua orang.
Gelang yang tadi sebenarnya mau di berikan untuk Melda karena istrinya itu kerap kali merengek tidak di beri hadiah padahal udah hamil. Sampai-sampai Abian bosan mendengarnya dan berinisiatif membelikan gelang.
Abian:
"Apa sih yang nggak untuk yang tersayang."
Kepalang basah mending manji aja seperti kata pepatah. Abian membalas pesan Gina dengan setengah ikhlas karena kerugian dobel hari ini.
****
Gina mengangkat tangannya tinggi-tinggi dan menatap benda halus yang berkilau melilit pergelangan tangannya. Ini bukan kali pertama Abian memberinya hadiah tapi baru kali ini berupa perhiasan. Biasanya pakaian, tas, sepatu ataupun jam tangan.
"Aku udah pengen bangat beli gelang mini kayak gini biar tangan aku nggak polos-polos bangat. Ternyata kita sepemikiran," ujar Gina yang berbaring di lengan Abian.
Pria itu mengelus kepala Gina sebentar lalu fokus dengan game di ponselnya.
"Kita emang sehati, Yang. Jodoh kayaknya," lanjut Gina seraya tersenyum.
Cuitannya tidak di balas oleh Abian dan Gina sudah maklum soal itu karena ketika Abian sudah memainkan game di ponselnya, apapun yang terjadi di sekitarnya tidak akan dipedulikan lagi.
Gina membiarkan kekasihnya itu asyik sendiri sementara dia juga asyik memandangi hadiah barunya dan sesekali mencium pipi Abian sebagai ucapan terima kasih.
Bosan menunggu pria itu bermain game yang tidak Gina mengerti sedikitpun, wanita itu bangkit dari baringannya dan berjalan ke arah dapur mini di sudut kamarnya. Dia mulai meracik masakan sederhana untuk makan malam mereka berdua.
Tak butuh waktu lama, sepiring mie goreng sudah matang dan telur dadar yang bisa menggugah selera walau sangat sederhana.
Gina dengan telaten menyuapi Abian yang tetap asyik main game lalu menyuap dirinya sendiri.
"Hufff, akhirnya aku bisa menang lagi setelah tujuh kosong melawan si kampret ini," ujar Abian seraya melemparkan punggungnya kembali ke atas kasur dan menjatuhkan ponsel dari tangannya. Permainan sudah selesai.
"Aku terus di olok-oloknya kalau kami sedang makan siang di kantor. Sekarang aku udah menang telak," lanjutnya tapi Gina benar-benar tidak bisa respon karena tidak mengerti sedikit pun tentang permainan itu.
Abian melihat jam di pergelangan tangannya dan dia mendesah pelan karena harus segera pulang. Satu jam dari sekarang, dia harus melakukan panggilan video call pada istrinya bahwasanya dia sudah ada di rumah dan sudah bersih.
Jika dia masih di jalanan, siap-siap saja telinganya akan memerah dan pengeng besok atau nanti subuh ketika mereka sudah bertemu.
"Be-- Yang, aku balik yah," ujar Abian langsung meralat panggilan.
Gina memejamkan mata dan hendak menanyakan apa yang mengganjal dalam hatinya sejak beberapa hari yang lalu tapi dia urungkan kembali karena takut memicu pertengkaran di hubungan mereka yang sedang baik-baik saja.
"Nginap sesekali kenapa?" jawabnya setengah merajuk.
Pertemuan yang udah makin jarang dan juga sangat singkat ini sungguh menyiksa Gina yang ingin bermanja-manja di pelukan Abian.
"Aku kangen di peluk sepanjang malam sama kamu," lanjutnya seraya mengangkat wajah dan memandang Abian yang juga sedang memandangnya.
Ada perasaan kasihan di dalam diri Abian pada kekasihnya ini tapi jika dia menginap disini, akan menjadi perang dan bisa di pastikan Melda akan mulai menaruh rasa curiga dan bisa mencari tahu kemana Abian pergi sepanjang malam.
Abian mendekat, satu tangannya terulur dan mengusap wajah kekasihnya itu.
"Nanti, kapan-kapan aku akan menginap. Sekarang nggak bisa karena selain kerjaanku banyak, Melda juga nggak bisa di tinggal sendirian di rumah karena dia takut katanya. Selain itu, mulutnya juga bocor, ntar dia lapor ibuku aku nggak pulang kan bahaya. Bisa sidang tujuh hari tujuh malam."
Gina mengangguk patuh di dalam telapak tangan tangan Abian yang masih menempel di wajahnya.
"Berdirilah!" titah Abian dan di turuti oleh Gina.
Sejenak kedua orang itu saling berciuman dalam untuk perpisahan malam ini.
"I love you, Sayang."
"Hmm, i know!"
******
Abian mendesah lega begitu kakinya menapak ruang tamu rumahnya. Masih ada waktu sekitar lima menit dan dia segera mandi lalu berganti pakaian. Mengatur segalanya tampak natural dan dia menghela sekali lagi agar terlihat santai.
Tak lama, terdengar bunyi ponselnya dan Abian buru-buru memakai kaca matanya.
"Hmmm!"
"Ohh, udah di rumah. Aku kira melalak di luar."
Abian menatap sebentar sambil menggulirkan bola matanya lalu pura-pura sibuk dengan laptopnya. Sebenarnya dia sudah bosan dengan rutinitas ini karena merasa dia sangat tidak di percaya oleh Melda. Melapor tiap malam jika Melda masuk shift dua dan harus sudah di rumah. Ooo Came on gaes, di luar sana Abian ini masih status lajang loh.
"Ya sudah, aku mau kerja lagi. Bye-bye, Beb."
Abian langsung melemparkan kaca mata lalu punggungnya ke sandaran kursi seraya menghela nafas kasar.
Hanya untuk percakapan tiga puluh detik, dia harus meninggalkan Gina tadi dalam posisi pasrah untuk di cumbu.
"Sialan!" makinya pelan seraya mengepalkan tinju dan meninju udara.
Abian merasa sangat terkekang sekarang sejak dia menikah apalagi istrinya adalah pilihan orang tua jadi dia tidak bisa mengatur apapun di rumah ini. Bahkan, untuk hang out dengan teman-teman di malam minggu saja dia sudah tidak pernah lagi karena harus standby di rumah apalagi dua bulan terakhir ini ketika Melda positif hamil.
*****
Akhir pekan yang sangat membosankan bagi Abian karena dia akan mendekam di rumah seharian bersama Melda yang juga off kerja di hari Sabtu.
Abian sibuk dengan game di ponsel untuk membunuh rasa bosan yang sudah mulai menebal tapi tiba-tiba ujung matanya menangkap siluet Melda yang sedang berjalan ke arahnya sambil mengusap-usap perutnya yang masih sangat rata.
"Beb, kita keluar yuk. Utun bosan di rumah," ucapnya manja sekali.
"Kemana?"
"Mall!" ucapnya riang. Lalu Melda menyebutkan satu persatu barang yang dia inginkan seolah-olah mereka memiliki pohon uang yang siap di petik di halaman rumah.
"Ck! Jangan aneh-aneh deh, beli yang perlu bukan yang di maui," ucap Abian malas lalu bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar untuk berganti pakaian.
Tak lama, dia keluar dengan penampilan kasual yang menonjolkan ketampanannya hingga membuat Melda yang barusan kagum langsung cemberut.
"Ganti!" titahnya.
Abian mengerutkan kening tanda tak mengerti tapi dia mengikuti kemauan istrinya dan melangkah pelan setelah dia di dorong ke kamar oleh istrinya itu.
Melda memilihkan pakaian dan mengubah tampilan Abian seraya berkata, "Mulai sekarang, kamu nggak boleh keluar dengan penampilan kayak yang tadi. Ntar orang-orang kira kamu masih available to take."
Melda juga mendengus setelah dia membaui tubuh Abian. "Kali ini aku biarkan, lain kali nggak perlu pake parfum."
Pundak Abian langsung terjatuh begitu dia menyadari bahwasanya penampilannya pun akan di atur oleh istri yang tidak dia inginkan tapi apapun itu harus dia ikuti demi keamanan dunia rumah tangga mereka.
Keduanya pergi ke mall dengan mengendarai mobil Abian. Tak segan-segan, sepanjang mereka berjalan di mall, tangan Abian di gandeng terus oleh Melda yang katanya takut kecapean dan membahayakan perutnya.
Keluar masuk toko-toko walau tidak jadi membeli membuat Abian merasa malu di sangka tidak mampu bayar untuk satu barang pun. Tapi Melda menggeleng ketika Abian menanyakan apakah mau di beli atau tidak.
"Aku hanya pengen lihat-lihat saja, tidak mau beli. Untuk apa?"
Lagi-lagi, bola mata Abian bergulir malas. Bukankah tadi dia yang menyebutkan banyak barang yang dia maui? Kenapa ketika Abian hendak beli dia malah bilang untuk apa? Apa semua perempuan seperti Melda ini?
"Makan dulu yuk!" ajak Melda seraya menatap satu persatu counter makanan yang berjejer di sisi kirinya.
Huffff,
Abian mendesah pelan begitu bokongnya menyentuh kursi. Sejak dua jam lalu, mereka sudah berkeliling mall dan tidak menghasilkan apapun selain rasa malu apalagi ketika Melda masuk ruang ganti dan mencoba satu per satu pakaian tapi tidak jadi beli. Pun dengan sepatu, mencocokkan dan melihat tampilan kakinya di cermin yang di sediakan toko tapi tidak jadi beli.
"Senang bangat deh bisa keluar di akhir pekan kayak gini bareng suami. Nggak kayak sebelum-sebelumnya, membosankan!" ujar Melda lalu menyeruput es teh yang sudah di sajikan oleh pelayanan.
Lalu kedua tangannya mengusap perut ratanya seraya bertanya, " Adek senang nggak jalan-jalan sama mama dan papa?"
Lalu wanita itu tersenyum sendiri dan menatap Abian, "Adek katanya senang, jadi tiap weekend kita harus keluar jalan-jalan seperti ini."
Abian memejamkan mata hendak menolak namun suara merdu dari seseorang menghentikannya.
"Bian?"
YA AYO BERTEMUAbian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati."Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk."Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya."Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana."Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih."Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
Wanita itu sibuk seperti orang gila. Lebih tepatnya dia gila karena pikirannya sendiri.Sejak malam dia menemukan nama seseorang terukir di sapu tangan suaminya dan suaminya sepertinya menyimpan sapu tangan itu dengan baik, dia menjadi gila oleh pikirannya sendiri. Dia sering berbicara sendirian dan menyusun rencana untuk melenyapkan pemilik nama itu dari muka bumi ini agar suami yang begitu dia cintai tidak di ambil oleh wanita lain."Ehmm" Abian berdehem untuk memecahkan kesunyian yang terjadi beberapa hari ini di dalam rumahnya."Minggu depan, aku ada tugas luar kota. Mungkin selama tiga atau empat hari," lapor Abian."Hmm. Silahkan pergi. Mau sekalian bawa kekasih kamu juga nggak apa-apa. Selamat bersenang-senang," jawab istrinya tanpa menoleh.Abian menghela napas kasar mendengar kalimat yang tidak berkesinambungan itu.Sejak hari dimana Melda mengetahui Abian punya kekasih bernama Regina, setiap wanita itu bicara selalu saja di kaitkan dengan Gina. Dan hal itu membuat Abian haru
Api kecemburuan di dalam hati Melda belum padam jua walau sudah dua bulan berlalu. Perutnya yang buncit dan pergerakan halus dari dalam tidak bisa juga memadamkan rasa cemburu itu. Dia masih saja kepikiran tentang gadis bernama Regina Angela walau sejak malam dimana dia memberitahukan sekaligus mengancam Abian, Abian tidak pernah bertingkah aneh dan tidak pernah pulang terlambat.Komunikasi antar pasangan itu juga sangat dingin dan jelas terlihat bahwa batin mereka sedang berperang.Salah satu ingin menyembunyikan Regina Angela dan satunya lagi ingin mengetahui siapa dan dimana keberadaannya. Sering kali terjadi percekcokan karena Melda selalu menyinggung hal itu.Sama seperti malam ini, ketika dia merengek ingin makan dimsum di sebuah restoran ternama."Kamu udah pernah kesini?" tanya Melda memulai."Hmmm,""Sama siapa aja?" lanjut Melda mulai memanas.Pikirannya udah langsung tertuju pada gadis yang menjadi sumber pertengkaran di antara mereka."Sama kamu lah dulu. Lupa?"Melda lang
"Jujur deh, yang tadi itu Regina pacar kamu itu, kan?" tanya Melda ketika mereka dalam perjalanan pulang.Abian berdecak sekali lalu menatap istrinya itu dengan sedikit tajam namun tanpa menjawabnya.Dia fokus mengemudikan mobilnya dan berdoa dalam hati agar Melda jangan lagi membahas Gina."Sebenarnya tadi aku mau sapa, tapi aku masih punya hati. Tak ingin mempermalukan dia di depan umum," lanjut Melda.Melda sudah memanas di dalam karena sedari tadi tidak di hiraukan oleh Abian sejak dia membahas gadis bernama Regina itu."Kam--""Stop bahas orang lain di antara kita. Aku dan dia sudah berakhir sejak kita menikah. Aku bukan lelaki jahat yang menempatkan salah satu wanita di posisi sulit demi kebahagiaanku," potong Abian.Mendengar kalimat panjang yang sangat menyentuh hati itu membuat Melda langsung terbahak. Dia bahkan memukul lengan Abian karena gemas dengan jawaban bijak itu.Air mata mengalir dari sudut matanya karena tawa yang tak kunjung berakhir."Bebe, kamu terdengar seperti
"Sejak kapan kalian dekat?""Baru," jawab Rafael sambil mengendikkan bahu.Dia mengucapkan kata 'thanks' ketika pelayan meletakkan minuman yang mereka pesan.Untuk mengurangi kegugupan yang sebenarnya tidak perlu, Rafael menyeruput minuman dingin yang dia pesan.Sesekali matanya menatap Abian yang menatap kosong ke arahnya."Dia agak susah juga di dekati bro. Dua minggu ajak dia ketemuan baru berhasil kemarin. Kemarin kami makan malam. Dan itu makanya gue mau minta izin sama loe buat deketin dia karena gue tahu loe berdua baru berakhir karena pernikahan loe. Bahkan ... Sorry bro, gue marah sama loe karena gue masih melihat kalian berdua beberapa minggu lalu tepatnya sebelum pernikahan loe terungkap."Abian menunduk. Tidak bisa menyangkal. Memang sih, dia pernah mengajak Gina keluar karena Gina selalu merengek dan bosan kencan di dalam rumah terus. Tapi, dia tidak menyangka kencan mereka ke pinggiran kota bisa di lihat oleh orang yang mereka kenal juga."Kamu bisa dekatin Gina tapi ple
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d
"Ambil ini juga!""Ini juga.""Ini, ini dan yang ini,"Abian dan Gina hanya diam terpaku hampir bersandar ke dinding rumah ketika melihat Melda berkeliling di ruang tamu seraya menunjuk satu per satu perabot rumah yang ada disana.Ibunya Arion itu datang dengan membawa sepupunya yang pernah datang ke rumah Gina dan juga beberapa pria kekar yang siap melahap Bian dan Gina jika saja mereka berani melawan.Di luar ada truk warna kuning yang siap mengangkut semua barang yang di tunjuk oleh Melda."Itu hadiah dari ibuku, kenapa di bawa juga?" tanya Abian ketika pria pria kekar itu mengangkat sofa coklat yang selama ini ada di ruang tamu.Memang, itu baru di beli menggantikan sofa lama setelah Melda menjadi istri di rumah itu dan uangnya dari orang tua Abian .Melda hanya berkontribusi memilihkan warna saja."Iya benar, tapi itu di beli untukku. Bukan untuk istri barumu," jawab Melda. "Kalau mau sofa baru, minta ke mertuamu saja, cuma aku kok kurang yakin akan di belikan, haha," lanjutnya s
"Maaf ya, aku nggak sengaja ketiduran. Aku nungguin kamu bentar eh taunya aku ketiduran," ujar Gina pada Abian.Dia berbohong!Dia sedang menutupi perasaan terbuang nya, perasaan tidak di terima dan tidak di akui."Hmm, tapi kenapa kamu nggak langsung ke kamar aja," jawab Abian.Saat ini keduanya sudah ada di kamar dan barusan Abian baru menyeret koper Gina dari ruang depan.Koper itu luput dari matanya tadi saat dia panik tidak menemukan Gina di kamar."Aku nggak enak sama mama kamu. Kan belum di persilahkan. Masa langsung masuk.""Sayaaaang! Kenapa berpikir sampai sejauh itu? Kamu kan udah pernah ke sini, udah tahu kamar aku yang mana. Kenapa harus di persilahkan lagi?"Hah!Capek ngomong sama laki yang pemikirannya lurus lurus aja. Yang tidak paham betapa rumitnya pikiran perempuan.Bagi beberapa perempuan yang baru menikah, hal ini sangat sederhana dan kalau bisa keharusan walaupun sudah pernah beberapa kali ke rumah si laki dan sudah tahu setiap sudut rumah itu. Karena dengan beg
Badai berlalu.Rumah tangga baru di mulai walau dengan pernikahan siri tapi keluarga inti Gina menerimanya dan memberikan wejangan yang lumayan banyak pada Gina sembari mengingatkan Abian agar pria itu tidak lupa mendaftarkan pernikahan mereka nanti."Kemarin kamu hanya anak Ibu. Mulai hari ini orang tuamu sudah bertambah. Ibunya suamimu adalah ibumu juga walau namanya ibu mertua. Bagaimana kamu memperlakukan Ibumu ini, begitu jugalah kamu harus memperlakukan ibu mertuamu," ujar ibunya Gina saat akan melepas Gina di bawa oleh Abian dan keluarganya."Kehormatan keluarga ibumu ada di tanganmu. Jangan berperilaku buruk yang mempermalukan keluarga suamimu agar nama baik ibumu ini tidak tercoreng."Gina mengangguk seraya menahan tangis.Dalam hati dia sadar, ibunya merestui Abian secepat ini karena dia kadung hamil. Jika tidak, butuh waktu yang lama baginya karena ibunya masih berpegang teguh pada permintaan terakhir almarhum bapaknya."Maafin Gina ya Bu. Tolong ketika ibu berdoa, tolong s
"Bu, maafin Gina yah!"Gina berlutut di kaki ibunya yang masih sesenggukan karena menahan tangis."Gina bodoh, Bu. Maaf ya. Kalau ibu nggak mau Gina menikah siri, ayo kita pergi saja. Gak apa-apa Gina nggak jadi menikah."Mendengar itu, ibunya semakin sesenggukan."Menikah saja. Siri juga nggak apa-apa. Tidak mungkin kamu hamil tanpa suami. Apa kata orang nanti."Perasaan bersalah kian besar di hati Gina. Dia mengutuk dirinya karena tidak bisa menahan godaan Abian. Dia menikmati semua itu tanpa memikirkan konsekuensinya.Sekarang, setelah dia mendapatkan hasil dari perbuatannya, dia seolah-olah tidak di terima oleh keluarga Abian yang hanya ingin menikahkan siri mereka dengan alasan masih belum bisa melakukan pesta besar karena Abian baru saja bercerai."Apa kata orang nanti. Bisa-bisa Abian yang di tuduh main perempuan makanya bercerai."Begitu kata orang tua Abian ketika mereka kumpul dua keluarga untuk membicarakan perihal pernikahan ini. Walau keluarga inti Gina tidak terima tapi
"Ibu!""Ibu tidak marah karena tidak ada guna lagi. Ibu kecewa karena kalian ternyata sudah sejauh itu. Karena itu nak Abian, sebelum Gina menjadi bahan pembicaraan orang-orang, bisakah kamu menikahi dia segera?"Gina langsung berdiri karena tidak setuju dengan perkataan ibunya. Dia tidak hamil. Dia juga dulu pernah melakukan ini bahkan sering tapi tidak pernah hamil karena Abian pakai pengaman atau nggak buang di luar.Kali ini juga mereka buang di luar kenapa dia bisa hamil?Sementara Abian, dia menunduk lesu.Menikah dengan Gina adalah impiannya tapi bukan karena Gina hamil.Dia mengepalkan tangannya karena tidak bisa mengontrol ga!rahnya. Terakhir kali dia main dengan Gina, mereka menghabiskan setengah hari di rumahnya dan melakukannya beberapa kali di berbagai sudut.Buang di luar sih, tapi dia sadar, sisa sisanya mungkin masih ada dia sudah colok lagi karena masih bergairah.Dan sekarang, mereka seperti terpaksa di restui.Abian langsung berdiri lalu bersimpuh di kaki ibunya Gin
"Loh loh, apa ini, Bu?"Gina langsung berjalan cepat ke arah kamar begitu melihat ada tas milik ibunya di samping pintu kamar.Jantungnya berdebar karena berbagai hal.Baru saja menghabiskan sisa hari bersama Abian dengan bermain di atas kasur membuat dia melayang bahagia dan tiba di rumah di kejutkan dengan aksi ibunya."Bu, tas nya buat apa? Ibu mau kemana?"Gina langsung mendekat pada ibunya yang sedang membereskan tas kecil tempat barang barang berharga.Air mata Gina langsung menetes dan dia dengan segera bersimpuh di kaki ibunya."Gina tahu, Gina sudah keterlaluan sama Ibu. Maafkan Gina. Tapi, tidak bisakah Ibu merestui Gina? Gina tahu kita menderita sebelumnya dan ada kaitannya dengan pria itu. Tapi itu bukan salahnya, Bu. Perempuan itulah yang salah."Ibunya hanya tersenyum.Gina ternyata sudah hilang akal dan dia jadi berpikir, apa yang akan terjadi pada Gina jika dia pergi? Bisa jadi anak gadisnya itu hilang arah karena mengikuti cinta yang masih membara.Sang ibu menghela d
SepiRumah yang hanya berpenghuni dua orang dan biasanya sepi kini semakin sepi dan sunyi karena keduanya sama sama mengurung diri di kamar.Sudah tiga hari sejak kejadian itu.Bahkan ketika Gina berangkat kerja, dia hanya pamit dari luar pintu kamar.Hatinya juga keras, dia tetap mempertahan cintanya bahkan setelah di tolak oleh orang tuanya.Terdengar suara motor yang menjauh. Ibunya Gina mengintip dari jendela kamar. Gerbang besi sudah di tutup dan Gina sudah pergi bekerja.Wajahnya bengkak dan matanya sembab."Pak, maafkan ibu, ibu gagal. Ibu nggak bisa mengikuti apa kata bapak. Anak bungsu kita bahkan sampai memilih tidak akan pernah menikah jika tidak dengan pria itu. Ibu takut dia nekat kalai ibu bersikeras pak. Pak ibu harus gimana?"Wanita yang sudah melalui jurang dan bukit percintaan tahu benar bahwa menyadarkan Gina yang saat ini jatuh cinta bukanlah perkara muda. Usia Gina yang sudah termasuk matang tidak bisa di jadikan patokan kedewasaan berpikirnya apalagi jaman sekara
Galau! Ya, Abian benar-benar galau beberapa hari ini. Jika orang tua Gina tidak menerimanya lalu bagaimana kelanjutan hubungan mereka ini sekarang? Berhenti sampai disini atau lanjut menerjang badai? Pria itu uring uringan selama beberapa hari dan mencoba untuk tidak menghubungi Gina untuk mengetes perasaannya. Serasa ada yang hilang. Hampa! Sementara itu, Gina juga sedang galau. Dia juga menyesal karena ucapannya pada Abian malam itu. "Kenapa aku harus mengatakannya kemarin. Seharusnya aku simpan saja dalam hati dan biarkan dia berjuang menghadapi ibu," gumam Gina. Dia memandang kebun kecil milik ibunya di belakang rumah kontrakan mereka. Matanya menatap jauh tapi kosong. "Pak, maafkan Gina yah. Permintaan terakhir bapak pun Gina tak bisa kabulkan. Tolong maafkan Gina ya pak." Gina langsung menoleh dengan mata bulat setelah mendengar, "Maksud kamu apa, Nduk?" Ibunya berdiri hanya berjarak tiga puluh senti di belakangnya dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang ba