Sebulan pernikahan terlewati dengan damai.
Abian menikmati peran menjadi seorang suami dan kekasih dari dua orang wanita. Full service dari keduanya kala dia membutuhkannya. Jahat? Sangat! Tapi namanya laki-laki, di suguhi layanan vvip masa di tolak.
Malam ini, Melda mendapat shift kedua. Artinya masuk di sore hari dan pulang di malam hari. Yang seperti ini menjadi kesempatan emas bagi Abian untuk bertemu pujaan hati.
"Yang, kok sekarang kamu jarang bangat main di malam minggu kemari, ajak aku keluar juga udah jarang sekarang," ujar Gina manja di pelukan kekasihnya.
Abian terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban yang tepat yang tidak akan menyakiti hati kekasihnya itu.
"Ya gimana ya Yang. Kamu tahu kan, aku dan kawan-kawanku mulai bisnis baru. Karena kami semua pekerja, jadi waktu kami yang luang untuk membicarakan itu cuma di akhir pekan aja. Nggak enak dong pas lagi seru-serunya aku pamit biar bisa datang kesini dan ajak kamu kencan," jawab Abian sangat manis.
Apa yang harus di bantah dari ucapannya itu? Walaupun Gina tahu pasti jenis bisnis yang di bicarakan tapi dasar wanita polos dan sangat pengertian, maka dia melewatkan kecurigaannya itu.
Kini, mereka berdua semakin menikmati kenikmatan dosa di hubungan mereka. Gina sudah tidak ada rasa malu lagi bahkan sudah tidak ada keinginan untuk menolak apa yang akan di lakukan Abian padanya. Jika dulu dia sering menolak dan selalu berucap 'ini yang terakhir ya', tidak dengan sekarang.
Tidak munafik, dia sangat menikmati keintiman mereka bahkan dia beberapa kali ini mengakui dalam chat bahwa dia merindukan Abian dan semua sentuhan jemari pria itu membuat Abian kadang tertawa sendirian di tempat kerjanya karena merasa sangat perkasa.
"Ya udah, ntar kalau bisnisnya udah kelar dan udah berjalan lancar, ajak aku ngedate lagi yah. Udah rindu suasana kota di malam hari bareng Ayang," ujar Gina manja dan menyusupkan kepalanya di ketiak pria itu.
"Hmmm," jawab pria itu seraya mencium kepala kekasihnya.
Dalam hati dia sudah berpikir keras, sejauh mana dia bisa membohongi kekasihnya ini.
Apakah dia bisa menceraikan Melda dalam waktu singkat hanya demi Gina?
Seandainya Gina sudah mengetahui statusnya, apakah Gina bersedia menikah dengannya walau menjadi yang kedua?
*****
Dua bulan terlewati dengan begitu cepatnya.
Bisnis yang di geluti Abian dan teman-temannya pastinya sudah berjalan karena bisnis itu sebenarnya adalah toko yang menjual barang-barang elektronik yang di butuhkan oleh perkantoran.
Namun, jawaban Abian pada Gina, tetap masih dalam proses dan uji pasar. Wanita itu juga nggeh-nggeh aja karena begitu sangat percaya pada Abian.
Hingga suatu saat, saat Gina sedang ada di super market, dia melihat mobil Abian terparkir disana.
Wanita itu mengerutkan keningnya dan tetap melangkah ke dalam super market dengan harapan bisa bertemu dengan Abian disana.
Lelah berkeliling tanpa mengambil barang apapun, akhirnya Gina menyerah dan percaya pada pikiran sendiri bahwa pria itu mungkin disana bukan untuk berbelanja tetapi untuk urusan bisnis dari kantor atau bisnis bersama teman-teman.
"Aku terlalu curiga untuk suatu hal yang tidak perlu," ujarnya pada diri sendiri dan mulai sibuk membeli kebutuhan diri sendiri.
Sementara itu, di barisan rak lain, Abian sedang mendorong troli dan Melda yang mengisinya.
"Kok beli sebanyak itu?" ujar Abian saat melihat isi troli.
"Biar nggak bolak-balik belanja. Ini stok untuk sebulan," jawab Melda seraya terus mengisi troli dengan berbagai makanan instan siap saji.
"Beb, habis dari sini, kita mampir bentar di apotik yah," ujar Melda sedikit malu-malu.
Abian mengerutkan keningnya sebagai tanda tanya.
"Perut aku rasanya aneh, aku mau beli testpect, siapa tahu udah jadi," jawab Melda seraya melangkah ke arah kasir.
Perasaan Abian sudah tidak karuan, antara senang dan bimbang.
Jika Melda sudah hamil, Gina bagaimana?
*****
Melda tersenyum mekar begitu dia keluar dari kamar mandi. Seluruh tubuhnya di aliri darah panas karena kegembiraan tak terkira.
Tangannya di sembunyikan di belakang tubuhnya dan dari raut wajahnya Abian sudah bisa menebak berita apa yang akan segera menyapa telinganya.
"Beeeeb!" panggil Melda dengan manja lalu menghambur ke pelukan Abian.
Usai berpelukan beberapa saat, Melda menjauhkan tubuhnya dan meraih tangan Abian dan meletakkannya di atas perutnya.
"Disini, ada anak kita, Beb! Kita akan jadi mama papa," ujarnya dengan riang sambil mengusapkan tangan Abian yang kaku di atas perutnya.
Hal yang selama ini dia impikan, mengandung benih dari Abian dan menjadi ibu dari anak-anak Abian. "Thanks God, akhirnya tercapai," ucap Melda pelan.
Wajahnya masih memancarkan sinar cerah walau di luar sudah gelap karena sudah malam.
Dia beranjak dari hadapan Abian dan segera meraih ponselnya.
"Stop! Jangan!" ujar Abian saat sudah sadar dan mengetahui apa yang akan Melda lakukan dengan ponselnya.
"Why? Ini berita bagus. Mereka pasti akan happy sekali," jawab Melda heran.
"Not now. Tunggu sampai lewat tiga bulan. Kita pastikan dia baik-baik dan sehat dulu baru kasih kabar," jawab Abian.
"Tiga bulan? Gila kamu. Masa selama itu?"
Abian memejamkan mata sejenak untuk mengatur ritme emosinya.
"Oke, jika tiga bulan terlalu lama. Maka tunggulah sampai kita cek ke dokter dan memastikan kesehatan kalian dulu."
Sebenarnya, tidak ada salahnya memberitahukan sekarang. Hanya saja, Abian takut terjadi sesuatu hal seperti yang di alami teman satu kantornya.
Sudah happy kasih kabar ke orang tua tapi tak di sangka malah keguguran dan itu membuat orang tua sedih. Abian tidak mau hal itu sampai terjadi pada orang tuanya dan juga istrinya yang sudah bereuforia.
"Ya sudah deh, aku ikut kamu aja, Beb. So, kapan kita periksa?" tanya Melda lagi.
"Dua hari lagi, besok aku ada janji dengan klien jam enam sore," jawab Abian jujur.
"Minggu depan aja deh. Besok sampai empat hari ke depan aku shift dua," ujar Melda mengingat jadwalnya.
"Kira-kira kalau kamu berhenti kerja aja gimana?" tanya Abian tiba-tiba.
"No no no Bebe. Jaman sekarang dua orang kerja aja kadang kurang bahkan sangat cukup. selama aku sanggup, aku kerja aja. Toh di tempat kerjaan aku nggak berat kok. Yang berat cuma karena shift nya aja sih."
Melda memang bekerja di sebuah perusahaan besar. Pabrik yang mengolah sawit menjadi berbagai produk. Jabatannya sudah supervisor, jadi dia bertugas hanya mengawasi buruh saja dan membuat laporan.
"Buruh kami yang cewek juga ada yang pernah hamil. Masih bisa bekerja dan sehat terus, masa aku cuma pengawas aja nggak bisa. Positif thinking aja Beb," ujarnya seraya mengusap kepala Abian.
*****
Kehamilan Melda membuat Abian kurang asupan dari istrinya yang masih takut bermesraan. Walaupun Abian mengatakan akan pelan-pelan tapi si korban sosmed tetap menolaknya.
"No way, tahan sampai tiga bulan," ujar Melda menggoyangkan jemarinya di depan wajah Abian. "Ini ada dokter di toktok yang bilang. Stop HB selama masih trimester awal. Jadi tahan aja dulu," lanjutnya.
Abian lesu tapi tiba-tiba teringat dengan seseorang yang bisa memberinya asupan energi pria.
Maka setiap Melda shift dua, Abian akan menyempatkan diri mampir di kosan kekasihnya dan mengeluarkan peluh.
"Yang, beberapa hari lalu, aku lihat kamu bareng cewe beli makan di pinggir jalan. Aku tadinya mau berhenti tapi nggak enak sama tukang ojeknya," ujar Gina seraya merapatkan tubuhnya pada Abian di bawah selimut.
"Kapan?" tanya Abian mengerutkan keningnya. Dia sudah mulai ketar ketir karena tidak menyangka hal itu akan di lihat oleh Gina.
"Lupa lupa ingat, tapi itu udah malam bangat. Aku pulang nonton bareng teman satu kantor, tapi aku naik gojek karena motor aku tinggal di kantor," jawab Gina.
Abian sedikit berpikir sembari mengingat ingat dengan siapa dia pernah keluar selain Melda.
"Ohh, itu. Itu Melda. Sepupu aku. Sementara dia tinggal di rumah. Lagi cari kerja," jawab Abian dengan cepat.
"Waktu Ibu aku datang, Ibu bilang katanya sepupu aku mau adu nasib di kota ini dan untuk sementara tinggal sama aku. Ntar udah punya kerjaan, dia bisa ngekost. Aku oke in aja, kasihan juga kalau orang tuanya di paksa untuk bayar kos-kosan. Pas malam itu, aku pulang kerja, dia meringis karena belum makan. Nggak ada stok di rumah karena aku pulang malam terus. Dia belum berani keluar sendirian karena belum tahu arah. Jadinya aku ajak belik makan di luar," ucap Abian begitu cahaya lampu terang menyala di otaknya.
Gina mengangguk.
Abian menghembuskan nafas pelan karena berhasil mengelabui Gina. Benar sih malam itu, Melda merengek ingin makan nasi goreng si abang gerobak. Makanya Abian dan Melda naik motor kesana untuk membelinya.
"Oh ya Yang, untuk sementara, dia tinggal di rumah aku yah. Dia baru dapat kerja tapi masih belum yakin dengan itu. Ntar kalau dia udah ada kerjaan menetap, dia akan pindah."
Gina mengangguk dan memeluk Abian.
"Hmmm, bagus juga dia tinggal sama kamu, biar ada yang beresin rumah kamu dan..." Gina berhenti dan menjauhkan wajahnya dari Abian.
"Biar kamu nggak bawa cewek ke rumah kamu."
Abian tertawa hambar dan pura-pura menyipitkan matanya seolah-olah itu tawa renyah penuh kasih sayang.
Dia menarik Gina lebih dalam ke pelukannya.
"Nggak lah. Mana pernah aku bawa perempuan ke rumah kecuali kamu, Bebe!"
"Bebe?"
Masih terngiang-ngiang di telinga Gina saat Abian memanggilnya Bebe. Bukankah selama ini sejak dia memulai hubungan dengan Abian, pria itu selalu memanggilnya Sayang? Tidak pernah panggilan lain kecuali Dek sesekali. Lalu, kenapa tiba-tiba memanggil Bebe?Tidak ingin su'udzon tapi pikirannya tetap mengajak Gina untuk memikirkan bahwa Abian sepertinya mempunyai rahasia. Apakah ini berkaitan dengan tidak pernahnya Abian berkencan di malam minggu lagi bersama Gina?Apakah waktu akhir pekannya sekarang bersama seseorang yang dia panggil 'Bebe'?Feeling seorang perempuan selalu akurat tapi kebanyakan dari perempuan itu akan menahannya dalam hati dan akhirnya tertekan batin.TringBunyi pesan masuk di ponsel Gina membuat gadis itu kembali dari pikirannya ke alam nyata saat ini. Dia membuka pesan masuk dan menemukan sebuah foto.Itu adalah sebuh gelang cantik yang selama ini dia impikan. Tidak ada pesan lain selain foto itu tetapi dia tahu bahwa gelang itu di beli untuk dirinya oleh sang kek
YA AYO BERTEMUAbian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati."Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk."Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya."Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana."Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih."Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
Wanita itu sibuk seperti orang gila. Lebih tepatnya dia gila karena pikirannya sendiri.Sejak malam dia menemukan nama seseorang terukir di sapu tangan suaminya dan suaminya sepertinya menyimpan sapu tangan itu dengan baik, dia menjadi gila oleh pikirannya sendiri. Dia sering berbicara sendirian dan menyusun rencana untuk melenyapkan pemilik nama itu dari muka bumi ini agar suami yang begitu dia cintai tidak di ambil oleh wanita lain."Ehmm" Abian berdehem untuk memecahkan kesunyian yang terjadi beberapa hari ini di dalam rumahnya."Minggu depan, aku ada tugas luar kota. Mungkin selama tiga atau empat hari," lapor Abian."Hmm. Silahkan pergi. Mau sekalian bawa kekasih kamu juga nggak apa-apa. Selamat bersenang-senang," jawab istrinya tanpa menoleh.Abian menghela napas kasar mendengar kalimat yang tidak berkesinambungan itu.Sejak hari dimana Melda mengetahui Abian punya kekasih bernama Regina, setiap wanita itu bicara selalu saja di kaitkan dengan Gina. Dan hal itu membuat Abian haru
Api kecemburuan di dalam hati Melda belum padam jua walau sudah dua bulan berlalu. Perutnya yang buncit dan pergerakan halus dari dalam tidak bisa juga memadamkan rasa cemburu itu. Dia masih saja kepikiran tentang gadis bernama Regina Angela walau sejak malam dimana dia memberitahukan sekaligus mengancam Abian, Abian tidak pernah bertingkah aneh dan tidak pernah pulang terlambat.Komunikasi antar pasangan itu juga sangat dingin dan jelas terlihat bahwa batin mereka sedang berperang.Salah satu ingin menyembunyikan Regina Angela dan satunya lagi ingin mengetahui siapa dan dimana keberadaannya. Sering kali terjadi percekcokan karena Melda selalu menyinggung hal itu.Sama seperti malam ini, ketika dia merengek ingin makan dimsum di sebuah restoran ternama."Kamu udah pernah kesini?" tanya Melda memulai."Hmmm,""Sama siapa aja?" lanjut Melda mulai memanas.Pikirannya udah langsung tertuju pada gadis yang menjadi sumber pertengkaran di antara mereka."Sama kamu lah dulu. Lupa?"Melda lang
"Jujur deh, yang tadi itu Regina pacar kamu itu, kan?" tanya Melda ketika mereka dalam perjalanan pulang.Abian berdecak sekali lalu menatap istrinya itu dengan sedikit tajam namun tanpa menjawabnya.Dia fokus mengemudikan mobilnya dan berdoa dalam hati agar Melda jangan lagi membahas Gina."Sebenarnya tadi aku mau sapa, tapi aku masih punya hati. Tak ingin mempermalukan dia di depan umum," lanjut Melda.Melda sudah memanas di dalam karena sedari tadi tidak di hiraukan oleh Abian sejak dia membahas gadis bernama Regina itu."Kam--""Stop bahas orang lain di antara kita. Aku dan dia sudah berakhir sejak kita menikah. Aku bukan lelaki jahat yang menempatkan salah satu wanita di posisi sulit demi kebahagiaanku," potong Abian.Mendengar kalimat panjang yang sangat menyentuh hati itu membuat Melda langsung terbahak. Dia bahkan memukul lengan Abian karena gemas dengan jawaban bijak itu.Air mata mengalir dari sudut matanya karena tawa yang tak kunjung berakhir."Bebe, kamu terdengar seperti
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d
"Ambil ini juga!""Ini juga.""Ini, ini dan yang ini,"Abian dan Gina hanya diam terpaku hampir bersandar ke dinding rumah ketika melihat Melda berkeliling di ruang tamu seraya menunjuk satu per satu perabot rumah yang ada disana.Ibunya Arion itu datang dengan membawa sepupunya yang pernah datang ke rumah Gina dan juga beberapa pria kekar yang siap melahap Bian dan Gina jika saja mereka berani melawan.Di luar ada truk warna kuning yang siap mengangkut semua barang yang di tunjuk oleh Melda."Itu hadiah dari ibuku, kenapa di bawa juga?" tanya Abian ketika pria pria kekar itu mengangkat sofa coklat yang selama ini ada di ruang tamu.Memang, itu baru di beli menggantikan sofa lama setelah Melda menjadi istri di rumah itu dan uangnya dari orang tua Abian .Melda hanya berkontribusi memilihkan warna saja."Iya benar, tapi itu di beli untukku. Bukan untuk istri barumu," jawab Melda. "Kalau mau sofa baru, minta ke mertuamu saja, cuma aku kok kurang yakin akan di belikan, haha," lanjutnya s
"Maaf ya, aku nggak sengaja ketiduran. Aku nungguin kamu bentar eh taunya aku ketiduran," ujar Gina pada Abian.Dia berbohong!Dia sedang menutupi perasaan terbuang nya, perasaan tidak di terima dan tidak di akui."Hmm, tapi kenapa kamu nggak langsung ke kamar aja," jawab Abian.Saat ini keduanya sudah ada di kamar dan barusan Abian baru menyeret koper Gina dari ruang depan.Koper itu luput dari matanya tadi saat dia panik tidak menemukan Gina di kamar."Aku nggak enak sama mama kamu. Kan belum di persilahkan. Masa langsung masuk.""Sayaaaang! Kenapa berpikir sampai sejauh itu? Kamu kan udah pernah ke sini, udah tahu kamar aku yang mana. Kenapa harus di persilahkan lagi?"Hah!Capek ngomong sama laki yang pemikirannya lurus lurus aja. Yang tidak paham betapa rumitnya pikiran perempuan.Bagi beberapa perempuan yang baru menikah, hal ini sangat sederhana dan kalau bisa keharusan walaupun sudah pernah beberapa kali ke rumah si laki dan sudah tahu setiap sudut rumah itu. Karena dengan beg
Badai berlalu.Rumah tangga baru di mulai walau dengan pernikahan siri tapi keluarga inti Gina menerimanya dan memberikan wejangan yang lumayan banyak pada Gina sembari mengingatkan Abian agar pria itu tidak lupa mendaftarkan pernikahan mereka nanti."Kemarin kamu hanya anak Ibu. Mulai hari ini orang tuamu sudah bertambah. Ibunya suamimu adalah ibumu juga walau namanya ibu mertua. Bagaimana kamu memperlakukan Ibumu ini, begitu jugalah kamu harus memperlakukan ibu mertuamu," ujar ibunya Gina saat akan melepas Gina di bawa oleh Abian dan keluarganya."Kehormatan keluarga ibumu ada di tanganmu. Jangan berperilaku buruk yang mempermalukan keluarga suamimu agar nama baik ibumu ini tidak tercoreng."Gina mengangguk seraya menahan tangis.Dalam hati dia sadar, ibunya merestui Abian secepat ini karena dia kadung hamil. Jika tidak, butuh waktu yang lama baginya karena ibunya masih berpegang teguh pada permintaan terakhir almarhum bapaknya."Maafin Gina ya Bu. Tolong ketika ibu berdoa, tolong s
"Bu, maafin Gina yah!"Gina berlutut di kaki ibunya yang masih sesenggukan karena menahan tangis."Gina bodoh, Bu. Maaf ya. Kalau ibu nggak mau Gina menikah siri, ayo kita pergi saja. Gak apa-apa Gina nggak jadi menikah."Mendengar itu, ibunya semakin sesenggukan."Menikah saja. Siri juga nggak apa-apa. Tidak mungkin kamu hamil tanpa suami. Apa kata orang nanti."Perasaan bersalah kian besar di hati Gina. Dia mengutuk dirinya karena tidak bisa menahan godaan Abian. Dia menikmati semua itu tanpa memikirkan konsekuensinya.Sekarang, setelah dia mendapatkan hasil dari perbuatannya, dia seolah-olah tidak di terima oleh keluarga Abian yang hanya ingin menikahkan siri mereka dengan alasan masih belum bisa melakukan pesta besar karena Abian baru saja bercerai."Apa kata orang nanti. Bisa-bisa Abian yang di tuduh main perempuan makanya bercerai."Begitu kata orang tua Abian ketika mereka kumpul dua keluarga untuk membicarakan perihal pernikahan ini. Walau keluarga inti Gina tidak terima tapi
"Ibu!""Ibu tidak marah karena tidak ada guna lagi. Ibu kecewa karena kalian ternyata sudah sejauh itu. Karena itu nak Abian, sebelum Gina menjadi bahan pembicaraan orang-orang, bisakah kamu menikahi dia segera?"Gina langsung berdiri karena tidak setuju dengan perkataan ibunya. Dia tidak hamil. Dia juga dulu pernah melakukan ini bahkan sering tapi tidak pernah hamil karena Abian pakai pengaman atau nggak buang di luar.Kali ini juga mereka buang di luar kenapa dia bisa hamil?Sementara Abian, dia menunduk lesu.Menikah dengan Gina adalah impiannya tapi bukan karena Gina hamil.Dia mengepalkan tangannya karena tidak bisa mengontrol ga!rahnya. Terakhir kali dia main dengan Gina, mereka menghabiskan setengah hari di rumahnya dan melakukannya beberapa kali di berbagai sudut.Buang di luar sih, tapi dia sadar, sisa sisanya mungkin masih ada dia sudah colok lagi karena masih bergairah.Dan sekarang, mereka seperti terpaksa di restui.Abian langsung berdiri lalu bersimpuh di kaki ibunya Gin
"Loh loh, apa ini, Bu?"Gina langsung berjalan cepat ke arah kamar begitu melihat ada tas milik ibunya di samping pintu kamar.Jantungnya berdebar karena berbagai hal.Baru saja menghabiskan sisa hari bersama Abian dengan bermain di atas kasur membuat dia melayang bahagia dan tiba di rumah di kejutkan dengan aksi ibunya."Bu, tas nya buat apa? Ibu mau kemana?"Gina langsung mendekat pada ibunya yang sedang membereskan tas kecil tempat barang barang berharga.Air mata Gina langsung menetes dan dia dengan segera bersimpuh di kaki ibunya."Gina tahu, Gina sudah keterlaluan sama Ibu. Maafkan Gina. Tapi, tidak bisakah Ibu merestui Gina? Gina tahu kita menderita sebelumnya dan ada kaitannya dengan pria itu. Tapi itu bukan salahnya, Bu. Perempuan itulah yang salah."Ibunya hanya tersenyum.Gina ternyata sudah hilang akal dan dia jadi berpikir, apa yang akan terjadi pada Gina jika dia pergi? Bisa jadi anak gadisnya itu hilang arah karena mengikuti cinta yang masih membara.Sang ibu menghela d
SepiRumah yang hanya berpenghuni dua orang dan biasanya sepi kini semakin sepi dan sunyi karena keduanya sama sama mengurung diri di kamar.Sudah tiga hari sejak kejadian itu.Bahkan ketika Gina berangkat kerja, dia hanya pamit dari luar pintu kamar.Hatinya juga keras, dia tetap mempertahan cintanya bahkan setelah di tolak oleh orang tuanya.Terdengar suara motor yang menjauh. Ibunya Gina mengintip dari jendela kamar. Gerbang besi sudah di tutup dan Gina sudah pergi bekerja.Wajahnya bengkak dan matanya sembab."Pak, maafkan ibu, ibu gagal. Ibu nggak bisa mengikuti apa kata bapak. Anak bungsu kita bahkan sampai memilih tidak akan pernah menikah jika tidak dengan pria itu. Ibu takut dia nekat kalai ibu bersikeras pak. Pak ibu harus gimana?"Wanita yang sudah melalui jurang dan bukit percintaan tahu benar bahwa menyadarkan Gina yang saat ini jatuh cinta bukanlah perkara muda. Usia Gina yang sudah termasuk matang tidak bisa di jadikan patokan kedewasaan berpikirnya apalagi jaman sekara
Galau! Ya, Abian benar-benar galau beberapa hari ini. Jika orang tua Gina tidak menerimanya lalu bagaimana kelanjutan hubungan mereka ini sekarang? Berhenti sampai disini atau lanjut menerjang badai? Pria itu uring uringan selama beberapa hari dan mencoba untuk tidak menghubungi Gina untuk mengetes perasaannya. Serasa ada yang hilang. Hampa! Sementara itu, Gina juga sedang galau. Dia juga menyesal karena ucapannya pada Abian malam itu. "Kenapa aku harus mengatakannya kemarin. Seharusnya aku simpan saja dalam hati dan biarkan dia berjuang menghadapi ibu," gumam Gina. Dia memandang kebun kecil milik ibunya di belakang rumah kontrakan mereka. Matanya menatap jauh tapi kosong. "Pak, maafkan Gina yah. Permintaan terakhir bapak pun Gina tak bisa kabulkan. Tolong maafkan Gina ya pak." Gina langsung menoleh dengan mata bulat setelah mendengar, "Maksud kamu apa, Nduk?" Ibunya berdiri hanya berjarak tiga puluh senti di belakangnya dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang ba