Abian membuka gerbang kecil rumahnya dan mendorong motornya ke dalam.
Terlihat dua kotak sedang di dalam kresek menggantung di stang motornya.
Mengetuk pintu sebentar lalu menekan handle pintu dan mendorongnya. Sepi!
"Kemana semua orang?" batinnya.
Dia melihat ke ruang tamu dan mendapati kedua orang tuanya sedang menonton acara tidak bermutu menurut Abian.
terlihat pasangan itu sangat menikmati tontonan bahkan ibunya sesekali menyahut sambil tertawa. Nampak jelas ini acara favorit mereka di rumah setiap malamnya.
"Bu, Pak. Belum tidur?" tanyanya seraya mendekat membuat kedua pasangan paruh baya itu sedikit terkejut melihat kedatangan seseorang itu.
"Bikin kaget aja. Jantung Ibu bisa aja copot Bian!" geram wanita itu seraya memukul tangan Abian yang hendak salim.
"Hehehe, kalian sangat fokus menonton sampai-sampai nggak dengar aku ketuk pintu dan buka sendiri. Melda mana?" ucap Abian seraya mengedarkan pandangan usai salim pada kedua orang tuanya.
"Ketiduran mungkin. Kamu kenapa lama sekali? Apa itu?" tanya ibunya bertubi-tubi.
"Biasanya juga jam segini belum pulang, Bu," jawab Abian seolah-olah ingin menegaskan secara tersirat bahwa dia bisa pulang jam segini karena sudah ada istri di rumah.
"Bian lihat Melda dulu, ya," lanjutnya seraya melangkah menjauh dari orang tuanya yang sudah sibuk membuka oleh-oleh yang dia bawa.
Bian membuka pintu kamar dan sedikit mengerutkan kening melihat kamar yang sudah berubah tatanan. Padahal menurutnya, tatanan sebelumnya sudah sangat pas untuk kamar ukuran kecil ini. Abian melihat laptopnya yang ada di atas tempat tidur dalam posisi terbuka. Dia mendekat dan memeriksa laptop itu. Login dengan password dan melihat folder apa yang sedang terbuka.
Kepalanya mengangguk-angguk paham dan bersyukur. Paham karena password nya bisa di pecahkan oleh Melda dan bersyukur karena tidak ada file mengenai dia dan perempuan lain di dalam laptop itu.
Untuk ke depan, dia akan lebih berhati-hati apalagi hal yang menyangkut Gina.
Dan dia tidak akan mengganti password untuk sementara waktu agar Melda tidak curiga.
"Mel, bangun!" ujar Abian seraya mengguncang tubuh Imelda dengan kuat.
Usai mengguncang pundak Melda, pria itu langsung menjauh dan membuka lemari untuk mengambil baju ganti. Gawat jika sampai Melda menyeretnya untuk berbaring bersama. Pasti ada bau-bau tidak sedap menempel di tubuhnya karena baru saja berolahraga beberapa jam yang lalu.
Abian langsung masuk ke dalam kamar mandi dan tidak lupa menguncinya. Membersihkan diri sambil tersenyum manis mengingat bagaimana raut wajah Gina ketika dia di siram langsung oleh Abian tadi.
Kekasihnya itu masih cemberut ketika Abian pulang dan masih gelisah bagaimana jika tembakan terakhir berhasil dan perutnya melendung dalam waktu dekat.
"Apa aku nikahi Gina aja diam-diam? Punya dua istri kayaknya seru," ujar Abian pelan pada diri sendiri.
Baru sehari menjadi seorang suami sudah langsung berpikir poligami. Situ waras?
******
Makan malam bersama keluarga dan Abian memilih untuk memesan dari pada mengangkut keluarganya keluar. Ada beberapa alasan yang dia berikan ketika Melda mengatakan makan di luar saja. Alasan dirinya lelah karena udah seharian di luar dan malas keluarkan mobil dari garasi. Padahal alasan sebenarnya adalah, dia masih belum ingin pernikahannya di ketahui oleh orang lain. Bisa saja, saat mereka sedang makan di restoran atau di tempat lesehan ada orang yang mengenalnya dan akhirnya akan segera tahu status dirinya. No way! belum saatnya. Dia belum bisa melepaskan Gina jika sampai kabar ini menyebar.
"Gimana ya caranya?" ujarnya pelan saat dia menggulir layar ponselnya.
Abian ingin menghilangkan dirinya dari sosmed Gina agar wanita itu tidak segera tahu statusnya. Abian punya firasat buruk soal Melda, wanita itu pasti akan segera mencari cara bagaimana untuk membocorkan rahasia ini pada teman-temannya dan juga teman-teman Abian. Jadi, langkah pertama adalah menghilang dari sosmed agar ketika dirinya di tag, Gina tidak bisa melihat.
Dengan berat hari, Abian unfollow Gina di semua akun sosmednya.
"Nah, bagus begini. Dan aku kunci akun aja jadi privat," gumamnya lagi seraya tersenyum.
Mata elang Melda mengamati sedari tadi tapi masih belum menanyakan apa yang membuat Abian tersenyum sendirian seperti orang gila.
"Ehmm!" Terdengar deheman Ilham untuk mencari atensi mereka yang sedang di ruang tamu.
"Besok, kami akan pulang. Jadi sebelum kami pulang, ada beberapa pesan untuk kalian berdua," ujarnya memulai kala mata sudah memandang ke arahnya.
"Bapak tahu bahwa ini pernikahan dadakan dan mungkin belum sesuai dengan keinginan kalian berdua. Adat dan perayaannya belum kita laksanakan tapi ini sudah sah secara agama dan negara. Jadi Abian, Bapak cuma mau pesan sama kamu, kamu sekarang sudah tidak lajang lagi, cepat atau lambat teman temanmu akan tahu. Jadi, jaga pergaulanmu di luar. Jika selama ini kamu bisa pulang kerja jam sepuluh malam karena harus nongkrong dengan teman-temanmu terlebih dahulu, sekarang sudah tidak bisa lagi tanpa seijin istrimu."
Ada jeda sebentar sebelum pak Ilham melanjutkan, "Jaga jarak dengan teman perempuanmu untuk menghindari kesalahpahaman istrimu nantinya. Pun sebaliknya, kamu juga Melda, kamu sudah jadi istri, Nak. Jaga jarak dengan lawan jenismu, hormati suamimu walaupun kalian tidak selalu bersama."
Abian dan Melda mengangguk saja. Apa yang ada dalam hati mereka berdua hanya mereka dan Tuhan yang tahu.
"Terus itu, kalian berdua bicaralah pelan-pelan. Kapan bisa ambil cuti dari tempat kerja. Kabari kami dan juga orang tua kamu Mel, supaya kami membicarakan hal-hal yang penting mengenai itu semua," ujar Roma ibunya Abian.
Waktu dua jam sangat lama bagi Abian karena dia di cekoki dengan wejangan panjang sana sini soal berumah tangga.
Dalam hati ingin membantah bahwa zaman sudah berubah tentunya perlakuan juga sudah berubah tapi dia menahan mulutnya agar wejangan ini tidak berlanjut hingga ke tengah malam.
Abian menguap berkali-kali karena kelelahan hari ini. Mulutnya mangap dan di sengaja begitu lebar di depan orang tuanya agar petuah-petuah yang sedang ingin di keluarkan dari otak orang tuanya berbaris rapi dan tidur kembali disana saja.
"Ya sudah, pokoknya, dalam rumah tangga itu yang paling utama adalah komunikasi. Kalau komunikasi buruk, maka perjalanan kalian merajut rumah tangga akan banyak kendala. Jangan saling mendiamkan kalau ada sikap sikap yang salah dari salah satu pihak. Jujur saja dan langsung katakan dimana letak kesalahannya dan kekurangan orang tersebut. Dan yang di ingatkan jangan ngeyel. Itu kunci utamanya. Lalu kejujuran dan keterbukaan. Kalian berdua jangan merahasiakan apa yang terpenting di dalam rumah tangga kalian. Apalagi masalah keuangan. Jangan sampai Ibu mendengar berita, kalian berantem karena uang. Haram itu! Sedikit cukup, banyak tetap akan kurang, itu kalau soal uang. Jadi yang di perlukan adalah pintar-pintarnya kalian mengelola, terutama kamu Mel sebagai seorang istri."
Melda mengangguk, sejujurnya dia juga sudah bosan duduk mendengar selama dua jam. Pinggangnya sudah kebas dan ingin segera rebahan.
"Udah kan, Bu? Bian udah ngantuk bangat ini? Jam berapa besok berangkat? Biar Bian ijin kantor, Bian antar sampai stasiun."
"Udah sana, kamu pergi tidur. Besok kami naik taksi online aja, jangan biasakan ijin-ijin dari kantor untung urusan sepele seperti ini, hargai orang yang memberi kalian kerja. Kecuali tadi Ibu sama Bapak orang cacat, baru di antar. Mel, ikut Mama bentar," ujar Roma seraya berdiri.
Wanita paruh baya itu mengulurkan tangan kirinya untuk di raih oleh menantunya dan keduanya pergi ke ruang makan entah mau membicarakan apa.
Mata Abian dan ayahnya mengawasi dan sedikit penasaran tapi karena kantuk yang mendera, Abian berdiri dan pamit masuk ke dalam kamarnya. Melemparkan tubuhnya dan langsung tertidur tidak lama setelah itu.
Sementara di dapur, Roma mengeluarkan dompet kecil dari kantong baju tidurnya. Lalu mengeluarkan isinya.
"Ini warisan turun temurun dari keluarga Bapak. Saat Mama sah menjadi menantu, mertua Mama yaitu nenek Abian, kasih ini ke Mama dan sekarang, kamu adalah menantu pertama di keluarga Mama dan ini akan Mama titipkan pada kamu. Simpan baik-baik. Sesusah-susahnya hidup kalian di kota ini, benda ini tidak boleh di jual. Lebih baik bicara pada Mama jika kalian butuh sesuatu, paham?" ujar Roma seraya membentangkan satu buah gelang emas.
Melda mengangguk sambil tersenyum, matanya berbinar melihat kilauan emas di tangan ibu mertuanya. Lalu dia merentangkan tangan di hadapan ibu mertua sesuai titah dan merasakan pergelangan tangannya tambah berat karena sudah di huni oleh gelang warisan.
"Pergilah, tidur. Kalian harus bekerja besok pagi," usir Roma setelah menangkup wajah menantunya itu dan membelainya dengan sayang.
Melda beranjak dan berjalan ke arah kamar dengan mata tetap memandang pada pergelangan tangannya.
Senyum di bibirnya merekah karena restu benar-benar sudah ada seratus persen di tangannya. Kini, tugasnya hanya menaklukkan Abian dan membuat pria itu bertekuk lutut padanya dan melupakan teman-teman wanitanya di luar sana apalagi jika Abian punya kekasih.
"Keluargamu sudah ada di genggamanku, sisa kamu saja," ujarnya pada Abian yang sudah mendengkur di atas kasur.
Sebulan pernikahan terlewati dengan damai.Abian menikmati peran menjadi seorang suami dan kekasih dari dua orang wanita. Full service dari keduanya kala dia membutuhkannya. Jahat? Sangat! Tapi namanya laki-laki, di suguhi layanan vvip masa di tolak.Malam ini, Melda mendapat shift kedua. Artinya masuk di sore hari dan pulang di malam hari. Yang seperti ini menjadi kesempatan emas bagi Abian untuk bertemu pujaan hati."Yang, kok sekarang kamu jarang bangat main di malam minggu kemari, ajak aku keluar juga udah jarang sekarang," ujar Gina manja di pelukan kekasihnya.Abian terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban yang tepat yang tidak akan menyakiti hati kekasihnya itu."Ya gimana ya Yang. Kamu tahu kan, aku dan kawan-kawanku mulai bisnis baru. Karena kami semua pekerja, jadi waktu kami yang luang untuk membicarakan itu cuma di akhir pekan aja. Nggak enak dong pas lagi seru-serunya aku pamit biar bisa datang kesini dan ajak kamu kencan," jawab Abian sangat manis.Apa yang harus di ban
Masih terngiang-ngiang di telinga Gina saat Abian memanggilnya Bebe. Bukankah selama ini sejak dia memulai hubungan dengan Abian, pria itu selalu memanggilnya Sayang? Tidak pernah panggilan lain kecuali Dek sesekali. Lalu, kenapa tiba-tiba memanggil Bebe?Tidak ingin su'udzon tapi pikirannya tetap mengajak Gina untuk memikirkan bahwa Abian sepertinya mempunyai rahasia. Apakah ini berkaitan dengan tidak pernahnya Abian berkencan di malam minggu lagi bersama Gina?Apakah waktu akhir pekannya sekarang bersama seseorang yang dia panggil 'Bebe'?Feeling seorang perempuan selalu akurat tapi kebanyakan dari perempuan itu akan menahannya dalam hati dan akhirnya tertekan batin.TringBunyi pesan masuk di ponsel Gina membuat gadis itu kembali dari pikirannya ke alam nyata saat ini. Dia membuka pesan masuk dan menemukan sebuah foto.Itu adalah sebuh gelang cantik yang selama ini dia impikan. Tidak ada pesan lain selain foto itu tetapi dia tahu bahwa gelang itu di beli untuk dirinya oleh sang kek
YA AYO BERTEMUAbian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati."Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk."Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya."Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana."Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih."Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
Wanita itu sibuk seperti orang gila. Lebih tepatnya dia gila karena pikirannya sendiri.Sejak malam dia menemukan nama seseorang terukir di sapu tangan suaminya dan suaminya sepertinya menyimpan sapu tangan itu dengan baik, dia menjadi gila oleh pikirannya sendiri. Dia sering berbicara sendirian dan menyusun rencana untuk melenyapkan pemilik nama itu dari muka bumi ini agar suami yang begitu dia cintai tidak di ambil oleh wanita lain."Ehmm" Abian berdehem untuk memecahkan kesunyian yang terjadi beberapa hari ini di dalam rumahnya."Minggu depan, aku ada tugas luar kota. Mungkin selama tiga atau empat hari," lapor Abian."Hmm. Silahkan pergi. Mau sekalian bawa kekasih kamu juga nggak apa-apa. Selamat bersenang-senang," jawab istrinya tanpa menoleh.Abian menghela napas kasar mendengar kalimat yang tidak berkesinambungan itu.Sejak hari dimana Melda mengetahui Abian punya kekasih bernama Regina, setiap wanita itu bicara selalu saja di kaitkan dengan Gina. Dan hal itu membuat Abian haru
Api kecemburuan di dalam hati Melda belum padam jua walau sudah dua bulan berlalu. Perutnya yang buncit dan pergerakan halus dari dalam tidak bisa juga memadamkan rasa cemburu itu. Dia masih saja kepikiran tentang gadis bernama Regina Angela walau sejak malam dimana dia memberitahukan sekaligus mengancam Abian, Abian tidak pernah bertingkah aneh dan tidak pernah pulang terlambat.Komunikasi antar pasangan itu juga sangat dingin dan jelas terlihat bahwa batin mereka sedang berperang.Salah satu ingin menyembunyikan Regina Angela dan satunya lagi ingin mengetahui siapa dan dimana keberadaannya. Sering kali terjadi percekcokan karena Melda selalu menyinggung hal itu.Sama seperti malam ini, ketika dia merengek ingin makan dimsum di sebuah restoran ternama."Kamu udah pernah kesini?" tanya Melda memulai."Hmmm,""Sama siapa aja?" lanjut Melda mulai memanas.Pikirannya udah langsung tertuju pada gadis yang menjadi sumber pertengkaran di antara mereka."Sama kamu lah dulu. Lupa?"Melda lang
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d
"Ambil ini juga!""Ini juga.""Ini, ini dan yang ini,"Abian dan Gina hanya diam terpaku hampir bersandar ke dinding rumah ketika melihat Melda berkeliling di ruang tamu seraya menunjuk satu per satu perabot rumah yang ada disana.Ibunya Arion itu datang dengan membawa sepupunya yang pernah datang ke rumah Gina dan juga beberapa pria kekar yang siap melahap Bian dan Gina jika saja mereka berani melawan.Di luar ada truk warna kuning yang siap mengangkut semua barang yang di tunjuk oleh Melda."Itu hadiah dari ibuku, kenapa di bawa juga?" tanya Abian ketika pria pria kekar itu mengangkat sofa coklat yang selama ini ada di ruang tamu.Memang, itu baru di beli menggantikan sofa lama setelah Melda menjadi istri di rumah itu dan uangnya dari orang tua Abian .Melda hanya berkontribusi memilihkan warna saja."Iya benar, tapi itu di beli untukku. Bukan untuk istri barumu," jawab Melda. "Kalau mau sofa baru, minta ke mertuamu saja, cuma aku kok kurang yakin akan di belikan, haha," lanjutnya s
"Maaf ya, aku nggak sengaja ketiduran. Aku nungguin kamu bentar eh taunya aku ketiduran," ujar Gina pada Abian.Dia berbohong!Dia sedang menutupi perasaan terbuang nya, perasaan tidak di terima dan tidak di akui."Hmm, tapi kenapa kamu nggak langsung ke kamar aja," jawab Abian.Saat ini keduanya sudah ada di kamar dan barusan Abian baru menyeret koper Gina dari ruang depan.Koper itu luput dari matanya tadi saat dia panik tidak menemukan Gina di kamar."Aku nggak enak sama mama kamu. Kan belum di persilahkan. Masa langsung masuk.""Sayaaaang! Kenapa berpikir sampai sejauh itu? Kamu kan udah pernah ke sini, udah tahu kamar aku yang mana. Kenapa harus di persilahkan lagi?"Hah!Capek ngomong sama laki yang pemikirannya lurus lurus aja. Yang tidak paham betapa rumitnya pikiran perempuan.Bagi beberapa perempuan yang baru menikah, hal ini sangat sederhana dan kalau bisa keharusan walaupun sudah pernah beberapa kali ke rumah si laki dan sudah tahu setiap sudut rumah itu. Karena dengan beg
Badai berlalu.Rumah tangga baru di mulai walau dengan pernikahan siri tapi keluarga inti Gina menerimanya dan memberikan wejangan yang lumayan banyak pada Gina sembari mengingatkan Abian agar pria itu tidak lupa mendaftarkan pernikahan mereka nanti."Kemarin kamu hanya anak Ibu. Mulai hari ini orang tuamu sudah bertambah. Ibunya suamimu adalah ibumu juga walau namanya ibu mertua. Bagaimana kamu memperlakukan Ibumu ini, begitu jugalah kamu harus memperlakukan ibu mertuamu," ujar ibunya Gina saat akan melepas Gina di bawa oleh Abian dan keluarganya."Kehormatan keluarga ibumu ada di tanganmu. Jangan berperilaku buruk yang mempermalukan keluarga suamimu agar nama baik ibumu ini tidak tercoreng."Gina mengangguk seraya menahan tangis.Dalam hati dia sadar, ibunya merestui Abian secepat ini karena dia kadung hamil. Jika tidak, butuh waktu yang lama baginya karena ibunya masih berpegang teguh pada permintaan terakhir almarhum bapaknya."Maafin Gina ya Bu. Tolong ketika ibu berdoa, tolong s
"Bu, maafin Gina yah!"Gina berlutut di kaki ibunya yang masih sesenggukan karena menahan tangis."Gina bodoh, Bu. Maaf ya. Kalau ibu nggak mau Gina menikah siri, ayo kita pergi saja. Gak apa-apa Gina nggak jadi menikah."Mendengar itu, ibunya semakin sesenggukan."Menikah saja. Siri juga nggak apa-apa. Tidak mungkin kamu hamil tanpa suami. Apa kata orang nanti."Perasaan bersalah kian besar di hati Gina. Dia mengutuk dirinya karena tidak bisa menahan godaan Abian. Dia menikmati semua itu tanpa memikirkan konsekuensinya.Sekarang, setelah dia mendapatkan hasil dari perbuatannya, dia seolah-olah tidak di terima oleh keluarga Abian yang hanya ingin menikahkan siri mereka dengan alasan masih belum bisa melakukan pesta besar karena Abian baru saja bercerai."Apa kata orang nanti. Bisa-bisa Abian yang di tuduh main perempuan makanya bercerai."Begitu kata orang tua Abian ketika mereka kumpul dua keluarga untuk membicarakan perihal pernikahan ini. Walau keluarga inti Gina tidak terima tapi
"Ibu!""Ibu tidak marah karena tidak ada guna lagi. Ibu kecewa karena kalian ternyata sudah sejauh itu. Karena itu nak Abian, sebelum Gina menjadi bahan pembicaraan orang-orang, bisakah kamu menikahi dia segera?"Gina langsung berdiri karena tidak setuju dengan perkataan ibunya. Dia tidak hamil. Dia juga dulu pernah melakukan ini bahkan sering tapi tidak pernah hamil karena Abian pakai pengaman atau nggak buang di luar.Kali ini juga mereka buang di luar kenapa dia bisa hamil?Sementara Abian, dia menunduk lesu.Menikah dengan Gina adalah impiannya tapi bukan karena Gina hamil.Dia mengepalkan tangannya karena tidak bisa mengontrol ga!rahnya. Terakhir kali dia main dengan Gina, mereka menghabiskan setengah hari di rumahnya dan melakukannya beberapa kali di berbagai sudut.Buang di luar sih, tapi dia sadar, sisa sisanya mungkin masih ada dia sudah colok lagi karena masih bergairah.Dan sekarang, mereka seperti terpaksa di restui.Abian langsung berdiri lalu bersimpuh di kaki ibunya Gin
"Loh loh, apa ini, Bu?"Gina langsung berjalan cepat ke arah kamar begitu melihat ada tas milik ibunya di samping pintu kamar.Jantungnya berdebar karena berbagai hal.Baru saja menghabiskan sisa hari bersama Abian dengan bermain di atas kasur membuat dia melayang bahagia dan tiba di rumah di kejutkan dengan aksi ibunya."Bu, tas nya buat apa? Ibu mau kemana?"Gina langsung mendekat pada ibunya yang sedang membereskan tas kecil tempat barang barang berharga.Air mata Gina langsung menetes dan dia dengan segera bersimpuh di kaki ibunya."Gina tahu, Gina sudah keterlaluan sama Ibu. Maafkan Gina. Tapi, tidak bisakah Ibu merestui Gina? Gina tahu kita menderita sebelumnya dan ada kaitannya dengan pria itu. Tapi itu bukan salahnya, Bu. Perempuan itulah yang salah."Ibunya hanya tersenyum.Gina ternyata sudah hilang akal dan dia jadi berpikir, apa yang akan terjadi pada Gina jika dia pergi? Bisa jadi anak gadisnya itu hilang arah karena mengikuti cinta yang masih membara.Sang ibu menghela d
SepiRumah yang hanya berpenghuni dua orang dan biasanya sepi kini semakin sepi dan sunyi karena keduanya sama sama mengurung diri di kamar.Sudah tiga hari sejak kejadian itu.Bahkan ketika Gina berangkat kerja, dia hanya pamit dari luar pintu kamar.Hatinya juga keras, dia tetap mempertahan cintanya bahkan setelah di tolak oleh orang tuanya.Terdengar suara motor yang menjauh. Ibunya Gina mengintip dari jendela kamar. Gerbang besi sudah di tutup dan Gina sudah pergi bekerja.Wajahnya bengkak dan matanya sembab."Pak, maafkan ibu, ibu gagal. Ibu nggak bisa mengikuti apa kata bapak. Anak bungsu kita bahkan sampai memilih tidak akan pernah menikah jika tidak dengan pria itu. Ibu takut dia nekat kalai ibu bersikeras pak. Pak ibu harus gimana?"Wanita yang sudah melalui jurang dan bukit percintaan tahu benar bahwa menyadarkan Gina yang saat ini jatuh cinta bukanlah perkara muda. Usia Gina yang sudah termasuk matang tidak bisa di jadikan patokan kedewasaan berpikirnya apalagi jaman sekara
Galau! Ya, Abian benar-benar galau beberapa hari ini. Jika orang tua Gina tidak menerimanya lalu bagaimana kelanjutan hubungan mereka ini sekarang? Berhenti sampai disini atau lanjut menerjang badai? Pria itu uring uringan selama beberapa hari dan mencoba untuk tidak menghubungi Gina untuk mengetes perasaannya. Serasa ada yang hilang. Hampa! Sementara itu, Gina juga sedang galau. Dia juga menyesal karena ucapannya pada Abian malam itu. "Kenapa aku harus mengatakannya kemarin. Seharusnya aku simpan saja dalam hati dan biarkan dia berjuang menghadapi ibu," gumam Gina. Dia memandang kebun kecil milik ibunya di belakang rumah kontrakan mereka. Matanya menatap jauh tapi kosong. "Pak, maafkan Gina yah. Permintaan terakhir bapak pun Gina tak bisa kabulkan. Tolong maafkan Gina ya pak." Gina langsung menoleh dengan mata bulat setelah mendengar, "Maksud kamu apa, Nduk?" Ibunya berdiri hanya berjarak tiga puluh senti di belakangnya dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang ba