"Mau kemana?" tanya Melda begitu melihat Abian keluar dari kamar dengan tampilan rapi.
Dia sangat terkesima melihat ketampanan suaminya itu.
Rambutnya yang pendek dan terlihat basah dan juga wajahnya yang berseri. Pakaiannya biasa aja tapi mengikuti tren jaman sekarang. Penampilannya hampir saja membuat Melda tantrum karena takut Abian di lirik oleh para gadis di luar sana. Dalam hati, Melda mempunyai tujuan agar bisa merubah tampilan Abian suatu saat nanti. Tidak boleh setampan itu.
"Keluar sebentar. Aku udah ada janji sama teman-temanku," jawab Abian seraya terus berjalan melewati istrinya itu.
"Bu, Pak, Bian keluar sebentar yah. Udah ada janji sama teman," pamit Abian pada kedua orang tuanya.
"Hmm," sahut sang ayah.
"Teman apa? Kamu baru menikah loh. Ya ajak Melda dong! Sekalian kenalin sama teman-teman kamu. Ntar mereka ngiranya kamu masih lajang loh. Kalau ada perempuan yang suka sama kamu gimana?" cecar ibunya membuat Melda menahan senyum dan bersorak sorai di dalam hati.
"Memang mereka kiranya begitu, Bu. Kan Bian nikahnya dadakan," jawab Abian.
"Lain kali aja kamu ikut. Nanti mereka shock lagi pas tahu aku udah menikah. Selama ini kami nggak pernah cerita-cerita soal pasangan," lanjut Abian memupuskan harapan Melda untuk pergi bersama.
Raut wajahnya langsung berubah tetapi sebaik mungkin dia menyimpan kekesalannya karena masih ada mertua yang harus dia ambil hatinya sepenuhnya.
Dengan terpaksa, Melda mengangguk dan mengantarkan Abian hingga ke depan pintu bahkan hingga pria itu menaiki sepeda motornya.
"Kok nggak naik mobil aja? Panas," usul Melda seraya menyipitkan matanya karena terik matahari yang menyengat.
"Macet, nggak suka aku lama-lama di jalan," jawab Abian.
"Beb!" panggil Melda membuat Abian menatapnya seraya menyipitkan mata.
Ada keraguan dan rasa penasaran di raut Melda.
"Teman kamu cewek apa cowok?" cicitnya seraya menunduk.
"Cowok! Teman teman satu kerjaan aku."
Usai mengatakan itu Abian langsung pergi tanpa mau mendengar tanggapan apapun dari Melda. Dia bahkan menggeleng ketika mengingat raut Melda yang seperti cemburu.
"Dasar, apa di kiranya aku masih mencintainya?Ckckckck!"
*****
Sambil berbalas pesan, Abian bercanda tawa dengan teman-teman seprofesinya. Mereka memang sudah janjian bertemu siang hari ini di sebuah cafe dan ini kerap mereka lalui karena sehari-hari mereka tidak bisa berkumpul dengan bebas dan menyalurkan hobby game mereka.
Sesekali mereka bergosip tentang teman mereka yang susah di ajak keluar bersama seperti ini karena di larang istri.
"Ya, padahal dia yang kerja banting tulang, masa pas hari libur begini aja nggak bisa keluar rumah sama istrinya. Di bawah ketiak istri sih kalau menurut aku," ucap seseorang.
"Makanya aku nggak mau nikah dulu walaupun sudah di paksa sama orang tua aku. Takutnya di kurung terus di rumah," ujar seorang yang masih status lajang.
"Kalau aku, istriku nggak pernah larang-larang aku mau ketemuan dengan siapa pun. Apalagi di hari liburku. Asal kebutuhan di rumah cukup dan terpenuhi," ujar seorang yang lain.
Ucapannya itu membuat beberapa di antara mereka bersorak dan memujinya karena sudah mendapatkan perempuan yang sangat pengertian.
Abian menatap teman-temannya yang asik bermain game sambil bercanda. Dalam hati, dia juga ingin seperti temannya yang beruntung mendapat istri pengertian.
"Hufff," dengan pelan dia menghela nafasnya. Hal mustahil untuk bisa menaklukkan Melda karena Abian sudah tahu sifat wanita itu dulu.
Hari ini mungkin masih di kasih izin keluar karena ada orang tua di rumah. Abian sangat yakin, jika hanya mereka berdua di rumah, sudah pasti dia tidak akan bisa melangkah satu langkah pun dari rumah tanpa keikutsertaan Melda.
"Andai aku menikah dengan Gina," batinnya seraya mengingat wajah kekasihnya itu. Lemah lembut dan sangat pengertian. Tidak pernah marah bahkan ketika Abian yang bersalah, maka Gina lah yang berusaha meminta maaf dan mengaku tidak paham akan diri Abian dan berjanji akan lebih paham lagi ke depannya. Wajahnya yang mungil akan menunduk dan penuh rasa bersalah.
Membayangkan wajah kekasihnya itu membuat Abian rindu padahal baru tadi pagi video call.
"Arghhh Gina, bayangan wajahmu bisa membuatku mabuk," cicitnya sangat pelan.
*******
Melda membongkar semua isi kamar Abian. Letak barang yang bisa di geser atau di pindahkan akan dia pindahkan. Semua sesuka hati dia karena menurutnya,"mungkin ada campur tangan pacar Abian disini."
Sambil beberes, dia juga menggeledah lemari Abian barang kali ada peninggalan kekasihnya disini dan juga membuka laci-laci meja dan menyibak kertas-kertas di dalam laci itu.
Nihil!
Jelas, karena selama berpacaran dengan Gina, walaupun Abian pernah membawa Gina sesekali ke rumahnya. Gina tidak pernah meninggalkan pakaian miliknya disini sebagai stok jika besok besok akan menginap lagi.
Dia akan datang dan pulang dengan pakaian yang sama. Hanya saja, saat di rumah Abian, dia akan mengenakan pakaian Abian. Kalau malam, bahkan tidak berpakaian.
Fotonya bersama Abian juga tidak pernah dia minta untuk di pajang karena dia ingin menghindar dari keluarga Abian yang sesekali datang berkunjung ke kota ini.
"Sialan, dia nipu aku yah tadi malam?" umpat Melda kala mengingat Abian mengatakan pernah melakukan adegan panas dengan pacarnya.
"Mungkin dia mau buat aku cemburu. Masa tidak ada tanda-tanda ada perempuan di rumah ini. Bahkan di tas dia juga tidak ada," ucapnya seraya tersenyum.
Matanya menangkap laptop Abian yang tergeletak di atas nakas. Segera dia mengambil laptop itu dan mencoba membukanya.
"Apa yah passwordnya," ucapnya seraya meletakkan dua jari di dagu.
Dengan tanpa ragu, dia mengetikkan tanggal ulang tahun Abian dan binggo! Terbuka!
Dengan lancangnya dia memeriksa folder dan tidak menemukan hal lain disana kecuali tentang pekerjaan Abian.
Ada satu folder foto dan isinya adalah foto-foto keluarga dan foto-foto lama. Mungkin karena memori ponsel tidak mencukupi jadi di pindah ke laptop.
Melda tersenyum karena dia melihat ada foto-fotonya dulu dan juga video saat mereka pergi liburan beberapa kali.
"Benar, dia hanya mau bikin aku marah dan cemburu. Sebenarnya, dia hanya mencintai aku," ucapnya bangga seraya lanjut membuka foto demi foto yang ada di folder itu.
Kini, dia sudah sangat yakin bahwa Abian adalah seorang jomblo. Jika pun punya teman dekat perempuan, itu mungkin hanya untuk bersenang-senang sebagai pria dewasa yang sudah pernah merasakan kesenangan.
"Kita memang jodoh, Beb. Aku dan kamu sama-sama tidak nyaman dengan orang lain. Semoga kita langgeng yah!" ucap Melda penuh harap.
Tanpa dia sadari, dia jatuh tertidur dengan laptop yang terbuka di hadapannya.
Mungkin karena lelahnya dia tadi malam, dia tertidur sangat lama sehingga tidak mendesak Abian untuk segera pulang.
Sementara pria itu, dia sedang panas-panasan dengan kekasihnya bernama Gina itu. Saling memuaskan masing-masing karena tadi pagi mereka bekerja sendiri.
"Ginaaaaah, I love you!" desah pria itu di ujung pendakiannya.
"Love you too, Yang!" balas wanita itu seraya memejamkan mata menikmati pelepasan yang begitu puasnya sampai kakinya menegang.
"Hah!" suara nafas Abian sambil dia berguling di sisi wanitanya itu lalu menariknya ke dalam pelukannya.
"Main disini menyenangkan karena harus sembunyi-sembunyi," ucapnya di punggung Gina. Sesekali bibirnya menjalar di pundak polos itu dan memberi sensasi menggelikan di saat sisa pelepasan masih ada.
Kos Gina memang bisa menerima tamu laki-laki bahkan ada yang pernah menginap juga. Hanya saja, tidak etis rasanya jika suara desahan sampai terdengar ke kamar sebelah. Itu sebabnya mereka menahan suara dan mengatakan sembunyi-sembunyi.
"Enakan di rumah kamu, bisa teriak!" balas Gina seraya meraba pusaka pria itu dan menarik karet pengamannya.
"Banyak juga!" ucapnya melihat isi karet itu lalu meletakkannya di atas meja kecil di samping kasur setelah membungkus dengan tissu.
"Masih ada sepertinya, mau lihat lagi?" pancing Abian seraya merapatkan pelukannya dan tangannya bergerilya di bawah sana membuat Gina mendesah tertahan sambil memejamkan mata.
Tangannya mencakar tangan Abian yang satu lagi yang sedang bekerja di dadanya.
"Akhhh," desah wanita itu kala dia merasakan tusukan dari belakang. Dia menggigit bibirnya sendiri kala kenikmatan itu kembali datang di saat yang pertama masih menyisakan ujung rasa itu tadi.
"Akhhh, Yang. Lagi!" pinta Gina membuat Abian menggila.
Keduanya kembali terlena dalam kubangan dosa karena kenikmatan yang tiada tara.
"Ja-- jangan akh.. Yang.. Jangan di dalam," ucap Gina terbata setelah sadar mereka tanpa pengaman.
"Iyah, nanti aku keluar di luar. Gimana rasanya?" jawab Abian seraya bekerja. Kini bibirnya juga mengecupi punggung kekasihnya itu sambil terus memompa.
"Luar biasa!" jawab Gina sambil tertawa.
Ya, selama ini, mereka selalu menggunakan karet pengaman karena takut bobol. Makanya Gina sedikit takut tapi tidak rela berhenti karena kenikmatan sudah di depan mata.
"Ginaaaahhh," bisik Abian di telinga wanita itu seraya menampar bokongnya lalu mereka saling menindih dengan posisi telungkup.
"Ihhh, katanya di luar kok di dalam? Aku nggak mau hamil yah!" ucap Gina seraya berusaha mendorong Abian lalu berlari ke kamar mandi dan segera membersihkan diri. Menyabuni area kewanitaannya beberapa kali dan memaksa untuk buang air kecil untuk membuang apa yang di masukkan Abian ke dalam tubuhnya.
"Hehehehe, maaf yah. Kelupaan keluar karena enaknya," ucap Abian di ambang pintu. Bagi pria itu, apapun yang dia masukkan ke dalam Gina tidak akan bekerja lagi karena itu sudah sisa sisa. Dia sudah mengeluarkan sari patinya pada Melda tadi malam lebih dari sekali, di tambah tadi pagi saat solo running dan juga barusan di karet pengaman Gina.
"Tenang, percaya sama aku deh. Kamu nggak akan buncit tiba-tiba. Atau kalau kamu masih ragu, aku bisa belikan pil kb buat kamu," ucap Abian seraya masuk dan menarik wajah Gina untuk menghadap padanya.
Wanita itu masih saja menunjukkan raut marah-marah manja dan sedikit ketakutan.
"Maaf yah udah bikin kamu khawatir. Tapi percaya sama aku, kamu akan baik-baik saja."
Abian membuka gerbang kecil rumahnya dan mendorong motornya ke dalam.Terlihat dua kotak sedang di dalam kresek menggantung di stang motornya.Mengetuk pintu sebentar lalu menekan handle pintu dan mendorongnya. Sepi!"Kemana semua orang?" batinnya.Dia melihat ke ruang tamu dan mendapati kedua orang tuanya sedang menonton acara tidak bermutu menurut Abian.terlihat pasangan itu sangat menikmati tontonan bahkan ibunya sesekali menyahut sambil tertawa. Nampak jelas ini acara favorit mereka di rumah setiap malamnya."Bu, Pak. Belum tidur?" tanyanya seraya mendekat membuat kedua pasangan paruh baya itu sedikit terkejut melihat kedatangan seseorang itu."Bikin kaget aja. Jantung Ibu bisa aja copot Bian!" geram wanita itu seraya memukul tangan Abian yang hendak salim."Hehehe, kalian sangat fokus menonton sampai-sampai nggak dengar aku ketuk pintu dan buka sendiri. Melda mana?" ucap Abian seraya mengedarkan pandangan usai salim pada kedua orang tuanya."Ketiduran mungkin. Kamu kenapa lama s
Sebulan pernikahan terlewati dengan damai.Abian menikmati peran menjadi seorang suami dan kekasih dari dua orang wanita. Full service dari keduanya kala dia membutuhkannya. Jahat? Sangat! Tapi namanya laki-laki, di suguhi layanan vvip masa di tolak.Malam ini, Melda mendapat shift kedua. Artinya masuk di sore hari dan pulang di malam hari. Yang seperti ini menjadi kesempatan emas bagi Abian untuk bertemu pujaan hati."Yang, kok sekarang kamu jarang bangat main di malam minggu kemari, ajak aku keluar juga udah jarang sekarang," ujar Gina manja di pelukan kekasihnya.Abian terdiam sebentar untuk memikirkan jawaban yang tepat yang tidak akan menyakiti hati kekasihnya itu."Ya gimana ya Yang. Kamu tahu kan, aku dan kawan-kawanku mulai bisnis baru. Karena kami semua pekerja, jadi waktu kami yang luang untuk membicarakan itu cuma di akhir pekan aja. Nggak enak dong pas lagi seru-serunya aku pamit biar bisa datang kesini dan ajak kamu kencan," jawab Abian sangat manis.Apa yang harus di ban
Masih terngiang-ngiang di telinga Gina saat Abian memanggilnya Bebe. Bukankah selama ini sejak dia memulai hubungan dengan Abian, pria itu selalu memanggilnya Sayang? Tidak pernah panggilan lain kecuali Dek sesekali. Lalu, kenapa tiba-tiba memanggil Bebe?Tidak ingin su'udzon tapi pikirannya tetap mengajak Gina untuk memikirkan bahwa Abian sepertinya mempunyai rahasia. Apakah ini berkaitan dengan tidak pernahnya Abian berkencan di malam minggu lagi bersama Gina?Apakah waktu akhir pekannya sekarang bersama seseorang yang dia panggil 'Bebe'?Feeling seorang perempuan selalu akurat tapi kebanyakan dari perempuan itu akan menahannya dalam hati dan akhirnya tertekan batin.TringBunyi pesan masuk di ponsel Gina membuat gadis itu kembali dari pikirannya ke alam nyata saat ini. Dia membuka pesan masuk dan menemukan sebuah foto.Itu adalah sebuh gelang cantik yang selama ini dia impikan. Tidak ada pesan lain selain foto itu tetapi dia tahu bahwa gelang itu di beli untuk dirinya oleh sang kek
YA AYO BERTEMUAbian menatap ke arah sumber suara dan detik berikutnya dia mengumpat dalam hati."Abian, kamu udah menikah?" tanya wanita itu seraya menatap Abian dan Melda bergantian. Tanpa di persilahkan, wanita itu menarik salah satu kursi lalu duduk."Duduk, Pa!" titahnya pada sang suami yang masih menatap Abian dengan pandangan bertanya-tanya."Hallo, Melda!" ujar Melda seraya mengulurkan tangan ke arah wanita itu lalu ke arah pria yang baru saja berjalan ke sisi Abian untuk duduk disana."Aku istrinya Abian, Kakak ini teman Abian?" lanjut Melda ingin tahu. Dalam hati, dia ingin sekali menendang Abian karena pria itu langsung kicep seolah-olah tertangkap basah selingkuh oleh kekasih."Istri? Wow, kapan nikahnya? Aku Maya dan dia suamiku Ferdinan, teman satu kantor Abian," ujar wanita itu seraya menunjuk suaminya yang hanya menyunggingkan senyum tipis lalu menatap Abian tajam untuk mencari jawaban sebenarnya.Melda langsung mengangguk dan suasana hatinya tenang karena yang menjadi
Sejoli itu saling pandang lalu saling menunduk untuk menghindari pandangan satu sama lain.Gina memegang cangkir kopi panasnya dengan kedua tangan dan sesekali memutarnya.Akhirnya, pasangan itu bertemu di sebuah cafe di pinggiran kota, jauh dari jangkauan orang-orang yang mungkin mengenal mereka."Tidak pernah ada penghinaan yang begitu dalam dan menyakitkan sekaligus mengecewakan aku sepanjang hidupku. Kau menipuku, membodohiku terutama memanfaatkan aku karena kau tahu aku begitu mencintaimu," ucap gadis itu sendu memulai percakapan yang sedari tadi hening. Dia menjauhkan pandangan matanya dari pria di hadapannya."Tidak masalah jika kau menikah dengannya entah karena alasan apapun. Sumpah, aku tidak akan pernah menahanmu untuk berada di sisiku jika kau akhirnya memilihnya. Aku tidak ingin kau merasa terpaksa atau kasihan atau merasa harus membalas cintaku," lanjutnya membuat pria yang hampir menjadi mantan kekasihnya itu menggeleng ingin membantah beberapa kata yang baru saja menya
Gina menutup mata, menikmati pelukan penuh cinta dari pria yang sudah dia putuskan tapi masih sangat dia cintai.Bagaimana dia bisa melupakan pria ini ketika tubuhnya selalu menghangat oleh pelukannya?"Apa yang kamu bicarakan. Itu tidak mungkin lagi Abian. Aku tidak akan pernah mau menjadi duri dalam pernikahan kalian. Apalagi istrimu sedang hamil. Aku juga seorang perempuan, aku akan sangat marah ketika ada perempuan menjadi orang ketiga di dalam hubunganku."Gina masih waras, walau dia begitu mencintai Abian, dia tidak akan pernah menempatkan dirinya sebagai duri dalam pernikahan orang lain."Sabarlah sebentar. Aku dijebaknya agar dia hamil. Kami memang menikah dan itu atas paksaan orang tuaku. Dia dan keluarganya yang datang ke rumah dan mengatakan dia sedang hamil padahal jelas jelas kami bahkan tidak pernah bertemu lagi selama dua tahun belakangan."Gina sedikit tertarik dengan penjelasan itu. Dia menyingkirkan tangan Abian dari perutnya lalu dia berbalik.Dahinya berkerut saat
"Sesekali ajak aku berkumpul dengan team kamu, aku akan berikan beberapa masukan soal strategi marketing!" lanjut Melda.Jangan di ragukan, Melda sudah banyak pengalaman kerja. Sejak dia masih kuliah, sudah pernah beberapa kali kerja paruh waktu. Pun setelah wisuda, dia langsung kerja di perusahaan besar dengan posisi yang lumayan bagus. Karena tidak puas, dia mencoba perusahaan besar lainnya dan lolos. Sekarang dia sebagai supervisor di bagian produksi salah satu perusahaan besar di kota ini.Kecakapannya dalam bekerja dan luwesnya dia bicara, kadang di sangka orang bahwa dia adalah seorang marketing.Dia juga sangat pandai berbaur dan pembicaraan selalu nyambung dalam hal apapun.Melda duduk di sofa yang sama dengan Abian. Dia menatap Abian dan mulai bertanya."Teman teman kamu yang tempo hari, apakah mereka semua satu kantor kamu?"Abian mengangguk."Apa mereka juga partner
Wanita itu sibuk seperti orang gila. Lebih tepatnya dia gila karena pikirannya sendiri.Sejak malam dia menemukan nama seseorang terukir di sapu tangan suaminya dan suaminya sepertinya menyimpan sapu tangan itu dengan baik, dia menjadi gila oleh pikirannya sendiri. Dia sering berbicara sendirian dan menyusun rencana untuk melenyapkan pemilik nama itu dari muka bumi ini agar suami yang begitu dia cintai tidak di ambil oleh wanita lain."Ehmm" Abian berdehem untuk memecahkan kesunyian yang terjadi beberapa hari ini di dalam rumahnya."Minggu depan, aku ada tugas luar kota. Mungkin selama tiga atau empat hari," lapor Abian."Hmm. Silahkan pergi. Mau sekalian bawa kekasih kamu juga nggak apa-apa. Selamat bersenang-senang," jawab istrinya tanpa menoleh.Abian menghela napas kasar mendengar kalimat yang tidak berkesinambungan itu.Sejak hari dimana Melda mengetahui Abian punya kekasih bernama Regina, setiap wanita itu bicara selalu saja di kaitkan dengan Gina. Dan hal itu membuat Abian haru
"Dia sengaja. Sengaja sekali mau membuat aku marah," ujar Gina pada Abian."Aku tahu kalian sering melakukannya dulu. Jelas, karena kalian suami istri. Tapi sekarang kan nggak lagi. Kalian sudah mantan, kenapa dia menciummu di depanku?"Abian datang dan memeluk Gina."Kamu tahu, seperti itu lah dia. Dia tidak akan peduli dirinya di anggap rendahan asalkan dia bisa membalas kamu dan membuat kamu marah.""Dasar l0nt3, pantas aja kamu ceraikan dia. Mungkin gitu juga dia buat ke orang lain waktu dia selingkuh, sama kayak yang sama kita dulu kan? Dia merampas kamu dari aku dengan cara kotor. Bilang kamu udah tidur sama dia dan minta pertanggung jawaban. Memang, kalau jalan di mulainya saja tidak mulus, ya nggak akan pernah mulus."Gina masih berapi-api di dalam pelukan Bian. Pikirannya benar-benar di kacaukan oleh Melda.Satu harapan Gina,"Jangan sampai dia berbuat gila lagi sama kita biar kita nggak happy as a couple."Gina menarik diri dari pelukan Abian. Dia menatap Abian yang ada di d
"Ambil ini juga!""Ini juga.""Ini, ini dan yang ini,"Abian dan Gina hanya diam terpaku hampir bersandar ke dinding rumah ketika melihat Melda berkeliling di ruang tamu seraya menunjuk satu per satu perabot rumah yang ada disana.Ibunya Arion itu datang dengan membawa sepupunya yang pernah datang ke rumah Gina dan juga beberapa pria kekar yang siap melahap Bian dan Gina jika saja mereka berani melawan.Di luar ada truk warna kuning yang siap mengangkut semua barang yang di tunjuk oleh Melda."Itu hadiah dari ibuku, kenapa di bawa juga?" tanya Abian ketika pria pria kekar itu mengangkat sofa coklat yang selama ini ada di ruang tamu.Memang, itu baru di beli menggantikan sofa lama setelah Melda menjadi istri di rumah itu dan uangnya dari orang tua Abian .Melda hanya berkontribusi memilihkan warna saja."Iya benar, tapi itu di beli untukku. Bukan untuk istri barumu," jawab Melda. "Kalau mau sofa baru, minta ke mertuamu saja, cuma aku kok kurang yakin akan di belikan, haha," lanjutnya s
"Maaf ya, aku nggak sengaja ketiduran. Aku nungguin kamu bentar eh taunya aku ketiduran," ujar Gina pada Abian.Dia berbohong!Dia sedang menutupi perasaan terbuang nya, perasaan tidak di terima dan tidak di akui."Hmm, tapi kenapa kamu nggak langsung ke kamar aja," jawab Abian.Saat ini keduanya sudah ada di kamar dan barusan Abian baru menyeret koper Gina dari ruang depan.Koper itu luput dari matanya tadi saat dia panik tidak menemukan Gina di kamar."Aku nggak enak sama mama kamu. Kan belum di persilahkan. Masa langsung masuk.""Sayaaaang! Kenapa berpikir sampai sejauh itu? Kamu kan udah pernah ke sini, udah tahu kamar aku yang mana. Kenapa harus di persilahkan lagi?"Hah!Capek ngomong sama laki yang pemikirannya lurus lurus aja. Yang tidak paham betapa rumitnya pikiran perempuan.Bagi beberapa perempuan yang baru menikah, hal ini sangat sederhana dan kalau bisa keharusan walaupun sudah pernah beberapa kali ke rumah si laki dan sudah tahu setiap sudut rumah itu. Karena dengan beg
Badai berlalu.Rumah tangga baru di mulai walau dengan pernikahan siri tapi keluarga inti Gina menerimanya dan memberikan wejangan yang lumayan banyak pada Gina sembari mengingatkan Abian agar pria itu tidak lupa mendaftarkan pernikahan mereka nanti."Kemarin kamu hanya anak Ibu. Mulai hari ini orang tuamu sudah bertambah. Ibunya suamimu adalah ibumu juga walau namanya ibu mertua. Bagaimana kamu memperlakukan Ibumu ini, begitu jugalah kamu harus memperlakukan ibu mertuamu," ujar ibunya Gina saat akan melepas Gina di bawa oleh Abian dan keluarganya."Kehormatan keluarga ibumu ada di tanganmu. Jangan berperilaku buruk yang mempermalukan keluarga suamimu agar nama baik ibumu ini tidak tercoreng."Gina mengangguk seraya menahan tangis.Dalam hati dia sadar, ibunya merestui Abian secepat ini karena dia kadung hamil. Jika tidak, butuh waktu yang lama baginya karena ibunya masih berpegang teguh pada permintaan terakhir almarhum bapaknya."Maafin Gina ya Bu. Tolong ketika ibu berdoa, tolong s
"Bu, maafin Gina yah!"Gina berlutut di kaki ibunya yang masih sesenggukan karena menahan tangis."Gina bodoh, Bu. Maaf ya. Kalau ibu nggak mau Gina menikah siri, ayo kita pergi saja. Gak apa-apa Gina nggak jadi menikah."Mendengar itu, ibunya semakin sesenggukan."Menikah saja. Siri juga nggak apa-apa. Tidak mungkin kamu hamil tanpa suami. Apa kata orang nanti."Perasaan bersalah kian besar di hati Gina. Dia mengutuk dirinya karena tidak bisa menahan godaan Abian. Dia menikmati semua itu tanpa memikirkan konsekuensinya.Sekarang, setelah dia mendapatkan hasil dari perbuatannya, dia seolah-olah tidak di terima oleh keluarga Abian yang hanya ingin menikahkan siri mereka dengan alasan masih belum bisa melakukan pesta besar karena Abian baru saja bercerai."Apa kata orang nanti. Bisa-bisa Abian yang di tuduh main perempuan makanya bercerai."Begitu kata orang tua Abian ketika mereka kumpul dua keluarga untuk membicarakan perihal pernikahan ini. Walau keluarga inti Gina tidak terima tapi
"Ibu!""Ibu tidak marah karena tidak ada guna lagi. Ibu kecewa karena kalian ternyata sudah sejauh itu. Karena itu nak Abian, sebelum Gina menjadi bahan pembicaraan orang-orang, bisakah kamu menikahi dia segera?"Gina langsung berdiri karena tidak setuju dengan perkataan ibunya. Dia tidak hamil. Dia juga dulu pernah melakukan ini bahkan sering tapi tidak pernah hamil karena Abian pakai pengaman atau nggak buang di luar.Kali ini juga mereka buang di luar kenapa dia bisa hamil?Sementara Abian, dia menunduk lesu.Menikah dengan Gina adalah impiannya tapi bukan karena Gina hamil.Dia mengepalkan tangannya karena tidak bisa mengontrol ga!rahnya. Terakhir kali dia main dengan Gina, mereka menghabiskan setengah hari di rumahnya dan melakukannya beberapa kali di berbagai sudut.Buang di luar sih, tapi dia sadar, sisa sisanya mungkin masih ada dia sudah colok lagi karena masih bergairah.Dan sekarang, mereka seperti terpaksa di restui.Abian langsung berdiri lalu bersimpuh di kaki ibunya Gin
"Loh loh, apa ini, Bu?"Gina langsung berjalan cepat ke arah kamar begitu melihat ada tas milik ibunya di samping pintu kamar.Jantungnya berdebar karena berbagai hal.Baru saja menghabiskan sisa hari bersama Abian dengan bermain di atas kasur membuat dia melayang bahagia dan tiba di rumah di kejutkan dengan aksi ibunya."Bu, tas nya buat apa? Ibu mau kemana?"Gina langsung mendekat pada ibunya yang sedang membereskan tas kecil tempat barang barang berharga.Air mata Gina langsung menetes dan dia dengan segera bersimpuh di kaki ibunya."Gina tahu, Gina sudah keterlaluan sama Ibu. Maafkan Gina. Tapi, tidak bisakah Ibu merestui Gina? Gina tahu kita menderita sebelumnya dan ada kaitannya dengan pria itu. Tapi itu bukan salahnya, Bu. Perempuan itulah yang salah."Ibunya hanya tersenyum.Gina ternyata sudah hilang akal dan dia jadi berpikir, apa yang akan terjadi pada Gina jika dia pergi? Bisa jadi anak gadisnya itu hilang arah karena mengikuti cinta yang masih membara.Sang ibu menghela d
SepiRumah yang hanya berpenghuni dua orang dan biasanya sepi kini semakin sepi dan sunyi karena keduanya sama sama mengurung diri di kamar.Sudah tiga hari sejak kejadian itu.Bahkan ketika Gina berangkat kerja, dia hanya pamit dari luar pintu kamar.Hatinya juga keras, dia tetap mempertahan cintanya bahkan setelah di tolak oleh orang tuanya.Terdengar suara motor yang menjauh. Ibunya Gina mengintip dari jendela kamar. Gerbang besi sudah di tutup dan Gina sudah pergi bekerja.Wajahnya bengkak dan matanya sembab."Pak, maafkan ibu, ibu gagal. Ibu nggak bisa mengikuti apa kata bapak. Anak bungsu kita bahkan sampai memilih tidak akan pernah menikah jika tidak dengan pria itu. Ibu takut dia nekat kalai ibu bersikeras pak. Pak ibu harus gimana?"Wanita yang sudah melalui jurang dan bukit percintaan tahu benar bahwa menyadarkan Gina yang saat ini jatuh cinta bukanlah perkara muda. Usia Gina yang sudah termasuk matang tidak bisa di jadikan patokan kedewasaan berpikirnya apalagi jaman sekara
Galau! Ya, Abian benar-benar galau beberapa hari ini. Jika orang tua Gina tidak menerimanya lalu bagaimana kelanjutan hubungan mereka ini sekarang? Berhenti sampai disini atau lanjut menerjang badai? Pria itu uring uringan selama beberapa hari dan mencoba untuk tidak menghubungi Gina untuk mengetes perasaannya. Serasa ada yang hilang. Hampa! Sementara itu, Gina juga sedang galau. Dia juga menyesal karena ucapannya pada Abian malam itu. "Kenapa aku harus mengatakannya kemarin. Seharusnya aku simpan saja dalam hati dan biarkan dia berjuang menghadapi ibu," gumam Gina. Dia memandang kebun kecil milik ibunya di belakang rumah kontrakan mereka. Matanya menatap jauh tapi kosong. "Pak, maafkan Gina yah. Permintaan terakhir bapak pun Gina tak bisa kabulkan. Tolong maafkan Gina ya pak." Gina langsung menoleh dengan mata bulat setelah mendengar, "Maksud kamu apa, Nduk?" Ibunya berdiri hanya berjarak tiga puluh senti di belakangnya dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang ba