Beranda / Fantasi / CERMIN GERBANG CINTA / Bab 1 Mimpi Buruk

Share

CERMIN GERBANG CINTA
CERMIN GERBANG CINTA
Penulis: yenmon73

Bab 1 Mimpi Buruk

“Harry, kita harus sembunyi di mana?” jerit wanita itu pelan dengan sangat panik. Napas Harry dan wanita sudah tidak beraturan. Ketakutan dan kelelahan berlari membuat mereka bertambah tegang.

Sekarang mereka berada di lorong yang terpasang cermin kiri dan kanan. Sangat banyak sehingga mereka bisa melihat pantulan diri mereka yang berantakan.

“Heii, ayo cari di sebelah sini!! Seharusnya mereka masih di sekitar rumah ini!! Cari!! Jangan pernah lepaskan mereka!!” Terdengar teriakan orang-orang dari ujung lorong.

Mendengar teriakan itu, Harry menarik tangan wanita itu untuk kembali berlari menjauhi orang-orang itu. Napas mereka yang terengah-engah terdengar memenuhi lorong itu.

Harry berusaha menahan napasnya agar suara napasnya yang tersengal-sengal tidak kedengaran, tapi terasa sesak di dada. Karena jantungnya berdetak dengan kencang.

“Harry!!” Tiba-tiba wanita itu menjerit panik dan ketakutan. Ada kengerian

Saat Harry masih memikirkan napasnya yang terengah-engah, dia tidak memperhatikan wanita itu menyentuh sebuah cermin unik yang terpajang di dinding dan tertarik masuk ke dalam cermin itu.

Harry berusaha menarik tangan wanita itu yang masih dalam genggamannya dengan kedua tangannya melawan kekuatan isap cermin yang sangat kuat, sehingga dia pun mulai ikut tertarik. Dia menggunakan kakinya yang tertahan di dinding sebagai penahan untuk menarik wanita itu, tapi genggaman tangannya pada wanita itu perlahan-lahan terlepas. Dan akhirnya wanita itu terisap penuh masuk ke dalam cermin.

“Niiikkkaaa!!!”

Harry terlompat bangun dari tempat tidurnya. Napasnya terengah-engah. Harry mengusap wajah dengan tangannya. Ini mimpi buruk yang kesekian kalinya.

Selalu di tempat yang tidak pernah dia tahu di mana dan siapa wanita itu. Dia hanya mengingat nama wanita itu, Nika dan bola mata yang sangat indah.

Ddrrr!!

Getaran dari ponselnya membuatnya tersadar penuh dari mimpi buruknya. Dia melihat pesan dari seseorang yang mengirimkan link untuk bergabung ke kelompok doa pagi.

Kelompok doa pagi dari komunitasnya yang rutin tiap hari dilakukan setiap jam 6 pagi. Setelah menenangkan diri, Harry mengeklik link tersebut.

Dengan mengikuti doa itu, Harry bisa melalui sepanjang hari dengan tidak mengingat-ingat lagi mimpi buruk. Karena dia menyerahkan semuanya pada Yang Di Atas.

Harry, seorang CEO di sebuah perusahaan konstruksi yang cukup bonafide di kotanya. Dia juga ekspansi ke daerah lain, tapi belum serius ditekuni.

Sebagai seorang CEO, dia tidak pernah menggunakan kekuasaannya untuk mendekati wanita-wanita cantik yang bekerja di perusahaannya, walau dia tahu, sebagian besar wanita bersedia melakukan apa saja yang dia minta.

Karena Harry bukan saja mempunyai kedudukan tinggi tapi juga pintar, tampan, tinggi. Hampir mendekati kata ‘sempurna’, jika sikapnya tidak merendahkan orang dan tatapannya tidak dingin.

Karena itu dia tidak pernah melirik seorang wanita pun, walau wanita yang berdiri di hadapannya sangat cantik dengan tubuh seperti gitar dan berpakaian minim. Dia malah merasa jijik melihat wanita yang berpakaian seperti itu.

“Pagi, Pak Harry,” sapa sekretarisnya, Gina, sambil mengekor masuk ke dalam ruang kerja Harry. Dia sangat menyukai Gina yang betul-betul bisa menghargai dirinya sebagai wanita.

“Hari ini jadwalnya apa saja?” tanya Harry setelah duduk nyaman di kursi kebesarannya.

“Jam 9 pagi ada pertemuan dengan Pak Toni di kantor kita. Jam 3 sore bertemu dengan Ibu Sandra di kafe Kenangan. Terakhir jam 7 malam ada janji dengan Pak Eko dan Pak Taruf di tempat karaoke. Kata Pak Eko, nanti dikirimkan lewat pesan untuk lokasinya. Hanya itu, Pak,” jawab Gina dengan lugas dan santai.

Di matanya, walau sikap Harry sombong dan sangat dingin pada semua staf tapi hatinya sangat baik dan polos seperti anak kecil. Sehingga Gina yang sudah menikah, kadang-kadang menganggap Harry sebagai adik kecilnya.

Gina masih ingat saat suaminya kecelakaan, Harrylah yang pontang-panting mengurus semuanya sehingga melupakan jadwal pertemuan. Itulah pertama kali dia melihat Harry melepaskan sikap angkuhnya.

Dan Gina bersyukur, kolega Harry bisa mengerti keadaannya dan bersedia mengubah jadwal pertemuan. Yang tentu saja tidak terlepas dari kepiawaian Harry dalam beragumen.

“Baiklah. Minta tolong kamu siapkan kontrak untuk pertemuan dengan Pak Toni dan Ibu Sandra. Tolong cek apa surat izin membangunnya sudah keluar atau belum? Jangan lupa minta NPWP dan bukti pembayaran biaya listrik dan air terakhir pemilik tanahnya.”

“Baik, Pak. Maaf, Pak. Apa Bapak mimpi buruk lagi?” tanya Gina ragu-ragu.

Dia melihat ada tanda hitam yang melingkar di bawah mata. Biasanya Harry menutupinya dengan concealer, tapi setiap mimpi buruk, kebiasaannya itu dia lupakan.

Mendengar pertanyaan Gina, Harry langsung mengambil ponselnya untuk bercermin.

“Aahh, saya lupa lagi memakainya,” tawa harry kecut. “Terima kasih, Gina, kamu selalu memperhatikanku. Ohya, bagaimana kabar Kak Jeff?”

“Terima kasih kembali, Pak. Kak Jeff sudah sehat. Hari ini dia sudah mulai bekerja lagi,” tawa Gina saat melihat Harry mendelik padanya.

Seharusnya Jeff belum bisa bekerja setelah mengalami kecelakaan yang sangat parah, saat menjalankan tugasnya menyelidiki kasus pembunuhan. Jeff seorang polisi yang sangat ditakuti, karena sangat piawai dalam menganalisa kasus-kasus.

Jika Jeff sampai meninggal karena kecelakaan tempo hari, semua penjahat pasti berpesta pora, dan kepolisian akan mengalami kerugian serta kedukaan yang sangat besar.

“Saya tahu, Pak. Dia belum bisa. Tapi ada kasus pembunuhan yang baru saja terjadi kemarin malam. Teman-temannya berjanji kalau Kak Jeff hanya ditugaskan menganalisa kasus dan tidak turun ke lapangan.”

“Syukurlah. Dia pasti masih diincar para penjahat. Seharusnya dia meminta perlindungan 24 jam dari kepolisian,” protes Harry. Harry sangat menghormati Gina dan Jeff. Mereka sudah seperti keluarganya sendiri.

Mendengar protes Harry, Gina merasa terharu. Ternyata pemikiran Harry juga sama dengan pemikriannya.

Tiba-tiba dering ponsel Gina berbunyi dengan keras membuatnya kaget. Cepat-cepat dia melirik Harry dan hatinya lega, Harry tidak merasa terganggu. Tapi saat melihat layar ponselnya, Gina tertegun. Hatinya langsung kacau balau.

Harry melirik pada Gina yang hanya menatap layar ponselnya tanpa mengangkatnya. Harry menghampiri Gina dan ikut melihat layar tersebut. Keningnya berkerut. Nomor yang tertera di ponsel itu sama dengan sewaktu Gina mendapat telepon saat suaminya kecelakaan.

Harry langsung mengambil ponsel dari tangan Gina dan menindis tombol hijau serta menyalakan pengeras suara.

“Halo,” sapa Harry.

“Eh, ini dengan siapa? Ini telepon istriku, Gina, kan?” kata suara dari seberang.

“Kak Jeff! Apa kamu baik-baik saja?” jerit Gina tertahan. Air matanya mengalir. Harry meremas bahu Gina dengan lembut.

“Aku baik-baik saja. Ponselku rusak karena terjadi pengeboman di kantor polisi. Tapi aku baik-baik saja. Hanya sedikit terluka. Jadi jangan kamu khawatir kalau mendengar berita ya."

BUM!!

"Kak Jeff!!" teriak Gina saat mendengar suara keras itu. 

Gina memandang Harry dengan nanar. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Harry langsung menarik tangan Gina dan berlari ke tempat parkir. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status