“Mana?” Clark mengangkat wajahnya dan menatap ke pintu ruang makan. Semua mata juga memandang ke pintu.
Momo yang dari tadi berdiri di depan pintu ruang makan, tersentak kaget. Tanpa sadar, dia melangkah mundur. Cepat-cepat Momo mendekap mulutnya agar jeritannya tidak kedengaran. Dia jatuh terduduk sambil menatap Clark dengan perasaan bercampur aduk. Matanya berkaca-kaca.
“Harry, siapa dia? Kenapa begitu tingkahnya saat melihat Clark?” bentak Mamanya Harry, Anisa dengan panik. Suara Anisa yang paling keras dibandingkan suara yang lain yang juga protes dengan reaksi Momo saat melihat Clark.
Clark yang divonis autis sama dokter kadang-kadang dianggap sebuah beban bagi orang tua Clark. Harry pernah mendengar Kakak dan Kakak iparnya bertengkar karena masalah Clark yang autis. Dan karena autis, Clark terlihat aneh.
Harry melirik kakak iparnya, Agna, yang menunduk dengan wajah memerah. Harry hanya berdiri bingung tidak harus buat apa. Dia tidak menyangka reaksi Momo akan seperti itu.
Tidak ada yang melihat saat Clark menghampiri Momo. Dia mengambil sekotak tisu dan menarik tangan Momo yang dipakai untuk menutup mukanya.
Momo mengangkat wajahnya yang penuh dengan air mata. Dengan tatapan sedih, Clark menghapus air mata Momo dengan tisu. Momo tidak tahan, sehingga dia memeluk Clark sambil menangis. Mendengar tangisan Momo, Clark ikut menangis juga.
Tangisan Clark yang begitu kencang, membuat semua terdiam dan memalingkan wajah pada Clark dan Momo yang masih berpelukan. Mereka memandang dengan keheranan. Tapi semua memilih diam menunggu Clark dan Momo selesai menangis.
Momo melepaskan pelukan Clark yang masih terisak. “Terima kasih. Clark, kamu baik-baik saja?” bisik Momo sambil membelai Clark.
“Kak Momo, kenapa begitu lama Kakak datang?” tanya Clark sambil menghapus air matanya.
Momo terperanjat. “Kamu masih ingat Kak Momo?” tanya Momo terharu. Matanya berkaca-kaca senang.
Clark mengganggu. “Tentu saja ingat. Kak Momo membawa Clark ke polisi supaya bisa ketemu dengan Mama, kan? Tapi kenapa Kak Ken tidak ada?”
Momo menutup mulut dan mulai menangis lagi. “Clark, kamu tahu juga kenapa aku membawamu ke sana?”
Clark mengangguk. “Kak Momo yang bilang waktu itu.”
Momo menangis sambil memeluk Clark lagi.
“Apa yang kalian bicarakan? Kenapa bisa kamu tahu Clark ada di kantor polisi? Kamu siapa?” bentak Agna.
“Dia Kak Momo, Ma. Jangan marah pada Kak Momo. Kak Momo yang membawa Clark supaya tidak ditangkap orang yang memukul Kak Ken!” seru Clark marah.
“Clark, kenapa kamu tidak mengatakan saat Paman menanyakan padamu? Kamu kenal Momo?” tanya Harry sambil memegang Clark dan memandangnya dengan seksama. ‘Apakah Clark berbohong? Tapi kenapa dan untuk apa?’ batin Harry.
“Clark, ceritakan saja. Tidak apa-apa. Di sini keluargamu sendiri,” bujuk Momo.
“Benar, Kak? Apa tidak ada lagi orang jahat yang memukul Clark dan Kak Momo seperti Kak Ken?” tanya Clark.
Momo menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.
“Mama, Kak Momo temannya Kak Ken. Clark melihat ada orang jahat yang memukul Kak Ken sampai Kak Ken penuh darah.”
Mendengar cerita itu, Agna jatuh terduduk di lantai sambil melihat Clark tidak percaya.
“Orang jahat itu menakutkan. Dia pakai topeng dan tertawanya mengerikan,” kata Clark sambil memeluk kepalanya dengan ketakutan. Momo merangkul Clark dan langsung Clark meringkuk dalam pelukan Momo.
“Terus bagaimana Clark bisa pergi dari sana?” tanya Harry sambil melihat Momo.
“Kak Ken minta Kak Momo membawa Clark lari dari sana. Kak Momo mengendong Clark dan bersembunyi di satu ruangan yang banyak cerminnya. Kak Momo sudah mengunci. Tapi orang jahat itu memukul pintu itu. Clark takut!!” Clark semakin meringkuk dalam pelukan Momo.
“Clark, biar Kak Momo yang lanjutkan ya. Clark tidak usah takut. Ada Paman, ada Mama yang melindungi Clark sekarang,” bujuk Momo. Clark hanya mengangguk, tapi terus Memeluk Momo.
“Saya tidak tahu ruangan apa itu? Tapi saat saya menyentuh salah satu cermin, kami seperti berada di tempat tersembunyi. Karena ketika pintu itu berhasil didobrak, dia tidak melihat kami.”
“Setelah orang itu pergi, kami keluar dan saya membawa Clark ke kantor polisi. Saya memberi catatan pada Clark dengan pesan untuk memberikan catatan itu pada polisi supaya polisi mengetahui keberadaan lokasinya Ken dan siapa orang tua Ken.
“Bolehkah saya tahu, bagaimana kabar Ken? Sejak kejadian itu, ponselnya tidak aktif dan saya tidak bisa menghubunginya. Dia pun tidak mencari saya.”
“Mengapa kamu meninggalkan Clark sendirian di kantor polisi?” tanya Papanya Harry, Hariyanto.
“Maafkan saya. Saya berpikir orang itu masih mencari kami. Jika saya menampak diri pada orang itu, kemungkinan Clark bisa aman kembali pada keluarganya. Saya sudah berjanji pada Ken untuk menjaga Clark sebaik-baiknya.
“Setelah melihat Clark diterima dengan baik di kantor polisi, saya masih berkeliaran di tempat itu. Seperti dugaan saya, orang itu masih mencari kami. Saya tidak sempat lagi mencari tahu bagaimana keadaan Ken, karena saya lari bersembunyi kembali ke ruang cermin itu.
“Tidak lama saya mendengar suara sirene polisi, tapi orang itu juga bersembunyi di ruangan cermin itu, sehingga berhari-hari saya tidak bisa keluar sampai orang itu pergi dari sana.
“Saya masih mencari kabar tentang Ken, tapi dia seperti ditelan bumi. Tidak ada kabar atau berita tentangnya. Bahkan ponselnya pun tidak aktif sampai sekarang, sedangkan Clark, saya hanya tahu dari berita kalau Clark sudah kembali ke keluarganya.
“Tadi saat melihat Clark, saya hampir gila saking senangnya. Saya juga sudah mencoba mencari tahu tentang Clark, tapi tidak ada kabar beritanya. Sekarang saya lega, Clark baik-baik saja,” kata Momo sambil membelai kepala Clark yang masih betah memeluknya.
Semuanya terdiam mendengar cerita Momo. Clark yang sekarang senang melihat Kak Momonya melepaskan pelukan dan berseru dengan kencang sehingga semua tersadar dari lamunan.
“Yeaahhh, sekarang Clark mau makan ditemani Kak Momo. Kak Momo, karena Kakak tidak tahu hari ini ulang tahun Clark, Clark bebaskan Kakak dari kewajiban membawa kado buat Clark. Ayo, makan!”
Momo tersenyum saat ditarik Clark ke meja makan. Hari ini hatinya sangat senang. Apalagi saat Clark melihat hadiah pemberian Harry, dia berteriak sehingga para orang tua harus menutup telinga mereka.
“Pak, boleh beri tahu padaku, di mana Ken?” tanya Momo saat dia sudah bisa berbicara berdua dengan Harry.
Harry meghela napas berat. Lama dia memandang Momo.
“Aku akan menberi tahu padamu. Tapi kamu harus berjanji untuk menceritakan padaku tentang persahabatan kamu dan Ken."
"Iya. Boleh. Saya akan ceritakan."
"Sekarang katakan padaku di mana Ken sekarang?" desak Momo.
"Ken sudah tidak ada bersama kita.”
“Apa? Apa maksudmu?”
"Sekarang katakan padaku di mana Ken?" desak Momo."Ken sudah tidak ada bersama kita.”“Apa? Apa maksudmu?”“Seperti yang kamu lihat. Ken tidak ada di sini. Kamu pikir apa sehingga kaget begitu,” kata Harry menjitak kepala Momo sambil melangkah pergi. Harry tersenyum geli tapi hatinya sangat sedih.Momo melongo memandang dan tersentak saat kepalanya dijitak. ‘Aduh, sakit! Ternyata aku dikerjain sama Bos. Berengsek!’ batin Momo kesal.Momo ikut bergabung kembali dengan Clark yang serius memasang puzzle. Tidak ada yang bisa mengganggunya kalau sedang serius. Bahkan saat Momo duduk dekat Clark, dia cuek saja.Akhirnya Momo pamit pulang, karena entah sampai kapan Clark mau bicara lagi. Saat Momo menjawil pundak untuk pamit, Clark tetap cuek.“Saya permisi dulu, Pak, Bu.”“Terima kasih, Monita. Boleh saya ikut Clark memanggilmu Momo?” tanya Agna.&ldqu
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Harry panik, lupa dengan ponsel Momo yang masih terhubung dengan Lita.“Momo!! Apa yang terjadi?! Siapa itu laki-laki itu?? Dia bikin apa kamu?!” teriak Lita panik.Harry memandang ponsel Momo dengan netra yang sangat besar. ‘Aduh, aku lupa, dia masih berbicara di telepon!!” seru Harry dalam hati dengan gugup.“Aduh, sori, Lit. Tadi aku tidak sengaja menabrak office boy. Aku kira semua sudah pulang, jadi langsung saja keluar tanpa memperhatikan,” kata Momo tanpa menyaring perkataannya.Netra Harry semakin lebar dan tajam. ‘Aku dibilang office boy? Enak aja ini anak! Berani macam-macam ya karena kamu kenal Clark. Awas besok di kantor,’ gerutu Harry dalam hati.“Ooo, kirain Bosmu lagi bikin kamu apa, hehehe.”“Lita, jangan sembarang ngomong. Nanti Bosku marah,” pekik Momo sambil melirik ke Harry. Tapi Harry su
Mereka berdua berdiri memantung memandang kamar itu. Kamarnya lumayan besar dan bagus, tapi hanya ada 1 kasur besar. Tidak ada sofa untuk dijadikan tempat tidur cadangan. Satu-satunya hanya tempat tidur itu.“Pak, bagaimana ini?” tanya Momo panik.Harry menelan salivanya. Walau hatinya bergetar hebat, dia mencoba menjawab dengan sikap dingin.“Yah, mau bagimana lagi? Kamu di ujung sini dan aku di ujung sana,” kata Harry terlihat santai dan langsung masuk ke kamar mandi.Setelah masuk dan mengunci pintu, Harry duduk di kloset dan meraup kepalanya. Tanpa sadar, air matanya mengalir. Rasa sakit dan ketakutan menguasai dirinya. Badannya bergetar hebat. Harry terus merapal doa-doa yang telah dia hafal. Karena hanya doa itu yang membuatnya bisa bertahan di samping wanita.Tapi kali ini, Momo adalah orang baru yang Harry belum mengetahui apa pun tentangnya. Dan sekarang mereka harus berdua dalam 1 kamar, bahkan 1 tempat tidur.
“Monita, mulai sekarang aku tidak mau kamu melanjutkan aktivitas malammu itu dengan Lita. Jika aku mengetahui kamu masih melakukannya, silakan angkat kaki dari kantorku. Aku tidak mempekerjakan PSK,” kata Harry dengan nada dingin.Setelah mengatakan peringatan itu, tanpa menoleh, Harry langsung masuk ke mobilnya dan melaju kencang.Momo hanya bisa bergeming memandang kepergian mobil Harry. PSK? Jadi selama ini dia anggap aku PSK? Berengsek!!umpat Momo dalam hati. Dengan kemarahan meluap-luap, Momo masuk ke dalam rumahnya.Untuk meredam kemarahannya, Momo mandi lagi. Setelah merasa lebih segar dan kemarahannya sudah surut, dia mengambil ponselnya.Momo kaget melihat ada 20 kali panggilan tak terjawab dan 10 pesan dari Lita. Dia lupa mengabari Lita sesuai janjinya.Tidak juga, aku berjanji menelepon sesampai di rumah dan aku baru saja tiba di rumah,batin Momo membela diri.Tapi mana mungkin aku mengatakan ka
Perlahan Harry melangkah ke toilet dan dia kaget mendengar teriakan Momo. Tapi dia tidak bisa mendengar dengan jelas perkataan apa yang diteriakkan Momo. Harry berdiri mematung sambil mendengar tangisan kesal Momo.Setelah Momo merasa sedikit kelegaan dan memperbaiki riasan wajahnya, dia keluar dari toilet.Momo segera menuju ke mejanya dan mulai memilah-milah berkasnya. Dia tidak menyadari kalau dari dalam ruangan, Harry mengintipnya.Tapi saat itu Momo tidak bisa konsentrasi, karena dia terus berpikir. Dia mendengar Harry mengatakan kata ‘cantik’. Apakah aku yang dia maksud dengan cantik? Kenapa jantungku berdebar-debar konyol seperti begini?batin Momo resah. Tidak … tidak. Aku harus konsentrasi mengerjakan pekerjaan hari ini, kalau tidak ingin dipecat. Ayo, Momo. Konsentrasi!Momo cepat-cepat menepis pikirannya yang tidak pada tempatnya dan fokus pada pekerjaannya. Tanpa Momo sadari, waktu berlalu dengan cepat
Harry mengerutkan keningnya saat melihat nomor di layar.“Ada apa, Har?” tanya Anisa.“Ma, Ken gawat!” pekik Harry ketakutan.“Kak Ken!!” teriak Clark.“Ayo, kita langsung ke rumah sakit!” seru Anisa yang langsung berlari ke dapur dan memberi instruksi pada pelayannya.Semua berdesak-desakan dalam mobil Harry, tapi tidak ada yang mengeluh kesempitan. Momo juga ikut dalam mobil itu tanpa berkata apa-apa.Setiba mereka di rumah sakit, mereka langsung menuju ke kamar Ken. Saat itu, dokter Ardy sedang memberi pertolongan pada Ken, sehingga mereka terpaksa menunggu di luar kamar.Hariyanto, Papanya Harry, yang bersamaan datang, memeluk Anisa. Agna dan Clark saling berangkulan sambil menangis.Harry melihat Momo yang terus menerus menengok ke dalam dengan cemas dan gemetar. Entah sudah berapa kali Momo menghapus air matanya. Harry menghampiri Momo dan memeluknya.“Ten
“Kami punya bukti kalau Jeff adalah seorang psikopat yang melakukan pembunuhan berantai. Kamu pernah membaca berita tentang orang yang dibunuh dan diambil organ tubuhnya?” bisik Agung.“Heh?! Gak mungkin Kak Jeff melakukan itu!!” seru Harry dengan suara tertahan.“Jangan menilai semua orang hanya dari cover-nya.”“Apakah bisa aku melihat bukti itu? Jika Pak Agung tidak keberatan.”Agung memandang Seth. “Aku coba diskusikan terlebih dahulu. Kamu tunggulah di sini.”“Terima kasih, Pak.”Harry menghampiri Gina yang masih menangis.“Kak Gina!” teriak Momo dan berlari menghampiri Gina.“Monita, kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Harry.“Ah, Pak. Tadi saya menelepon Kak Gina untuk menanyakan keadaan Kak Jeff dan Kak Gina cerita kalau Kak Jeff ada di sini,” jelas Momo. “Kak Gina, sabar ya.”“Pak
Momo sedang mengingat-ingat jadwal Harry dan terlintas pertemuan di luar kota. “Oh, ya, Pak. Besok ada pertemuan dengan pak Toni di luar kota. Apa perlu diubah jadwalnya?” Harry merenung. “Bagaimana kalau kamu ikut denganku? Gina akan kutitip di Mama. Setidaknya di sana ada Mbok Sumi yang bisa menjaganya.” “Oh, baiklah, Pak.” Momo tidak tahu harus bicara apa lagi, hanya bisa mengiyakan. Kalau mau keluar kota, berarti aku harus menyiapkan baju ganti. Ah, nanti saja bersiap-siap, tinggal mengambil baju 1 potong, batin Momo. Sambil menunggu iklan berakhir, Harry memejamkan matanya. Dan Harry tidak sadar kalau dia ketiduran. Momo yang bosan menunggu iklan berakhir, juga menopang kepalanya dengan tangan yang bertumpu pada pegangan kursi. Dia pun ketiduran. Televisi menyala sampai subuh. Harry tersentak kaget bangun. Tanpa sadar dia menarik tangannya dan membangunkan Momo. Mereka berdua kaget, terutama Momo yang tertidur di le