Perlahan Harry melangkah ke toilet dan dia kaget mendengar teriakan Momo. Tapi dia tidak bisa mendengar dengan jelas perkataan apa yang diteriakkan Momo. Harry berdiri mematung sambil mendengar tangisan kesal Momo.
Setelah Momo merasa sedikit kelegaan dan memperbaiki riasan wajahnya, dia keluar dari toilet.
Momo segera menuju ke mejanya dan mulai memilah-milah berkasnya. Dia tidak menyadari kalau dari dalam ruangan, Harry mengintipnya.
Tapi saat itu Momo tidak bisa konsentrasi, karena dia terus berpikir. Dia mendengar Harry mengatakan kata ‘cantik’. Apakah aku yang dia maksud dengan cantik? Kenapa jantungku berdebar-debar konyol seperti begini? batin Momo resah. Tidak … tidak. Aku harus konsentrasi mengerjakan pekerjaan hari ini, kalau tidak ingin dipecat. Ayo, Momo. Konsentrasi!
Momo cepat-cepat menepis pikirannya yang tidak pada tempatnya dan fokus pada pekerjaannya. Tanpa Momo sadari, waktu berlalu dengan cepat
Harry mengerutkan keningnya saat melihat nomor di layar.“Ada apa, Har?” tanya Anisa.“Ma, Ken gawat!” pekik Harry ketakutan.“Kak Ken!!” teriak Clark.“Ayo, kita langsung ke rumah sakit!” seru Anisa yang langsung berlari ke dapur dan memberi instruksi pada pelayannya.Semua berdesak-desakan dalam mobil Harry, tapi tidak ada yang mengeluh kesempitan. Momo juga ikut dalam mobil itu tanpa berkata apa-apa.Setiba mereka di rumah sakit, mereka langsung menuju ke kamar Ken. Saat itu, dokter Ardy sedang memberi pertolongan pada Ken, sehingga mereka terpaksa menunggu di luar kamar.Hariyanto, Papanya Harry, yang bersamaan datang, memeluk Anisa. Agna dan Clark saling berangkulan sambil menangis.Harry melihat Momo yang terus menerus menengok ke dalam dengan cemas dan gemetar. Entah sudah berapa kali Momo menghapus air matanya. Harry menghampiri Momo dan memeluknya.“Ten
“Kami punya bukti kalau Jeff adalah seorang psikopat yang melakukan pembunuhan berantai. Kamu pernah membaca berita tentang orang yang dibunuh dan diambil organ tubuhnya?” bisik Agung.“Heh?! Gak mungkin Kak Jeff melakukan itu!!” seru Harry dengan suara tertahan.“Jangan menilai semua orang hanya dari cover-nya.”“Apakah bisa aku melihat bukti itu? Jika Pak Agung tidak keberatan.”Agung memandang Seth. “Aku coba diskusikan terlebih dahulu. Kamu tunggulah di sini.”“Terima kasih, Pak.”Harry menghampiri Gina yang masih menangis.“Kak Gina!” teriak Momo dan berlari menghampiri Gina.“Monita, kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Harry.“Ah, Pak. Tadi saya menelepon Kak Gina untuk menanyakan keadaan Kak Jeff dan Kak Gina cerita kalau Kak Jeff ada di sini,” jelas Momo. “Kak Gina, sabar ya.”“Pak
Momo sedang mengingat-ingat jadwal Harry dan terlintas pertemuan di luar kota. “Oh, ya, Pak. Besok ada pertemuan dengan pak Toni di luar kota. Apa perlu diubah jadwalnya?” Harry merenung. “Bagaimana kalau kamu ikut denganku? Gina akan kutitip di Mama. Setidaknya di sana ada Mbok Sumi yang bisa menjaganya.” “Oh, baiklah, Pak.” Momo tidak tahu harus bicara apa lagi, hanya bisa mengiyakan. Kalau mau keluar kota, berarti aku harus menyiapkan baju ganti. Ah, nanti saja bersiap-siap, tinggal mengambil baju 1 potong, batin Momo. Sambil menunggu iklan berakhir, Harry memejamkan matanya. Dan Harry tidak sadar kalau dia ketiduran. Momo yang bosan menunggu iklan berakhir, juga menopang kepalanya dengan tangan yang bertumpu pada pegangan kursi. Dia pun ketiduran. Televisi menyala sampai subuh. Harry tersentak kaget bangun. Tanpa sadar dia menarik tangannya dan membangunkan Momo. Mereka berdua kaget, terutama Momo yang tertidur di le
Saat mereka masuk ke kamar suite itu, Harry berdiri mematung memandang wajah di dalam kamar itu. Ketika Toni memperkenalkan padanya, dia hanya mendengar samar-samar. Wajah Harry memucat dan keringat dingin keluar dari seluruh badannya.Momo yang memandang wajah itu pun ketakutan. Saat itu dia sangat ingin bersembunyi. Wajah yang selalu memberinya mimpi buruk. Namun sepertinya wanita tidak mengenal Momo, karena saat netra mereka bertemu, dia hanya melengos dan kembali memperhatikan Harry.“Saya perkenalkan, Bu. Ini Pak Harry dan sekretarisnya. Harry, ini Ibu Mira,” kata Toni memperkenalkan mereka.“Halo, Harry. Apa kabarmu?” sambut seorang wanita yang sangat cantik dan menggoda. Dia melangkah perlahan menuju ke Harry dengan gerakan menggoda. Namun langkah berhenti saat Harry bergerak mundur.Harry melangkah mundur menuju ke Momo. Dengan sembunyi-sembunyi, Harry menjawil Momo dan membuat gestur dengan menyilangkan ibu jari dan jari t
Harry hampir berlarian menuju ke hotel Sangril dan langsung mengetuk kamar 1001. Setelah mengintip, Momo bukakan pintu. Harry langsung menyerbu masuk dan berlari ke kamar mandi serta memuntahkan isi perutnya.Momo kaget sampai mematung lama di depan pintu. Mendengar suara muntahan Harry, menyentaknya kembali ke dunia nyata. Dengan cepat dia menyediakan air minum serta tisu. Momo mengelus-elus punggung Harry dengan cemas. Dan memapah Harry ke tempat tidur. Harry duduk di tepi tempat tidur dengan wajah sangat pucat.Seandainya Momo tidak ada di sana, mungkin Harry sudah menangis. Dia tidak mengerti mengapa dia sangat ketakutan menghadapi Mira.“Pak, anda tidak apa-apa? Berbaring saja ya. Wajah Bapak sangat pucat. Saya akan ke apotek untuk membelikan obat,” sahut Momo lembut.“Jangan … jangan tinggalkan aku sendiri. Aku bisa gila kalau hanya sendiri,” gumam Harry pelan, tetapi Momo masih bisa mendengarnya.“Baiklah
Baru saja Harry mau meneriaki Momo, dia melihat ada sesuatu di bawah selimut yang bergerak-gerak. Dengan cepat, dia menarik selimut itu.“Aarrgghhh!! Jangan!!!”Harry terlompat kaget sambil melempar selimut itu. Batal dia membukanya.“Siapa?!” teriak Harry. Dia peranjat saat melihat ada kepala Momo nongol dari balik selimut. “Apa-apaan kamu, Mo? Kenapa sembunyi di bawah selimut?!”“Maaf, Pak. Saya lupa ambil baju dan baju yang kupakai tadi basah. Jadi saat ini aku hanya memakai handuk. Saat Bapak membuka pintu untuk pelayan itu, saya langsung lari ke bawah selimut. Bisakah Bapak tolong ambilkan tas saya? Tolong, please,” pinta Momo dengan suara kecil.Harry menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengambil tasnya Momo dan meletakkan di samping tempat tidur.“Kamu berpakaianlah, aku mandi dahulu,” kata Harry tanpa ekspresi langsung menuju ke kamar mandi.Harry cepa
Harry memandang Momo dan langsung mendekatkan wajahnya pada Momo. Momo tersentak kaget saat bibir Harry menyentuh bibirnya. Namun Momo memalingkan wajahnya. Harry langsung memeluknya.“Izinkan aku merasakan kalau kamu ada bersamaku,” bisik Harry dengan suara bergetar sebelum Momo menarik dirinya.Momo terdiam dan membiarkan Harry memeluk. Saat ini Harry ingin menangis. Jeff yang sudah dianggap sebagai kakaknya tega melakukan kejahatan di depan matanya.Momo mengerti perasaan Harry. Dia teringat perkataan Gina.“Mo, mungkin kamu dan orang-orang di kantor melihat Harry sangat dingin dan tidak punya perasaan. Namun sebenarnya hatinya Harry sangat rapuh. Dia sudah kuanggap adik sendiri. Dia sangat cocok dengan Kak Jeff. Kamu lihat foto ini. “Gina memperlihatkan foto di ponselnya. “Sangat mirip, kan? Seakan-akan mereka kakak beradik.”“Pak, Bapak percaya Kak Jeff? Saat ini yang penting Bapak memercayainya dan sa
Harry kaget melihat gelang itu. Kepalanya tiba-tiba sakit dan berdegung. Selintas sebuah bayangan seorang gadis yang tertawa menggodanya.“Kak Harry, ayo ke sini, Kak. Kalau Kakak tidak datang, aku akan melempar gelang pemberianmu, lho.”“Hei, kamu benar-benar tidak perasaan deh. Kamu tahu bagaimana susahnya aku mencari uang untuk membelikan gelang itu? Namun kenapa juga aku harus bersusah payah bekerja untuk membelikan gelang itu ya kalau kamu hanya akan membuangnya. Lebih baik kamu minta langsung pada Papa,” kata Harry pasrah.“Kenapa juga Kakak harus bersusah payah mencari uang? Kan tinggal minta sama Papa.”“Apa kamu bilang? Anak nakal! Kamu berani mengejekku?” Harry menjewernya.“Pak!! Pak!!!”“Kenapa sekarang kamu memanggilku, Pak?” tanya Harry.“Kalau bukan memanggil Bosku dengan sebutan Pak, lalu saya harus panggil apa?”“Apa?!&rdq