“Kami punya bukti kalau Jeff adalah seorang psikopat yang melakukan pembunuhan berantai. Kamu pernah membaca berita tentang orang yang dibunuh dan diambil organ tubuhnya?” bisik Agung.
“Heh?! Gak mungkin Kak Jeff melakukan itu!!” seru Harry dengan suara tertahan.
“Jangan menilai semua orang hanya dari cover-nya.”
“Apakah bisa aku melihat bukti itu? Jika Pak Agung tidak keberatan.”
Agung memandang Seth. “Aku coba diskusikan terlebih dahulu. Kamu tunggulah di sini.”
“Terima kasih, Pak.”
Harry menghampiri Gina yang masih menangis.
“Kak Gina!” teriak Momo dan berlari menghampiri Gina.
“Monita, kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Harry.
“Ah, Pak. Tadi saya menelepon Kak Gina untuk menanyakan keadaan Kak Jeff dan Kak Gina cerita kalau Kak Jeff ada di sini,” jelas Momo. “Kak Gina, sabar ya.”
“Pak
Momo sedang mengingat-ingat jadwal Harry dan terlintas pertemuan di luar kota. “Oh, ya, Pak. Besok ada pertemuan dengan pak Toni di luar kota. Apa perlu diubah jadwalnya?” Harry merenung. “Bagaimana kalau kamu ikut denganku? Gina akan kutitip di Mama. Setidaknya di sana ada Mbok Sumi yang bisa menjaganya.” “Oh, baiklah, Pak.” Momo tidak tahu harus bicara apa lagi, hanya bisa mengiyakan. Kalau mau keluar kota, berarti aku harus menyiapkan baju ganti. Ah, nanti saja bersiap-siap, tinggal mengambil baju 1 potong, batin Momo. Sambil menunggu iklan berakhir, Harry memejamkan matanya. Dan Harry tidak sadar kalau dia ketiduran. Momo yang bosan menunggu iklan berakhir, juga menopang kepalanya dengan tangan yang bertumpu pada pegangan kursi. Dia pun ketiduran. Televisi menyala sampai subuh. Harry tersentak kaget bangun. Tanpa sadar dia menarik tangannya dan membangunkan Momo. Mereka berdua kaget, terutama Momo yang tertidur di le
Saat mereka masuk ke kamar suite itu, Harry berdiri mematung memandang wajah di dalam kamar itu. Ketika Toni memperkenalkan padanya, dia hanya mendengar samar-samar. Wajah Harry memucat dan keringat dingin keluar dari seluruh badannya.Momo yang memandang wajah itu pun ketakutan. Saat itu dia sangat ingin bersembunyi. Wajah yang selalu memberinya mimpi buruk. Namun sepertinya wanita tidak mengenal Momo, karena saat netra mereka bertemu, dia hanya melengos dan kembali memperhatikan Harry.“Saya perkenalkan, Bu. Ini Pak Harry dan sekretarisnya. Harry, ini Ibu Mira,” kata Toni memperkenalkan mereka.“Halo, Harry. Apa kabarmu?” sambut seorang wanita yang sangat cantik dan menggoda. Dia melangkah perlahan menuju ke Harry dengan gerakan menggoda. Namun langkah berhenti saat Harry bergerak mundur.Harry melangkah mundur menuju ke Momo. Dengan sembunyi-sembunyi, Harry menjawil Momo dan membuat gestur dengan menyilangkan ibu jari dan jari t
Harry hampir berlarian menuju ke hotel Sangril dan langsung mengetuk kamar 1001. Setelah mengintip, Momo bukakan pintu. Harry langsung menyerbu masuk dan berlari ke kamar mandi serta memuntahkan isi perutnya.Momo kaget sampai mematung lama di depan pintu. Mendengar suara muntahan Harry, menyentaknya kembali ke dunia nyata. Dengan cepat dia menyediakan air minum serta tisu. Momo mengelus-elus punggung Harry dengan cemas. Dan memapah Harry ke tempat tidur. Harry duduk di tepi tempat tidur dengan wajah sangat pucat.Seandainya Momo tidak ada di sana, mungkin Harry sudah menangis. Dia tidak mengerti mengapa dia sangat ketakutan menghadapi Mira.“Pak, anda tidak apa-apa? Berbaring saja ya. Wajah Bapak sangat pucat. Saya akan ke apotek untuk membelikan obat,” sahut Momo lembut.“Jangan … jangan tinggalkan aku sendiri. Aku bisa gila kalau hanya sendiri,” gumam Harry pelan, tetapi Momo masih bisa mendengarnya.“Baiklah
Baru saja Harry mau meneriaki Momo, dia melihat ada sesuatu di bawah selimut yang bergerak-gerak. Dengan cepat, dia menarik selimut itu.“Aarrgghhh!! Jangan!!!”Harry terlompat kaget sambil melempar selimut itu. Batal dia membukanya.“Siapa?!” teriak Harry. Dia peranjat saat melihat ada kepala Momo nongol dari balik selimut. “Apa-apaan kamu, Mo? Kenapa sembunyi di bawah selimut?!”“Maaf, Pak. Saya lupa ambil baju dan baju yang kupakai tadi basah. Jadi saat ini aku hanya memakai handuk. Saat Bapak membuka pintu untuk pelayan itu, saya langsung lari ke bawah selimut. Bisakah Bapak tolong ambilkan tas saya? Tolong, please,” pinta Momo dengan suara kecil.Harry menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepala. Dia mengambil tasnya Momo dan meletakkan di samping tempat tidur.“Kamu berpakaianlah, aku mandi dahulu,” kata Harry tanpa ekspresi langsung menuju ke kamar mandi.Harry cepa
Harry memandang Momo dan langsung mendekatkan wajahnya pada Momo. Momo tersentak kaget saat bibir Harry menyentuh bibirnya. Namun Momo memalingkan wajahnya. Harry langsung memeluknya.“Izinkan aku merasakan kalau kamu ada bersamaku,” bisik Harry dengan suara bergetar sebelum Momo menarik dirinya.Momo terdiam dan membiarkan Harry memeluk. Saat ini Harry ingin menangis. Jeff yang sudah dianggap sebagai kakaknya tega melakukan kejahatan di depan matanya.Momo mengerti perasaan Harry. Dia teringat perkataan Gina.“Mo, mungkin kamu dan orang-orang di kantor melihat Harry sangat dingin dan tidak punya perasaan. Namun sebenarnya hatinya Harry sangat rapuh. Dia sudah kuanggap adik sendiri. Dia sangat cocok dengan Kak Jeff. Kamu lihat foto ini. “Gina memperlihatkan foto di ponselnya. “Sangat mirip, kan? Seakan-akan mereka kakak beradik.”“Pak, Bapak percaya Kak Jeff? Saat ini yang penting Bapak memercayainya dan sa
Harry kaget melihat gelang itu. Kepalanya tiba-tiba sakit dan berdegung. Selintas sebuah bayangan seorang gadis yang tertawa menggodanya.“Kak Harry, ayo ke sini, Kak. Kalau Kakak tidak datang, aku akan melempar gelang pemberianmu, lho.”“Hei, kamu benar-benar tidak perasaan deh. Kamu tahu bagaimana susahnya aku mencari uang untuk membelikan gelang itu? Namun kenapa juga aku harus bersusah payah bekerja untuk membelikan gelang itu ya kalau kamu hanya akan membuangnya. Lebih baik kamu minta langsung pada Papa,” kata Harry pasrah.“Kenapa juga Kakak harus bersusah payah mencari uang? Kan tinggal minta sama Papa.”“Apa kamu bilang? Anak nakal! Kamu berani mengejekku?” Harry menjewernya.“Pak!! Pak!!!”“Kenapa sekarang kamu memanggilku, Pak?” tanya Harry.“Kalau bukan memanggil Bosku dengan sebutan Pak, lalu saya harus panggil apa?”“Apa?!&rdq
Harry tersentak mendengar suara teriakan Nesta yang jatuh dan suara panggilan tepat di telinganya. Harry membuka mata dan netranya bertemu dengan bola mata yang indah.“Nika!!” bisik Harry.Momo tersentak kaget mendengar nama yang dipanggil Harry. Apakah dia Harryku? Tidak mungkin dia ada di dunia ini. Ataukah dia juga bisa menembus cermin itu?batin Momo.“Pak, Bapak tidak apa-apa?” tanya Momo pelan.Harry menutup matanya dan membuka kembali. Dia melihat sekeliling dan menyadari kalau dia ada di kantor polisi. Yang di depannya adalah Monita, bukan Nika. Harry meraup wajahnya ke kedua lututnya.“Maaf. Aku tidak apa-apa,” sahut Harry tanpa mengubah posisinya.“Harry!! Kamu tidak apa-apa? Temanku mengatakan kamu berlari keluar sambil memegang kepalamu!” teriak Agung sambil berlari menghampiri Harry.“Pak Agung, saya bisa jamin kalau Kak Jeff bukan pembunuh. Biarkan aku
“Oh, ya, Harry, kamu mengenal Nesta dari mana?” tanya Jeff.“Iya, betul. Kamu mengenal keempat korban. Dari mana kamu tahu mereka?” tanya Agung.Harry tersentak dari lamunannya. Dia memandang mereka dengan bingung. Karena dia tidak mendengar apa pertanyaan mereka.“Pak, dari mana Bapak mengenali nama-nama korban ini?” tanya Momo karena melihat Harry kebingungan.“Oh, aku tidak ingat. Hanya samar-samar aku mengetahui nama mereka. Namun siapa mereka, aku tidak ingat,” elak Harry. Dia berbohong karena dia tidak ingin ada yang tahu apa hubungannya dengan Nesta.Harry tidak tahu kalau Momo dan Jeff mengerutkan keningnya mendengar perkataannya. Mereka merasakan kebohongan Harry.“Baiklah.”Setelah Agung bertanya pada Jeff beberapa hal, akhirnya dia memutuskan melepaskan Jeff, dengan syarat Jeff harus melapor perkembangannya setiap hari. Dan tetap masuk kerja seperti biasanya.