Beranda / Fantasi / CERMIN GERBANG CINTA / Bab 7 Pertemuan Yang Tak Terduga

Share

Bab 7 Pertemuan Yang Tak Terduga

Penulis: yenmon73
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-04 20:32:51

“Ehem, dia bukan anakku, tapi kemenakanku!” ucap Harry dingin dan meninggalkan Momo yang kembali merasa bersalah. Salah tebak. Momo hanya bisa menepuk jidatnya.

 “Ma … mmaaf, Pak.” Momo berusaha menjajarkan langkah kaki Harry. “Kalau Bapak mau mencari puzzle, aku tahu tempat jual puzzle yang bagus.”

Momo berusaha mengalihkan pikiran Harry dengan kejadian tadi. Dan berhasil, Harry menghentikan langkahnya dan memandang Momo.

“Di mana?”

Senyum Momo mengembang. “Ikut dengan saya, Pak. Tapi bukan di sini. Toko itu ada di ruko samping pusat perbelanjaan.”

Momo berjalan duluan menunjukkan jalan ke toko itu. Dia pernah bekerja di toko itu. Tapi dia terpaksa keluar karena suami pemilik toko itu tidak menyukainya. Dia dianggap merayu putra mahkota mereka.

Momo merasa tidak enak hati karena pemilik toko selalu minta maaf setelah dia dimarahi habis-habisan oleh suaminya. Pemilik toko itu tahu dia tidak bersalah, tapi tidak mampu melawan suaminya.

“Malam, Bu,” sapa Momo saat masuk ke toko itu.

Senyum pemilik toko itu mengembang saat melihat Momo.

“Momo!!” Dia memeluk Momo dengan eratnya. Dia sangat sayang pada Momo dan dia sangat berharap Momo jadi menantunya. Tapi suaminya tidak setuju dan Momo pun tidak mau.

“Bagaimana kabarmu, Nak?”

“Saya baik-baik saja, Bu. Ohya, ini Bos saya, Bu. Pak, Ibu ini pemilik toko.”

Harry menyalami ibu itu.

“Bu, Bapak sedang mencari puzzle yang susah buat kemenakannya yang berumur 7 tahun. Anaknya pintar. Cowok. Bisa rekomendasikan?”

“Tentu saja. Ada yang baru. Yang ini! Sebenarnya ini untuk anak berumur 10 tahun. Kalau anaknya suka tantangan, saya rekomendasikan puzzle ini.”

Harry melihat puzzle itu dengan seksama. Sebenarnya gambarnya sangat sederhana, seorang ksatria dan membawa daya tarik tersendiri. Harry melihat potongan puzzle-nya juga agak unik. Seakan-akan banyak jebakan.

“Yang ini juga bagus. Tapi lebih kecewekan sedikit gambarnya. Potongannya sangat berbeda dengan yang gambar ksatria itu. Masing-masing mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Sebenarnya ini untuk anak yang berumur 10 sampai 11 tahun.”

Harry memandang gambar puzzle kedua. Memang terlihat potongannya lebih aneh. Dan gambarnya walau sama-sama ksatria, tapi ini wanita dan puzzle yang satunya pria.

“Kelihatannya Ibu mengetahui banyak puzzle,” kata Harry sambil tersenyum mendengar penjelasan ibu itu.

Momo dan ibu itu tertawa.

“Hehehe, Pak, Ibu Lastri jagonya main puzzle. Sekali-sekali bawa kemenakan Bapak dan bertanding kecepatan dengan Ibu Lastri.”

“Sungguh. Wah, kalau begitu rekomendasi Ibu Lastri pasti mantap. Saya ambil dua-duanya.”

“Hah?! Serius, Pak?” sahut Lastri tidak percaya dan senang.

“Dua rius, Bu,” kata Harry sambil tersenyum manis. Untuk kedua kalinya, Momo terlena dengan senyuman Harry.

Setelah membawa berpamitan dengan pemilik toko, mereka keluar.

“Momo!!” Terdengar suara pria memanggilnya.

Momo memandang ke asal suara itu dan tertegun. Dia sangat tidak ingin bertemu dengan pria itu.

“Kak Boni, apa kabar?” tanya Momo basa-basi.

“Baik. Kamu sendiri? Kenapa kamu tidak masuk kerja hari ini?”

“Saya sudah tidak bekerja di minimarket, Kak.”

“Boni!! Masuk!! Dan kamu, untuk apa datang lagi ke sini?! Mau minta uang sama Boni?!” Tiba-tiba terdengar teriakan seorang pria dari samping toko itu.

“Pa, kenapa marah Momo? Justru dia yang bawa pelanggan ke sini,” bentak Lastri yang berlari keluar saat mendengar bentakan suaminya. Tangannya membuat gestur melambai-lambai ke arah Momo.

Momo mengeerti maksud Lastri yang menyuruhnya cepat-cepat pergi.

“Pak, ayo,” bisik Momo sambil menarik tangan Harry dan berlalu dari sana. Serasa dia ingin berlari sekencang-kencangnya, tapi dia tahu, jika dia melakukan itu, pasti Harry menuntut penjelasan dan dia tidak ingin menceritakan apa-apa.

“Hei, Momo! Kamu belum bilang! Kamu kerja di mana sekarang?!” teriak Boni. Tapi Momo mengabaikan teriakan itu. Di belakangnya terdengar sumpah serapah dari mulut suaminya Lastri.

Mereka kembali ke pusat perbelanjaan. Momo masih tidak sadar dia memegang erat tangannya Harry. Tapi saat tiba di dalam pusat perbelanjaan, Momo malah bingung harus melakukan apa.

Harry meraih tangan Momo dan menggenggamnya dengan erat. Dia membawa Momo ke tempat parkir. Tempat untuk menenangkan diri adalah di tempat yang sepi.

Harry membukakan pintu mobil dan mendorong Momo masuk. Dia pun masuk ke dalam mobil tapi hanya menyalakan mesin. Dia menunggu Momo merasa tenang baru dia mengantar Momo pulang.

“Pak, sesudah ini mau ke mana lagi?” tanya Momo lirih.

“Aku akan mengantar kamu pulang,” jawab Harry sambil memandang Momo yang masih menunduk.

“Bapak masih ada acara?” tanya Momo. Dia tidak ingin pulang. Dia bisa gila kalau saat ini sendirian.

“Aku hanya mau mengantar kado itu pada kemenakanku.” Harry mengerutkan keningnya. Dia bingung apa tujuan Momo bertanya begitu.

“Bolehkah saya ikut?” tanya Momo lirih dan hampir berbisik.

“Awalnya memang aku ingin membawamu ke sana. Tapi … apa kamu tidak apa-apa kalau ikut denganku?” tanya Harry. ‘Sebenarnya aku ingin memperkenalkan kamu pada orang tuaku, supaya mereka tahu kalau kamu hanya asistennya Gina. Tidak lebih,’ batin Harry.

Orang tuanya sudah lama menyuruhnya menikah, minimal bawa calon menantu ke rumah. Tapi dia tidak tahu kenapa dia tidak berminat sedikit pun pada wanita, malah terasa ingin muntah setiap melihat wanita. Hanya 2 orang wanita yang dia sukai, Mama dan Gina.

Hanya mereka yang membuatnya merasakan yang namanya bercanda dengan wanita. Hal ini sudah lama. Bahkan Mama siap-siap membawanya ke psikiater. Tapi dia menolaknya.

Selama ini dia merasa nyaman dengan keadaannya yang sekarang. Sendiri dan tidak perlu memikirkan perasaan wanita.

Sesampai di rumah, Harry melirik ke Momo. Selama perjalanan Momo menunduk terus, bahkan dia samar-samar mendengar ada isak. Tapi setelah sampai di depan rumah, Momo mengangkat wajahnya dan tersenyum pada Harry.

Ada terlihat bekas air mata di sudut mata Momo. Tapi dengan tenang, dia mengambil alat make up-nya dan merias diri dengan sangat sederhana.

“Pak, bisa minta tolong?”

“Apa?” Harry menatap Momo.

“Apa kelihatan ada sesuatu pada wajahku? Aku tidak mungkin terlihat sedih di depan anak yang ulang tahun, kan?”

Harry tersenyum. “Tidak. Kamu hebat menutupinya dengan make up. Ayo, kita turun sebelum dia tidur.”

“Eh, jam segini sudah tidur?”

“Jangan salah, dia sangat disiplin menjaga kesehatan dirinya. Aku harus sering belajar padanya,” kata Harry tersenyum lebar. Melihat senyuman Harry, hati Momo terasa tenang. Seolah-olah senyum itu berteriak padanya, semangat!! Fighting!!

Momo mengekor langkah Harry sambil melihat sekelilingnya. Dia tidak berani terlalu dekat dengan Harry, takut kejadian di pusat perbelanjaan terjadi lagi.

“Malam!!” teriak Harry saat membuka pintu depan.

Di ruang tamu tidak terdengar suara apa pun. Dengan keheranan, Harry menuju ke ruang makan. Di sana dia melihat semua berkumpul, tapi tidak ada yang bersuara.

Sambil melangkah masuk, dia memandang satu per satu. Mereka pun memandang Harry dengan tatapan meminta tolong. ‘Hhmmm, dia berulah lagi,’ batin Harry.

Harry melangkah mendekati kemenakannya yang menuduk merajuk. Harry jongkok di sampingnya dan memegang tangannya dengan lembut. Dia tidak menolak, bahkan memegang tangan Harry dengan erat seolah-olah takut Harry akan pergi.

“Clark, Paman belikan hadiah khusus buatmu. Sesudah makan, kita bermain. Jadi kamu makan dulu ya,” bujuk Harry.

Clark mengangkat wajahnya dan memandang Harry kemudian melengos.

“Tidak mau! Clark marah sama Papa!”

Harry memandang pada Mamanya  Clark dan mengedarkan pandangannya pada wajah-wajah di meja makan. Harry menghela napas. Sudah 2 tahun berturut-turut, Kakaknya tidak pernah mau menghadiri ulang tahun anaknya. Tidak tahu kenapa.

“Clark, bisa bantu Paman? Paman bawa teman. Kan kasihan, nanti dia lapar. Kamu ajak dia makan, oke?”

“Teman?”

“Iya, teman yang cantik. Oke?” Terpaksa tujuan Harry berubah. ‘Nanti aku harus menjelaskan pada Papa dan Mama, siapa Monita itu,’ batin Harry pasrah.

“Mana?” Clark mengangkat wajahnya dan menatap ke pintu ruang makan.

Momo yang dari tadi berdiri di depan pintu ruang makan, tersentak kaget. Tanpa sadar, dia melangkah mundur. Cepat-cepat Momo mendekap mulutnya agar jeritannya tidak kedengaran.

Bab terkait

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 8 Ken dan Clark

    “Mana?” Clark mengangkat wajahnya dan menatap ke pintu ruang makan. Semua mata juga memandang ke pintu.Momo yang dari tadi berdiri di depan pintu ruang makan, tersentak kaget. Tanpa sadar, dia melangkah mundur. Cepat-cepat Momo mendekap mulutnya agar jeritannya tidak kedengaran. Dia jatuh terduduk sambil menatap Clark dengan perasaan bercampur aduk. Matanya berkaca-kaca.“Harry, siapa dia? Kenapa begitu tingkahnya saat melihat Clark?” bentak Mamanya Harry, Anisa dengan panik. Suara Anisa yang paling keras dibandingkan suara yang lain yang juga protes dengan reaksi Momo saat melihat Clark.Clark yang divonis autis sama dokter kadang-kadang dianggap sebuah beban bagi orang tua Clark. Harry pernah mendengar Kakak dan Kakak iparnya bertengkar karena masalah Clark yang autis. Dan karena autis, Clark terlihat aneh.Harry melirik kakak iparnya, Agna, yang menunduk dengan wajah memerah. Harry hanya berdiri bingung tidak harus buat apa. Di

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-05
  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 9 Lupa Karena Panik

    "Sekarang katakan padaku di mana Ken?" desak Momo."Ken sudah tidak ada bersama kita.”“Apa? Apa maksudmu?”“Seperti yang kamu lihat. Ken tidak ada di sini. Kamu pikir apa sehingga kaget begitu,” kata Harry menjitak kepala Momo sambil melangkah pergi. Harry tersenyum geli tapi hatinya sangat sedih.Momo melongo memandang dan tersentak saat kepalanya dijitak. ‘Aduh, sakit! Ternyata aku dikerjain sama Bos. Berengsek!’ batin Momo kesal.Momo ikut bergabung kembali dengan Clark yang serius memasang puzzle. Tidak ada yang bisa mengganggunya kalau sedang serius. Bahkan saat Momo duduk dekat Clark, dia cuek saja.Akhirnya Momo pamit pulang, karena entah sampai kapan Clark mau bicara lagi. Saat Momo menjawil pundak untuk pamit, Clark tetap cuek.“Saya permisi dulu, Pak, Bu.”“Terima kasih, Monita. Boleh saya ikut Clark memanggilmu Momo?” tanya Agna.&ldqu

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 10 Bersama Di Malam Hari Pertama

    “Kamu tidak apa-apa?” tanya Harry panik, lupa dengan ponsel Momo yang masih terhubung dengan Lita.“Momo!! Apa yang terjadi?! Siapa itu laki-laki itu?? Dia bikin apa kamu?!” teriak Lita panik.Harry memandang ponsel Momo dengan netra yang sangat besar. ‘Aduh, aku lupa, dia masih berbicara di telepon!!” seru Harry dalam hati dengan gugup.“Aduh, sori, Lit. Tadi aku tidak sengaja menabrak office boy. Aku kira semua sudah pulang, jadi langsung saja keluar tanpa memperhatikan,” kata Momo tanpa menyaring perkataannya.Netra Harry semakin lebar dan tajam. ‘Aku dibilang office boy? Enak aja ini anak! Berani macam-macam ya karena kamu kenal Clark. Awas besok di kantor,’ gerutu Harry dalam hati.“Ooo, kirain Bosmu lagi bikin kamu apa, hehehe.”“Lita, jangan sembarang ngomong. Nanti Bosku marah,” pekik Momo sambil melirik ke Harry. Tapi Harry su

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-07
  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 11 Aku Tidak Mempekerjakan PSK

    Mereka berdua berdiri memantung memandang kamar itu. Kamarnya lumayan besar dan bagus, tapi hanya ada 1 kasur besar. Tidak ada sofa untuk dijadikan tempat tidur cadangan. Satu-satunya hanya tempat tidur itu.“Pak, bagaimana ini?” tanya Momo panik.Harry menelan salivanya. Walau hatinya bergetar hebat, dia mencoba menjawab dengan sikap dingin.“Yah, mau bagimana lagi? Kamu di ujung sini dan aku di ujung sana,” kata Harry terlihat santai dan langsung masuk ke kamar mandi.Setelah masuk dan mengunci pintu, Harry duduk di kloset dan meraup kepalanya. Tanpa sadar, air matanya mengalir. Rasa sakit dan ketakutan menguasai dirinya. Badannya bergetar hebat. Harry terus merapal doa-doa yang telah dia hafal. Karena hanya doa itu yang membuatnya bisa bertahan di samping wanita.Tapi kali ini, Momo adalah orang baru yang Harry belum mengetahui apa pun tentangnya. Dan sekarang mereka harus berdua dalam 1 kamar, bahkan 1 tempat tidur.

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-08
  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 12 Bos Gila

    “Monita, mulai sekarang aku tidak mau kamu melanjutkan aktivitas malammu itu dengan Lita. Jika aku mengetahui kamu masih melakukannya, silakan angkat kaki dari kantorku. Aku tidak mempekerjakan PSK,” kata Harry dengan nada dingin.Setelah mengatakan peringatan itu, tanpa menoleh, Harry langsung masuk ke mobilnya dan melaju kencang.Momo hanya bisa bergeming memandang kepergian mobil Harry. PSK? Jadi selama ini dia anggap aku PSK? Berengsek!!umpat Momo dalam hati. Dengan kemarahan meluap-luap, Momo masuk ke dalam rumahnya.Untuk meredam kemarahannya, Momo mandi lagi. Setelah merasa lebih segar dan kemarahannya sudah surut, dia mengambil ponselnya.Momo kaget melihat ada 20 kali panggilan tak terjawab dan 10 pesan dari Lita. Dia lupa mengabari Lita sesuai janjinya.Tidak juga, aku berjanji menelepon sesampai di rumah dan aku baru saja tiba di rumah,batin Momo membela diri.Tapi mana mungkin aku mengatakan ka

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-19
  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 13 Ken Krisis

    Perlahan Harry melangkah ke toilet dan dia kaget mendengar teriakan Momo. Tapi dia tidak bisa mendengar dengan jelas perkataan apa yang diteriakkan Momo. Harry berdiri mematung sambil mendengar tangisan kesal Momo.Setelah Momo merasa sedikit kelegaan dan memperbaiki riasan wajahnya, dia keluar dari toilet.Momo segera menuju ke mejanya dan mulai memilah-milah berkasnya. Dia tidak menyadari kalau dari dalam ruangan, Harry mengintipnya.Tapi saat itu Momo tidak bisa konsentrasi, karena dia terus berpikir. Dia mendengar Harry mengatakan kata ‘cantik’. Apakah aku yang dia maksud dengan cantik? Kenapa jantungku berdebar-debar konyol seperti begini?batin Momo resah. Tidak … tidak. Aku harus konsentrasi mengerjakan pekerjaan hari ini, kalau tidak ingin dipecat. Ayo, Momo. Konsentrasi!Momo cepat-cepat menepis pikirannya yang tidak pada tempatnya dan fokus pada pekerjaannya. Tanpa Momo sadari, waktu berlalu dengan cepat

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-20
  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 14 Pembunuh Psikopat

    Harry mengerutkan keningnya saat melihat nomor di layar.“Ada apa, Har?” tanya Anisa.“Ma, Ken gawat!” pekik Harry ketakutan.“Kak Ken!!” teriak Clark.“Ayo, kita langsung ke rumah sakit!” seru Anisa yang langsung berlari ke dapur dan memberi instruksi pada pelayannya.Semua berdesak-desakan dalam mobil Harry, tapi tidak ada yang mengeluh kesempitan. Momo juga ikut dalam mobil itu tanpa berkata apa-apa.Setiba mereka di rumah sakit, mereka langsung menuju ke kamar Ken. Saat itu, dokter Ardy sedang memberi pertolongan pada Ken, sehingga mereka terpaksa menunggu di luar kamar.Hariyanto, Papanya Harry, yang bersamaan datang, memeluk Anisa. Agna dan Clark saling berangkulan sambil menangis.Harry melihat Momo yang terus menerus menengok ke dalam dengan cemas dan gemetar. Entah sudah berapa kali Momo menghapus air matanya. Harry menghampiri Momo dan memeluknya.“Ten

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21
  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 15 Mencari Alibi dan Motif

    “Kami punya bukti kalau Jeff adalah seorang psikopat yang melakukan pembunuhan berantai. Kamu pernah membaca berita tentang orang yang dibunuh dan diambil organ tubuhnya?” bisik Agung.“Heh?! Gak mungkin Kak Jeff melakukan itu!!” seru Harry dengan suara tertahan.“Jangan menilai semua orang hanya dari cover-nya.”“Apakah bisa aku melihat bukti itu? Jika Pak Agung tidak keberatan.”Agung memandang Seth. “Aku coba diskusikan terlebih dahulu. Kamu tunggulah di sini.”“Terima kasih, Pak.”Harry menghampiri Gina yang masih menangis.“Kak Gina!” teriak Momo dan berlari menghampiri Gina.“Monita, kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Harry.“Ah, Pak. Tadi saya menelepon Kak Gina untuk menanyakan keadaan Kak Jeff dan Kak Gina cerita kalau Kak Jeff ada di sini,” jelas Momo. “Kak Gina, sabar ya.”“Pak

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-21

Bab terbaru

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 84 Penguasa Baru dan Asisten Baru

    Momo dan Harry langsung berlari membantu Mira untuk bangun kembali. Mereka tidak memedulikan tawaan dan cibiran orang-orang. Mira sangat marah saat Momo menyentuhnya. Dengan kasar dia menepis tangan Momo, tetapi menyambut dengan senyum manis pada tangan Harry. Sambil menatap Harry dengan intens, Mira mengelus tangan Harry. Harry merasa serba salah. Dia sangat ingin menarik kembali tangannya, tetapi Momo menatapnya dengan tatapan melarang. Akhirnya Harry melayani Mira yang terus menerus menatapnya dengan tatapan menggoda. Dengan izin dari Chu, Mira diperbolehkan tinggal di daerah itu. Namun tidak ada yang memedulikannya. Walau ada rasa enggan, Harry tetap menjenguk Mira. Dia sadar akan tanggung jawabnya. Melihat kebaikan hati Harry, semua penduduk dunia cermin mendukung Harry menggantikan posisi Mira. Namun Harry belum memberi mereka jawaban. “Harry, mengapa kamu tidak segera melakukan pelantikan dirimu jadi penguasa? Apa yang kamu tunggu?” tanya Chu saat sedang menggantikan perban

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 83 Perubahan Total

    Mira yang memiliki kecantikan seorang gadis, sekarang berubah menjadi seorang nenek-nenek sesuai dengan usianya. Keriput merajalela di seluruh tubuhya.“Apa yang kamu lakukan, Harry?! Kenapa aku menjadi seperti ini? Tenaga apa yang kamu pakai?! Kembalikan aku pada kecantikan dan kemudaaanku!!” teriak Mira histeris. Namun suara yang awalnya begitu kencang dan tegas, berubah menjadi suara cempreng, suara nenek-nenek yang lemah.Saat Harry melongo melihat keadaan Mira, muncul Devan dan Mischa. Pasukan mereka telah disuruh meninggalkan pos yang sudah diatur sejak awal, karena perubahan rencana. Mereka diminta bersiaga menjaga rumah sakit. Sedangkan Devan dan Mischa yang menawarkan diri untuk mengawasi Harry dari jauh.Saat melihat Mira mengikuti Harry dan Momo, dengan tetap waspada Devan dan Mischa mengikuti dari kejauhan. Namun apa yang mereka takutkan tidak terjadi. Malah Mira kalah dengan keadaan yang sangat aneh.“Harry, kamu pergilah me

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 82 Melamar Kerja Sebagai Belahan Jiwa

    Saat kecemasan Momo meningkat, dia merasakan ada tangan yang menggenggam erat tangannya. Dia tidak tahu kalau Harry sudah berada di sisinya sebelum digenggam. Momo bernapas lega saat melihat bola mata Harry.“Wah … wah, kalian telah menyakitiku,” seru Mira sambil tertawa sinis. Mira turun dari mobil serta menghampiri Harry dan Momo dengan tatapan yang tajam, karena sakit hati. Matanya tidak bisa teralihkan dari genggaman tangan Harry pada Momo.“Harry, kamu berbohong ya. Katamu sudah memecat Monita, kenyataannya kamu membawanya ke sini!” bentak Toni dengan marah.“Saya sudah dipecat sebagai sekretaris, Pak Toni. Tapi saya melamar kerja sebagai belahan jiwanya Pak Harry. Apakah itu mengecewakanmu?” kata Momo dengan tenang. Tawa Harry hampir saja pecah saat mendengar Momo mengatakan melamar sebagai belahan jiwanya. Namun melihat kemarahan Mira dan Toni, Harry memilih menyimpannya dalam hati.“Apa-apaan kamu,

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 81 Awal Peperangan - Kepercayaan

    “Ada apa?” tanya Tico pada Momo. Tiba-tiba dia disergap rasa khawatir.“Pasukan Mira sedang menuju ke arah sini. Entah dia tahu tempat ini atau hanya mengira-ngira,” timpal Chu.“Dia tidak mengira-ngira! Kemungkinan besar dia tahu tempat ini. Kita harus evakuasi yang tidak bisa bertarung!” perintah Harry. Entah kenapa dia mengeluarkan perintah itu, seolah-olah dia adalah penguasa. Sebagian orang yang mendengarnya langsung bergerak.“Momo, mereka sudah dekat ataukah masih jauh?” tanya sina.“Paling cepat tiba di sini setengah jam lagi,” kata Momo.“Master, kita harus memasang pelindung kita,” pinta Ken.“Kalau kita memasang pelindung, berarti tidak ada yang bisa keluar ataupun masuk,” protes Sina. “Bagaimana caranya kita mengeluarkan yang tidak bisa bertarung? Mereka akan terjebak seperti kita.”“Tetapi kalau kita tidak pasang, mereka

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 80 Tidak Bisa Beristirahat

    Di belakangnya terlihat beberapa orang mengusung seseorang yang terluka parah. Wajahnya sudah tidak bisa dikenali karena berlumur cairan merah.Terlihat Chu keluar dengan langkah tergopoh-gopoh. Dia segera menyuruh mereka membawa orang itu masuk ke dalam sebuah kamar. Semuanya mengikuti orang yang diusung itu.“Ada apa?” tanya Sina pada pengusung yang sudah meletakkan orang sakit itu di tempat tidur.“Dia dipukul sama anak buahnya Mira sampai babak belur beberapa hari yang lalu. Terus teman-teman membawa dan merawatnya. Saat masih dirawat, teman-teman lain beri tahu kalau adiknya ditangkap sama Mira, dia menuju ke sana dan merelakan dirinya yang dipukul untuk menggantikan adiknya. Tetapi Mira mengenalinya yang tempo hari dia pukul, sehingga dia dipukul berkali-kali lipat,” kata pengusung itu sambil menghela napas. “Padahal adiknya itu bukan adik kandungnya.”“Kenapa dia dan adiknya dipukul?” tanya Sina.

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 79 Kekuatan Penyembuhan

    Momo tidak mampu menyelesaikan perkataannya. Hatinya sangat sesak. Tanpa mengharapkan jawaban, dia mengikuti Chu ke sebuah ruangan.Momo hampir pingsan melihat seseorang yang tergeletak dalam keadaan luka parah. Orang itu tidak bergerak, tetapi Momo masih melihat gerakan dadanya naik turun, walau tidak teratur. Dengan cepat, Momo menghampirinya.“Harry!! Harry!! Bangun!! Jangan tinggalkan aku sendiri,” tangis Momo meraung sambil mengguncang badan Harry.“Kalau kamu mau, kamu bisa menyembuhkannya,” kata Chu.Momo tersentak kaget mendengar perkataan Chu. Dia memandang Chu dengan tidak percaya. Air matanya masih mengalir tanpa henti.“Be…bbenarkah, Master? Saya bisa menyembuhkannya. Bagaimana caranya? Tolong beri tahu pada saya, Master, huhuhu….”“Hanya kamu sendiri yang tahu. Seperti kamu bisa melihat masa depan, begitulah kekuatanmu itu akan muncul jika kamu inginkan.”&ldqu

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 78 Tawanan Pelatihan

    Semua netra menoleh pada sumber suara. Walau Harry dan kawan-kawan diam, tetapi netra mereka menuntut penjelasan.“Maaf, saya tidak bisa menjelaskan lebih terperinci daripada pemberitahuan ini. Silakan kalian masuk lewat pintu kanan,” kata orang itu sambil menunjukkan pintu masuk sebelah kanan. “Eh, tunggu, kecuali kamu. Tempatmu bukan di kanan, tetapi di kiri.”Ken tersentak kaget karena dia disuruh menuju ke pintu kiri. Dengan heran dia memandang orang itu.“Mengapa?”“Ada yang harus kamu temui dahulu.”Hanya jawaban itu, tetapi membuat raut wajah Ken memucat. Dengan lesu, dia menuju ke pintu sebelah kiri.“Siapa yang harus dia temui, Bin?” tanya Sina.“Kamu akan tahu juga nanti,” kata Bin tidak peduli. Dia segera membuka pintu buat mereka bertiga dan mempersilakan mereka masuk ke dalam.Saat mereka masuk, Harry takjub melihat suasana di dalam. Pintu masu

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 77 Daerah Charli

    “Mo, ada apa?” tanya Harry khawatir. Setiap kali melihat Momo menangis, hati Harry menjadi sakit. Hatinya juga ingin ikut menangis.Bruk!!Semua terlompat kaget. Mereka mendekati pintu yang mereka lewati tadi. Namun Momo melarang mereka.“Jangan mendekat!” bisik Momo sambil menghapus air matanya. “Kita harus pergi dari sini! Kalau tidak, sia-sialah kesempatan yang diberikan Gus.”“Maksudnya? Kesempatan apa?" tanya Sina heran."Momo benar, Dok. Ayo, kita pergi dari sini!” bisik Harry. Entah kenapa dia mengerti larangan Momo.Walau bingung, semuanya sepakat untuk pergi dari sana. Melewati tangga darurat dengan cepat menuju ke tempat parkir. Dari sana mereka segera meninggalkan rumah sakit dengan menggunakan mobil Sina yang selalu terparkir di tempat parkir rumah sakit.Sani yang menjalankan kendaraan sehingga Sina bisa mengecek berita dari rumah sakit. Namun ada satu video yang dikir

  • CERMIN GERBANG CINTA   Bab 76 Pemandangan Indah

    Semua yang melihat Mira marah, mengerutkan kening. Mereka tidak tahu apa yang telah dikatakan dokter kepala sehingga membangkitkan kemarahan Mira dan membuat dokter kepala itu berlutut ketakutan. Apalagi mereka melihat Momo senyam-senyum sambil menonton. Namun mereka memilih diam, karena Momo terlihat serius.“Maafkan saya, Yang Mulia! Saya tidak bermaksud demikian! Tidak ada yang melebihi kehebatan Yang Mulia!” teriak dokter kepala itu ketakutan sambil menyembah Mira.“Sudahlah!” Tangan Mira mengibas-ngibas. “Aku ingin tahu apa yang terjadi pada Bryan. Antar aku ke tempatnya. Dia masih berlutut, kan?!”“Iya. Dia masih belum mampu berdiri. Saya akan antarkan Yang Mulia ke sana,” kata dokter kepala.Dokter kepala yang berbadan agak besar itu dengan cepat melompat berdiri. Namun karena memang tidak lincah, kakinya terkait di bawah kursi, sehingga dia terjungkal ke depan dan menabrak Mira yang juga kebetu

DMCA.com Protection Status