Beberapa saat telah berlalu, dan Valerie telah sampai di depan sebuah rumah yang terlihat sangat megah, rumah itu pasti memiliki harga yang fantastis.
Namun valerie bukan orang yang suka akan hal-hal mewah seperti itu, apalagi jika itu adalah milik orang lain. Dia juga harus sadar diri.
“Masuklah!” ucap Sean, kali ini pria itu berbicara dengan suara yang tenang, Valerie hanya mengikuti ucapan pria itu.
“Sebentar,” cegah Valerie sebelum Sean menyuruhnya masuk untuk mengikutinya, “Bagaimana dengan Papa saya?” tanya Valerie memastikan. Itu karena dia tidak langsung dibawa pergi, tanpa melihat papanya yang entah sudah dibuka ikatannya atau tidak.
Sean hanya diam dan tidak menjawab, hal itu semakin membuat Valerie gelisah, “Bukankah saya dan anda sudah setuju tadi?” ulang Valerie lagi, dia berhenti ditempatnya dan itu membuat Sean juga berhenti.
Pria itu menatap Valerie sembari meletakkan kedua lengannya di pinggang, “Saya tidak ingin menjawab, sebelum kamu masuk.” jelas Sean.
Dia mencoba memberi penawaran, tapi dia mungkin lupa bahwa Valerie sangat keras kepala. “Tidak sebelum anda menjawab pertanyaan saya.” balas Valerie tidak mau kalah.
“Ya sudah, kalau begitu berdiri saja di sana,” kata Sean yang mulai kembali melanjutkan langkahnya.
Valerie menatap dengan tatapan bingung, “Apa itu artinya, saya boleh pulang?” teriak Valerie yang akhirnya bisa membuat Sean kembali menghentikan langkahnya.
“Perempuan ini, benar-benar,” Sean berbalik dan berjalan menuju tempat Valerie berdiri dengan cepat.
Valerie langsung bersikap siaga saat melihat Sean yang semakin mendekat kearahnya, “Apa yang kamu lakukan?” ucap Valerie ketika Sean mengangkatnya seperti karung beras yang sepertinya tidak terasa berat sama sekali.
“Berhenti mengomel, kau benar-benar menyebalkan!” kata Sean, setelahnya, sean mengajak Valerie masuk ke dalam rumah mewah miliknya.
“Lepaskan!” teriak Valerie tapi Sean bersikap seolah dia tidak mendengar apapun.
Sean menurunkan Valerie dan dia bisa melihat beberapa orang yang sedang menatap mereka saat ini.
“Selamat sore, Tuan!” Sapa beberapa orang yang sepertinya pekerja disana, mereka bahkan bukan hanya beberapa, sepertinya lebih dari dua puluh orang.
“Dengar semua, Dia ini, adalah calon nyonya Leonardo!” ucap Sean.
Semua pekerja itu, hanya menunduk sopan di sana, Valerie tahu pria itu menginginkan ganti rugi, tapi dia tidak pernah berkata apapun soal pernikahan. Valerie ingin membantah ucapan pria itu, tetapi saat dia akan membuka mulutnya..
“Mmmpphh!”
Valerie tidak bisa berkata apapun karena pria itu langsung menciumnya dengan paksa, bahkan semua pekerja di sana, langsung mengalihkan pandangan mereka ke sembarang arah.
“Menurutlah, dan jangan membantah,” ucap Sean sembari mengelap bibir Valerie. Valerie yang diperlakukan seperti itu, malah membuang muka karena marah.
. . .
Sean sudah pergi dari sana sejak beberapa detik yang lalu, jadilah Valerie diantarkan oleh pekerja disana.
“Mari nyonya, Saya antar ke kamar,” Ucap bibi dengan ramah.
Valerie mengangguk sebagai jawaban, “Terimakasih!” balas Valerie yang tidak tahu siapa nama bibi itu.
“Panggil saja Tina, Nyonya.” kata bibi seperti bisa membaca pikiran Valerie.
Valerie diajak kesebuah kamar yang sangat luas dan dia hanya menurut di belakang, “Apa ini kamar utama rumah ini?” tanya Valerie memastikan.
“Bukan nyonya,” jawab bibi.
Valerie hanya mengangguk, “Jika kamar ini saja sudah sangat luas, bagaimana kamar utamanya?” pikir Valerie.
“Bi!” panggil Valerie, “Apa pria tadi itu, seorang mafia?” tanya Valerie langsung, Dia sangat penasaran tentang status pria itu sejak tadi.
“Tentu saja tidak, Nyonya,” balas bibi sembari tertawa, “Tuan itu tidak seperti yang nyonya pikirkan,” jelas bibi lagi.
Namun valerie masih saja merasa kebingungan, “Tuan adalah seorang CEO. Jangan terlalu dipikirkan, istirahatlah nyonya, saya akan datang lagi nanti.” kata bibi setelah mereka terdiam sesaat
Valerie mengangguk dan menurut saja, meski begitu, dia masih sedang memikirkan tentang papanya, “Eh, di mana tasku?” ujar Valerie setelah dia teringat bahwa dia membawa tas tangan miliknya tadi.
“Aku pasti meninggalkannya di mobil pria itu,” kata valerie lagi.
Di lain sisi, Sean sedang sibuk dengan ponsel pintarnya, entahlah apa yang sedang dia lakukan.
Setelah beberapa saat berkutat dengan ponselnya, Sean lalu memegang bibirnya, "Ahh sial! Kenapa aku masih bisa merasakan ciuman itu?” ujar Sean.
Dia mencoba menghilangan valerie dari pikirannya, tapi itu percuma saja. Dia malah semakin kepikiran tentang wanita itu.
~Apa aku terdengar seperti sedang meminta persetujuan?~
Tok tok tok
Terdengar sebuah ketukan di pintu kamar yang sedang valerie tempati, mendengar itu, Valerie langsung berjalan untuk membukanya.
“Selamat malam, Nyonya!” sapa seorang wanita yang berdiri sembari membawa banyak barang di tangannya.
“Malam!” Balas Valerie, dia menatap wanita didepannya dengan tatapan penasaran, “Apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Valerie dan wanita itu mengangguk.
Valerie tidak perlu bertanya lagi dan mulai berucap, “Baiklah, silahkan masuk!” ucap Valerie mempersilahkan, Dia bahkan membantu wanita itu dengan membawa beberapa barangnya.
“Tidak perlu Nyonya, biar saya saja,” ucap wanita itu.
“Tidak apa,” balas Valerie.
Valerie kira, hanya wanita itu yang datang, tapi ternyata, beberapa pelayan di sana datang dan membawa banyak barang ke kamar Valerie.
Setelah barang-barang itu diletakkan, Valerie mulai bertanya, “Apa akan ada acara?” tanya Valerie yang masih memperhatikan mereka.
“Tentu saja, Nyonya,” balas wanita yang tidak Valerie ketahui namanya itu, “Tapi tenang saja, Saya akan membantu nyonya untuk bersiap.” Ucapnya lagi.
Beberapa saat sudah berlalu, bukannya merasa tenang, Valerie malah semakin kebingungan di sana.
“Sepertinya kalian salah, karena saya tidak sedang merancanakan pernikahan,” jelas Valerie.
“Tidak nyonya, ini sesuai perintah Tuan Sean.” balas mereka.
Valerie mengangkat alisnya bingung, “Siapa Sean?” tanya Valerie.
Mereka semua melihat satu sama lain, “Beliau tuan besar rumah ini, Nyonya, calon suami Nyonya,” kata bibi.
Ah, Valerie baru teringat tentang pria yang tadi membawanya kesini, siapa lagi kalau bukan pria itu?
“Apa aku harus menikah secepat ini?” batin Valerie.
Beberapa saat telah berlalu, dan Valerie hanya duduk diam sembari menatap refleksi dirinya di cermin.
“Apa ini nyata?” ucap Valerie. “Rasanya, aku baru saja menghidangkan sarapan pagi ini untuk Papa,” lanjut Valerie lagi.
Saat valerie sedang sibuk memikirkan tentang papanya, seseorang malah mengetuk pintu kamar valerie, "Masuk!” ucap Valerie mempersilahkan.
“Permisi Nyonya, Saya ingin mengatakan bahwa Nyonya harus segera pergi ke tempat acara,” jelas bibi.
Valerie hanya bisa mengangguk sebagai jawaban, setelah itu, bibi langsung membantunya untuk beranjak dari sana.
Valerie menuruni anak tangga itu satu persatu, dia hanya berjalan sembari menatap orang-orang yang ada di lantai dasar rumah itu. Tidak ada satupun yang dia kenali, kecuali pria arogan yang berdiri disana dengan setelan jas hitam mewahnya.
“Andai saja Papa ada di sini,” batin Valerie
Saat valerie selesai melangkahkan kakinya di anak tangga terakhir, sebuah tangan langsung terulur ke arahnya. Valerie pikir itu adalah Sean, tapi saat ini, dia bisa melihat pria itu yang berada di depannya, “Lalu tangan siapa itu?” pikir Valerie.
Tanpa menunggu apapun, Valerie langsung menatap kepada orang yang masih mengulurkan tangannya itu.
“Papa!” ujar Valerie tidak percaya.
~Apa aku terdengar seperti sedang meminta persetujuan?~Tanpa menunggu apapun, Valerie langsung menatap kepada orang yang masih mengulurkan tangannya itu.“Papa!” ujar Valerie tidak percaya.Papanya hanya mengangguk dengan air mata yang mulai menetes, “Ayo, Sayang!” ajak papa.Valerie tanpa ragu langsung menggandeng lengan papanya, “Val kangen, Pa,” ucap Valerie yang sepertinya akan menangis.“Don’t cry sweetheart, Papa nggak akan pernah ninggalin kamu.” jelas papa.. . .“Terimakasih!” ucap Valerie pada Sean setelah mereka selesai dengan acara pernikahan, yang menurut Valerie sangat mendadak itu.“Untuk apa?” tanya Sean setelah beberapa saat, Pria itu sedang serius memandang beberapa tamunya.“Untuk mengizinkan Papa menggandeng tanganku hari ini,” jelas Valerie sembari tersenyum lebar.Dia tidak berhenti tersenyum sejak tadi, setidaknya setelah dia bertemu dengan papanya.Mendengar itu, sean lalu menatap Valerie dengan pandangan tertarik, “Saya hanya tidak ingin membuatmu merasa sepe
“Tidak apa-apa nyonya.” Balas bibiValerie menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Bibi mengira bahwa nyonya baru mereka itu akan diam saja atau pergi. Tetapi diluar dugaan, Valerie malah membantu membersihkan beberapa sayuran.Valerie tidak hanya membantu mencuci sayuran. Tapi dia juga memasak beberapa makanan.Saat Valerie sedang menata makanan itu di meja, dia bisa mendengar langkah kaki yang berjalan menuruni tangga.“Selamat pagi!” sapa Valerie saat melihat Sean yang sudah berada diujung tanggaTidak ada balasan apapun dari Sean.“Apa kau ingin sarapan?” tawar ValerieSean menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Valerie baru sadar jika Sean mengenakan pakaian formal saat ini. Dia terlihat seperti ingin pergi ke suatu tempat.“Tidak perlu membuat apapun. Cukup urusi dirimu sendiri!” kata Sean. Dia melangkah pergi dan itu membuat Valerie mengerucutkan bibirnya.Dia merasa kesal. Tapi dia tidak berkata apapun. Valerie menghabiskan pagi itu bersama para pekerja di rumah Sean.Sore h
“Mau atau tidak, seseorang harus meneruskan semua yang sudah dia mulai”Keesokan paginya, Valerie bangun dengan perasaan lega. Tidurnya semalam sangat nyenyak. Padahal kemarin itu sangat melelahkan menurutnya. Meski dia tidak melakukan pekerjaan berat apapun. Entahlah.Valerie mulai membersihkan dirinya. Dia menatap beberapa bingkisan yang entah sejak kapan ada disana. Padahal dia tidak merasa memiliki itu disana sebelumnya. Karena penasaran, Valerie berjalan untuk memeriksa apa isi bingkisan itu.“Pakaian?”Dia memeriksa semua bingkisan dan menemukan banyak pakaian di dalamnya. Melihat itu, Valerie baru teringat bahwa mereka memang membawa banyak barang malam itu. Saat Valerie akan menikah.Mungkin dia akan merapikan pakaiannya nanti. Dia hanya akan merapikan alat riasnya saat ini. Untunglah dia sempat membawa tas tangannya yang berisi beberapa alat makeup.Tak lama kemudian, dia sudah rapi dengan kemeja berlengan panjang sepaha. Dia sudah memeriksa semua pakaian tetapi tidak menemuk
“Dasar gila!” umpat Valerie.Wanita itu berjalan menjauh dari kolam renang dan tidak berniat untuk menoleh ke belakang. Dia pasti sangat kesal saat itu.Sean yang kini sedang mengeringkan rambutnya itupun, hanya menatap punggung istrinya yang berlalu.“Gila?” ucap Sean.Dia tidak percaya bahwa seorang wanita baru saja mengatai dirinya gila. Sean mengambil ponselnya dan mulai memeriksa. Dia melupakan niat awal Valerie menemui dirinya. Tentunya sebelum peristiwa di kolam renang tadi.Pria itu duduk sejenak dan fokus dengan ponsel di tangannya. Tetapi dia bisa mengatakan bahwa dia tidak sepenuhnya fokus dengan kegiatannya.“Apa ponselnya rusak?” pikir Sean.Setelah mengatakan itu, Sean lantas meletakkan ponselnya. Dia lebih tertarik untuk memikirkan kejadian saat dia menarik Valerie, hingga mencium bibir wanita itu dengan paksa.Alasan Sean memikirkan perkataan Valerie, ialah karena untuk pertama kalinya, ada orang yang mengatai dirinya gila hanya karena dicium paksa.Masalahnya, semua w
Hari berlalu dengan cepat dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sean sejak tadi sedang sibuk di ruangan kerjanya.“Sudah berapa lama aku duduk?” ujar Sean.Pria itu memeriksa arlojinya dan bertepatan dengan itu, sebuah ketukan terdengar di pintu ruang kerjanya.“Siapa?” ujar Sean.“Ini bibi, tuan.” jawab sebuah suara dari luar.Mendengar hal itu, Sean lantas beranjak dan memeriksa keadaan di luar.“Ada apa?” tanya Sean tanpa perlu berbasa basi lagi.“Ini tuan, ada orang yang membawa pesanan atas nama tuan,” ucap bibi.“Ponsel?” tanya Sean singkat.“Iya, tuan.” balas bibi.“Bawa saja ke kamar Valerie,” kata Sean memberi perintah.“Baik tuan,” kata Bibi.Baru saja bibi akan pergi, Sean sudah berbicara lagi.“Berikan langsung kepadanya dan pastikan dia memakainya,” kata Sean.Bi Tina adalah asisten rumah tangga yang sudah cukup lama bekerja untuk Sean. Usianya beberapa tahun lebih tua dibanding ibunya. Dia dulu adalah pelayan ibunya.Bi Tina yang mendengar itupun lantas m
Keesokan harinya, Valerie memulai aktivitasnya seperti hari kemarin. Ini adalah hari terakhir dia mengajukan cuti dan besok dia akan bekerja kembali. Karena dia merasa bahwa Sean tidak ingin berbicara dengannya, Valerie lantas mengurung diri di kamar. Mungkin Sean juga akan ke kantor hari ini.Valerie tidak ingin terus menerus memikirkan masalah pria itu, sehingga dia akhirnya menyalakan laptop dan mulai mengerjakan beberapa hal. Rumah itu memiliki sepasang pengantin baru, tetapi terasa seperti tidak ada yang berbeda. Mereka masih tidur di kamar yang terpisah, dan kini tidak saling menyapa satu sama lain.Ketika Valerie merasa bahwa dia sudah sangat lama bekerja, dia lantas berdiri untuk melakukan beberapa gerakan ringan dan berusaha menghilangkan rasa lelahnya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia masih belum mengisi perutnya.“Siang, nyonya!” sapa bibi ketika berpapasan dengan Valerie di tangga.“Siang, bi,” balas Valerie.“Bibi baru saja ingin memberitahu nyonya untuk maka
Pagi ini Valerie keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Dia sudah mengenakan kemeja berwarna biru laut, celana kantor berwarna hitam dan hills dengan warna senada. Dia mengikat rambutnya serta tidak lupa membawa tas tangan miliknya.“Hari pertama bekerja dengan status baru,” ucap Valerie.Rasanya tidak begitu buruk. Bahkan tidak terasa seperti hari pertama bekerja. Dia baru saja menikah dan mengambil cuti selama tiga hari, tetapi selama itu juga dia hanya berada di rumah. Tidak ada yang istimewa dengan pernikahannya.Begitu Valerie menuruni tangga, dia mendengar suara pintu yang ditutup disertai penampakan seorang pria tampan dengan setelan jas lengkap yang melekat dengan begitu sempurna. Apa dia benar-benar mengatakan pria itu tampan? Tetapi kehadiran pria itu tidak berarti apapun. Valerie terus melangkah turun hingga Sean menyadari keberadaan wanita itu.“Sebentar,” ucap Sean.Pria itu mengambil langkah cepat dan berdiri satu anak tangga di depan Valerie, sehingga
Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka lantas memasuki ruangan dan kini Valerie bisa melihat keberadaan direktur beserta istrinya di sana.“Ah, selamat datang Bu Valerie. Silahkan duduk,” ujar direktur mempersilahkan.“Terimakasih, pak,” balas Valerie sembari mengambil tempat di sana.Entah apa yang akan mereka bahas, tetapi sepertinya itu tidak akan berakhir dengan cepat. Valerie penasaran apa yang akan mereka bahas kali ini.“Maaf membuat anda kebingungan,” ucap direktur lagi.Pria paruh baya itu menatap ke arah istrinya dan terdiam sejenak. Entah apa yang akan mereka katakan. Itu terlihat serius sekarang.“Jadi begini, kami menerima surat pengunduran dirimu pagi ini.” kata direktur.Mendengar hal itu, perasaan Valerie semakin tidak enak. Dia tidak mengira bahwa Sean benar-benar mengirimkan surat itu atas namanya. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?“Tetapi jangan khawatir, kami berpikir bahwa anda tidak serius mengajukannya,” lanjut direktur lagi.Pria itu seperti berniat untuk m
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia