~Apa aku terdengar seperti sedang meminta persetujuan?~
Tanpa menunggu apapun, Valerie langsung menatap kepada orang yang masih mengulurkan tangannya itu.
“Papa!” ujar Valerie tidak percaya.
Papanya hanya mengangguk dengan air mata yang mulai menetes, “Ayo, Sayang!” ajak papa.
Valerie tanpa ragu langsung menggandeng lengan papanya, “Val kangen, Pa,” ucap Valerie yang sepertinya akan menangis.
“Don’t cry sweetheart, Papa nggak akan pernah ninggalin kamu.” jelas papa.
. . .
“Terimakasih!” ucap Valerie pada Sean setelah mereka selesai dengan acara pernikahan, yang menurut Valerie sangat mendadak itu.
“Untuk apa?” tanya Sean setelah beberapa saat, Pria itu sedang serius memandang beberapa tamunya.
“Untuk mengizinkan Papa menggandeng tanganku hari ini,” jelas Valerie sembari tersenyum lebar.
Dia tidak berhenti tersenyum sejak tadi, setidaknya setelah dia bertemu dengan papanya.
Mendengar itu, sean lalu menatap Valerie dengan pandangan tertarik, “Saya hanya tidak ingin membuatmu merasa seperti tidak punya orang tua,” balas Sean.
Valerie hanya mengangguk dengan semangat, tapi senyuman lebar itu, tidak pernah hilang dari wajahnya.
Beberapa jam kemudian, semua tamu sudah berpamitan dengan Sean dan Valerie, ini sudah hampir pukul 12 malam.
“Ikut saya, ada hal penting yang harus saya bicarakan.” ucap Sean, tanpa berkata apapun lagi, dia langsung meninggalkan Valerie di sana.
Valerie menatapnya dengan pandangan kesal, tapi dia mencoba untuk menahannya, “Baiklah, dunia baru akan dimulai sekarang,” batin Valerie.
Sean melangkahkan kaki menuju kamarnya dan tak lama, Valerie sudah sampai disana.
“Duduk!” ucap Sean yang lebih terdengar seperti sebuah perintah.
Sean lalu mengeluarkan sesuatu dari laci mejanya, itu adalah selembar kertas, “Dengar, Ini adalah surat perjanjian pernikahan,” kata Sean.
“Surat perjanjian pernikahan? Kamu bahkan tidak mengatakan kepadaku tentang pernikahan,” kata Valerie setelah Sean memberinya surat itu.
“Kamu sendiri yang mengatakan akan mengikuti semua keinginan saya.” balas Sean.
Valerie memincing sejenak, “Tapi aku tidak berpikir itu akan menjadi sebuah pernikahan,” Kata Valerie masih mencoba membela diri.
Sean kembali berbicara, Valerie hanya menatap pria itu dan mendengarkan semua ucapannya dengan diam.
“Dengar, Kita hanya akan menikah selama setahun. Setelah itu, kamu boleh pergi, dan semua hutang Papamu, akan saya anggap lunas,” kata Sean menjelaskan.
“Jadi, kamu boleh melakukan apapun sesukamu, tapi ingat, jangan pernah membawa saya dalam masalahmu.” jelas Sean lagi.
“Sebentar, apa kamu sungguh-sungguh dengan perjanjian itu?” tanya Valerie mencoba memastikan.
“Tentu saja.” balas Sean.
Valerie masih menatapnya dengan tatapan tidak percaya, “Tidak adakah syarat lainnya? misal,” ucap Valerie sengaja menggantungkan ucapannya.
Sean hanya diam, tapi Valerie bisa menebak bahwa dia sedang menunggu kelanjutan ucapannya. “Misalnya, memberimu keturunan,” lanjut Valerie dengan nada pelan.
Sean menganggukan kepalanya mendengar itu, “Itu tidak perlu, justru dengan tidak memberiku keturunan, itu sudah sangat membantu.” Jelas Sean.
Valerie tidak mengerti dengan pemikiran pria yang baru saja menjadi suaminya itu, “Kenapa itu sangat berbeda sekali dengan prinsipku?” batin Valerie.
“Kita hanya akan menjadi sepasang suami istri saat ada acara tertentu saja, selebihnya, bersikaplah seperti kamu tidak mengenal saya.” kata Sean lagi.
“Bagaimana jika aku tidak setuju?” ujar Valerie.
Sean mulai menatapnya dengan serius, “Apa saya terlihat seperti sedang memberi penawaran?” balas Sean.
Valeri terdiam, tapi dia belum selesai menanyakan semua yang ingin dia tanyakan pada pria itu.
“Apa aku boleh bertanya lagi?” tanya Valerie, Dia masih belum puas dengan semua yang dikatakan oleh Sean kepadanya.
Sean hanya diam dan mulai berkata, “Lalu apa yang kamu lakukan sejak tadi jika bukan bertanya?” ujar Sean.
Ah iya, seharusnya Valerie tidak perlu berkata seperti itu, “Kenapa kamu ingin menikah tapi hanya dalam jangka waktu setahun? Bukankah,” ucap valerie yang langsung dipotong oleh Sean.
“Bukankah, saya bisa mendapatkan wanita yang lebih baik dan menjalani pernikahan tanpa batas waktu layaknya pasangan lain?” lanjut Sean sebelum Valerie sempat menyelesaikan kata-katanya.
Dia terdiam sejenak dan merasa kagum, itu memang hal yang dia maksudkan. Dia tidak berbicara dan hanya bisa menganggukan kepalanya perlahan sebagai jawaban.
“Anggap saja saya hanya kasihan,” balas Sean singkat.
Valerie mengangkat sebelah alisnya acuh, seolah memandang pria yang saat ini sudah sah menjadi suaminya itu dengan pandangan memastikan.
“Jika saya bisa melunasi hutang itu sebelum setahun, maka saya berhak mengajukan perceraian. Boleh?” ucap Valerie.
Kali ini Sean yang mulai terdiam, “Baiklah, Saya tidak akan meminta bunga, jadi 1 Miliar adalah nilai yang harus kamu bayarkan.” jelas Sean.
"Semudah itu?" ulang Valerie mencoba memastikan.
Valerie menghembuskan napasnya sejenak. “Baiklah, aku setuju, tapi selama aku masih menjadi istrimu, aku akan tetap menganggapmu sebagai suamiku, ada atau tidaknya acara yang akan kita hadiri nantinya.” jelas Valerie.
“Percuma saja, Saya tidak akan pernah tertarik untuk serius denganmu.” balas Sean.
“Apa aku terlihat seperti sedang meminta persetujuan?” ucap Valerie sembari tertawa, “Aku tidak memerlukan keseriusanmu, anggap saja sebagai ucapan terima kasih, karena kamu tidak menyakiti Papaku.” jelas Valerie.
Sean hanya diam dan tidak mengatakan apapun lagi, Pria itu membuka jas yang tadi dipakainya, dan akan pergi ke kamar mandi, sepertinya.
“Apa kamu akan mandi?” tanya Valerie Valerie tetapi tidak digubris oleh Sean.
“Besok saja bersih-bersihnya, kamu akan sakit jika mandi di jam begini,” lanjut Valerie lagi.
Entah Sean memdengarkan ucapannya atau tidak, tapi pria itu menghentikan langkahnya dan tidak jadi ke kamar mandi.
Sean beralih ke tempat tidur, dan mengambil bantal dari sana, “Tidurlah, Saya akan tidur di sofa,” kata Sean.
Mendengar itu, Valerie langsung menggelengkan kepalanya tidak setuju, “Apa aku sangat mengganggumu?” tanya Valerie.
Dia menunggu beberapa saat sebelum berkata, “Sepertinya iya,” kata Valerie lagi saat dia melihat Sean tidak menjawab perkataannya.
“Tidur saja di kasurmu, Aku akan tidur di kamar yang lain.” ucap Valerie, tanpa berkata apapun lagi, Valerie langsung keluar dari sana.
Setelah kepergian Valerie dari kamar Sean, wanita itu langsung kembali ke kamar yang dia tempati tadi.
“Akhirnya!” ucap Valerie sembari melepaskan semua perhiasan dan menghapus riasan di wajahnya.
“Semua terjadi dengan cepat.” Ujar Valerie sembari menatap penampilannya.
Sudahlah. Mungkin semua memang terburu-buru. Tapi yang valerie tahu, dia hanya butuh tidur sekarang.
Keesokan harinya..
Valerie terbangun dari tidurnya dengan perasaan tenang. Walau kemarin bukanlah hari yang menyenangkan untuknya.
Dia membereskan kamar dan beranjak turun ke lantai bawah.
“Pagi Nyonya!” sapa para pekerja disana saat melihat Valerie.
“Pagi semua!” balas Valerie seraya tersenyum.
“Apa ada yang bisa saya bantu juga?” tanya Valerie saat melihat mereka semua sedang sibuk membuat sarapan pagi ini.
“Tidak apa-apa nyonya.” Balas bibiValerie menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Bibi mengira bahwa nyonya baru mereka itu akan diam saja atau pergi. Tetapi diluar dugaan, Valerie malah membantu membersihkan beberapa sayuran.Valerie tidak hanya membantu mencuci sayuran. Tapi dia juga memasak beberapa makanan.Saat Valerie sedang menata makanan itu di meja, dia bisa mendengar langkah kaki yang berjalan menuruni tangga.“Selamat pagi!” sapa Valerie saat melihat Sean yang sudah berada diujung tanggaTidak ada balasan apapun dari Sean.“Apa kau ingin sarapan?” tawar ValerieSean menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Valerie baru sadar jika Sean mengenakan pakaian formal saat ini. Dia terlihat seperti ingin pergi ke suatu tempat.“Tidak perlu membuat apapun. Cukup urusi dirimu sendiri!” kata Sean. Dia melangkah pergi dan itu membuat Valerie mengerucutkan bibirnya.Dia merasa kesal. Tapi dia tidak berkata apapun. Valerie menghabiskan pagi itu bersama para pekerja di rumah Sean.Sore h
“Mau atau tidak, seseorang harus meneruskan semua yang sudah dia mulai”Keesokan paginya, Valerie bangun dengan perasaan lega. Tidurnya semalam sangat nyenyak. Padahal kemarin itu sangat melelahkan menurutnya. Meski dia tidak melakukan pekerjaan berat apapun. Entahlah.Valerie mulai membersihkan dirinya. Dia menatap beberapa bingkisan yang entah sejak kapan ada disana. Padahal dia tidak merasa memiliki itu disana sebelumnya. Karena penasaran, Valerie berjalan untuk memeriksa apa isi bingkisan itu.“Pakaian?”Dia memeriksa semua bingkisan dan menemukan banyak pakaian di dalamnya. Melihat itu, Valerie baru teringat bahwa mereka memang membawa banyak barang malam itu. Saat Valerie akan menikah.Mungkin dia akan merapikan pakaiannya nanti. Dia hanya akan merapikan alat riasnya saat ini. Untunglah dia sempat membawa tas tangannya yang berisi beberapa alat makeup.Tak lama kemudian, dia sudah rapi dengan kemeja berlengan panjang sepaha. Dia sudah memeriksa semua pakaian tetapi tidak menemuk
“Dasar gila!” umpat Valerie.Wanita itu berjalan menjauh dari kolam renang dan tidak berniat untuk menoleh ke belakang. Dia pasti sangat kesal saat itu.Sean yang kini sedang mengeringkan rambutnya itupun, hanya menatap punggung istrinya yang berlalu.“Gila?” ucap Sean.Dia tidak percaya bahwa seorang wanita baru saja mengatai dirinya gila. Sean mengambil ponselnya dan mulai memeriksa. Dia melupakan niat awal Valerie menemui dirinya. Tentunya sebelum peristiwa di kolam renang tadi.Pria itu duduk sejenak dan fokus dengan ponsel di tangannya. Tetapi dia bisa mengatakan bahwa dia tidak sepenuhnya fokus dengan kegiatannya.“Apa ponselnya rusak?” pikir Sean.Setelah mengatakan itu, Sean lantas meletakkan ponselnya. Dia lebih tertarik untuk memikirkan kejadian saat dia menarik Valerie, hingga mencium bibir wanita itu dengan paksa.Alasan Sean memikirkan perkataan Valerie, ialah karena untuk pertama kalinya, ada orang yang mengatai dirinya gila hanya karena dicium paksa.Masalahnya, semua w
Hari berlalu dengan cepat dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sean sejak tadi sedang sibuk di ruangan kerjanya.“Sudah berapa lama aku duduk?” ujar Sean.Pria itu memeriksa arlojinya dan bertepatan dengan itu, sebuah ketukan terdengar di pintu ruang kerjanya.“Siapa?” ujar Sean.“Ini bibi, tuan.” jawab sebuah suara dari luar.Mendengar hal itu, Sean lantas beranjak dan memeriksa keadaan di luar.“Ada apa?” tanya Sean tanpa perlu berbasa basi lagi.“Ini tuan, ada orang yang membawa pesanan atas nama tuan,” ucap bibi.“Ponsel?” tanya Sean singkat.“Iya, tuan.” balas bibi.“Bawa saja ke kamar Valerie,” kata Sean memberi perintah.“Baik tuan,” kata Bibi.Baru saja bibi akan pergi, Sean sudah berbicara lagi.“Berikan langsung kepadanya dan pastikan dia memakainya,” kata Sean.Bi Tina adalah asisten rumah tangga yang sudah cukup lama bekerja untuk Sean. Usianya beberapa tahun lebih tua dibanding ibunya. Dia dulu adalah pelayan ibunya.Bi Tina yang mendengar itupun lantas m
Keesokan harinya, Valerie memulai aktivitasnya seperti hari kemarin. Ini adalah hari terakhir dia mengajukan cuti dan besok dia akan bekerja kembali. Karena dia merasa bahwa Sean tidak ingin berbicara dengannya, Valerie lantas mengurung diri di kamar. Mungkin Sean juga akan ke kantor hari ini.Valerie tidak ingin terus menerus memikirkan masalah pria itu, sehingga dia akhirnya menyalakan laptop dan mulai mengerjakan beberapa hal. Rumah itu memiliki sepasang pengantin baru, tetapi terasa seperti tidak ada yang berbeda. Mereka masih tidur di kamar yang terpisah, dan kini tidak saling menyapa satu sama lain.Ketika Valerie merasa bahwa dia sudah sangat lama bekerja, dia lantas berdiri untuk melakukan beberapa gerakan ringan dan berusaha menghilangkan rasa lelahnya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia masih belum mengisi perutnya.“Siang, nyonya!” sapa bibi ketika berpapasan dengan Valerie di tangga.“Siang, bi,” balas Valerie.“Bibi baru saja ingin memberitahu nyonya untuk maka
Pagi ini Valerie keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Dia sudah mengenakan kemeja berwarna biru laut, celana kantor berwarna hitam dan hills dengan warna senada. Dia mengikat rambutnya serta tidak lupa membawa tas tangan miliknya.“Hari pertama bekerja dengan status baru,” ucap Valerie.Rasanya tidak begitu buruk. Bahkan tidak terasa seperti hari pertama bekerja. Dia baru saja menikah dan mengambil cuti selama tiga hari, tetapi selama itu juga dia hanya berada di rumah. Tidak ada yang istimewa dengan pernikahannya.Begitu Valerie menuruni tangga, dia mendengar suara pintu yang ditutup disertai penampakan seorang pria tampan dengan setelan jas lengkap yang melekat dengan begitu sempurna. Apa dia benar-benar mengatakan pria itu tampan? Tetapi kehadiran pria itu tidak berarti apapun. Valerie terus melangkah turun hingga Sean menyadari keberadaan wanita itu.“Sebentar,” ucap Sean.Pria itu mengambil langkah cepat dan berdiri satu anak tangga di depan Valerie, sehingga
Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka lantas memasuki ruangan dan kini Valerie bisa melihat keberadaan direktur beserta istrinya di sana.“Ah, selamat datang Bu Valerie. Silahkan duduk,” ujar direktur mempersilahkan.“Terimakasih, pak,” balas Valerie sembari mengambil tempat di sana.Entah apa yang akan mereka bahas, tetapi sepertinya itu tidak akan berakhir dengan cepat. Valerie penasaran apa yang akan mereka bahas kali ini.“Maaf membuat anda kebingungan,” ucap direktur lagi.Pria paruh baya itu menatap ke arah istrinya dan terdiam sejenak. Entah apa yang akan mereka katakan. Itu terlihat serius sekarang.“Jadi begini, kami menerima surat pengunduran dirimu pagi ini.” kata direktur.Mendengar hal itu, perasaan Valerie semakin tidak enak. Dia tidak mengira bahwa Sean benar-benar mengirimkan surat itu atas namanya. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?“Tetapi jangan khawatir, kami berpikir bahwa anda tidak serius mengajukannya,” lanjut direktur lagi.Pria itu seperti berniat untuk m
Pintu ruangan Direktur itu baru saja terbuka dan membuat dua orang yang berada di dalamnya menoleh. Hanya ada beberapa orang yang dapat melakukan hal itu. “Uncle!” teriak Aldo tanpa memikirkan keadaan sekitar. Bram yang melihat kedatangan keponakannya itupun lantas menegakkam tubuhnya dengan santai. “Ada apa?” tanya Bram singkat. Aldo mendekat ke arah pamannya itu dengan segera. “Halo Aunty,” sapa Aldo sembari tersenyum simpul karena tidak menyapa istri pamannya itu sejak awal. “Halo juga,” balas Riana. Setelah menyapa sebentar, Aldo lantas mengutarakan pikirannya. Dia ingin menanyakan tetang Valerie yang baru saja keluar dari sana. Sebenarnya Aldo teringat akan sesuatu ketika dia melihat Valerie menenteng bingkisan yang sudah dia ketahui isinya. “Tadi aku ketemu sama Kak Valerie. Terus bawa bingkisan..” ucap Aldo sengaja menggantungkan kalimatnya. “Itu benar bingkisannya?” lanjut Aldo. Riana yang mendengar pertanyaan itupun lantas tersenyum lebar. Aldo memang sosok yang banya