“Mau atau tidak, seseorang harus meneruskan semua yang sudah dia mulai”
Keesokan paginya, Valerie bangun dengan perasaan lega. Tidurnya semalam sangat nyenyak. Padahal kemarin itu sangat melelahkan menurutnya. Meski dia tidak melakukan pekerjaan berat apapun. Entahlah.
Valerie mulai membersihkan dirinya. Dia menatap beberapa bingkisan yang entah sejak kapan ada disana. Padahal dia tidak merasa memiliki itu disana sebelumnya. Karena penasaran, Valerie berjalan untuk memeriksa apa isi bingkisan itu.
“Pakaian?”
Dia memeriksa semua bingkisan dan menemukan banyak pakaian di dalamnya. Melihat itu, Valerie baru teringat bahwa mereka memang membawa banyak barang malam itu. Saat Valerie akan menikah.
Mungkin dia akan merapikan pakaiannya nanti. Dia hanya akan merapikan alat riasnya saat ini. Untunglah dia sempat membawa tas tangannya yang berisi beberapa alat makeup.
Tak lama kemudian, dia sudah rapi dengan kemeja berlengan panjang sepaha. Dia sudah memeriksa semua pakaian tetapi tidak menemukan celana apapun disana. Semua hanya berisi dress.
“Pagi nyonya!” sapa bibi saat melihat Valerie yang baru saja turun dan menghampiri mereka di dapur untuk membuat sarapan.
“Panggil saja Valerie!” ucap Valerie. Dia tidak suka dipanggil seperti itu. Lagipula, dia hanya akan berada disana selama setahun. Tapi bukannya menjawab, mereka hanya tertawa mendengar perkataan Valerie barusan. Apa itu lucu? Sudahlah.
“Apa nyonya ingin sesuatu?” tanya bibi
Valerie menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Tidak. Saya akan memasak. Mungkin akan perlu beberapa bantuan nanti.” jawab Valerie
Mereka mulai menyiapkan sarapan pagi ini. Meski tinggal sendiri bersama papa dan sudah lama sekali tidak menghabiskan waktu di dapur bersama mamanya, Valerie adalah orang yang sangat suka memasak. Dia sudah terbiasa melakukan banyak hal sendirian.
Beberapa jam kemudian, makanan sudah siap untuk dihindangkan. Valerie melepaskan pelindung di bajunya saat dia memasak tadi.
“Saya ke atas dulu bi. Makanannya tolong dibawa ke meja makan.” ujar Valerie dan mereka mengangguk. Valerie berjalan hendak menuju kamarnya, tetapi dia berhenti saat berpapasan dengan Sean di tangga.
Valerie menatap penampilan pria itu dari ujung rambut hingga ujung kepala. Kenapa pria itu sangat tampan? Bahkan ketika bersikap dingin dengan wajah datarpun, dia masih lebih jauh dari kata tampan.
“Apa yang terjadi denganmu?” tanya Sean yang menyadarkan Valerie dari lamunannya. Dia menggeleng sesaat sebelum menjawab.
“Aku kira, kamu mengambil cuti?” ujar Valerie.
Sean menatapnya sejenak dan mulai berbicara lagi. “Untuk apa mengambil cuti?” tanya Sean sembari menatap arloji ditangannya.
“Tentu saja karena kamu baru saja menikah. Atau bahkan tidak ada cuti untuk itu?” balas Valerie dengan wajah bingung yang tidak perlu dia sembunyikan
Sean menggelengkan kepalanya dengan santai. Mungkin dia bisa bersikap santai dan merasa biasa saja. Tapi tidak bagi Valerie.
Valerie menghela napas berat saking kesalnya. “Saya tahu kamu masa bodo. Tapi tolong bersikap dewasa sedikit. Apa kamu tidak berpikir tentang tanggapan teman-teman di kantor?” Atau setidaknya berpikir tentang perasaanku!
Ingin rasanya Valerie melanjutkan kata-katanya seperti itu. Tapi dia juga sadar. Dia bukan siapa-siapa dimata Sean.
“Tidak penting!” Sean membalas dengan nada datar tanpa ekspresi.
“Atau kau juga tidak punya teman di kantor?” tanya Valerie lagi yang membuat wajah Sean semakin datar didepannya.
Valerie hendak tertawa, tapi dia mencoba untuk bersikap datar di depan Sean. “Baiklah! Aku lupa jika aku tidak seharusnya menahanmu.” Dia mengira bahwa Sean akan membalas ucapannya. Tapi Pria itu malah berjalan menjauh dan menuruni tangga.
“Oh astaga. Harusnya aku memang tidak berharap terlalu banyak pada pernikahan ini!” ucap Valerie yang langsung berbalik arah dan melanjutkan langkahnya menuju kamar
Mungkin Valerie tidak berniat berkata seperti itu agar Sean mendengarnya. Tapi tanpa disangka, Sean berhenti melangkah dan berdiri beberapa saat disana. Entah apa yang dia pikirkan. Dan setelahnya, dia sudah melakukan panggilan pada seseorang.
Valerie baru saja keluar dari kamarnya setelah dia menemukan ponsel miliknya. Dia menatap semua hidangan diatas meja yang sudah hampir penuh. Melihat itu, Valerie memanggil pelayan agar datang menemui dirinya.
Dia meminta agar bibi sarapan bersamanya di meja makan. Tapi mendengar jawaban bibi bahwa Sean tidak menyukai orang asing makan di meja makannya, membuat Valerie mengangguk paham.
“Tolong dibantu bi. Makanannya dibawa aja lagi ke meja yang ada di dapur!” ucap Valerie yang langsung diangguki oleh bibi
Sean menatap ke arah dapur dan menemukan Valerie yang sedang asik berbincang dengan para pelayan. Dia tidak makan di meja makan dan malah bergabung di dapur.
“Ah! Sepertinya aku harus membeli beberapa pakaian kantor. Atau mengambilnya dari rumah papa.”
Valerie melangkahkan kakinya menuju kamar setelah dia memikirkan itu. Awalnya dia ingin menambah cuti. Tapi sepertinya dua hari sudah cukup baginya. Saat Valerie hendak berbelok, dia malah bertemu dengan Sean.
“Kenapa tidak makan di meja makan?” tanya Sean. Valerie yang awalnya merasa kaget, mulai bersikap normal.
Dia menetralkan degub jantungnya lebih dulu. “Aku makan di meja makan barusan!” jawab Valerie. “Apa kau kembali dari kantor secepat itu?” ucap Valerie. Dia sendiri yang melihat Sean dengan setelan jas lengkapnya tadi. Tapi kenapa dia sudah mengganti pakaian dengan kemeja dan celana pendek?
Saat Valerie ingin berkata lagi, ponselnya tiba-tiba saja berbunyi dan senyum cerah terbit begitu saja diwajahnya.
“Halo!”
Valerie mengangkat panggilan itu tanpa menatap Sean, dan langsung pergi begitu saja. Sean memandang kepergiannya dengan tatapan aneh. Ini pertama kalinya ada meninggalkan dia lebih dulu. Pria itu meremas tangannya kesal dan berjalan dengan cepat.
Siang ini, Valerie sudah membuat janji dengan temannya. Mereka akan pergi berbelanja. Sekedar menghabiskan waktu bersama. Saat Valerie turun untuk untuk memeriksa sesuatu di dapur, dia mendengar telepon rumah yang berbunyi.
“Kemana bibi?”
Dia berjalan mendekat dan mengangkat panggilan itu sebelum sempat pergi ke dapur. “Halo!” sapa Valerie pada orang diseberang telepon
“Baiklah! Aku akan mencarinya lebih dulu!” ucap Valerie dan panggilan itu terputus setelahnya. Valerie berjalan mencari keberadaan Sean tapi tidak menemukannya berada disana.
“Nyonya!” panggil bibi saat Valerie akan berjalan ke halaman belakang. “Apa nyonya mencari tuan?” tanya bibi
Valerie mendengus kesal setelah menemukan pria itu berada di kolam renang. Ketika ingin mendekat, ponselnya kembali berdering.
Dia berjalan kearah Sean dengan ponsel yang masih menempel di telinganya. “Hei!” panggil Valerie pada Sean yang sedang asik berenang.
“Asistenmu menelpon barusan. Mungkin dia ingin mengatakan sesuatu!” lanjut Valerie tanpa menunggu jawaban dari Sean.
Dia akan berbalik tapi tatapan Sean seolah memintanya untuk mengambil sesuatu. “Handuk?” tanya Valerie memastikan dan Sean mengangguk.
Valerie berjalan kesamping kolam renang. “Baiklah. Aku akan menelponmu lagi jika sudah dalam perjalanan.” Ucap Valerie yang masih menelpon. Dia mengulurkan handuk itu pada Sean, tapi tangannya seperti ditarik dengan kuat.
“Ahh!”
Valerie berteriak sebelum dirinya diceburkan ke kolam. “Astaga. Apa yang kau lakukan?” teriak Valerie setelah dia memunculkan kepalanya di air. Pakaiannya sudah basah kuyup saat ini.
Sean menatapnya dengan pandangan datar tanpa minat. “Menyebalkan!” desis Valerie. Setelahnya, dia teringat akan ponselnya. Saat itu, sebuah benda terlihat samar di dekatnya. Dia menyelam kembali untuk mengambil ponsel miliknya. Tetapi mendapati ponsel itu sudah penuh dengan air kolam.
“Sean!” teriak Valerie kesal. Pria itu masih berdiri disana tanpa mengatakan apapun. “Kenapa kau sangat menyebalkan? Sialan!” Valerie mengumpat pada pria itu dengan terang-terangan.
Sean yang merasa kesal, menarik Valerie sebelum dia berhasil naik ke atas. “Mmpphh!” Valerie tidak bisa mengatakan apapun karena Sean yang langsung menciumnya tanpa membiarkan dia bernapas.
“Apa kau gi-“
Belum sempat Valerie berkata, Sean sudah kembali menciumnya. Kali ini ciuman itu terasa lebih ganas.
“Berhenti mengumpat. Atau kamu akan saya buat tidak berdaya!” bisik Sean tepat ditelinga Valerie. Dia mengira bahwa Sean akan berhenti sampai disitu. Tapi ternyata dia salah. Karena setelahnya, Sean menuju leher jenjang Valerie dan memberi sebuah tanda disana.
“Sean!”
“Tenanglah. Karena Mau atau tidak. Seseorang harus meneruskan semua yang sudah dia mulai!”
“Dasar gila!” umpat Valerie.Wanita itu berjalan menjauh dari kolam renang dan tidak berniat untuk menoleh ke belakang. Dia pasti sangat kesal saat itu.Sean yang kini sedang mengeringkan rambutnya itupun, hanya menatap punggung istrinya yang berlalu.“Gila?” ucap Sean.Dia tidak percaya bahwa seorang wanita baru saja mengatai dirinya gila. Sean mengambil ponselnya dan mulai memeriksa. Dia melupakan niat awal Valerie menemui dirinya. Tentunya sebelum peristiwa di kolam renang tadi.Pria itu duduk sejenak dan fokus dengan ponsel di tangannya. Tetapi dia bisa mengatakan bahwa dia tidak sepenuhnya fokus dengan kegiatannya.“Apa ponselnya rusak?” pikir Sean.Setelah mengatakan itu, Sean lantas meletakkan ponselnya. Dia lebih tertarik untuk memikirkan kejadian saat dia menarik Valerie, hingga mencium bibir wanita itu dengan paksa.Alasan Sean memikirkan perkataan Valerie, ialah karena untuk pertama kalinya, ada orang yang mengatai dirinya gila hanya karena dicium paksa.Masalahnya, semua w
Hari berlalu dengan cepat dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sean sejak tadi sedang sibuk di ruangan kerjanya.“Sudah berapa lama aku duduk?” ujar Sean.Pria itu memeriksa arlojinya dan bertepatan dengan itu, sebuah ketukan terdengar di pintu ruang kerjanya.“Siapa?” ujar Sean.“Ini bibi, tuan.” jawab sebuah suara dari luar.Mendengar hal itu, Sean lantas beranjak dan memeriksa keadaan di luar.“Ada apa?” tanya Sean tanpa perlu berbasa basi lagi.“Ini tuan, ada orang yang membawa pesanan atas nama tuan,” ucap bibi.“Ponsel?” tanya Sean singkat.“Iya, tuan.” balas bibi.“Bawa saja ke kamar Valerie,” kata Sean memberi perintah.“Baik tuan,” kata Bibi.Baru saja bibi akan pergi, Sean sudah berbicara lagi.“Berikan langsung kepadanya dan pastikan dia memakainya,” kata Sean.Bi Tina adalah asisten rumah tangga yang sudah cukup lama bekerja untuk Sean. Usianya beberapa tahun lebih tua dibanding ibunya. Dia dulu adalah pelayan ibunya.Bi Tina yang mendengar itupun lantas m
Keesokan harinya, Valerie memulai aktivitasnya seperti hari kemarin. Ini adalah hari terakhir dia mengajukan cuti dan besok dia akan bekerja kembali. Karena dia merasa bahwa Sean tidak ingin berbicara dengannya, Valerie lantas mengurung diri di kamar. Mungkin Sean juga akan ke kantor hari ini.Valerie tidak ingin terus menerus memikirkan masalah pria itu, sehingga dia akhirnya menyalakan laptop dan mulai mengerjakan beberapa hal. Rumah itu memiliki sepasang pengantin baru, tetapi terasa seperti tidak ada yang berbeda. Mereka masih tidur di kamar yang terpisah, dan kini tidak saling menyapa satu sama lain.Ketika Valerie merasa bahwa dia sudah sangat lama bekerja, dia lantas berdiri untuk melakukan beberapa gerakan ringan dan berusaha menghilangkan rasa lelahnya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia masih belum mengisi perutnya.“Siang, nyonya!” sapa bibi ketika berpapasan dengan Valerie di tangga.“Siang, bi,” balas Valerie.“Bibi baru saja ingin memberitahu nyonya untuk maka
Pagi ini Valerie keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Dia sudah mengenakan kemeja berwarna biru laut, celana kantor berwarna hitam dan hills dengan warna senada. Dia mengikat rambutnya serta tidak lupa membawa tas tangan miliknya.“Hari pertama bekerja dengan status baru,” ucap Valerie.Rasanya tidak begitu buruk. Bahkan tidak terasa seperti hari pertama bekerja. Dia baru saja menikah dan mengambil cuti selama tiga hari, tetapi selama itu juga dia hanya berada di rumah. Tidak ada yang istimewa dengan pernikahannya.Begitu Valerie menuruni tangga, dia mendengar suara pintu yang ditutup disertai penampakan seorang pria tampan dengan setelan jas lengkap yang melekat dengan begitu sempurna. Apa dia benar-benar mengatakan pria itu tampan? Tetapi kehadiran pria itu tidak berarti apapun. Valerie terus melangkah turun hingga Sean menyadari keberadaan wanita itu.“Sebentar,” ucap Sean.Pria itu mengambil langkah cepat dan berdiri satu anak tangga di depan Valerie, sehingga
Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka lantas memasuki ruangan dan kini Valerie bisa melihat keberadaan direktur beserta istrinya di sana.“Ah, selamat datang Bu Valerie. Silahkan duduk,” ujar direktur mempersilahkan.“Terimakasih, pak,” balas Valerie sembari mengambil tempat di sana.Entah apa yang akan mereka bahas, tetapi sepertinya itu tidak akan berakhir dengan cepat. Valerie penasaran apa yang akan mereka bahas kali ini.“Maaf membuat anda kebingungan,” ucap direktur lagi.Pria paruh baya itu menatap ke arah istrinya dan terdiam sejenak. Entah apa yang akan mereka katakan. Itu terlihat serius sekarang.“Jadi begini, kami menerima surat pengunduran dirimu pagi ini.” kata direktur.Mendengar hal itu, perasaan Valerie semakin tidak enak. Dia tidak mengira bahwa Sean benar-benar mengirimkan surat itu atas namanya. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?“Tetapi jangan khawatir, kami berpikir bahwa anda tidak serius mengajukannya,” lanjut direktur lagi.Pria itu seperti berniat untuk m
Pintu ruangan Direktur itu baru saja terbuka dan membuat dua orang yang berada di dalamnya menoleh. Hanya ada beberapa orang yang dapat melakukan hal itu. “Uncle!” teriak Aldo tanpa memikirkan keadaan sekitar. Bram yang melihat kedatangan keponakannya itupun lantas menegakkam tubuhnya dengan santai. “Ada apa?” tanya Bram singkat. Aldo mendekat ke arah pamannya itu dengan segera. “Halo Aunty,” sapa Aldo sembari tersenyum simpul karena tidak menyapa istri pamannya itu sejak awal. “Halo juga,” balas Riana. Setelah menyapa sebentar, Aldo lantas mengutarakan pikirannya. Dia ingin menanyakan tetang Valerie yang baru saja keluar dari sana. Sebenarnya Aldo teringat akan sesuatu ketika dia melihat Valerie menenteng bingkisan yang sudah dia ketahui isinya. “Tadi aku ketemu sama Kak Valerie. Terus bawa bingkisan..” ucap Aldo sengaja menggantungkan kalimatnya. “Itu benar bingkisannya?” lanjut Aldo. Riana yang mendengar pertanyaan itupun lantas tersenyum lebar. Aldo memang sosok yang banya
“What?” teriak Clara kencang yang langsung membuat beberapa orang di sekitar mereka menatap dengan spontan sejenak. “Pelan-pelan bego!” balas Valerie sembari tersenyum simpul. Karena perbuatan Clara itu, Valerie harus meminta maaf kepada pelanggan lain di sekeliling mereka. “Itu beritanya besar banget tau nggak?” ucap Clara. “Enggak juga,” balas Valerie singkat. Mereka baru saja selesai menceritakan tentang Valerie yang baru saja menikah dan alasan di balik itu semua. “Terus, kamu beneran sepupunya?” tanya Clara memastikan. Aldo mengangguk pelan ketika mendengar pertanyaan itu, “Iya,” ucap Aldo singkat. Pemuda itu sedang asik dengan makan siangnya. “Harusnya kamu itu tau alasannya. Masa sepupu sendiri nikah tapi kamu nggak tau?” kata Clara lagi. Beginilah jika mereka membahas masalah hubungan dengan Clara. Dia tidak akan puas hanya dengan cerita singkat. Meski kenyataannya semua kejadian yang terjadi benar-benar sesingkat itu. “Kamu beneran nggak tau?” kata Clara lagi. Wani
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan Valerie baru saja tiba di rumah Sean. Dia berjalan perlahan dan tidak perlu bersusah payah memikirkan Sean yang sudah berada di rumah atau tidak. Valerie menenteng bingkisan yang belum dia ketahui isinya. Meskipun Aldo mengatakan bahwa dia tahu tentang isi bingkisan itu, pemuda itu tidak berniat untuk memberitahu Valerie. Itu adalah bingkisan yang dia dapatkan dari ibunya Sean siang tadi. “Tapi Tante Riana itu bukan Ibu kandungnya Kak Sean,” Kini Valerie teringat akan kalimat yang Aldo katakan sebelum mereka berpisah beberapa saat yang lalu. Pemuda itu tidak mengatakan lebih lanjut, dan Valerie tidak berpikir untuk bertanya lebih jauh. Pernikahan mereka hanya akan berlangsung selama setahun, dan setelah itu dirinya dan Sean tidak akan pernah lagi saling berhubungan. “Ahh, apa artinya setelah berpisah nanti, aku juga harus mengundurkan diri?” ucap Valerie pelan. Dirinya tidak mungkin terus bekerja di perusahaan milik Ayah mantan suami kont