Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka lantas memasuki ruangan dan kini Valerie bisa melihat keberadaan direktur beserta istrinya di sana.“Ah, selamat datang Bu Valerie. Silahkan duduk,” ujar direktur mempersilahkan.“Terimakasih, pak,” balas Valerie sembari mengambil tempat di sana.Entah apa yang akan mereka bahas, tetapi sepertinya itu tidak akan berakhir dengan cepat. Valerie penasaran apa yang akan mereka bahas kali ini.“Maaf membuat anda kebingungan,” ucap direktur lagi.Pria paruh baya itu menatap ke arah istrinya dan terdiam sejenak. Entah apa yang akan mereka katakan. Itu terlihat serius sekarang.“Jadi begini, kami menerima surat pengunduran dirimu pagi ini.” kata direktur.Mendengar hal itu, perasaan Valerie semakin tidak enak. Dia tidak mengira bahwa Sean benar-benar mengirimkan surat itu atas namanya. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?“Tetapi jangan khawatir, kami berpikir bahwa anda tidak serius mengajukannya,” lanjut direktur lagi.Pria itu seperti berniat untuk m
Pintu ruangan Direktur itu baru saja terbuka dan membuat dua orang yang berada di dalamnya menoleh. Hanya ada beberapa orang yang dapat melakukan hal itu. “Uncle!” teriak Aldo tanpa memikirkan keadaan sekitar. Bram yang melihat kedatangan keponakannya itupun lantas menegakkam tubuhnya dengan santai. “Ada apa?” tanya Bram singkat. Aldo mendekat ke arah pamannya itu dengan segera. “Halo Aunty,” sapa Aldo sembari tersenyum simpul karena tidak menyapa istri pamannya itu sejak awal. “Halo juga,” balas Riana. Setelah menyapa sebentar, Aldo lantas mengutarakan pikirannya. Dia ingin menanyakan tetang Valerie yang baru saja keluar dari sana. Sebenarnya Aldo teringat akan sesuatu ketika dia melihat Valerie menenteng bingkisan yang sudah dia ketahui isinya. “Tadi aku ketemu sama Kak Valerie. Terus bawa bingkisan..” ucap Aldo sengaja menggantungkan kalimatnya. “Itu benar bingkisannya?” lanjut Aldo. Riana yang mendengar pertanyaan itupun lantas tersenyum lebar. Aldo memang sosok yang banya
“What?” teriak Clara kencang yang langsung membuat beberapa orang di sekitar mereka menatap dengan spontan sejenak. “Pelan-pelan bego!” balas Valerie sembari tersenyum simpul. Karena perbuatan Clara itu, Valerie harus meminta maaf kepada pelanggan lain di sekeliling mereka. “Itu beritanya besar banget tau nggak?” ucap Clara. “Enggak juga,” balas Valerie singkat. Mereka baru saja selesai menceritakan tentang Valerie yang baru saja menikah dan alasan di balik itu semua. “Terus, kamu beneran sepupunya?” tanya Clara memastikan. Aldo mengangguk pelan ketika mendengar pertanyaan itu, “Iya,” ucap Aldo singkat. Pemuda itu sedang asik dengan makan siangnya. “Harusnya kamu itu tau alasannya. Masa sepupu sendiri nikah tapi kamu nggak tau?” kata Clara lagi. Beginilah jika mereka membahas masalah hubungan dengan Clara. Dia tidak akan puas hanya dengan cerita singkat. Meski kenyataannya semua kejadian yang terjadi benar-benar sesingkat itu. “Kamu beneran nggak tau?” kata Clara lagi. Wani
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan Valerie baru saja tiba di rumah Sean. Dia berjalan perlahan dan tidak perlu bersusah payah memikirkan Sean yang sudah berada di rumah atau tidak. Valerie menenteng bingkisan yang belum dia ketahui isinya. Meskipun Aldo mengatakan bahwa dia tahu tentang isi bingkisan itu, pemuda itu tidak berniat untuk memberitahu Valerie. Itu adalah bingkisan yang dia dapatkan dari ibunya Sean siang tadi. “Tapi Tante Riana itu bukan Ibu kandungnya Kak Sean,” Kini Valerie teringat akan kalimat yang Aldo katakan sebelum mereka berpisah beberapa saat yang lalu. Pemuda itu tidak mengatakan lebih lanjut, dan Valerie tidak berpikir untuk bertanya lebih jauh. Pernikahan mereka hanya akan berlangsung selama setahun, dan setelah itu dirinya dan Sean tidak akan pernah lagi saling berhubungan. “Ahh, apa artinya setelah berpisah nanti, aku juga harus mengundurkan diri?” ucap Valerie pelan. Dirinya tidak mungkin terus bekerja di perusahaan milik Ayah mantan suami kont
Keesokan paginya, Valerie bersiap untuk berangkat ke kantor. Dia memeriksa semua barangnya dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Hari ini dia sudah berganti posisi menjadi manajer keuangan, dan akan bertemu dengan asistennya hari ini.“Ehh, sebentar,” ujar Valerie.Dia berdiri di depan cermin dan memasukkan beberapa barang ke dalam tas tangan miliknya. Dia juga tidak lupa merapikan penampilannya dan tersenyum puas. Dia merasa berbeda sekali hari ini, tetapi juga menjadi lebih bersemangat.Setelah merasa bahwa tidak ada lagi yang perlu dia lakukan, Valerie lantas beranjak ke luar. Dia akan sarapan lebih dulu.Di lain sisi, Sean juga sudah siap dengan pakaian kantornya. Dia sedang memeriksa beberapa hal dan menjadi sangat fokus dengan tablet di tangannya.“Selamat pagi, Tuan!” sapa para pelayan ketika Sean berjalan melewati mereka.Bukan Sean namanya jika dia akan bersikap baik dengan para pe
Karena terus didesak oleh Putra dengan segala pertanyaan aneh yang tidak pernah berhenti sejak tadi, akhirnya Sean memutuskan untuk kembali lebih awal ke rumah.“Yes! let’s go boss!” ujar Putra.Bisa dilihat betapa Putra begitu kegirangan ketika dia berhasil membuat Sean mendengarkan perkataannya. Mereka berdua berkendara dengan Putra yang mengemudi, dan Sean yang sedang melakukan sesuatu dengan tabletnya.Sean memang mengerjakan sesuatu menggunakan tablet berukuran sedang yang sering dia bawa jika berada di luar kantor. Bahkan saat berkendara sekalipun, Sean akan tetap memeriksa banyak hal.“Ini laporan buat besok..” ucap Sean yang mulai membahas pekerjaan dengan Putra.Sore itu jalanan memang tampak macet, dan mobil yang dikendarai Sean dan Putra melaju dengan perlahan. Sebenarnya itu tidak begitu mengejutkan mengingat sekarang adalah jam pulang kantor.Ketika Putra mengemudikan mobil i
Sesampainya di rumah, Valerie langsung memakirkan mobil kantor miliknya. Tetapi sebelum itu dia berbicara dengan sopir sebentar.“Ini mobilnya masih bisa diparkir di sini, pak?” tanya Valerie setelah turun dari mobilnya. Dia sengaja bertanya lebih dulu sehingga tidak akan menimbulkan masalah nantinya.“Masih ada, nyonya,” jawab sopir itu.Valerie mengangguk pelan seraya menatap ke sekelilingnya, “Semua ini mobilnya Sean yah pak?” tanya Valerie lagi.Untuk seseorang yang hanya akan menggunakan satu mobil terasa begitu berlebihan ketika menyadari Sean memiliki koleksi mobil sebanyak itu. Valerie tahu jika itu semua bisa dijadikan investasi, itu jika Sean memang mengoleksi semua itu dengan tujuan tertentu dan bukan hanya sekedar hobi.“Ini semua memang punya Tuan, nyonya. Tuan memang suka mengoleksi mobil,” balas Pak Sopir.Pria paruh baya itu tampak jujur ketika dia mencer
Sesampainya di kamar, Sean langsung melemparkan tabletnya di atas sofa begitu saja. Dia melepaskan jas kantornya dan mencopot dasinya dengan gerakan cepat.“Huh!”Pria itu merasa seolah oksigen di sekitarnya menjadi menipis sehingga dia kesusahan untuk bernapas. Ruangan yang begitu besar disertai penyejuk ruangan itu juga tidak membantu sama sekali sekarang.Akhirnya Sean berjalan menuju kaca besar yang ada di kamarnya, dan segera menuju balkon. Mungkin saja suasana di luar ruangan akan menjadi lebih baik. Sean berdiri di dekat pembatas balkon sembari menatap sekeliling.Sepanjang malam itu, Sean terus saja memikirkan tentang Valerie dan tidak bisa melakukan pekerjaan apapun dengan tenang. Fokusnya menjadi kacau dan benar dugaannya, kalau dia tidak bisa mengendalikan dirinya kali ini.. . .Keesokan harinya, Sean sudah bergegas lebih dulu untuk keluar. Dia tidak bisa tidur sepanjang malam sehingga bergegas