Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan.
“Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya.“Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap ClaraKeesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Sore ini, Valerie baru saja pulang dari Rumah Sakit tempatnya bekerja. Dia sudah bekerja dari pagi sampai sore, dan berharap bahwa dia bisa beristirahat lebih awal hari ini.Sesampainya di rumah, Valerie disuguhkan pemandangan yang tidak dia bayangkan sebelumnya. Dia menemukan rumahnya dengan keadaan sangat berantakan.“Pa?” teriak Valerie saat memasuki rumahnya. Dia sedang mencari keberadaan papanya yang entah sedang berada dimana.Valerie berjalan dengan perlahan disana. Aneh sekali, kenapa dia malah merasa takut di rumahnya sendiri?“Papa!” Valerie mencoba kembali untuk memanggil papanya.“Siapa kamu?” teriak seseorang yang berada di dekat tangga saat Valerie berjalan mendekat kesana, pria itu berperawakan tinggi dan dia baru saja muncul dari ruang TV.Pria itu berjalan mendekat, tapi Valerie mulai menjaga jarak. “Seharusnya saya yang bertanya, sedang apa anda di rumah saya?” ucap Valerie yang masih bersikap siaga.“Ohh, jadi kamu anaknya Tio?” balas pria itu sembari tersenyum.Val
Beberapa saat telah berlalu, dan Valerie telah sampai di depan sebuah rumah yang terlihat sangat megah, rumah itu pasti memiliki harga yang fantastis.Namun valerie bukan orang yang suka akan hal-hal mewah seperti itu, apalagi jika itu adalah milik orang lain. Dia juga harus sadar diri.“Masuklah!” ucap Sean, kali ini pria itu berbicara dengan suara yang tenang, Valerie hanya mengikuti ucapan pria itu.“Sebentar,” cegah Valerie sebelum Sean menyuruhnya masuk untuk mengikutinya, “Bagaimana dengan Papa saya?” tanya Valerie memastikan. Itu karena dia tidak langsung dibawa pergi, tanpa melihat papanya yang entah sudah dibuka ikatannya atau tidak.Sean hanya diam dan tidak menjawab, hal itu semakin membuat Valerie gelisah, “Bukankah saya dan anda sudah setuju tadi?” ulang Valerie lagi, dia berhenti ditempatnya dan itu membuat Sean juga berhenti.Pria itu menatap Valerie sembari meletakkan kedua lengannya di pinggang, “Saya tidak ingin menjawab, sebelum kamu masuk.” jelas Sean.Dia mencoba
~Apa aku terdengar seperti sedang meminta persetujuan?~Tanpa menunggu apapun, Valerie langsung menatap kepada orang yang masih mengulurkan tangannya itu.“Papa!” ujar Valerie tidak percaya.Papanya hanya mengangguk dengan air mata yang mulai menetes, “Ayo, Sayang!” ajak papa.Valerie tanpa ragu langsung menggandeng lengan papanya, “Val kangen, Pa,” ucap Valerie yang sepertinya akan menangis.“Don’t cry sweetheart, Papa nggak akan pernah ninggalin kamu.” jelas papa.. . .“Terimakasih!” ucap Valerie pada Sean setelah mereka selesai dengan acara pernikahan, yang menurut Valerie sangat mendadak itu.“Untuk apa?” tanya Sean setelah beberapa saat, Pria itu sedang serius memandang beberapa tamunya.“Untuk mengizinkan Papa menggandeng tanganku hari ini,” jelas Valerie sembari tersenyum lebar.Dia tidak berhenti tersenyum sejak tadi, setidaknya setelah dia bertemu dengan papanya.Mendengar itu, sean lalu menatap Valerie dengan pandangan tertarik, “Saya hanya tidak ingin membuatmu merasa sepe
“Tidak apa-apa nyonya.” Balas bibiValerie menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Bibi mengira bahwa nyonya baru mereka itu akan diam saja atau pergi. Tetapi diluar dugaan, Valerie malah membantu membersihkan beberapa sayuran.Valerie tidak hanya membantu mencuci sayuran. Tapi dia juga memasak beberapa makanan.Saat Valerie sedang menata makanan itu di meja, dia bisa mendengar langkah kaki yang berjalan menuruni tangga.“Selamat pagi!” sapa Valerie saat melihat Sean yang sudah berada diujung tanggaTidak ada balasan apapun dari Sean.“Apa kau ingin sarapan?” tawar ValerieSean menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Valerie baru sadar jika Sean mengenakan pakaian formal saat ini. Dia terlihat seperti ingin pergi ke suatu tempat.“Tidak perlu membuat apapun. Cukup urusi dirimu sendiri!” kata Sean. Dia melangkah pergi dan itu membuat Valerie mengerucutkan bibirnya.Dia merasa kesal. Tapi dia tidak berkata apapun. Valerie menghabiskan pagi itu bersama para pekerja di rumah Sean.Sore h