“Tidak apa-apa nyonya.” Balas bibi
Valerie menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Bibi mengira bahwa nyonya baru mereka itu akan diam saja atau pergi. Tetapi diluar dugaan, Valerie malah membantu membersihkan beberapa sayuran.
Valerie tidak hanya membantu mencuci sayuran. Tapi dia juga memasak beberapa makanan.
Saat Valerie sedang menata makanan itu di meja, dia bisa mendengar langkah kaki yang berjalan menuruni tangga.
“Selamat pagi!” sapa Valerie saat melihat Sean yang sudah berada diujung tangga
Tidak ada balasan apapun dari Sean.
“Apa kau ingin sarapan?” tawar Valerie
Sean menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Valerie baru sadar jika Sean mengenakan pakaian formal saat ini. Dia terlihat seperti ingin pergi ke suatu tempat.
“Tidak perlu membuat apapun. Cukup urusi dirimu sendiri!” kata Sean. Dia melangkah pergi dan itu membuat Valerie mengerucutkan bibirnya.
Dia merasa kesal. Tapi dia tidak berkata apapun. Valerie menghabiskan pagi itu bersama para pekerja di rumah Sean.
Sore harinya, Valerie sedang berjalan-jalan dan berhenti di dekat kolam renang. Cuaca terlihat sangat cerah sehingga dia memutuskan untuk duduk sejenak disana.
Valerie merendam kakinya di air kolam dan mulai melakukan sesuatu dengan ponsel pintarnya. Dia tidak sempat mengajukan cuti kemarin karena semua kejadian terjadi dengan sangat cepat.
Dia masih terus fokus hingga surat izin itu berhasil dia kirimkan.
“Cuti karena menikah?” ucap Valerie menertawakan tulisannya.
Dia bahkan tidak perlu mengambil cuti untuk itu. Dia memilih untuk membuat alasan sakit. Lebih baik dibanding dia harus izin karena menikah.
Saat Valerie hendak menelpon seseorang, sebuah langkah kaki terdengar mendekat kearahnya. “Sedang apa?” tanya sebuah suara yang beberapa waktu belakangan mulai akrab ditelinga Valerie
Valerie menatap kearah suara itu berasal. “Apa kau sedang bertanya?” tanya Valerie memastikan. Pria itu begitu bersikap datar kepadanya pagi ini. Jadi aneh jika dia mulai bertanya tentang apa yang sedang Valerie lakukan saat ini.
Sean menaikkan sebelah alisnya dan berjalan santai kearah Valerie. “Saya tidak ingin kamu menyiksa diri dengan berendam jam segini!” jelas Sean
Dia berdiri menjulang di depan Valerie. Valerie mengangguk paham karena langit sudah mulai menggelap. “Aku tidak akan menyusahkanmu. Jadi tenang saja!” balas Valerie
Sean mengangkat bahunya acuh dengan kedua tangan yang dia masukkan kedalam saku celana miliknya.
“Sebentar!” cegah Valerie saat dia melihat Sean akan berjalan masuk
Pria itu hanya berhenti tetapi tidak mengatakan apapun. Setidaknya Valerie menganggapnya sedang menunggu kelanjutan ucapannya.
“Aku masih boleh bekerja, kan?” tanya Valerie
Sean berbalik dan Valerie bisa melihat wajahnya yang bersinar dibawah cahaya lampu kolam berenang. “Apa saya kurang jelas saat mengatakan urusi urusanmu sendiri?” balas Sean yang terdengar seperti sebuah pertanyaan ditelinga Valerie
“Aku kira itu hanya untuk sarapan?” ucap Valerie kembali memastikan.
“Kalau begitu ingat itu terkait semua hal yang kamu lakukan mulai sekarang!” kata Sean menjelaskan
Valerie menganggukan kepalanya tanda mengerti. “Baiklah!” ucap Valerie yang masih bisa didengar oleh Sean.
Dia tidak langsung beranjak darisana. Padahal Valerie ingin menanyakan kabar papanya tadi. Dia masih menatap pantulan dirinya dari air kolam. Dia bersyukur karena penampilannya masih baik-baik saja saat ini.
“Tenanglah. Mari berusaha dan jika dalam setahun tidak ada hasil apapun, maka kamu bisa kembali ke rumah.” Ucap Valerie yang sedang mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.
Valerie berjalan dengan perasaan kesal entah kenapa. Mungkin itu karena dia tidak sempat untuk menelpon papanya tadi.
Saat dia hendak berjalan menaiki tangga, dia malah mendengar suara dari ruang TV.
"Apa itu?" ucap Valerie pada dirinya sendiri
Dia mengecek ponselnya dan jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. “Apa Sean masih menonton TV jam segini?” tanya Valerie pada dirinya sendiri. Itu karena tidak ada seorangpun yang bisa diajak berbicara di sana.
Dia berjalan kearah ruang TV dan menemukannya masih dalam keadaan menyala.
Dia semakin mendekat dan melihat Sean berada disana dengan majalah bisnis dalam genggamannya. Aneh sekali gelagat pria itu.
“Kau menonton TV atau membaca majalah?” tanya Valerie langsung. Dia bahkan tidak berniat untuk basa-basi
Mendengar itu, Sean hanya memberikan respon datar di wajahnya. Entah itu bisa disebut merespon atau tidak.
Melihat Sean yang hanya bersikap acuh dan tidak menjawab apapun, Valerie berjalan dan mengambil tempat duduk yang agak jauh dari Sean. Dia mulai mengganti siaran TV karena merasa bosan.
“Hanya ramalan cuaca? Kenapa terasa seperti monoton sekali?” ucap Valerie yang masih mencari channel TV lain. Dia sengaja menatap Sean lewat sudut matanya dan melihat pria itu mulai bergerak.
Setidaknya Valerie bisa menghela napas lega karena pria itu akhirnya bergerak di tempatnya.
Saat Valerie sedang fokus dengan siaran itu, dia mendengar balasan dari Sean. “Apa kamu sedang mengomentari hidup saya?”
Dia kaget dan merasa kebingungan. Itu benar. Valerie memang sedang menyindir pria itu tadi. Tapi kenapa responnya terlambat sekali?
Valerie menatap Sean tanpa berkata apapun. Dia baru saja menemukan siaran langsung pertandingan bulu tangkis dan itu terasa lebih menarik dibanding harus merespon ucapan pria disebelahnya.
Dia menonton dengan sangat serius, tapi hal itu tidak berlangsung lama. Karena Valerie langsung merasa kesal tiba-tiba.
“Ada apa denganmu?” tanya Valerie setelah Sean merebut paksa remot TV itu darinya.
“Seharusnya saya yang bertanya. Bukankah saya memutarnya?” bukannya menjawab, Sean malah balik bertanya.
Valerie menatap pria itu dengan tidak habis pikir. “Itu benar. Tapi aku baru saja melihatmu fokus dengan majalah bisnis!” balas Valerie
Dia memperhatikan Sean yang mengganti siaran itu ke pertandingan bola. Dia semakin menatapnya dengan tatapan sinis. Jika api bisa keluar dari tatapannya, maka sudah dia pastikan Sean terbakar sekarang. Menyebalkan sekali.
“Kenapa menatap seperti itu?” ucap Sean karena Valerie masih menatapnya dengan sinis. “Saya tahu saya itu tampan. Tidak perlu melihat seperti itu!” lanjut Sean lagi
Wah wah. Lihat bagaimana pria itu memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.
“Tampan? Kau lebih cocok disebut menyebalkan!” balas Valerie
Dia ingin beranjak darisana, tapi entah kenapa dia malah tersandung di kaki Sean dan itu membuatnya tidak bisa menjaga keseimbangan.
“Ouchh!” ringis Valerie. Tapi rasanya aneh. Kenapa dirinya tidak merasa sakit sama sekali? Seharusnya dia menghantam lantai bukan?
Valerie membuka matanya dan pandangannya bertatapan dengan mata gelap milik Sean. “Tidak berniat berdiri? Kau berat sekali!” sindir Sean saat Valerie belum juga beranjak darisana.
Valerie yang tersadar lalu beranjak tanpa menunggu Sean berkata apapun lagi. “Kau tidak perlu memanjangkan kakimu seperti tadi. Bagaimana jika aku jatuh?” kata Valerie
“Tapi faktanya, kau menindihku.” Jawab Sean
Valerie yang tadinya ingin menjawab, lalu terdiam. “Matikan TV!” ucap Sean kemudian beranjak pergi dari sana
Sean berjalan dengan santai ke arah kamarnya. Meski dia tahu Valerie sedang menatapnya dengan sangat tajam. Entah percaya atau tidak, tapi Sean bahkan bisa merasakan punggungnya yang memanas.
"Kau beruntung aku bukan anggota Avenger. Jika tidak, aku benar-benar sudah membantingmu sejak tadi!" umpat Valerie setelah Sean menghilang dari pandangannya.
Dia tersadar bahwa dia tidak bisa menyaksikan pertandingan olahraga kesukaannya.
“Dasar menyebalkan! Aku jadi tidak bisa memberi semangat pada idolaku!” kesal Valerie.
Dia mematikan TV dan berjalan memasuki kamarnya. Bagaimana jika menonton lewat tayangan streaming? Setidaknya dia bisa tenang tanpa diganggu oleh Sean.
Dia berjalan menaiki tangga dan malah menemukan Sean yang hendak memasuki kamarnya. Tatapan kesal itu masih ada diwajah Valerie. Tapi Sean hanya menatapnya sekilas lalu membanting pintu itu hingga menghasilkan bunyi yang agak nyaring.
Dia pasti sengaja melalukan itu karena melihat Valerie ada disana. Tapi dia bisa melakukan apa? Itu adalah rumahnya dan dia berhak melakukan apapun sesuka hatinya.
“Mau atau tidak, seseorang harus meneruskan semua yang sudah dia mulai”Keesokan paginya, Valerie bangun dengan perasaan lega. Tidurnya semalam sangat nyenyak. Padahal kemarin itu sangat melelahkan menurutnya. Meski dia tidak melakukan pekerjaan berat apapun. Entahlah.Valerie mulai membersihkan dirinya. Dia menatap beberapa bingkisan yang entah sejak kapan ada disana. Padahal dia tidak merasa memiliki itu disana sebelumnya. Karena penasaran, Valerie berjalan untuk memeriksa apa isi bingkisan itu.“Pakaian?”Dia memeriksa semua bingkisan dan menemukan banyak pakaian di dalamnya. Melihat itu, Valerie baru teringat bahwa mereka memang membawa banyak barang malam itu. Saat Valerie akan menikah.Mungkin dia akan merapikan pakaiannya nanti. Dia hanya akan merapikan alat riasnya saat ini. Untunglah dia sempat membawa tas tangannya yang berisi beberapa alat makeup.Tak lama kemudian, dia sudah rapi dengan kemeja berlengan panjang sepaha. Dia sudah memeriksa semua pakaian tetapi tidak menemuk
“Dasar gila!” umpat Valerie.Wanita itu berjalan menjauh dari kolam renang dan tidak berniat untuk menoleh ke belakang. Dia pasti sangat kesal saat itu.Sean yang kini sedang mengeringkan rambutnya itupun, hanya menatap punggung istrinya yang berlalu.“Gila?” ucap Sean.Dia tidak percaya bahwa seorang wanita baru saja mengatai dirinya gila. Sean mengambil ponselnya dan mulai memeriksa. Dia melupakan niat awal Valerie menemui dirinya. Tentunya sebelum peristiwa di kolam renang tadi.Pria itu duduk sejenak dan fokus dengan ponsel di tangannya. Tetapi dia bisa mengatakan bahwa dia tidak sepenuhnya fokus dengan kegiatannya.“Apa ponselnya rusak?” pikir Sean.Setelah mengatakan itu, Sean lantas meletakkan ponselnya. Dia lebih tertarik untuk memikirkan kejadian saat dia menarik Valerie, hingga mencium bibir wanita itu dengan paksa.Alasan Sean memikirkan perkataan Valerie, ialah karena untuk pertama kalinya, ada orang yang mengatai dirinya gila hanya karena dicium paksa.Masalahnya, semua w
Hari berlalu dengan cepat dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sean sejak tadi sedang sibuk di ruangan kerjanya.“Sudah berapa lama aku duduk?” ujar Sean.Pria itu memeriksa arlojinya dan bertepatan dengan itu, sebuah ketukan terdengar di pintu ruang kerjanya.“Siapa?” ujar Sean.“Ini bibi, tuan.” jawab sebuah suara dari luar.Mendengar hal itu, Sean lantas beranjak dan memeriksa keadaan di luar.“Ada apa?” tanya Sean tanpa perlu berbasa basi lagi.“Ini tuan, ada orang yang membawa pesanan atas nama tuan,” ucap bibi.“Ponsel?” tanya Sean singkat.“Iya, tuan.” balas bibi.“Bawa saja ke kamar Valerie,” kata Sean memberi perintah.“Baik tuan,” kata Bibi.Baru saja bibi akan pergi, Sean sudah berbicara lagi.“Berikan langsung kepadanya dan pastikan dia memakainya,” kata Sean.Bi Tina adalah asisten rumah tangga yang sudah cukup lama bekerja untuk Sean. Usianya beberapa tahun lebih tua dibanding ibunya. Dia dulu adalah pelayan ibunya.Bi Tina yang mendengar itupun lantas m
Keesokan harinya, Valerie memulai aktivitasnya seperti hari kemarin. Ini adalah hari terakhir dia mengajukan cuti dan besok dia akan bekerja kembali. Karena dia merasa bahwa Sean tidak ingin berbicara dengannya, Valerie lantas mengurung diri di kamar. Mungkin Sean juga akan ke kantor hari ini.Valerie tidak ingin terus menerus memikirkan masalah pria itu, sehingga dia akhirnya menyalakan laptop dan mulai mengerjakan beberapa hal. Rumah itu memiliki sepasang pengantin baru, tetapi terasa seperti tidak ada yang berbeda. Mereka masih tidur di kamar yang terpisah, dan kini tidak saling menyapa satu sama lain.Ketika Valerie merasa bahwa dia sudah sangat lama bekerja, dia lantas berdiri untuk melakukan beberapa gerakan ringan dan berusaha menghilangkan rasa lelahnya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia masih belum mengisi perutnya.“Siang, nyonya!” sapa bibi ketika berpapasan dengan Valerie di tangga.“Siang, bi,” balas Valerie.“Bibi baru saja ingin memberitahu nyonya untuk maka
Pagi ini Valerie keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Dia sudah mengenakan kemeja berwarna biru laut, celana kantor berwarna hitam dan hills dengan warna senada. Dia mengikat rambutnya serta tidak lupa membawa tas tangan miliknya.“Hari pertama bekerja dengan status baru,” ucap Valerie.Rasanya tidak begitu buruk. Bahkan tidak terasa seperti hari pertama bekerja. Dia baru saja menikah dan mengambil cuti selama tiga hari, tetapi selama itu juga dia hanya berada di rumah. Tidak ada yang istimewa dengan pernikahannya.Begitu Valerie menuruni tangga, dia mendengar suara pintu yang ditutup disertai penampakan seorang pria tampan dengan setelan jas lengkap yang melekat dengan begitu sempurna. Apa dia benar-benar mengatakan pria itu tampan? Tetapi kehadiran pria itu tidak berarti apapun. Valerie terus melangkah turun hingga Sean menyadari keberadaan wanita itu.“Sebentar,” ucap Sean.Pria itu mengambil langkah cepat dan berdiri satu anak tangga di depan Valerie, sehingga
Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka lantas memasuki ruangan dan kini Valerie bisa melihat keberadaan direktur beserta istrinya di sana.“Ah, selamat datang Bu Valerie. Silahkan duduk,” ujar direktur mempersilahkan.“Terimakasih, pak,” balas Valerie sembari mengambil tempat di sana.Entah apa yang akan mereka bahas, tetapi sepertinya itu tidak akan berakhir dengan cepat. Valerie penasaran apa yang akan mereka bahas kali ini.“Maaf membuat anda kebingungan,” ucap direktur lagi.Pria paruh baya itu menatap ke arah istrinya dan terdiam sejenak. Entah apa yang akan mereka katakan. Itu terlihat serius sekarang.“Jadi begini, kami menerima surat pengunduran dirimu pagi ini.” kata direktur.Mendengar hal itu, perasaan Valerie semakin tidak enak. Dia tidak mengira bahwa Sean benar-benar mengirimkan surat itu atas namanya. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?“Tetapi jangan khawatir, kami berpikir bahwa anda tidak serius mengajukannya,” lanjut direktur lagi.Pria itu seperti berniat untuk m
Pintu ruangan Direktur itu baru saja terbuka dan membuat dua orang yang berada di dalamnya menoleh. Hanya ada beberapa orang yang dapat melakukan hal itu. “Uncle!” teriak Aldo tanpa memikirkan keadaan sekitar. Bram yang melihat kedatangan keponakannya itupun lantas menegakkam tubuhnya dengan santai. “Ada apa?” tanya Bram singkat. Aldo mendekat ke arah pamannya itu dengan segera. “Halo Aunty,” sapa Aldo sembari tersenyum simpul karena tidak menyapa istri pamannya itu sejak awal. “Halo juga,” balas Riana. Setelah menyapa sebentar, Aldo lantas mengutarakan pikirannya. Dia ingin menanyakan tetang Valerie yang baru saja keluar dari sana. Sebenarnya Aldo teringat akan sesuatu ketika dia melihat Valerie menenteng bingkisan yang sudah dia ketahui isinya. “Tadi aku ketemu sama Kak Valerie. Terus bawa bingkisan..” ucap Aldo sengaja menggantungkan kalimatnya. “Itu benar bingkisannya?” lanjut Aldo. Riana yang mendengar pertanyaan itupun lantas tersenyum lebar. Aldo memang sosok yang banya
“What?” teriak Clara kencang yang langsung membuat beberapa orang di sekitar mereka menatap dengan spontan sejenak. “Pelan-pelan bego!” balas Valerie sembari tersenyum simpul. Karena perbuatan Clara itu, Valerie harus meminta maaf kepada pelanggan lain di sekeliling mereka. “Itu beritanya besar banget tau nggak?” ucap Clara. “Enggak juga,” balas Valerie singkat. Mereka baru saja selesai menceritakan tentang Valerie yang baru saja menikah dan alasan di balik itu semua. “Terus, kamu beneran sepupunya?” tanya Clara memastikan. Aldo mengangguk pelan ketika mendengar pertanyaan itu, “Iya,” ucap Aldo singkat. Pemuda itu sedang asik dengan makan siangnya. “Harusnya kamu itu tau alasannya. Masa sepupu sendiri nikah tapi kamu nggak tau?” kata Clara lagi. Beginilah jika mereka membahas masalah hubungan dengan Clara. Dia tidak akan puas hanya dengan cerita singkat. Meski kenyataannya semua kejadian yang terjadi benar-benar sesingkat itu. “Kamu beneran nggak tau?” kata Clara lagi. Wani