Share

Bab 4# Urusi Urusanmu Sendiri

“Tidak apa-apa nyonya.” Balas bibi

Valerie menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Bibi mengira bahwa nyonya baru mereka itu akan diam saja atau pergi. Tetapi diluar dugaan, Valerie malah membantu membersihkan beberapa sayuran.

Valerie tidak hanya membantu mencuci sayuran. Tapi dia juga memasak beberapa makanan.

Saat Valerie sedang menata makanan itu di meja, dia bisa mendengar langkah kaki yang berjalan menuruni tangga.

“Selamat pagi!” sapa Valerie saat melihat Sean yang sudah berada diujung tangga

Tidak ada balasan apapun dari Sean.

“Apa kau ingin sarapan?” tawar Valerie

Sean menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Valerie baru sadar jika Sean mengenakan pakaian formal saat ini. Dia terlihat seperti ingin pergi ke suatu tempat.

“Tidak perlu membuat apapun. Cukup urusi dirimu sendiri!” kata Sean. Dia melangkah pergi dan itu membuat Valerie mengerucutkan bibirnya.

Dia merasa kesal. Tapi dia tidak berkata apapun. Valerie menghabiskan pagi itu bersama para pekerja di rumah Sean.

Sore harinya, Valerie sedang berjalan-jalan dan berhenti di dekat kolam renang. Cuaca terlihat sangat cerah sehingga dia memutuskan untuk duduk sejenak disana.

Valerie merendam kakinya di air kolam dan mulai melakukan sesuatu dengan ponsel pintarnya. Dia tidak sempat mengajukan cuti kemarin karena semua kejadian terjadi dengan sangat cepat.

Dia masih terus fokus hingga surat izin itu berhasil dia kirimkan.

“Cuti karena menikah?” ucap Valerie menertawakan tulisannya.

Dia bahkan tidak perlu mengambil cuti untuk itu. Dia memilih untuk membuat alasan sakit. Lebih baik dibanding dia harus izin karena menikah.

Saat Valerie hendak menelpon seseorang, sebuah langkah kaki terdengar mendekat kearahnya. “Sedang apa?” tanya sebuah suara yang beberapa waktu belakangan mulai akrab ditelinga Valerie

Valerie menatap kearah suara itu berasal. “Apa kau sedang bertanya?” tanya Valerie memastikan. Pria itu begitu bersikap datar kepadanya pagi ini. Jadi aneh jika dia mulai bertanya tentang apa yang sedang Valerie lakukan saat ini.

Sean menaikkan sebelah alisnya dan berjalan santai kearah Valerie. “Saya tidak ingin kamu menyiksa diri dengan berendam jam segini!” jelas Sean

Dia berdiri menjulang di depan Valerie. Valerie mengangguk paham karena langit sudah mulai menggelap. “Aku tidak akan menyusahkanmu. Jadi tenang saja!” balas Valerie

Sean mengangkat bahunya acuh dengan kedua tangan yang dia masukkan kedalam saku celana miliknya.

“Sebentar!” cegah Valerie saat dia melihat Sean akan berjalan masuk

Pria itu hanya berhenti tetapi tidak mengatakan apapun. Setidaknya Valerie menganggapnya sedang menunggu kelanjutan ucapannya.

“Aku masih boleh bekerja, kan?” tanya Valerie

Sean berbalik dan Valerie bisa melihat wajahnya yang bersinar dibawah cahaya lampu kolam berenang. “Apa saya kurang jelas saat mengatakan urusi urusanmu sendiri?” balas Sean yang terdengar seperti sebuah pertanyaan ditelinga Valerie

“Aku kira itu hanya untuk sarapan?” ucap Valerie kembali memastikan.

“Kalau begitu ingat itu terkait semua hal yang kamu lakukan mulai sekarang!” kata Sean menjelaskan

Valerie menganggukan kepalanya tanda mengerti. “Baiklah!” ucap Valerie yang masih bisa didengar oleh Sean.

Dia tidak langsung beranjak darisana. Padahal Valerie ingin menanyakan kabar papanya tadi. Dia masih menatap pantulan dirinya dari air kolam. Dia bersyukur karena penampilannya masih baik-baik saja saat ini.

“Tenanglah. Mari berusaha dan jika dalam setahun tidak ada hasil apapun, maka kamu bisa kembali ke rumah.” Ucap Valerie yang sedang mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.

Valerie berjalan dengan perasaan kesal entah kenapa. Mungkin itu karena dia tidak sempat untuk menelpon papanya tadi.

Saat dia hendak berjalan menaiki tangga, dia malah mendengar suara dari ruang TV.

"Apa itu?" ucap Valerie pada dirinya sendiri

Dia mengecek ponselnya dan jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. “Apa Sean masih menonton TV jam segini?” tanya Valerie pada dirinya sendiri. Itu karena tidak ada seorangpun yang bisa diajak berbicara di sana.

Dia berjalan kearah ruang TV dan menemukannya masih dalam keadaan menyala.

Dia semakin mendekat dan melihat Sean berada disana dengan majalah bisnis dalam genggamannya. Aneh sekali gelagat pria itu.

“Kau menonton TV atau membaca majalah?” tanya Valerie langsung. Dia bahkan tidak berniat untuk basa-basi

Mendengar itu, Sean hanya memberikan respon datar di wajahnya. Entah itu bisa disebut merespon atau tidak.

Melihat Sean yang hanya bersikap acuh dan tidak menjawab apapun, Valerie berjalan dan mengambil tempat duduk yang agak jauh dari Sean. Dia mulai mengganti siaran TV karena merasa bosan.

“Hanya ramalan cuaca? Kenapa terasa seperti monoton sekali?” ucap Valerie yang masih mencari channel TV lain. Dia sengaja menatap Sean lewat sudut matanya dan melihat pria itu mulai bergerak.

Setidaknya Valerie bisa menghela napas lega karena pria itu akhirnya bergerak di tempatnya.

Saat Valerie sedang fokus dengan siaran itu, dia mendengar balasan dari Sean. “Apa kamu sedang mengomentari hidup saya?”

Dia kaget dan merasa kebingungan. Itu benar. Valerie memang sedang menyindir pria itu tadi. Tapi kenapa responnya terlambat sekali?

Valerie menatap Sean tanpa berkata apapun. Dia baru saja menemukan siaran langsung pertandingan bulu tangkis dan itu terasa lebih menarik dibanding harus merespon ucapan pria disebelahnya.

Dia menonton dengan sangat serius, tapi hal itu tidak berlangsung lama. Karena Valerie langsung merasa kesal tiba-tiba.

“Ada apa denganmu?” tanya Valerie setelah Sean merebut paksa remot TV itu darinya.

“Seharusnya saya yang bertanya. Bukankah saya memutarnya?” bukannya menjawab, Sean malah balik bertanya.

Valerie menatap pria itu dengan tidak habis pikir. “Itu benar. Tapi aku baru saja melihatmu fokus dengan majalah bisnis!” balas Valerie

Dia memperhatikan Sean yang mengganti siaran itu ke pertandingan bola. Dia semakin menatapnya dengan tatapan sinis. Jika api bisa keluar dari tatapannya, maka sudah dia pastikan Sean terbakar sekarang. Menyebalkan sekali.

“Kenapa menatap seperti itu?” ucap Sean karena Valerie masih menatapnya dengan sinis. “Saya tahu saya itu tampan. Tidak perlu melihat seperti itu!” lanjut Sean lagi

Wah wah. Lihat bagaimana pria itu memiliki tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.

“Tampan? Kau lebih cocok disebut menyebalkan!” balas Valerie

Dia ingin beranjak darisana, tapi entah kenapa dia malah tersandung di kaki Sean dan itu membuatnya tidak bisa menjaga keseimbangan.

“Ouchh!” ringis Valerie. Tapi rasanya aneh. Kenapa dirinya tidak merasa sakit sama sekali? Seharusnya dia menghantam lantai bukan?

Valerie membuka matanya dan pandangannya bertatapan dengan mata gelap milik Sean. “Tidak berniat berdiri? Kau berat sekali!” sindir Sean saat Valerie belum juga beranjak darisana.

Valerie yang tersadar lalu beranjak tanpa menunggu Sean berkata apapun lagi. “Kau tidak perlu memanjangkan kakimu seperti tadi. Bagaimana jika aku jatuh?” kata Valerie

“Tapi faktanya, kau menindihku.” Jawab Sean

Valerie yang tadinya ingin menjawab, lalu terdiam. “Matikan TV!” ucap Sean kemudian beranjak pergi dari sana

Sean berjalan dengan santai ke arah kamarnya. Meski dia tahu Valerie sedang menatapnya dengan sangat tajam. Entah percaya atau tidak, tapi Sean bahkan bisa merasakan punggungnya yang memanas.

"Kau beruntung aku bukan anggota Avenger. Jika tidak, aku benar-benar sudah membantingmu sejak tadi!" umpat Valerie setelah Sean menghilang dari pandangannya.

Dia tersadar bahwa dia tidak bisa menyaksikan pertandingan olahraga kesukaannya.

“Dasar menyebalkan! Aku jadi tidak bisa memberi semangat pada idolaku!” kesal Valerie.

Dia mematikan TV dan berjalan memasuki kamarnya. Bagaimana jika menonton lewat tayangan streaming? Setidaknya dia bisa tenang tanpa diganggu oleh Sean.

Dia berjalan menaiki tangga dan malah menemukan Sean yang hendak memasuki kamarnya. Tatapan kesal itu masih ada diwajah Valerie. Tapi Sean hanya menatapnya sekilas lalu membanting pintu itu hingga menghasilkan bunyi yang agak nyaring.

Dia pasti sengaja melalukan itu karena melihat Valerie ada disana. Tapi dia bisa melakukan apa? Itu adalah rumahnya dan dia berhak melakukan apapun sesuka hatinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status