Hari berlalu dengan cepat dan sekarang jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Sean sejak tadi sedang sibuk di ruangan kerjanya.“Sudah berapa lama aku duduk?” ujar Sean.Pria itu memeriksa arlojinya dan bertepatan dengan itu, sebuah ketukan terdengar di pintu ruang kerjanya.“Siapa?” ujar Sean.“Ini bibi, tuan.” jawab sebuah suara dari luar.Mendengar hal itu, Sean lantas beranjak dan memeriksa keadaan di luar.“Ada apa?” tanya Sean tanpa perlu berbasa basi lagi.“Ini tuan, ada orang yang membawa pesanan atas nama tuan,” ucap bibi.“Ponsel?” tanya Sean singkat.“Iya, tuan.” balas bibi.“Bawa saja ke kamar Valerie,” kata Sean memberi perintah.“Baik tuan,” kata Bibi.Baru saja bibi akan pergi, Sean sudah berbicara lagi.“Berikan langsung kepadanya dan pastikan dia memakainya,” kata Sean.Bi Tina adalah asisten rumah tangga yang sudah cukup lama bekerja untuk Sean. Usianya beberapa tahun lebih tua dibanding ibunya. Dia dulu adalah pelayan ibunya.Bi Tina yang mendengar itupun lantas m
Keesokan harinya, Valerie memulai aktivitasnya seperti hari kemarin. Ini adalah hari terakhir dia mengajukan cuti dan besok dia akan bekerja kembali. Karena dia merasa bahwa Sean tidak ingin berbicara dengannya, Valerie lantas mengurung diri di kamar. Mungkin Sean juga akan ke kantor hari ini.Valerie tidak ingin terus menerus memikirkan masalah pria itu, sehingga dia akhirnya menyalakan laptop dan mulai mengerjakan beberapa hal. Rumah itu memiliki sepasang pengantin baru, tetapi terasa seperti tidak ada yang berbeda. Mereka masih tidur di kamar yang terpisah, dan kini tidak saling menyapa satu sama lain.Ketika Valerie merasa bahwa dia sudah sangat lama bekerja, dia lantas berdiri untuk melakukan beberapa gerakan ringan dan berusaha menghilangkan rasa lelahnya. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang dan dia masih belum mengisi perutnya.“Siang, nyonya!” sapa bibi ketika berpapasan dengan Valerie di tangga.“Siang, bi,” balas Valerie.“Bibi baru saja ingin memberitahu nyonya untuk maka
Pagi ini Valerie keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat bekerja. Dia sudah mengenakan kemeja berwarna biru laut, celana kantor berwarna hitam dan hills dengan warna senada. Dia mengikat rambutnya serta tidak lupa membawa tas tangan miliknya.“Hari pertama bekerja dengan status baru,” ucap Valerie.Rasanya tidak begitu buruk. Bahkan tidak terasa seperti hari pertama bekerja. Dia baru saja menikah dan mengambil cuti selama tiga hari, tetapi selama itu juga dia hanya berada di rumah. Tidak ada yang istimewa dengan pernikahannya.Begitu Valerie menuruni tangga, dia mendengar suara pintu yang ditutup disertai penampakan seorang pria tampan dengan setelan jas lengkap yang melekat dengan begitu sempurna. Apa dia benar-benar mengatakan pria itu tampan? Tetapi kehadiran pria itu tidak berarti apapun. Valerie terus melangkah turun hingga Sean menyadari keberadaan wanita itu.“Sebentar,” ucap Sean.Pria itu mengambil langkah cepat dan berdiri satu anak tangga di depan Valerie, sehingga
Tanpa menunggu lebih lama lagi, mereka lantas memasuki ruangan dan kini Valerie bisa melihat keberadaan direktur beserta istrinya di sana.“Ah, selamat datang Bu Valerie. Silahkan duduk,” ujar direktur mempersilahkan.“Terimakasih, pak,” balas Valerie sembari mengambil tempat di sana.Entah apa yang akan mereka bahas, tetapi sepertinya itu tidak akan berakhir dengan cepat. Valerie penasaran apa yang akan mereka bahas kali ini.“Maaf membuat anda kebingungan,” ucap direktur lagi.Pria paruh baya itu menatap ke arah istrinya dan terdiam sejenak. Entah apa yang akan mereka katakan. Itu terlihat serius sekarang.“Jadi begini, kami menerima surat pengunduran dirimu pagi ini.” kata direktur.Mendengar hal itu, perasaan Valerie semakin tidak enak. Dia tidak mengira bahwa Sean benar-benar mengirimkan surat itu atas namanya. Bagaimana bisa dia melakukan hal itu?“Tetapi jangan khawatir, kami berpikir bahwa anda tidak serius mengajukannya,” lanjut direktur lagi.Pria itu seperti berniat untuk m
Pintu ruangan Direktur itu baru saja terbuka dan membuat dua orang yang berada di dalamnya menoleh. Hanya ada beberapa orang yang dapat melakukan hal itu. “Uncle!” teriak Aldo tanpa memikirkan keadaan sekitar. Bram yang melihat kedatangan keponakannya itupun lantas menegakkam tubuhnya dengan santai. “Ada apa?” tanya Bram singkat. Aldo mendekat ke arah pamannya itu dengan segera. “Halo Aunty,” sapa Aldo sembari tersenyum simpul karena tidak menyapa istri pamannya itu sejak awal. “Halo juga,” balas Riana. Setelah menyapa sebentar, Aldo lantas mengutarakan pikirannya. Dia ingin menanyakan tetang Valerie yang baru saja keluar dari sana. Sebenarnya Aldo teringat akan sesuatu ketika dia melihat Valerie menenteng bingkisan yang sudah dia ketahui isinya. “Tadi aku ketemu sama Kak Valerie. Terus bawa bingkisan..” ucap Aldo sengaja menggantungkan kalimatnya. “Itu benar bingkisannya?” lanjut Aldo. Riana yang mendengar pertanyaan itupun lantas tersenyum lebar. Aldo memang sosok yang banya
“What?” teriak Clara kencang yang langsung membuat beberapa orang di sekitar mereka menatap dengan spontan sejenak. “Pelan-pelan bego!” balas Valerie sembari tersenyum simpul. Karena perbuatan Clara itu, Valerie harus meminta maaf kepada pelanggan lain di sekeliling mereka. “Itu beritanya besar banget tau nggak?” ucap Clara. “Enggak juga,” balas Valerie singkat. Mereka baru saja selesai menceritakan tentang Valerie yang baru saja menikah dan alasan di balik itu semua. “Terus, kamu beneran sepupunya?” tanya Clara memastikan. Aldo mengangguk pelan ketika mendengar pertanyaan itu, “Iya,” ucap Aldo singkat. Pemuda itu sedang asik dengan makan siangnya. “Harusnya kamu itu tau alasannya. Masa sepupu sendiri nikah tapi kamu nggak tau?” kata Clara lagi. Beginilah jika mereka membahas masalah hubungan dengan Clara. Dia tidak akan puas hanya dengan cerita singkat. Meski kenyataannya semua kejadian yang terjadi benar-benar sesingkat itu. “Kamu beneran nggak tau?” kata Clara lagi. Wani
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam dan Valerie baru saja tiba di rumah Sean. Dia berjalan perlahan dan tidak perlu bersusah payah memikirkan Sean yang sudah berada di rumah atau tidak. Valerie menenteng bingkisan yang belum dia ketahui isinya. Meskipun Aldo mengatakan bahwa dia tahu tentang isi bingkisan itu, pemuda itu tidak berniat untuk memberitahu Valerie. Itu adalah bingkisan yang dia dapatkan dari ibunya Sean siang tadi. “Tapi Tante Riana itu bukan Ibu kandungnya Kak Sean,” Kini Valerie teringat akan kalimat yang Aldo katakan sebelum mereka berpisah beberapa saat yang lalu. Pemuda itu tidak mengatakan lebih lanjut, dan Valerie tidak berpikir untuk bertanya lebih jauh. Pernikahan mereka hanya akan berlangsung selama setahun, dan setelah itu dirinya dan Sean tidak akan pernah lagi saling berhubungan. “Ahh, apa artinya setelah berpisah nanti, aku juga harus mengundurkan diri?” ucap Valerie pelan. Dirinya tidak mungkin terus bekerja di perusahaan milik Ayah mantan suami kont
Keesokan paginya, Valerie bersiap untuk berangkat ke kantor. Dia memeriksa semua barangnya dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Hari ini dia sudah berganti posisi menjadi manajer keuangan, dan akan bertemu dengan asistennya hari ini.“Ehh, sebentar,” ujar Valerie.Dia berdiri di depan cermin dan memasukkan beberapa barang ke dalam tas tangan miliknya. Dia juga tidak lupa merapikan penampilannya dan tersenyum puas. Dia merasa berbeda sekali hari ini, tetapi juga menjadi lebih bersemangat.Setelah merasa bahwa tidak ada lagi yang perlu dia lakukan, Valerie lantas beranjak ke luar. Dia akan sarapan lebih dulu.Di lain sisi, Sean juga sudah siap dengan pakaian kantornya. Dia sedang memeriksa beberapa hal dan menjadi sangat fokus dengan tablet di tangannya.“Selamat pagi, Tuan!” sapa para pelayan ketika Sean berjalan melewati mereka.Bukan Sean namanya jika dia akan bersikap baik dengan para pe
Sean perlahan menindih Valerie, tubuh mereka berdekatan begitu erat, hingga mereka bisa merasakan setiap detak jantung yang saling berirama. Tatapan Sean seolah mengatakan sesuatu yang mendalam, seolah-olah dia telah menunggu momen ini selama bertahun-tahun.“Tunggu, apa yang akan kamu lakukan?” tanya Valerie meski dia sudah tahu maksud keinginan Sean.“Aku akan melakukan hal yang seharusnya aku lakukan sejak lama,” balas Sean.Sean menatap Valerie dengan lekat. Dia semakin mendekatkan wajahnya, dan kedua tangannya bahkan menahan lengan Valerie di samping kepalanya."Babe... aku tidak bisa menahan diri lagi," ucap Sean dengan suara yang berat, penuh dengan keinginan yang selama ini ia pendam. "Tolong, jangan hentikan aku kali ini."Valerie tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum lembut dan membelai wajah Sean dengan jemarinya. Sentuhan itu membuat Sean semakin tergoda. Dia mendekatkan wajahnya ke Valerie, dan dalam sekejap, bibir merek
Setelah pulang kerja, Valerie segera menelpon Sean untuk berbicara tentang rencana kepergiannya besok. Suara Sean terdengar berat di ujung telepon, dan Valerie merasakan kerinduan pria itu yang semakin mendalam."Hey, babe. Kamu masih di London?" tanya Valerie sambil meregangkan tubuhnya setelah seharian bekerja."Iya, babe. Masih ada beberapa urusan di sini," balas Sean dengan nada yang terdengar lelah namun hangat. "Ada apa? Kamu sudah merindukanku?" lanjutnya dengan nada menggoda.Valerie tersipu, merasa pipinya sedikit memerah mendengar kata-kata Sean yang selalu berhasil membuatnya tersipu. "Iya, aku merindukanmu,” jawab Valerie yang selalu bisa membuat jantung Sean berdetak lebih cepat. “Tapi aku punya undangan pernikahan besok," kata Valerie lagi, mencoba terdengar lebih tenang.Sean tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Terdengar juga perubahan dalam nada suaranya. "Pernikahan? Kalau begitu, aku akan pulang sekarang juga," ucap Sean dengan tegas, tan
Ketika Valerie berada di kantor menjelang makan siang, dia mendapat panggilan dari Sean. Ponselnya bergetar di atas meja, dan seketika nama suaminya muncul di layar. Valerie mengangkat panggilan itu dengan senyuman kecil di wajahnya."Hey, babe," sapanya.Di seberang sana, Sean terdengar sedikit lesu. “Babe, aku kangen,” ucap Sean.Wajah Sean yang muncul di layar itu memang terlihat lesu. Dia menyugar rambutnya sembari mengerucutkan bibir.Valerie tertawa melihat itu. Dia menjepit rambutnya yang sejak tadi tergerai. Dia bahkan membuka kancing kemejanya hingga dua kancing, dan itu membuat Sean semakin panas sendiri.“Babe..” panggil Sean. “Aku tahu kamu sengaja memancingku,” lanjut Sean.Sean menatap dengan serius, dan berbicara lagi, “Aku akan kembali besok,” kata Sean.“Baiklah, babe,” balas Valerie.Sebenarnya ketika menelpon Valerie, dia memiliki ide lain. Jadilah dia kembali melan
Keesokan paginya, Sean bangun lebih awal dari biasanya, siap berangkat ke London seperti yang ia katakan semalam. Suasana pagi itu terasa hangat, meski keduanya tahu bahwa Sean akan pergi untuk beberapa hari. Valerie, seperti biasa, sudah bangun dan sibuk mempersiapkan keperluan Sean. Ia memilihkan pakaian, menata dasi, dan memastikan segala kebutuhan suaminya terpenuhi.Sean memandangi Valerie dari belakang. Ada perasaan hangat di dalam hatinya, meski ada sedikit kecemasan juga. Tanpa berpikir panjang, Sean mendekati Valerie yang tengah berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya. Sean langsung memeluk pinggang Valerie dari belakang, menariknya ke dalam pelukannya dengan erat.Valerie yang sedikit terkejut, berhenti sejenak dan menatap Sean lewat pantulan di cermin. "Ada apa?" tanyanya, suaranya lembut tapi terdengar sedikit penasaran.“Sepertinya kamu masih marah kepadaku, babe,” ucap Sean dengan nada manja, sementara ia mengeratkan pelukannya. Valerie
Malam itu, Putra dan Clara akhirnya bertemu di taman yang sama, meski awalnya Clara hendak mencari Valerie. Ketika Clara tengah berjalan, Putra tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan sebuah sapaan. “Hai!” sapa Putra dengan senyum di wajahnya.Clara yang mendengar sapaan itu terkejut. Dia langsung berusaha berbalik, namun Putra cepat menghentikannya. “Cla,” panggil Putra lagi dengan suara yang lebih lembut.Clara memutar tubuhnya kembali, terpaksa harus menatap Putra, lelaki yang sudah lama tidak dia temui. Putra tersenyum kikuk sambil menggaruk belakang kepalanya.“Lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Putra dengan nada yang terdengar lebih akrab dari sebelumnya.Clara berusaha untuk tetap tenang, meski dalam hatinya jantungnya berdetak sangat cepat. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, namun dia berusaha menjaga ekspresinya tetap datar. "Yah, aku baik," jawab Clara dengan singkat.Putra menatap Clara
Sean mengambil ponselnya dan mengirim pesan singkat kepada Valerie, "Aku akan menjemputmu sore ini, babe."Di sisi lain Valerie yang saat itu sedang memeriksa laporan di komputernya, lantas menatap layar ponselnya yang menampilan pesan dari Sean. Begitu membacanya, Valerie hanya diam saja. Dia juga tidak langsung membalas. Sean menggenggam ponselnya dengan erat, menunggu jawaban istrinya. Tetapi hingga beberapa menit kemudian, masih tidak ada balasan dari Valerie. Akhirnya karena tidak tahan lagi, Sean lantas menelponnya. Panggilan itu berdering hingga beberapa detik. Pada panggilan pertama itu, Valerie memilih mengabaikannya. Hingga panggilan yang kedua, Valerie masih diam saja. “Entah apa yang dia rencanakan sekarang,” ujar Valerie.Ketika ponselnya kembali berdering pada panggilan yang ketiga, Valerie langsung menjawabnya.Menyadari bahwa pesannya sudah dijawab, Sean lantas berbicara dengan terburu-buru. “Babe.. Apa kamu sedang d
Ketika hari menjelang subuh, Sean terjaga dengan pikiran yang masih mengganjal tentang Valerie dan Clara. Dia menatap layar ponselnya, kemudian mengetik pesan yang ditujukkan kepada Putra.“Carikan informasi teman istriku bernama Clara. Sedetail mungkin,” tulisnya, lalu mengirim pesan itu tanpa ragu.Sean kembali berbaring di samping Valerie, meskipun masih tidak bisa menutup matanya setelah berjam-jam.Ketika matahari mulai terbit, Valerie menggeliat pelan dan merasakan sebuah tangan kekar memeluk pinggangnya. Dia menoleh ke belakang dan mendapati Sean yang sedang menutup matanya.Valerie berbalik untuk menatap pria itu sejenak, lantas menghembuskan napas pelan. Dia menyingkirkan lengan Sean, dan hendak beranjak.Hanya saja saat itu, Sean ternyata tidak benar-benar terlelap. Dia menarik Valerie lebih dekat dalam pelukannya, dan meletakkan dagunya di bahu Valerie.“Selamat pagi, babe,” ucap Sean.Valerie mengusap rambut Sean
Setelah membayar belanjaan, Valerie dan Clara mengantri untuk membayar di kasir. Antrian cukup panjang sore itu, membuat keduanya harus berdiri lebih lama dari yang diharapkan. Clara mencoba mengalihkan perhatian dengan membicarakan hal-hal ringan. "Val, kamu yakin Putra tidak akan muncul tiba-tiba lagi?" tanya Clara dengan sedikit khawatir, mengingat pertemuan singkat mereka sebelumnya yang sudah cukup membuatnya gugup.Valerie tersenyum menenangkan, menepuk punggung Clara dengan lembut. "Jika dia datang, bukankah itu lebih baik?” ucap Valerie.Dia sengaja tidak mengatakan bahwa dia sudah meminta Sean untuk datang bersama dengan Putra tadi. Semoga saja Sean benar mendengarkan permintaannya.Clara terdiam sejenak, dan tentu saja hatinya masih berdebar kencang. Sesaat setelah selesai membayar belanjaan, Valerie melihat Sean mendekat ke arah mereka, namun kali ini dia sendirian.“Babe..” panggil Sean sembari tersenyum dengan begitu tampan.Ha
Sore itu, jam menunjukkan hampir pukul empat, dan Valerie serta Clara memutuskan untuk pergi lebih awal dari kantor. Mereka berencana memeriksa penjualan produk mereka di sebuah supermarket, seperti yang sudah dijadwalkan sebelumnya. Valerie membereskan barang-barangnya, memastikan tidak ada yang tertinggal. Sesekali dia melirik ke arah Clara yang tampak terburu-buru, seolah ingin cepat keluar dari ruangannya."Kenapa tergesa-gesa? Tenang saja, supermarketnya tidak akan ke mana-mana," canda Valerie, menatap sahabatnya dengan senyum simpul.Clara tertawa kecil. "Aku cuma ingin cepat menyelesaikan ini dan pulang. Rasanya aku butuh istirahat." balas Clara.Karena sebelumnya Valerie sudah membawa tas dan barang-barangnya ke ruangan Clara, jadilah dia tidak perlu lagi kembali ke ruangannya. Mereka berdua lantas keluar dari kantor, dan melangkah menuju mobil Valerie. Hanya saja di sela perjalanan mereka, Valerie baru teringat akan sesuatu. Dia