Share

2. Mendadak Jadi Pengantin

Dering ponsel membangunkan Keyla yang sedang tertidur pulas. Dengan mata yang masih terpejam, tangannya menyusuri nakas untuk mengambil ponselnya yang tak berhenti berdering. Setelah di dapat, dia lalu menggeser tombol hijau tanpa melihat si penelepon.

[Kenapa lama sekali angkat teleponnya?] teriak seorang wanita paruh baya di seberang telepon yang tak lain ibunya.

“Aku baru bangun, Mah,” jawab Keyla.

[Ini sudah jam berapa Keyla! Kenapa belum pulang, kamu lupa kalau hari ini Adrian akan menikah? Mamah ingin kamu hadir ke acara pernikahannya.”

Sejenak Keyla mengingat malam panas yang dia lewati bersama Adrian. Entah dia harus bahagia atau sedih karena orang yang dia suka akan menikahi wanita lain.

"Aku nggak bisa datang Mah, ada kelas nanti sore."

[Apa kamu pikir Mamah bodoh, ini hari Minggu nggak ada jadwal kuliah. Pokoknya kamu pulang sekarang juga!]

Keyla menjauhkan ponsel dari telinganya. Dia terus mendengarkan ocehan Ani bertubi-tubi.

“Halo, Mah. Mah, aku nggak bisa denger suara Mamah. Halo, Mah ....”

Keyla mematikan panggilannya sepihak. Dia sengaja melakukan itu agar Ani tidak memarahinya dengan berbagai bumbu ancaman di dalamnya. Tak lama notifikasi pesan masuk di ponselnya.

[Ani : Kalau kamu nggak pulang, jangan harap Mamah kirim lagi uang buat kamu].

“Argh, sial!”

Keyla tak bisa menolak ucapan ibunya karena setiap ucapannya akan menyulitkan hidupnya. Apa lagi dia tak ingin kehilangan donatur tetap yang membiayai hidupnya selama ini.

***

Disinilah Keyla sekarang memandangi ballroom yang sudah di penuhi para tamu undangan. Dia sama sekali tak berniat masuk ke dalam ruangan tersebut karena saat dia masuk pasti hatinya akan sakit saat mendengar Adrian mengucap janji pernikahan.

“Kenapa kamu malah berdiri di sini, cepat ganti bajumu!” ucap Ani sambil mendorong tubuh Keyla. "Cepat ganti di ruangan itu, jangan lupa dandan yang cantik!"

Keyla berdecak melihat sikap Ani yang berubah 180 derajat saat menyapa tamu yang datang.

Dengan santainya Keyla masuk ke ruang ganti lalu membuka pakaiannya dengan leluasa. Setelah siap dengan gaunnya Keyla pun berdiri di depan cermin dan—

"Argh, sejak kapan kamu ada di sini!" teriak Keyla saat melihat seorang pria sedang duduk memandanginya.

"Sejak awal kamu melepas semua pakaianmu."

"Apa, jadi kamu melihatnya?" Keyla berpura-pura kaget karena sebelumnya Adrian sudah melihat seluruh tubuhnya meski dalam keadaan mabuk.

Pria itu berdiri—berjalan mendekati Keyla. Sesaat keduanya saling memandang sebelum akhirnya pria itu berkata, "Kamu tenang saja, tak ada yang menarik dari tubuhmu." Mata Keyla mengikuti arah pandang pria tersebut lalu menyilangkan kedua tangannya di dada. "Benar-benar dibawah standar," ejeknya.

"Apa dia tak ingat malam itu?" batin Keyla. "Hei, Tuan Adrian Pratama Putra. Harusnya sebelum kamu mengejekku seperti itu lihat dulu penampilanmu." Keyla memutar tubuh Adrian menghadap ke kaca. "Lihat, wajah pas-pasan, tubuh ceking, benar-benar nggak cocok sama jas mahal yang kamu pakai. Heran masih ada cewek yang mau nikah sama kamu," ucap Keyla berdusta.

Adrian mendelik menatap tajam ke arah Keyla sambil melipat tangan di dada. Matanya memperhatikan Keyla dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.

“Kamu mau menikah denganku?”

Keyla berdecak mendengar penuturan pria yang sering membuatnya kesal sekaligus cinta. “Apa kamu sudah gila?”

“Iya, aku sedikit gila sekarang. Tolong, bantu aku, Keyla.”

Keyla menatap manik mata yang saat ini tengah menatapnya dengan penuh harapan di sana.

Seketika Keyla tertawa mendengar ucapan Adrian. "Apa pengantin wanitamu kabur? Syukurlah dia sadar di waktu yang tepat."

"Berhenti mengolokku. Aku serius Key, aku butuh bantuanmu."

Keyla menyeringai. "Bantuan apa, berpura-pura jadi pengantinmu?"

"Iya, berpura-pura menjadi pengantinku."

Gleg, Keyla menelan saliva-nya. Menikah, sama sekali tak terlintas di pikirannya meskipun dia menyukai Adrian. "Kamu gila mempermainkan pernikahan. Apa kata orang tua kita kalau mereka tahu aku yang menjadi pengantinmu! Mamah pasti akan membunuhku kalau tau kita hanya pura-pura menikah."

"Aku yang akan menanggung semuanya, aku akan bicara dengan Om dan Tante."

Keyla berdecak lalu menurunkan bokongnya diatas kursi. "Ini benar-benar gila, aku nggak mau ikut permainanmu. Kalau kamu butuh tumbal cari aja staf yang bekerja denganmu."

"Aku mohon Keyla, hanya kamu yang bisa membantuku."

Raut wajah keputusasaan tergambar jelas di sana. Ada rasa iba sekaligus puas melihat Adrian memohon meminta bantuannya. "Lihat wajah memelas itu Keyla, kamu bisa memanfaatkan dia," batinnya.

"Ehm, kamu tahu, semua bantuan di dunia ini itu nggak ada yang gratis,” ucap Keyla dengan senyum liciknya.

Adrian selangkah mendekati Keyla lalu berucap, “Aku akan membayarmu seratus juta.”

“Ap-apa, yang benar saja.” Keyla menepis tangan Adrian. Seratus juga untuk sebuah pernikahan sepertinya tidak pas dengan status yang akan dia korbankan. Dia yakin jika Adrian akan membayarnya lebih banyak lagi.

“200 juta, bagaimana?” tanya Adrian masih mencoba membujuk Keyla agar dia mau mengikuti ucapannya.

Keyla masih tak bergeming, tak lama terdengar ketukan yang mengacaukan pembicaraan mereka.

“Permisi, Pak. Apa pengantin wanitanya sudah siap?” tanya seorang staf wanita yang membuka pintu.

“Tunggu dua puluh menit lagi,” ucap Adrian tanpa menoleh ke sumber suara.

Staf tersebut menutup kembali pintu ruangan mereka. Keduanya masih saling menatap sebelum akhirnya Adrian kembali membuka mulutnya.

“500 juta, apartemen dan tunjangan setiap bulannya. Bagaimana?”

“Uang dan apartemen, tunjangan juga. Kalau begini aku bisa lepas dari orang tuaku dan aku bisa menikmati waktuku dengan Adrian,” monolog Keyla. “Ehm, di tambah mobil gimana?" Adrian terdiam seolah sedang berpikir. "Kalau begitu, aku permisi."

"Tunggu!" Adrian mencengkram tangan Keyla. "Setuju."

Sudut bibir Keyla terangkat setalah mendapatkan apa yang dia inginkan. "Jadi apa yang harus aku lakukan?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status