Suara gemercik air bersatu dengan alunan musik yang sedang diputar. Sesekali Keyla ikut bernyanyi tak mempedulikan suaranya yang pas-pasan. "Keyla, pinjam handuk!" teriak Adrian dari dalam kamar mandi. "KEYLA, aku pinjam handuk!" Sama sekali tak terdengar sahutan dari dalam kamar. "Argh, sial. Ke mana dia?" Adrian melihat tubuhnya yang basah lalu beralih ke baju bekasnya yang berada di keranjang baju kotor. Perlahan Adrian membuka pintu menyembulkan kepalanya mencari sosok Keyla. "Keyla, pinjam handuk." "Hah, ada ap— argh ... Kenapa kamu nggak pakai handuk?" tanya Keyla sembari menutup mata dengan kedua tangannya. Tunggu bukankah Keyla sudah pernah melihat sebelumnya? Tapi dia masih terkejut melihat milik Adrian di depan kedua matanya. "Dari tadi aku teriak minta handuk, tapi kamu sama sekali nggak dengar!" Keyla hanya berdesis kemudian mengambil handuk yang ada di lemarinya. "Ini." "Ambil bajuku di mobil!" "Apa, kamu menyuruhku mengambil bajumu? Dengar aku bukan bawa
Suara lantunan musik bersahutan dengan percakapan orang di sekeliling. Sudut bibir Keyla memicing sambil menatap tajam ke arah Adrian yang sedang menikmati makanannya. "Kamu nggak makan?" tanya Adrian. Keyla berdecak lalu menyendok makanan ke mulutnya. "Sejak kapan kita seakrab ini. Bahkan leluconmu itu sangat menjijikan!" gerutu Keyla sembari mendelik. "Ehm, kenapa kamu masih marah soal tadi? Ayolah Keyla, aku hanya bercanda lagi pula aku nggak akan menyentuhmu. Melihat tubuhmu saja sama sekali tak membuat libidoku tertarik." Keyla mengeratkan gigi, hatinya terus memakai pria yang ada di depannya. Bagaimana bisa dia berkata seperti itu setelah mereka berdua bercinta. "Bercanda ...? dengar ya kita tak sedekat itu sampai kamu bercanda seleluasa ini denganku. Dengar Adrian, kita hanya menikah kontrak yang saling menguntungkan. Apa kamu pikir aku juga mau tidur dengan pria sepertimu!" Adrian mengangguk berkata, "Baguslah, karena kita saling membenci nggak akan ada hubungan su
Keyla terperangah mendengar ucapan sahabatnya itu, sontak langkah Keyla terhenti lalu berbalik menatap tajam ke arah Ines. "Singkirkan pikiran jahatmu itu. Aku menikah dengan Adrian karena dari kecil kita sudah di jodohkan," jelas Keyla. Ines terdiam sesaat sebelum akhirnya dia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Kamu beruntung sekali, aku benar-benar iri. Bagaimana bisa di jodohkan dengan pria yang begitu tampan." Lagi-lagi Ines memuji Adrian membuat Keyla semakin kesal. "Jangan ikuti kita lagi. Aku ingin menikmati waktuku bersama suamiku. Iya kan Sayang?" ujar Keyla memutar bola matanya seolah kode agar Adrian mengikuti permainannya. "Ah iya, sampai ketemu lagi," ucap Adrian mengikuti Keyla yang terus menarik lengannya. Keduanya semakin menjauh meninggalkan Ines yang masih menatap punggung mereka. "Lepaskan tanganku!" Keyla tak melepaskan tangan Adrian hingga mereka keluar dari restoran tersebut. Sesampainya di depan mobil Keyla menepis tangan
Suara pria dan wanita terdengar sedang berolahraga malam tembus hingga terdengar di telinga Keyla dan Adrian yang masih terjaga di dalam kamar mereka.Jantung Keyla berdegup dengan kencang saat mendengar geraman pria setelah selesai berolahraga malam. Keyla menelan saliva-nya kemudian berbalik sambil menarik selimut hingga menutupi kepalanya. Masih teringat jelas saat Adrian menggeram di telinganya sambil berbisik, 'Aku mencintaimu, Nadia.' "Ehm, Keyla apa kamu belum tidur?" Keyla tak bergeming tak ingin menjawab ucapan Adrian. Dia yakin jika pria itu mendengar hal yang sama sepertinya. "Key, aku lapar," ucapnya lagi. "Keyla." Adrian menggoyangkan tubuh Keyla agar dia bangun. "Apa sih!" Adrian terperanjat melihat reaksi Keyla. "Sial, kamu membuatku kaget saja. Aku lapar, bisakah kamu belikan aku makan?" "Apa kamu gila, ini sudah jam dua belas malam. Kamu pergi saja sendiri atau nggak kamu tahan sampai besok pagi." Setelah puas memarahi
Riuh terdengar suara Ines yang terus memanggil nama Keyla. Dia tak henti-hentinya menangis sambil berteriak seolah Keyla akan pergi selamanya. "Berhentilah menangis, kamu membuatku terlihat seperti orang yang paling jahat di sini," ucap Keyla kesal.Ines menangis tersedu-sedu sampai dia sulit untuk menjawab ucapan sahabatnya itu. "Kalau libur kamu bisa datang ke Jakarta mengunjungiku atau sebaliknya aku akan datang ke sini mengunjungimu," sambung Keyla. "Serius?" Keyla menunjukkan kelingkingnya tanda jika dia setuju. Ines merangkul bahu Keyla dengan lembut sambil menyandarkan kepalanya di bahu Keyla. "Kalau kamu pergi siapa lagi yang menemaniku ke klub malam, nggak ada yang mentraktirku makan, nggak ada lagi yang mendengarkan curhatanku." "Apa kamu lahir di jaman primitif? " Seketika Ines mendongak menatapnya sinis. "Kan ada ponsel, kamu bisa menghubungiku kapan saja." Ines tersenyum kembali memeluk tub
Orang tua Keyla dan Adrian sudah menunggu kedatangan putra dan putri mereka selama dua jam lamanya. Mereka terlihat khawatir sekaligus takut terjadi sesuatu dengan Keyla apa lagi dia baru saja keluar dari rumah sakit. Tak lama, orang yang mereka tunggu pun datang, mobil yang membawa Keyla dan Adrian berhenti dihalaman rumah mereka. "Keyla," panggil Ani. Meski dia sering memarahi putrinya tetap saja jauh di lubuk hatinya begitu khawatir melihat Keyla terluka. "Mamah, lihat kepalaku," rengek Keyla menunjukkan luka ke Rani bukan ke Ani yang menyambutnya lebih dulu. Melihat tingkah Keyla sontak membuat Ani kesal. Untungnya saat itu ada besannya kalau tidak mungkin Ani sudah memukul kepala putrinya itu. "Ah Sayang, pasti sakit ya. Kita periksa ke dokter keluarga saja," tutur Rani. "Nggak usah Mah, luka Keyla baik-baik saja. Di sana juga aku menyewa dokter spesialis yang handal di bidangnya untuk menangani Keyla," jelas Adrian. Hal itu membu
Perlahan Keyla melepaskan tangannya dari rambut Adrian. Namun, sedetik kemudian Adrian malah menjambak rambut Keyla."Argh, sialan. Beraninya kamu menyerangku dari belakang!" Keyla bukan wanita yang mudah di taklukkan. Saat rambutnya di jambak oleh Adrian, dia menendang adik kecil milik Adrian hingga dia tersungkur ke lantai. "Ah, sakit. Kamu benar-benar gila Keyla!" Setelah menganiaya Adrian, Keyla keluar dari ruangan tersebut dengan rambut yang sangat berantakan. "Keyla, kamu mau ke mana. Tolong aku, aku nggak bisa berdiri." Keyla berdecak, mulutnya berkomat-kamit seolah menyepelekan permintaan tolong Adrian. "Kamu pikir aku percaya, setelah aku menolongmu, kamu pasti akan menyerangku lagi." "Nggak, itu nggak akan terjadi. Tolong aku, please. Argh, berdarah. Keyla milikku berdarah!" "Berdarah?" ulang Keyla yang langsung menutup mulutnya. Tanpa pikir panjang Keyla masuk ke dalam kamar. Dia melihat Adrian yang terkapar sambil memegan
Dua hari berlalu Adrian tak pernah keluar menyapa Keyla. Bahkan pria itu terkesan menganggapnya tidak ada meski Keyla berdiri tepat di depan wajahnya."Dia sudah berangkat kerja Bi?" tanya Keyla."Sepertinya belum Non, Bibi belum liat Den Adrian keluar dari kamarnya. Apa kalian masih bertengkar?"Keyla mengedikkan kedua bahunya lalu menurunkan bokongnya di atas kursi. "Hari ini aku mau ke dokter. Bibi lihat kunci mobilku?""Kunci mobil yang ada di garasi?" Keyla mengangguk. "Ah, kuncinya Den Adrian yang pegang. Gimana kalau naik taksi saja nanti Bibi yang mengantar Nona ke sana."Tak mungkin Keyla mengajak Sumi ke dokter sementara dia berniat pergi bersama teman-temannya setelah pulang dari rumah sakit. "Nggak usah Bi, aku mau pergi sama Mamah saja," kilah Keyla."Aku akan mengantarmu," sela Adrian membuat keduanya terkejut dengan kehadirannya.Mata Keyla melihat Adrian dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. "Kamu sudah baikan?""Berhenti menatapku seperti itu, cepat ganti bajumu!"S
Senyum sumringah tercetak di bibir Nadia saat dia melihat Adrian berjalan ke arahnya. Bagaimana tidak, setelah pertemuannya di rumah orang tuanya, Adrian selalu mengabaikan panggilannya bahkan bersikap tak acuh."Hai, Adrian," sapa Nadia dengan lembut. Adrian hanya bergumam lalu menggeser kursi yang ada di depan Nadia. "Kamu mau pesan apa?""Enggak usah aku nggak akan lama," jelas Adrian. "Aku—""Adrian, Mamah Rani mengundangku ke rumah, apa kamu juga akan datang?" sela Nadia seolah tak ingin mendengar apa yang akan diucapkan Adrian."Nadia, aku—""Aku tahu, kita akan mulai dari awal. Selama proses perceraian kalian aku nggak akan menemui kamu. Aku nggak mau di tuduh sebagai pelakor padahal wanit itu yang merebutmu dariku."Adrian mengepalkan tangannya hingga buku jarinya memutih. "Aku nggak akan bercerai dengan Keyla."Apa, bukannya Mamah sudah menyuruh kalian untuk bercerai?""Tapi aku nggak mau bercerai dengan Keyla.""Adrian, aku tahu saat ini
Alunan musik rileksasi mengiringi Adrian yang sedang bersemedi.Sudah hampir 2 jam dia tak juga merubah posisinya. Seolah-olah tak merasakan sakit atau kram di kakinya."Apa dia dari tadi seperti ini?" bisik Kevin kepada Sumi."Iya, sehari sudah tiga kali Den Adrian bersemedi sambil mendengarkan musik. Apa terjadi sesuatu, haruskah kita membawa Den Adrian ke rumah sakit?"Kevin berpikir sejenak lalu berkata, "Sepertinya dia sedang patah hati.""Patah hati?" ulang Sumi. "Ah, iya. Semenjak Non Keyla nggak ada di rumah Den Adrian seperti kehilangan teman bertengkar," sambung Sumi."Apa mereka berdua sering bertengkar?"Sumi mengangguk. "Bertengkar hanya karena Den Adrian suka jahil ke Non Keyla pun sebaliknya."Kevin memijat pelipisnya lalu menyuruh Sumi untuk meninggalkan mereka berdua. Perlahan Kevin mematikan musik agar Adrian berhenti melakukan hal yang tak biasa dia lakukan.""Jangan ganggu aku, nyalakan lagi musiknya," tutur Adrian tanpa membuka mata.Satu menit berlalu musik rilek
Brak!Toni menggebrak meja meluapkan kekesalannya. "Kenapa kamu bisa melakukan hal seperti itu Adrian. Mau di simpan di mana wajah Papah di depan kedua orang tua Keyla!""Aku akan menjelaskan semuanya ke orang tua Keyla, Pah.""Tutup mulutmu, jangan pernah memberitahu orang tua Keyla akan hal ini. Cukup keluarga kita saja yang tahu dan wanita itu," jelas Toni. Rani yang melihat ketegangan diantara keduanya pun mencoba menenangkan mereka berdua. "Apa nggak sebaiknya kita akhiri saja kebohongan ini?""Maksud Mamah ... Mamah membiarkan Keyla dan Adrian bercerai begitu saja? Apa Mamah nggak malu mempunyai anak yang nggak becus mempertahankan pernikahannya!""Bukan gitu Pah, ak—""Tutup mulutmu!" hardik Toni membentak Rani dengan kasar. Terlihat jelas kemarahan serta kekecewaan dari raut wajahnya. "Adrian apa selema kalian menikah kamu nggak pernah mencintai Keyla?"Rahang Adrian mengeras, sebenarnya dia masih ragu dengan perasaannya sendiri entah rasa cinta atau hanya penasaran."Pah, a
Dentuman musik tak mengalihkan perhatian Keyla dari gelas yang ada di depannya. Dia terus menghitung satu persatu gelas kosong bekas minumannya. Baginya dentuman musik sama sekali tak menghilangkan kebisingan di kepalanya. "Key, sudah jam 3 pulang , yuk!" ajak Sisi melihat salah satu temannya sudah tak sadarkan diri. Mata Keyla menoleh ke arah Dita lalu kembali menatap sahabatnya. "Menurutmu semenyeramkan apa menyandang status janda?" Pletak! Tanpa aba-aba Sisi memukul kepala Keyla dengan kencang agar dia sadar dari alkohol yang mempengaruhi kinerja otaknya. "Kamu sedang mengejekku karena aku janda?" Keyla mengusap kepalanya yang terasa pusing lalu berkata, "Sebentar lagi aku juga akan menyandang status janda." "Apa kamu sudah gila, hanya karena kamu putus dengan pacarmu kamu berpikir janda?" Keyla menghela napasnya, tak ada satu pun dari sahabatnya yang tahu jika dia sudah menikah. "Ayo, pulang. Sepertinya kamu terlalu mabuk." Keyla beranjak dari kursi mencoba me
Setelah kembali ke Jakarta, Keyla tak pernah bertemu dengan Adrian. Hal itu membuat Keyla gelisah apa lagi Adrian belum mengirimkan uang bulanan untuknya."Haruskah aku mengirimkan pesan ke Adrian atau aku datangi dia saja?" gumamnya. "Keyla, kamu di panggil ke ruang Pak Erik.""Hm, terima kasih."Keyla pun mematikan layar ponselnya lalu pergi ke ruang dosen. "Permisi, Bapak panggil saya?""Hm, masuklah."Keyla masuk ke ruangan Erik, berdiri menunggu di persilahkan duduk. "Kenapa berdiri saja. Ayo, duduk."Keyla menarik kursi lalu duduk berhadapan dengan Erik. "Isi formulir itu.""Ini apa Pak?" tutur Keyla melihat form pendaftaran."Bukannya kamu mau S2 di Singapura. Kamu harus mengisi universitas mana yang akan kamu pilih agar kita bisa merekomendasikan universitas terbaik di sana."Keyla berpikir sejak, bagaimana pihak sekolah tahu jika dia akan S2 di Singapura. Padahal itu hanya ancaman untuk Adrian."Maaf Pak, bolehkah saya mengi
Hening, Kevin merasakan atmosfer disekitarnya berubah mencekam. "Kalian bicaralah, aku mau ambil makanan."Seolah mengerti biang masalahnya, Kevin pun membawa serta Nadia untuk pergi dari sana. Saat berada di koridor Nadia pun menepis tangan Kevin dengan kasar. "Kenapa kamu membawa aku keluar!""Apa kamu nggak sadar kalau Keyla dan Adrian sedang bertengkar gara-gara kamu?" Kevin berdecak tak percaya melihat Nadia tak merasa bersalah sedikitpun. "Apa kamu senang di sebut pelakor?""Apa, maksudmu apa hah. Yang harusnya disebut pelakor itu Keyla, dia yang sudah merebut Adrian dariku.""Merebut, yang benar saja. Bahkan Keyla nggak tau kalau kamu masih hidup saat mereka menikah.""Maksud kamu?""Dengar Nadia, semua orang tahu kalau kamu kabur saat acara pernikahan. Keyla itu wanita yang kuat dan mau menjadi istri Adrian demi menyelamatkan keluarganya yang mungkin akan menanggung malu karena mempelai wanita kabur di hari pernikahan.""Aku ... Aku perg
Bugh!Adrian melempar tubuh Keyla ke atas kasurnya. "Argh, sialan," umpat Keyla lalu mengibas rambutnya menoleh ke arah Adrian. "Apa kamu gila, untuk apa kamu membawaku ke kamarmu?""Karena ... Karena semua orang sudah tahu kamu istriku.""Kenapa kamu melakukan itu. Kamu tau kontrak pernikahan kita tinggal beberapa hari lagi dan aku juga mau pergi dari perusahaanmu setelah aku selesai skripsi. Kenapa kamu selalu menghalangi langkahku!" teriak Keyla kesal "Me-menghalangi? Ya, dengar. Aku sama sekali tak menghalangimu hanya saja—""Cukup, aku ingin ketenangan. Aku nggak mau ketemu kamu, wanita sialan itu atau siapa pun yang merusak moodku. Aku mau balik ke Jakarta.""Apa? Nggak kamu nggak boleh pergi dari acara ini.""Terserah, bila perlu hari ini juga aku resign dari kantormu!""Berhenti di situ!" hardik Adrian.Keyla berbalik. "Mau apa lagi, dari awal pernikahan kita sudah salah, aku juga salah kenapa mau bekerja di perusahaanmu, aku sangat bodoh
Hening, tak ada suara hingga hembusan napas pun tak terdengar seolah mereka menahan napas menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan Keyla dan juga Adrian."Ini makanannya," tutur Kevin menyimpan piring yang berisi makanan Adrian. Kevin menarik kursi untuk duduk di samping Adrian sambil melihat wajah Keyla. "Kenapa kalian diam saja, ayo makan!"Seketika suasana pun mencair, Keyla meneruskan makan tak mempedulikan tatapan Adrian yang seolah mengancamnya.Tak lama Nadia datang menghancurkan mood Keyla. Bergegas dia berdiri meninggalkan piring begitu saja."Keyla, kamu mau ke mana?" tanya Marta."Nyebat.""Hah!" Keyla berjalan ke taman memastikan tidak ada orang yang mengganggunya. Tak lupa ia menyelipkan sebatang rokok di bibirnya lalu menyalakan pematik.Kepulan asap keluar dari bibir Keyla. Sedikit nikotin membuat pikirannya perlahan tenang."Sudah aku bilang jangan merokok itu membuat tubuhmu bau.""Kenapa kamu selalu menggangu k
Di sinilah Keyla berada, menatap wajah orang-orang yang begitu bersemangat ke acara family gathering ala kantornya. "Hei, kamu sedang apa. Ayo, naik!" panggil Marta melihat Keyla yang hanya berdiri terpisah dari rombongannya."KEYLA!" Panggil Kevin bersemangat menghampirinya. “Kamu jadi ikut?”"Terpaksa," jawab Keyla dengan nada malas.Kevin tersenyum seraya menarik tangannya menjauh dari kerumunan. "Ikut mobilku saja?" bisiknya.Keyla menoleh ke arah Marta dan rekannya yang lain. “Aku naik bus saja.”"Adrian yang memintamu ikut dengan kita," bisiknya lagi.Keyla menghela napasnya lalu menjawab, “Terima kasih atas tawarannya lebih baik aku naik bus saja.”"Keyla tunggu." Kevin mencoba menahan Keyla dengan memegang tangannya. Sontak hal itu di lihat oleh semua orang yang ada di sana. Seketika mereka membicarakan keduanya dan mengira jika keduanya memiliki hubungan.Plak!Adrian menepuk tangan Kevin agar dia melepaskan tangan istrinya itu. “Apa