Dua hari berlalu Adrian tak pernah keluar menyapa Keyla. Bahkan pria itu terkesan menganggapnya tidak ada meski Keyla berdiri tepat di depan wajahnya."Dia sudah berangkat kerja Bi?" tanya Keyla."Sepertinya belum Non, Bibi belum liat Den Adrian keluar dari kamarnya. Apa kalian masih bertengkar?"Keyla mengedikkan kedua bahunya lalu menurunkan bokongnya di atas kursi. "Hari ini aku mau ke dokter. Bibi lihat kunci mobilku?""Kunci mobil yang ada di garasi?" Keyla mengangguk. "Ah, kuncinya Den Adrian yang pegang. Gimana kalau naik taksi saja nanti Bibi yang mengantar Nona ke sana."Tak mungkin Keyla mengajak Sumi ke dokter sementara dia berniat pergi bersama teman-temannya setelah pulang dari rumah sakit. "Nggak usah Bi, aku mau pergi sama Mamah saja," kilah Keyla."Aku akan mengantarmu," sela Adrian membuat keduanya terkejut dengan kehadirannya.Mata Keyla melihat Adrian dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. "Kamu sudah baikan?""Berhenti menatapku seperti itu, cepat ganti bajumu!"S
Wanita itu hanya mendelik tak mempedulikan ucapannya Adrian. Dia pun menyalakan mobilnya, mengendarai ke rumah sakit terlebih dahulu. Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam hingga tak terasa mobil itu pun sampai di rumah sakit. Keyla keluar lebih dulu di ikuti Adrian di belakangnya. "Apa dokternya sudah datang?" "Iya, aku sudah membuat janji dengannya." Keyla menyunggingkan senyum membuat jantung Adrian berdegup begitu kencang melihat senyuman Keyla yang begitu menawan. "Ini benar-benar membuatku gila," gumam Adrian. Dia berjalan lebih dulu meninggalkan Keyla begitu saja. Sesampainya di ruang dokter, bekas luka di kepala Keyla mulai di periksa. Terlihat luka di kepalanya sudah mulai mengering. "Lukanya sudah sembuh, jahitannya juga sudah merekat. Kamu merawat lukamu dengan baik." "Jelas, Dok. Aku tidak mau lukaku mengalihkan kecantikan-ku." Dokter itu pun tersenyum lalu menuliskan resep obat. "Ini vitamin serta obat menyembuhkan luka dalam serta bekas lukanya. Semoga c
"Argh, sialan!" Adrian meremas rambutnya dengan kesal melihat Keyla sudah masuk ke dalam taksi. "Se-serius dia istrimu?" tanya Kevin yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. "Iya, dia istriku. Bukannya kamu datang ke pernikahanku, bagaimana bisa kamu lupa dengan wajahnya?" Kevin terpaksa menyunggingkan senyum padahal dalam hati dia begitu merutuki kebodohannya karena sudah menggoda Keyla. "Sebaiknya kita masuk saja," ajak Kevin. Namun sayangnya, tangannya di tepis begitu saja saat Adrian mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Terdengar sambungan telepon yang terhubung. "Di mana kamu. Kalau nggak balik ke kantor uang bulananmu aku potong!"Setelah mengatakan itu Adrian pun masuk ke dalam kantornya di ikuti Kevin di belakang. "Beri dia pekerja di bagian keuangan." "Ta-tapi di sana nggak membutuhkan karyawan." Adrian menghentikan langkahnya. "Aku ingin dia belajar keuangan bukan untuk bekerja sebagai karyawan di sini meski pun aku harus membayarnya dengan uangk
Mata Adrian terus mengamati pagar rumahnya. Sudah pukul sepuluh malam Keyla belum juga datang membuatnya semakin kesal."Di mana dia, jangan-jangan dia pergi ke klub malam bersama teman-temannya," gumam Adrian. Dia lalu mengambil kunci mobil berlari ke halaman. Namun, baru juga Adrian akan menyalakan mobil terlihat Keyla menutup pintu pagar dengan penampilan yang sangat kacau. Seketika Adrian bersembunyi, dia tak ingin Keyla tahu kalau dirinya mengkhawatirkannya. Setelah melihat Keyla masuk ke dalam rumah, Adrian pun keluar dari dalam mobil berjalan mengendap-ngendap. Matanya terfokus pada punggung Keyla yang menghilang di balik pintu kamarnya. Tok, tok, tok. Adrian menunggu Keyla mempersilahkan masuk. Namun, satu menit berlalu tak terdengar suara Keyla. "Argh, sial. Dia mengabaikan aku," gerutu Adrian lalu membuka pintu kamar Keyla tanpa permisi. Terlihat seonggok tubuh terbaring lemah di atas ranjang. "Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?" tanya Adrian dengan nada ti
Keyla pun mengambil berkas yang ada di meja lalu menunjukkan berkas itu ke Marta. Dia hanya diam lalu memeriksa semua yang sudah di kerjakan oleh Keyla. Melihat dari wajahnya saja Keyla yakin jika Marta suka dengan pekerjaan, tapi sedetik kemudian dia menggebrak meja, melempar berkas tepat ke wajah Keyla. "Apa ini, ngerjain laporan keuangan saja nggak becus! Lihat semua, begini kalau kerja pakai orang dalam, mereka nggak punya otak dan keahlian pun bisa masuk di sini. Dasar nggak tau malu, harusnya kalau di bantu masuk kerja di perusahaan ini minimal pinter." Keyla mengepalkan tangannya, dia benar-benar kesal dan ingin sekali menghajar wanita yang ada di depannya. "Maaf." Hanya itu yang bisa di ucapkan oleh Keyla. Dia tertunduk lesu saat di maki di hadapan staf yang lain hingga akhirnya suara ketukan mengalihkan perhatian semua yang ada di sana. "Ada apa ini?" Hening seketika Keyla memalingkan wajah tak ingin Adrian melihat wajahnya. Namun, pria itu semakin mendekat ke arahnya.
Brak! Keyla melempar tasnya dia atas meja lalu merebahkan tubuhnya di atas sofa. Dia sama sekali tak peduli dengan tatapan Adrian yang memandanginya dari lantai 2. "Apa kamu baik-baik saja." "Seperti yang kamu lihat, apa aku terlihat baik-baik saja menurutmu?!" Adrian lalu menurunkan bokongnya diatas sofa. "Aku akan menyuruh office boy memindahkan meja untukmu." "Nggak usah, kamu hanya perlu membayar karena aku sudah memesannya." "Ap-apa ... Kenapa kamu nggak bilang dulu sama aku?" "Nggak perlu bilang karena kamu sudah melihat sendiri seperti apa keadaanku di divisi itu." Seketika mata Keyla memicing, "Apa itu rencanamu?" "Hah!" Keyla mengangguk lalu menyamankan punggungnya di sofa sambil melipat kedua tangannya di dada. "Aku akan mengikuti permainanmu dan akan aku pastikan aku akan bertahan di divisi itu sampai aku lulus kuliah." Adrian menelan saliva-nya, sebenarnya dia masih bingung dengan apa yang Keyla bicarakan. "Ba-baiklah, kita lihat sampai kapan kamu akan bertahan d
Dentuman musik mengalun begitu indah mengiringi tubuh seorang wanita yang sedang menari— menyatu dengan irama musik. "Key, naik yuk!" "Aku belum selesai, kamu duluan saja." Keyla Nathania memejamkan matanya sembari melenggak-lenggokkan tubuhnya melepaskan semua beban pikiran yang mengganggu kinerja otaknya. Bagaimana bisa berteman sejak lama tapi baru menyadari perasaannya begitu dalam pada sosok pria yang akan segera menikah dengan wanita lain. Kesal, marah, sekaligus kecewa terus bergemuruh di hatinya. Meski saat ini Keyla sudah memiliki kekasih tapi hatinya hanya untuk satu orang pria yaitu Adrian Pratama Putra. Setelah lelah menari Keyla pun berjalan ke meja bartender dengan langkah yang sempoyongan. "Vodka satu," ucapnya lalu menurunkan bokongnya di atas kursi. "Cheers ...." Keyla menoleh ke sumber suara yang terdengar ramai mengalahkan suara Dj yang bersiap memainkan musik. Matanya memicing di tengah lampu temaram untuk melihat wajah orang-orang yang ada di sana. "B
Dering ponsel membangunkan Keyla yang sedang tertidur pulas. Dengan mata yang masih terpejam, tangannya menyusuri nakas untuk mengambil ponselnya yang tak berhenti berdering. Setelah di dapat, dia lalu menggeser tombol hijau tanpa melihat si penelepon. [Kenapa lama sekali angkat teleponnya?] teriak seorang wanita paruh baya di seberang telepon yang tak lain ibunya. “Aku baru bangun, Mah,” jawab Keyla. [Ini sudah jam berapa Keyla! Kenapa belum pulang, kamu lupa kalau hari ini Adrian akan menikah? Mamah ingin kamu hadir ke acara pernikahannya.” Sejenak Keyla mengingat malam panas yang dia lewati bersama Adrian. Entah dia harus bahagia atau sedih karena orang yang dia suka akan menikahi wanita lain. "Aku nggak bisa datang Mah, ada kelas nanti sore."[Apa kamu pikir Mamah bodoh, ini hari Minggu nggak ada jadwal kuliah. Pokoknya kamu pulang sekarang juga!] Keyla menjauhkan ponsel dari telinganya. Dia terus mendengarkan ocehan Ani bertubi-tubi. “Halo, Mah. Mah, aku nggak bisa denger