Setelah kembali ke Jakarta, Keyla tak pernah bertemu dengan Adrian. Hal itu membuat Keyla gelisah apa lagi Adrian belum mengirimkan uang bulanan untuknya.
"Haruskah aku mengirimkan pesan ke Adrian atau aku datangi dia saja?" gumamnya."Keyla, kamu di panggil ke ruang Pak Erik.""Hm, terima kasih."Keyla pun mematikan layar ponselnya lalu pergi ke ruang dosen."Permisi, Bapak panggil saya?""Hm, masuklah."Keyla masuk ke ruangan Erik, berdiri menunggu di persilahkan duduk. "Kenapa berdiri saja. Ayo, duduk."Keyla menarik kursi lalu duduk berhadapan dengan Erik. "Isi formulir itu.""Ini apa Pak?" tutur Keyla melihat form pendaftaran."Bukannya kamu mau S2 di Singapura. Kamu harus mengisi universitas mana yang akan kamu pilih agar kita bisa merekomendasikan universitas terbaik di sana."Keyla berpikir sejak, bagaimana pihak sekolah tahu jika dia akan S2 di Singapura. Padahal itu hanya ancaman untuk Adrian."Maaf Pak, bolehkah saya mengiDentuman musik mengalun begitu indah mengiringi tubuh seorang wanita yang sedang menari— menyatu dengan irama musik. "Key, naik yuk!" "Aku belum selesai, kamu duluan saja." Keyla Nathania memejamkan matanya sembari melenggak-lenggokkan tubuhnya melepaskan semua beban pikiran yang mengganggu kinerja otaknya. Bagaimana bisa berteman sejak lama tapi baru menyadari perasaannya begitu dalam pada sosok pria yang akan segera menikah dengan wanita lain. Kesal, marah, sekaligus kecewa terus bergemuruh di hatinya. Meski saat ini Keyla sudah memiliki kekasih tapi hatinya hanya untuk satu orang pria yaitu Adrian Pratama Putra. Setelah lelah menari Keyla pun berjalan ke meja bartender dengan langkah yang sempoyongan. "Vodka satu," ucapnya lalu menurunkan bokongnya di atas kursi. "Cheers ...." Keyla menoleh ke sumber suara yang terdengar ramai mengalahkan suara Dj yang bersiap memainkan musik. Matanya memicing di tengah lampu temaram untuk melihat wajah orang-orang yang ada di sana. "B
Dering ponsel membangunkan Keyla yang sedang tertidur pulas. Dengan mata yang masih terpejam, tangannya menyusuri nakas untuk mengambil ponselnya yang tak berhenti berdering. Setelah di dapat, dia lalu menggeser tombol hijau tanpa melihat si penelepon. [Kenapa lama sekali angkat teleponnya?] teriak seorang wanita paruh baya di seberang telepon yang tak lain ibunya. “Aku baru bangun, Mah,” jawab Keyla. [Ini sudah jam berapa Keyla! Kenapa belum pulang, kamu lupa kalau hari ini Adrian akan menikah? Mamah ingin kamu hadir ke acara pernikahannya.” Sejenak Keyla mengingat malam panas yang dia lewati bersama Adrian. Entah dia harus bahagia atau sedih karena orang yang dia suka akan menikahi wanita lain. "Aku nggak bisa datang Mah, ada kelas nanti sore."[Apa kamu pikir Mamah bodoh, ini hari Minggu nggak ada jadwal kuliah. Pokoknya kamu pulang sekarang juga!] Keyla menjauhkan ponsel dari telinganya. Dia terus mendengarkan ocehan Ani bertubi-tubi. “Halo, Mah. Mah, aku nggak bisa denger
Adrian mengeluarkan ponselnya lalu memanggil staf untuk segera mendandani Keyla dengan cepat. Sementara menunggu Keyla siap, Adrian memberikan secarik kertas ke staf untuk di berikan ke pendeta dan sedikit mengulur waktu pernikahan mereka. Hanya membutuhkan waktu dua puluh menit untuk mempersiapkan semuanya. Keyla yang tak suka dengan makeup tebal, meminta make-up yang natural tapi terlihat flowles di wajahnya, dibalut dengan gaun pengantin berwarna putih yang begitu pas di tubuhnya. “Wah ... Anda terlihat cantik,” puji staf yang sedang melihat Keyla dari cermin yang ada didepannya. Keyla tersenyum, menatap pantulan tubuhnya. Keputusan singkat yang akan merubah seluruh hidupnya. “Bagaimana, sudah siap?” tanya Adrian menerobos masuk. Sesaat dia terpesona melihat wanita yang berdiri menatapnya. Dengan cepat dia berjalan mendekati Keyla—mengulurkan tangan berharap wanita yang berada di hadapannya itu menyambutnya dengan baik. Namun, Keyla hanya menatap tangan Adrian kemudian berjal
Semua tamu bersorak dan memberikan ucapan selamat kepada Keyla dan juga Adrian setelah keduanya mengucap janji pernikahan.“Kamu benar-benar membuatku dalam masalah, Adrian,” ucap Keyla menatap ke arah kedua orang tuanya dan juga kedua orang tua Adrian yang sedang berjalan ke arah mereka.“Apa yang sebenarnya terjadi, Adrian?” tanya Toni. Dia merasa tidak enak dengan Rudi dan juga Ani karena tidak memberikan pelayanan yang baik untuk besannya.“Keyla, kenapa kamu enggak bilang sama Mamah sih!” hardik Ani membuat Keyla seketika berdiri di belakang Adrian seolah meminta berlindung dari pria yang kini sudah menjadi suaminya.“Aku akan jelaskan nanti Tante. Sekarang masih banyak tamu undangan dan aku enggak mau menghancurkan acara pernikahan kita.”Mereka pun mengedarkan pandangannya melihat para tamu yang sedang menatap ke arah mereka, seolah sedang membicarakan mereka.“Ya udah, nanti kita bicarakan setelah acara selesai. Selamat ya, Nak. Akhirnya kamu menikah juga. Selamat juga untukmu
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Keyla menatap Adrian yang masih sibuk dengan laptopnya. Sekelibat bayangan tentang malam panas mereka pun melintas di pikiran Keyla.“Sepertinya dia nggak ingat tentang kejadian malam itu. Aku harus bersikap seperti biasa karena dia pasti nggak ingat karena mabuk," batin Keyla. "Apa kita akan menginap di kamar yang sama?” tanya Keyla.“Iya,” jawab Adrian tanpa menoleh ke arah Keyla.“Apa kamu enggak mau minta maaf sama aku?”Adrian mengangkat kepalanya, menatap ke arah Keyla. “Maaf untuk apa? Ah, apa soal pernikahan kita?”DegLidah Keyla terasa kelu. “Ehm, iya, bukankah kamu harusnya menjelaskan apa yang sebenarnya kamu rencanakan?”Adrian menutup laptopnya lalu beranjak dari ranjang kemudian berkata, “Baca dulu kontrak kita, setelah itu kamu tanda tangan di sana.”Keyla berdecak, kemudian mengambil ponsel yang ada di tangan Adrian lalu membaca setiap kata yang tertera di sana. Seketika matanya membelalak kala melihat nominal yang tertera di kontr
Adrian terbangun dari tidurnya, dia melihat ke arah jam yang menunjukkan pukul empat pagi. Perlahan Adrian berjalan ke kamar mandi, tapi langkahnya terhenti ketika melihat sesuatu yang bergerak di lantai. Takut salah lihat Adrian pun bergegas menyalakan lampu dan mendapati Keyla yang sedang terbaring di lantai. “Astaga! Hei, bangun kenapa kamu tidur di bawah?” Adrian membangunkan Keyla dengan kaki, tapi sayangnya Keyla tak bergerak sama sekali seperti orang mati. Adrian pun melangkahi tubuh Keyla yang tergeletak menghalangi langkahnya. Lima menit kemudian Adrian keluar dari kamar mandi, pandangannya lalu beralih ke ranjang dan mendapati Keyla yang sedang tertidur. “Bangun. Astaga, kamu bau sekali,” gerutu Adrian sembari menutup hidungnya. “Haruskah aku menghubungi Tante Ani supaya kamu bangun?” Matanya Keyla seketika terbuka lalu berkata, “Dasar cepu!” Keyla beranjak dari ranjang lalu pergi ke kamar mandi. Adrian bergegas mengibaskan selimut yang bau alkohol lalu kembali tidur
Keyla berlari di halaman rumah yang asing baginya. Dengan napas terengah-engah dia mencoba mengetuk rumah mewah yang tengah dia pijak. Namun, Keyla terkejut saat pintu tiba-tiba saja terbuka dan hampir mengenai wajah pria yang membuatnya kesal sepanjang perjalanan ke rumah itu. “Lama sekali untung mereka belum datang. Kamar kita ada di lantai dua, cepat ganti baju kamu, aku nggak tahan mencium bau busuk!” Sontak Keyla mencium aroma tubuhnya, dia sama sekali tak mengendus bau busuk seperti yang di tuduhkan. “Tetap tenang Keyla, kamu harus mendapatkan uang itu agar hidupmu nyaman,” gumamnya sembari berjalan ke kamar. Lima belas menit berlalu, Keyla keluar dari kamar mandi lalu membuka tasnya. Dia berdecak saat melihat baju yang belum sempat dia setrika karena buru-buru. "Sial, aku harus pakai baju apa?" gerutu Keyla. Seketika Keyla tersenyum sinis saat melihat ke lemari. Dia berniat meminjam baju Adrian tak peduli reaksinya saat melihatnya memakai bajunya. Namun, betapa terkeju
Keyla melambaikan tangannya ketika mobil yang dikemudikan Rani dan Ani menjauh dari halaman rumah mereka. Sedangkan Adrian memilih untuk kembali masuk lebih dulu mengabaikan Keyla. "Adrian tunggu," cegah Keyla menghalangi langkahnya. "Ada apa?" Keyla menadahkan tangannya seolah menunggu Adrian memberikan sesuatu untuknya. "Maksudmu apa?" Adrian mencoba memahami maksud Keyla yang tiba-tiba menadahkan tangannya. "Uang jajan, kosan sama bayaran sekolah." Adrian memutar bola matanya. "Berapa nomor rekening-mu?" Keyla tak menjawab, melainkan mengirim pesan ke ponsel Adrian hingga terdengar notif pesan masuk. "Itu nomor rekeningku. Aku harap kamu nggak mengurangi uang jajanku." Tak lama notif pesan masuk ke ponsel Keyla, sudut bibirnya terangkat ketika melihat nominal yang masuk ke rekeningnya."Harus cukup selama satu bulan," ujar Adrian berjalan menjauh. "Ah, menyebalkan sekali. Uang segini mana cukup," protes Keyla. Dia pikir uang sepuluh juta itu hanya biaya hidupnya selama sem