“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Kania dengan mata melebar. Akhirnya ada kata-kata yang bisa ia produksi setelah tertegun beberapa detik.
“Ini kantorku,” ujar Jupiter.
“Kamu kerja di sini?” tanya Kania dengan suara meninggi.
Ia baru saja diterima bekerja di tempat impiannya ini dan sekarang ia sudah menerima kabar buruk. Bekerja di tempat yang sama dengan pria ini adalah hal terakhir yang Kania inginkan di dunia ini.
Jupiter hendak mengoreksi kata-kata Kania, tetapi ia mengurungkan niatnya. Bukankah lebih baik jika Kania tidak tahu bahwa ini adalah perusahaan miliknya? Jupiter hanya tersenyum dan mengangguk, mengiyakan bahwa ia bekerja di kantor ini.
“Oh shit!” seru Kania dengan suara setengah berbisik.
Jika pria ini bocor mulut dan mengatakan pada orang lain bahwa dia telah tidur dengan Kania, nama baik Kania bisa hancur dan ia tidak mungkin bisa berkarir di sini. Semua orang mungkin akan mengira bahwa ia wanita murahan yang bisa dibeli siapa saja. Di saat yang sama elevator berdenting terbuka. Kania segera menarik lengan baju Jupiter dan membawanya keluar dari elevator dan mendorongnya ke pojokan. Ia menoleh ke kiri dan kanan, memastikan tidak ada yang melihat mereka. Jupiter terkejut tetapi ia membiarkan Kania melakukannya.
“Apa-apaan sih kamu?” tanya Jupiter sambil melepaskan tangannya dari tangan kania dengan kasar, lalu merapikan jas mahalnya itu. Tidak ada seorangpun yang berani menyentuhnya seperti itu selama ini.
“Baju kamu bakalan aku balikin, tapi kamu nggak boleh bilang sama siapa-siapa tentang semalem, kalau enggak—" ujar Kania dengan suara berbisik.
“Kalau enggak kenapa? Kamu nggak bisa apa-apa, kan?” tanya Jupiter.
“Sialan! Pokoknya aku nggak mau ada yang tahu!” seru Kania dengan panik.
“Oh gini aja. Aku bakalan ngerahasiain semua ini, tapi ada syaratnya,” ujar Jupiter.
“Syarat? Syarat apaan?” Mata Kania melebar mendengar kata-kata Jupiter.
“Kamu harus bayar aku lima juta sebagai uang tutup mulut. Gimana?”
Tentu saja Jupiter tidak serius, ia hanya senang melihat wajah Kania yang panik. Menurutnya sangat lucu dan menghibur.
“Apa? Lima juta? Aku nggak punya uang sebanyak itu! Aku baru aja diterima kerja di sini, gajian masih lama! Kamu keterlaluan! Dasar bajingan!” seru Kania dengan marah sambil memukul-mukul tubuh Jupiter.
Dalam pikiran Kania, Jupiter mungkin ingin uang kembali setelah membayar pada ibu tirinya untuk tidur dengan Kania. Pria ini memang bajingan dan Kania nyaris tidak punya kata-kata yang tepat untuk memakinya.
Tentu saja anak buah Jupiter melihat dan hendak melerai, tetapi Jupiter memberi kode agar anak buahnya itu diam. Dengan mudah, Jupiter menangkap kedua tangan Kania agar wanita itu berhenti memukulinya.
“Lepasin!” seru Kania sambil menarik kedua tangannya keras-keras hingga genggaman Jupiter terlepas.
“Kalau kamu nggak mau bayar, aku pastiin besok seluruh kantor tahu soal malam itu,” ujar Jupiter sambil lagi-lagi membetulkan jas mahalnya.
“Sialan! Aku udah bilang nggak punya uang!” seru Kania.
Jika ini bukan di gedung kantor, Kania sangat tergoda untuk mendaratkan telapak tangannya dengan keras di wajah tampan itu.
“Oke kalau gitu. Gini aja, kamu makan malam sama aku malam ini, aku anggap itu seharga dua ratus ribu rupiah. Anggap cicilan pertama. Gimana?” tanya Jupiter sambil tersenyum miring.
“Sialan! Kamu pikir aku perempuan kayak gitu? Jangan harap!” seru Kania.
“Jangan GR! Aku kan bilang makan malam, bukan tidur bareng. Pikiran kamu tuh kemana-mana aja. Dasar mesum!” balas Jupiter.
Kania sangat kesal, tetapi ia tidak bisa membalas kata-kata Jupiter. Ia dalam kondisi panik dan terdesak sekarang. Semua rencananya bisa hancur berantakan jika pria ini bocor mulut dan mengatakan pada semua orang soal malam yang mereka lalui bersama.
“Anggap makan malamnya seharga satu juta,” ujar Kania.
“Apa? Satu juta? Mahal amat. Lima ratus ribu, deal!” jawab Jupiter sambil menyodorkan tangan kanannya ke arah Kania.
Kania mendengkus, tetapi ia tidak punya banyak pilihan. Ia menjabat tangan Jupiter tanda persetujuan. Lima juta dikurangi lima ratus ribu, Kania masih punya hutang cukup banyak. Namun setidaknya, Kania bisa membuat Jupiter tutup mulut sementara waktu.
“Malam ini, aku jemput?” tanya Jupiter lagi.
“Nggak perlu,” jawab Kania dengan ketus. Ia segera mengambil ponsel Jupiter yang sejak tadi berada di saku jasnya, membuat Jupiter ternganga dengan keberanian wanita itu.
Kania kemudian memasukkan nomor ponselnya sendiri ke dalam daftar kontak ponsel Jupiter, lalu menyerahkan ponsel itu kembali pada pria itu.
“Kirim aja lokasinya, kita ketemu di tempat,” ujar Kania.
Setelah mengatakan itu, Kania segera melenggang pergi meninggalkan Jupiter karena ia tidak ingin terlihat bersama pria itu. Jupiter membiarkan Kania pergi sambil tersenyum miring. Setidaknya, Kania tidak akan mungkin menolak makan malam dengannya hari ini. Entah apa yang membuat Jupiter tiba-tiba mengajak Kania makan malam dengannya. Membuat Kania berhutang juga tidak ada dalam rencananya sebelumnya. Namun, ia tersenyum puas.
Kania berjalan cepat ke halteu bus. Hari ini hari yang menyenangkan tetapi juga sangat gila. Kania tidak habis pikir bagaimana hidupnya serasa seperti sedang menaiki roller coaster dalam waktu yang sangat singkat. Sesaat ia terpuruk hingga nyaris bunuh diri, sesaat kemudian ia bagai diberi harapan surga, berikutnya ia bertemu dengan penunggu neraka. Menurut Kania, itulah perumpaan yang tepat. Pria bernama Piter itu seharusnya tidak ada di kantor idamannya. Ini benar-benar salah.
Ketika bus berhenti di halteu, Kania segera naik dan menghempaskan tubuhnya di salah satu kursi penumpang. Hari ini bus tidak terlalu penuh dan masih banyak tersisa kursi kosong. Kania mendengkus pelan sambil melihat keluar jendela bus. Di luar sudah mendung, sebentar lagi awan akan segera melebur dan jatuh menjadi titik-titik hujan. Kania berharap ia sudah sampai di kos sebelum itu terjadi.
Doa Kania terjawab, ia sudah sampai di kos ketika hujan turun dengan lebat. Setidaknya, ia tidak perlu kehujanan hari ini karena ia lupa membawa payung. Ketika ia baru saja merebahkan diri di atas kasur, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponselnya, dari nomor yang tidak dikenal.
[Share Location. Jam tujuh tepat, ya. Kalo telat harganya nggak jadi lima ratus ribu.]
Begitulah isi pesan itu. Kania langsung tahu siapa pengirimnya.
“Bajingan!” seru Kania.
Baru saja Kania mengumpat, tiba-tiba ada pesan masuk lagi dari nomor yang sama.
[Jangan lupa save nomorku.]
Kania sudah tahu ia akan menyimpan nomor itu dengan nama apa. Kania menekan opsi simpan nomor kontak, lalu ia mengetik sebuah kata yang tertanam di benaknya soal pria bernama Piter itu, [Bajingan]. Kania kemudian menekan tombol ‘simpan’.
Kania sengaja membiarkan pesan itu tidak terbalas, hanya dibaca saja. Tanpa ia ketahui, Jupiter di ujung sana masih menatap layar ponselnya, menunggu jawaban yang tidak akan pernah datang.
Jupiter masih menunggu hingga beberapa menit kemudian sambil memainkan jarinya di atas meja kerja mewahnya, tetapi tidak ada jawaban sedikitpun dari Kania. Ia ingin mengetikkan sesuatu lagi, tetapi ia tidak tahu apa lagi yang harus ia ketik. Akhirnya Jupiter menaruh ponselnya di atas meja dengan kesal. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh siapa pun, apalagi seorang wanita. Jupiter dikenal sebagai bos yang arogan dan dingin, bagaimana mungkin seorang pegawai magang bisa memperlakukannya seperti ini?Dengan kesal, Jupiter membuka akun surelnya melalui komputer. Ia masih menyimpan data-data surat lamaran Kania di sana. Ia segera mencatat alamat tempat tinggal Kania dan menyimpannya dalam ponselnya, hanya untuk berjaga-jaga jika ia membutuhkannya lain waktu. Jupiter kemudian memutuskan untuk melupakan soal itu sejenak dan segera melanjutkan pekerjaannya.***Jam menunjukkan pukul enam sore dan Kania merasa sangat terpaksa duduk di meja riasnya dan memulas wajahnya dengan riasan s
Jupiter masih terbatuk-batuk akibat tersedak mendengar tuduhan Kania. Namun, Kania menganggap reaksi Jupiter itu karena tuduhannya memang benar.“Astaga, pantes aja duit kamu banyak banget!” seru Kania lagi.Jupiter makin ingin tertawa karena kalimat Kania itu, sehingga ia belum pulih dari terbatuk-batuk.“Kamu koq bisa jadi kaya banget? Bayaran kamu mahal banget ya?” tanya Kania.Jupiter tertawa kecil melihat ekspresi wajah Kania yang penasaran. Mata indahnya yang bulat berkilau saat menatap Jupiter seperti itu. Jupiter kemudian mengulum senyum dan berniat untuk tidak memberitahukan pada Kania siapa dirinya sebenarnya.“Aku bukan germo, tapi you know lah,” ujarnya sambil tersenyum miring.Kania melebarkan matanya karena menurutnya, kini semua jadi masuk akal. Jupiter ada di club saat ibu tiri Kania menjual tubuh Kania pada pria hidung belang. Jupiter malam itu mungkin sedang menjajakan dirinya di sana.“Ja-jadi…” Kania tergagap.“Nah, harusnya kamu tuh ganti rugi lebih banyak. Malam
"Mau tetep di mobil? Ini udah sampe loh," ujar Jupiter ketika Kania tidak juga bereaksi meskipun mobilnya sudah terparkir "Eh, enggak!" Tiba-tiba Kania berteriak panik Ia mencoba membuka sabuk pengamannya, namun sayang, sabuk pengaman tersebut tiba-tiba menjadi sulit dibuka "Bisa nggak?" tanya Jupiter setelah beberapa detik Kania gelisah dengan sabuk pengamannya. Jupiter menarik napas pendek. Kemudian, ia berinisiatif membantu Kania melepas sabuk pengamannya. Jantung Kania serasa melompat keluar dari dadanya saat Jupiter mendekat. Dia bahkan bisa merasakan nafas panasnya di bahunya. “Gini doang nggak bisa. Apa-apa nggak becus,” kata Jupiter, dengan sabuk pengaman sudah terpasang. Kania menelan ludah. "Terima kasih," katanya cepat Kemudian dia dengan cepat membuka pintu mobil dan keluar dari mobil mewah itu. Kania tidak tahu kalau Noval sudah lama mengawasi dari dalam asrama. Pria itu adalah mantan pacar Kania yang baru saja putus karena ketahuan selingkuh. Kania memasuki asram
Jupiter hanya tersenyum miring dan mengabaikan kata-kata Kania. Dia memasuki lift dan menekan tombol menunggu Kania masuk. “Cepetan dong, pegel nih! Aku tinggalin nih kalau lama,” ujar Jupiter."Tunggu!" kata Kania. Dia bergegas ke lift dan berdiri di samping Jupiter."Kamu mau ke lantai berapa?" Dia bertanya."Lantai dua," jawab Kania.Tepat saat pintu lift tertutup, Jupiter sudah mendekati Kania, menyebabkan Kania mundur selangkah demi selangkah."A-Apa yang kamu inginkan?" tanya Kania."Setelah malam itu, kamu pernah tes nggak?" Dia bertanya.Kania melebarkan matanya, mencoba mencerna kata-kata Jupiter dan beberapa detik kemudian Kania baru paham tes apa yang Jupiter maksud."Kamu gila? Aku nggak mungkin hamil!" seru Kania."Oh ya? Kamu yakin banget?"“Yakinlah! Itu kan cuma sekali, lagian aku pas lagi nggak subur-subur banget,” ujar Kania dengan wajah memerah dan panas karena malu memikirkan hal itu lagi.“Tes aja nggak ada salahnya,” ujar Jupiter.“Nggak mau!”“Oh jadi kamu ngga
Jantung Kania Larasati berdegup begitu kencang ketika ia melihat pria yang ada di hadapannya itu sudah membuka kancing kemejanya satu per satu. Alis tebal pria itu terangkat sebelah ketika manik matanya menatap tubuh Kania dengan liar dan penuh nafsu. Nafas Kania memburu, ia begitu takut tetapi juga tidak bisa mengendalikan diri. Ini semua gara-gara ibu tirinya yang memberinya minum banyak alkohol dan obat perangsang. Kini, Kania benar-benar tidak dapat bertahan. Sebagaimanapun Kania ingin memaki dirinya sendiri, tetapi ia tidak bisa memungkiri bahwa dirinya menginginkan sentuhan pria tampan itu.Aroma alkohol menyeruak dari nafas pria itu, begitu pula dari nafas Kania. Mereka berdua mabuk dan kini pria itu sudah berada di atas tubuh Kania yang sudah tidak mengenakan sehelai pakaian pun.“Ja-jangan…” ucap Kania dengan tidak yakin.“Nggak usah pura-pura, cantik. Siapa yang nyuruh kamu datang? Ah, tapi itu nggak penting, aku suka koq,” ujar pria tampan itu.Kania mengerutkan kening. Apa
Rasa pedih di hatinya tidak terperi hingga akhirnya Kania bergerak meraih silet yang berada di atas meja. Jemari lentik Kania sudah mendorong mata siletnya keluar. Ujung mata silet itu sudah berkarat tetapi tidak mengurangi ketajamannya. Kania mulai mendekatkan mata silet itu ke pergelangan tangannya dengan tubuh gemetar hebat.Pedih di tangannya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit dan hancur yang ia rasakan saat ini. Kania merasa seperti sampah yang tidak ada gunanya. Hidupnya telah hancur berantakan dan tidak tertolong lagi. Kania merasa hidupnya sudah seharusnya berakhir di sini.Ia mulai menekankan ujung silet itu ke pergelangan tangannya hingga sebulir darah keluar dari kulitnya yang kuning langsat. Namun, ketika Kania hendak melanjutkannya, tiba-tiba saja ia teringat sesuatu. Seolah takdir sedang mencegahnya untuk berbuat lebih lanjut. Kania teringat pada janjinya pada dirinya sendiri dahulu bahwa ia harus mencari ibu kandungnya yang pergi meninggalkannya ketika
Jupiter tersenyum sambil melihat layar datar monitor komputernya. Di layar tersebut terpampang jelas Curriculum Vitae seorang pelamar bernama Kania Larasati. Dari pasfotonya, jelas sekali itu adalah wanita yang menghabiskan satu malam dengannya di club. Jupiter tidak bisa melupakan wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan VIP-nya itu dalam keadaan mabuk dan berpakaian minim tersebut. Malam itu seharusnya Jupiter minum-minum sendirian dan menenangkan pikirannya seperti yang biasa ia lakukan setiap beberapa hari sekali. Namun semuanya berubah karena wanita cantik itu.Bukan pakaian minimnya yang menarik perhatian Jupiter pertama kali, tetapi sepasang matanya yang indah tetapi menyiratkan luka yang mendalam. Jupiter terpana, melihat manik mata kecoklatan itu yang bagai berkilau meskipun berada di bawah lampu temaram. Wanita itu bahkan tidak sadar ketika Jupiter bertanya siapa dia dan apa tujuannya. Jemarinya yang lentik menyentuh tengkuk leher Jupiter, membuat gairahnya memuncak dan
Jupiter hanya tersenyum miring dan mengabaikan kata-kata Kania. Dia memasuki lift dan menekan tombol menunggu Kania masuk. “Cepetan dong, pegel nih! Aku tinggalin nih kalau lama,” ujar Jupiter."Tunggu!" kata Kania. Dia bergegas ke lift dan berdiri di samping Jupiter."Kamu mau ke lantai berapa?" Dia bertanya."Lantai dua," jawab Kania.Tepat saat pintu lift tertutup, Jupiter sudah mendekati Kania, menyebabkan Kania mundur selangkah demi selangkah."A-Apa yang kamu inginkan?" tanya Kania."Setelah malam itu, kamu pernah tes nggak?" Dia bertanya.Kania melebarkan matanya, mencoba mencerna kata-kata Jupiter dan beberapa detik kemudian Kania baru paham tes apa yang Jupiter maksud."Kamu gila? Aku nggak mungkin hamil!" seru Kania."Oh ya? Kamu yakin banget?"“Yakinlah! Itu kan cuma sekali, lagian aku pas lagi nggak subur-subur banget,” ujar Kania dengan wajah memerah dan panas karena malu memikirkan hal itu lagi.“Tes aja nggak ada salahnya,” ujar Jupiter.“Nggak mau!”“Oh jadi kamu ngga
"Mau tetep di mobil? Ini udah sampe loh," ujar Jupiter ketika Kania tidak juga bereaksi meskipun mobilnya sudah terparkir "Eh, enggak!" Tiba-tiba Kania berteriak panik Ia mencoba membuka sabuk pengamannya, namun sayang, sabuk pengaman tersebut tiba-tiba menjadi sulit dibuka "Bisa nggak?" tanya Jupiter setelah beberapa detik Kania gelisah dengan sabuk pengamannya. Jupiter menarik napas pendek. Kemudian, ia berinisiatif membantu Kania melepas sabuk pengamannya. Jantung Kania serasa melompat keluar dari dadanya saat Jupiter mendekat. Dia bahkan bisa merasakan nafas panasnya di bahunya. “Gini doang nggak bisa. Apa-apa nggak becus,” kata Jupiter, dengan sabuk pengaman sudah terpasang. Kania menelan ludah. "Terima kasih," katanya cepat Kemudian dia dengan cepat membuka pintu mobil dan keluar dari mobil mewah itu. Kania tidak tahu kalau Noval sudah lama mengawasi dari dalam asrama. Pria itu adalah mantan pacar Kania yang baru saja putus karena ketahuan selingkuh. Kania memasuki asram
Jupiter masih terbatuk-batuk akibat tersedak mendengar tuduhan Kania. Namun, Kania menganggap reaksi Jupiter itu karena tuduhannya memang benar.“Astaga, pantes aja duit kamu banyak banget!” seru Kania lagi.Jupiter makin ingin tertawa karena kalimat Kania itu, sehingga ia belum pulih dari terbatuk-batuk.“Kamu koq bisa jadi kaya banget? Bayaran kamu mahal banget ya?” tanya Kania.Jupiter tertawa kecil melihat ekspresi wajah Kania yang penasaran. Mata indahnya yang bulat berkilau saat menatap Jupiter seperti itu. Jupiter kemudian mengulum senyum dan berniat untuk tidak memberitahukan pada Kania siapa dirinya sebenarnya.“Aku bukan germo, tapi you know lah,” ujarnya sambil tersenyum miring.Kania melebarkan matanya karena menurutnya, kini semua jadi masuk akal. Jupiter ada di club saat ibu tiri Kania menjual tubuh Kania pada pria hidung belang. Jupiter malam itu mungkin sedang menjajakan dirinya di sana.“Ja-jadi…” Kania tergagap.“Nah, harusnya kamu tuh ganti rugi lebih banyak. Malam
Jupiter masih menunggu hingga beberapa menit kemudian sambil memainkan jarinya di atas meja kerja mewahnya, tetapi tidak ada jawaban sedikitpun dari Kania. Ia ingin mengetikkan sesuatu lagi, tetapi ia tidak tahu apa lagi yang harus ia ketik. Akhirnya Jupiter menaruh ponselnya di atas meja dengan kesal. Ia tidak pernah diperlakukan seperti ini oleh siapa pun, apalagi seorang wanita. Jupiter dikenal sebagai bos yang arogan dan dingin, bagaimana mungkin seorang pegawai magang bisa memperlakukannya seperti ini?Dengan kesal, Jupiter membuka akun surelnya melalui komputer. Ia masih menyimpan data-data surat lamaran Kania di sana. Ia segera mencatat alamat tempat tinggal Kania dan menyimpannya dalam ponselnya, hanya untuk berjaga-jaga jika ia membutuhkannya lain waktu. Jupiter kemudian memutuskan untuk melupakan soal itu sejenak dan segera melanjutkan pekerjaannya.***Jam menunjukkan pukul enam sore dan Kania merasa sangat terpaksa duduk di meja riasnya dan memulas wajahnya dengan riasan s
“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Kania dengan mata melebar. Akhirnya ada kata-kata yang bisa ia produksi setelah tertegun beberapa detik.“Ini kantorku,” ujar Jupiter.“Kamu kerja di sini?” tanya Kania dengan suara meninggi.Ia baru saja diterima bekerja di tempat impiannya ini dan sekarang ia sudah menerima kabar buruk. Bekerja di tempat yang sama dengan pria ini adalah hal terakhir yang Kania inginkan di dunia ini.Jupiter hendak mengoreksi kata-kata Kania, tetapi ia mengurungkan niatnya. Bukankah lebih baik jika Kania tidak tahu bahwa ini adalah perusahaan miliknya? Jupiter hanya tersenyum dan mengangguk, mengiyakan bahwa ia bekerja di kantor ini.“Oh shit!” seru Kania dengan suara setengah berbisik.Jika pria ini bocor mulut dan mengatakan pada orang lain bahwa dia telah tidur dengan Kania, nama baik Kania bisa hancur dan ia tidak mungkin bisa berkarir di sini. Semua orang mungkin akan mengira bahwa ia wanita murahan yang bisa dibeli siapa saja. Di saat yang sama elevator berdenti
Jupiter tersenyum sambil melihat layar datar monitor komputernya. Di layar tersebut terpampang jelas Curriculum Vitae seorang pelamar bernama Kania Larasati. Dari pasfotonya, jelas sekali itu adalah wanita yang menghabiskan satu malam dengannya di club. Jupiter tidak bisa melupakan wanita yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan VIP-nya itu dalam keadaan mabuk dan berpakaian minim tersebut. Malam itu seharusnya Jupiter minum-minum sendirian dan menenangkan pikirannya seperti yang biasa ia lakukan setiap beberapa hari sekali. Namun semuanya berubah karena wanita cantik itu.Bukan pakaian minimnya yang menarik perhatian Jupiter pertama kali, tetapi sepasang matanya yang indah tetapi menyiratkan luka yang mendalam. Jupiter terpana, melihat manik mata kecoklatan itu yang bagai berkilau meskipun berada di bawah lampu temaram. Wanita itu bahkan tidak sadar ketika Jupiter bertanya siapa dia dan apa tujuannya. Jemarinya yang lentik menyentuh tengkuk leher Jupiter, membuat gairahnya memuncak dan
Rasa pedih di hatinya tidak terperi hingga akhirnya Kania bergerak meraih silet yang berada di atas meja. Jemari lentik Kania sudah mendorong mata siletnya keluar. Ujung mata silet itu sudah berkarat tetapi tidak mengurangi ketajamannya. Kania mulai mendekatkan mata silet itu ke pergelangan tangannya dengan tubuh gemetar hebat.Pedih di tangannya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit dan hancur yang ia rasakan saat ini. Kania merasa seperti sampah yang tidak ada gunanya. Hidupnya telah hancur berantakan dan tidak tertolong lagi. Kania merasa hidupnya sudah seharusnya berakhir di sini.Ia mulai menekankan ujung silet itu ke pergelangan tangannya hingga sebulir darah keluar dari kulitnya yang kuning langsat. Namun, ketika Kania hendak melanjutkannya, tiba-tiba saja ia teringat sesuatu. Seolah takdir sedang mencegahnya untuk berbuat lebih lanjut. Kania teringat pada janjinya pada dirinya sendiri dahulu bahwa ia harus mencari ibu kandungnya yang pergi meninggalkannya ketika
Jantung Kania Larasati berdegup begitu kencang ketika ia melihat pria yang ada di hadapannya itu sudah membuka kancing kemejanya satu per satu. Alis tebal pria itu terangkat sebelah ketika manik matanya menatap tubuh Kania dengan liar dan penuh nafsu. Nafas Kania memburu, ia begitu takut tetapi juga tidak bisa mengendalikan diri. Ini semua gara-gara ibu tirinya yang memberinya minum banyak alkohol dan obat perangsang. Kini, Kania benar-benar tidak dapat bertahan. Sebagaimanapun Kania ingin memaki dirinya sendiri, tetapi ia tidak bisa memungkiri bahwa dirinya menginginkan sentuhan pria tampan itu.Aroma alkohol menyeruak dari nafas pria itu, begitu pula dari nafas Kania. Mereka berdua mabuk dan kini pria itu sudah berada di atas tubuh Kania yang sudah tidak mengenakan sehelai pakaian pun.“Ja-jangan…” ucap Kania dengan tidak yakin.“Nggak usah pura-pura, cantik. Siapa yang nyuruh kamu datang? Ah, tapi itu nggak penting, aku suka koq,” ujar pria tampan itu.Kania mengerutkan kening. Apa