Vito semakin sengit mengejek kakak pertamanya."Ha-ha-ha, sepertinya begitu, Bro. Belum sebulan tapi sudah sangat membucin!" celutuk Bara."Ha-ha-ha!" Vito dan Bara kembali melebarkan tawa mereka. Demikian halnya dengan anggota keluarga lainnya.Sepertinya, mereka sangat senang mendengar jika Erlan telah bucin kepada Mitha."Sialan kalian berdua! Kebanyakan teori! Kalau tidak tahu apa-apa mendingan Lo berdua, diam! Gak bermutu banget candaan kalian!" ketus Erlan kesal. Dia lalu melihat wajah satu persatu anggota keluarganya yang tampak sangat berseri-seri. Berbeda jauh dengan wajah sang adik sepupu, Arjuna yang terlihat mengkerut bagai kertas kusut."Sudah-sudah kalian jangan menggoda Erlan terus. Seharusnya kita patut bersyukur karena kehadiran Mitha dapat membuat sepupu kalian berbahagia dan memiliki kekasih." tutur Mami Anisa."Jadi sangat wajar, jika Erlan dan Mitha bermesraan terus. Mereka kan sudah resmi jadi sepasang suami istri. Kalian ini kayak tidak pernah saja mengalaminya
Setelah selesai sarapan, Tuan Fred pun meninggalkan ruangan mewah itu. Diikuti oleh putranya.Tanpa pamit kepada istrinya, Erlan pun meninggalkan ruangan itu dan mengikuti langkah ayahnya menuju ke sebuah ruangan tertutup di kastil itu."Mampus Lo, Bro! Disidang, Lo!" tukas Vito menakut-nakuti sang kakak."Hei, Lo pikir gue takut?" sergah Erlan kepada adik sepupunya."Semangat, Bro!" Bara, sang sepupu juga ikut menimpali."Semangat?" ulan Erlan."Maksud, Lo? Kenapa gue harus semangat?""Semangat, mendengarkan ceramah dari Uncle Fred!" ucap Bara lagi.Yang disambut oleh tawa keduanya,"Ha-ha-ha-ha!" Tawa Vito dan Bara benar-benar membahana di seluruh area ruangan itu.Opa Robi tak kuasa menggeleng-gelengkan kepalanya, melihat tingkah para cucunya yang masih seperti anak kecil."Sialan Lo, berdua!" ucap Erlan kepada keduanya. Lalu benar-benar keluar dari ruangan itu."Cih, memangnya Papi mau ngomongin apa sih? Bikin bt saja, deh!" gerutunya, dalam hati.Sesampainya di ruangan itu, Tuan
Di dalam ruang makan yang luas itu, tersedia juga sofa tempat untuk bersantai setelah selesai menyantap makanan.Saat ini, semua perempuan dari Keluarga Levin sedang berkumpul di sana.Tak terkecuali Mitha yang baru saja resmi menjadi istri dari Erlan."Selamat ya, Kak Mitha. Sudah menjadi bagian dari keluarga besar kita." ucap Charlita salah satu menantu dari Keluarga besar Levin."I-ya, terima kasih, Charlita." ucap Mitha sambil menunduk. Dia masih ingat bagaimana tatapan Charlita melihat leher Mitha yang kemerahan saat masih di ruang makan tadi.Sementara Cantika yang juga menantu di Keluarga Levin juga terlihat senyum-senyum sendiri melihat ke arah leher Mitha. Dia menjadi ingat bagaimana ganasnya suaminya, yang merupakan adik sepupu dari Erlan. Yang juga sangat buas di atas tempat tidur."Kak, Mitha. Kak Erlan, ganas juga, ya?" serunya sambil menatap ke leher kakak iparnya."I ... iya." jawab Mitha singkat. Sambil menunduk malu. Dia hanya mampu melakukan itu. Tanpa bisa menutupi
Arjuna yang panik, segera memerintahkan anak buahnya untuk mengikuti Niken."Ikuti mobil Niken, segera! Sepertinya gadis itu, dalam bahaya!" seru Arjuna cepat.Dibawah perintah Arjuna, beberapa anak buah pilihannya segera mengikuti mobil gadis itu.Sementara Niken, sesampainya di halaman vila itu. Sebuah mobil van berwarna hitam pekat berhenti tepat di hadapannya.Dua orang pria bertubuh besar yang memakai baju serba hitam dan penutup kepala, turun dari mobil itu dan segera meraih kedua tangan Niken dan menyeretnya ke dalam mobil. Lalu mobil itu melaju dengan kekuatan penuh meninggalkan vila itu."Kalian siapa? Kenapa kalian menculik saya? Apa salah saya?" teriak Niken, histeris."Diam, Nona! Jangan sampai saya bertindak kasar kepada Anda!" hardik salah satu dari mereka.Namun Niken tidak menggubris perkataan orang itu, dia terus saja berbicara dan mencoba untuk berontak, agar dia dapat melepaskan diri dari orang-orang yang menculiknya.Karena bosan mendengar Niken yang terus saja men
"Ya, begitulah kejadian sebenarnya." ucap Arjuna dengan raut wajah sedih.Mitha bisa menangkap rasa sedih yang ditutupi oleh Arjuna selama ini. Pria itu sangat terlihat rapuh saat ini."Arjuna, kamu yang sabar ya? Saya yakin suatu saat kebenaran itu akan terbukti. Tinggal menunggu waktunya saja. Saya turut berdoa semoga pelaku jahat itu, dapat segera tertangkap." tuturnya, kepada sepupu suaminya, itu."Terima kasih, atas dukungan doa darimu, Kak Mitha.""Iya, Arjuna. Sama-sama." jawab Mitha sambil tersenyum.Walaupun saat ini, hatinya juga merasa sangat sedih. Di hari pernikahannya bersama Erlan. Kedua orang tuanya tidak dapat hadir. Bahkan keduanya tidak mengetahui sama sekali tentang perihal pernikahannya.Namun Mitha mencoba untuk tetap tegar dengan menyembunyikan kesedihannya kepada orang lain. Belum lagi, dirinya dibuat repot dengan tingkah suaminya yang semaunya dan suka berubah-ubah kepadanya.Lalu ditengah kebimbangannya itu, Arjuna menatap Mitha secara intens saat ini. "Sepe
Namun Erlan tidak percaya begitu saja kepada Dio. Dengan kasar dia menepis tangan sang asisten. Lalu melangkah dengan cepat menuju ke halaman belakang kastil itu.Saking kuatnya Erlan menepis tangan Dio, membuatnya hampir terjatuh dan tersungkur mencium lantai marmer itu. Untung saja dengan cekatan dia mengeluarkan satu kuda-kuda bela diri yang dirinya kuasai, sehingga tubuh tegapnya tidak terkena benturan keras lantai bangunan tua itu."Sial nih, Bos Erlan! Hampir saja badan gue otw cacat!" gerutu Dio. "Shit!" umpatnya, saat melihat sang atasan yang mulai melangkah ke halaman belakang vila itu. Dia pun segera berdiri tegak dari posisinya yang sedang berbaring di lantai. Lalu dengan cepat berlari, dan mencoba untuk mencegat Erlan."Bos, saya mohon. Anda jangan ke sana!" teriak, Dio kepada Erlan.Mendengar teriakan Dio itu, membuat Erlan semakin penasaran ada apa sebenarnya yang terjadi, di halaman belakang vila.Erlan pun terus melangkah. Bahkan dia berjalan dengan setengah berlari m
Erlan terus menyeret Mitha menuju ke kamar mereka. Dia tidak mempedulikan jerit kesakitan dari sang istri karena tangan Mitha dicengkeram kuat oleh suaminya.“Mas, pelan jalannya, Mas! Tanganku sakit!” jerit Mitha sambil meringis sakit.“Diam kamu, Mitha! Kamu tidak berhak protes tentang apapun juga saat ini!” hardik Erlan kepada istrinya.Untung saja, tidak ada orang di sekitar vila itu sehingga Erlan bebas melakukan apapun kepada istrinya. Sesampai di di depan kamar, Erlan pun membuka pintu kamar lalu menarik tubuh Mitha untuk masuk ke dalam setelah itu sang pria membanting pintu kamar itu dengan sangat keras.Setelah itu Erlan menatap ke arah istrinya dengan sangat tajam. Mitha hanya bisa menangis saat ini. Sekujur tubuhnya terasa kaku dia hanya mampu berdiri terpaku di sudut kamar itu.Erlan seketika mengamuk. Dia menghancurkan semua barang-barang yang ada di dalam kamar itu. Koper-koper yang mahal, baju-baju mereka serta alat kosmetik milik Mitha berjatuhan di bawah lantai. Yang
Setelah berjuang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Akhirnya Keluarga Levin sampai juga di sana. Dengan cepat Asisten Dio membuka pintu mobil dan memberi jalan untuk Erlan membawa Mitha keluar dari mobil dan menggendongnya kembali apa bridal style menuju ke unit gawat darurat. “Dokter, Suster, tolong istri saya!” serunya histeris. Dokter dan suster segera menangani Mitha dan menyuruh seluruh keluarga besar untuk duduk di ruang tunggu yang telah disediakan. Erlan dan kedua orang tuanya, beserta Asisten Dio segera duduk di ruang tunggu. “Mami! Aku tidak mau sesuatu terjadi kepada istriku!” serunya sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangannya menandakan jika Erlan sedang frustasi saat ini. “Berdoalah dan mohon ampun kepada Tuhan atas perbuatanmu kepada Mitha. Kita hanya dapat berharap semua baik-baik saja!” ucap Mami Anisa kepada putranya. Sementara Tuan Fred Levin, ayahandanya tetap memilih diam. Pria tua itu ingin sekali menghajar putranya saat ini karena perbuatannya
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali