“Memangnya kamu ingin mengatakan apa, Mitha?” tanya Mami Anisa sambil menggenggam erat tangan menantunya.“Mami, Papi, Oma, dan Opa, sebelum aku mengatakan apa yang ada di dalam hatiku, aku berharap keluarga semua, mau mengabulkan keinginanku ini,” harap Mitha kepada keluarga semuanya.“Mitha, kamu tidak perlu ragu begitu, Sayang. Sepanjang yang kamu inginkan demi kebaikanmu maka keluarga semua, pasti akan senantiasa mendukungmu,” ucap Oma Rini kepada cucu menantunya.“Iya, Oma. Aku percaya keluarga akan mendukung keinginanku ini,” ucap Mitha lagi.Setelah menenangkan dirinya sejenak, Mitha pun mengatakan keinginannya untuk pergi ke Bandung dalam rangka mencari keberadaan kedua orang tuanya yang tidak ada kabarnya sampai sekarang. Terlihat keraguan dari wajahnya saat mengatakan semua itu. Tapi Mitha harus mengatakannya.Namun tanpa diduga, semua anggota Keluarga Levin menyetujui keinginan Mitha.“Kami sangat setuju dengan semua yang kamu katakan, Sayang. Tapi Oma dan Opa akan mendampi
Di sebuah gudang tua di pinggiran Kota Jakarta, suasana tegang menyelimuti udara. Anak buah Arjuna, yang terdiri dari beberapa pria berotot dengan tatapan tajam, berkumpul di sekitar pintu masuk gedung tua itu. Mereka telah bekerja keras selama berhari-hari, melakukan pengejaran tanpa henti untuk menyelamatkan Niken, sahabat Mitha yang diculik oleh Jordan, pesaing bisnis Erlan. Untuk menyelamatkan Niken, kali ini, mereka bekerja sama dengan beberapa detektif rahasia yang memiliki keterampilan dan pengalaman dalam menangani kasus-kasus rumit seperti ini.Di dalam gudang yang gelap dan berdebu, Niken duduk terikat di kursi dengan wajah yang penuh luka dan kelelahan. Matanya terlihat sayu, namun masih memancarkan harapan. Dia tahu bahwa Arjuna dan anak buahnya tidak akan berhenti sampai mereka berhasil menyelamatkannya. Di luar gudang, pemimpin tim penyelamat, seorang detektif bernama Damar, memberi instruksi terakhir kepada timnya. "Kita harus bergerak cepat dan hati-hati. Jangan sa
Kejatuhan Bisnis Brandon yang dulunya berjaya kini berada di ambang kehancuran. Semua orang di industri tahu bahwa kejatuhan ini bukanlah sebuah kebetulan, melainkan hasil dari rencana licik yang dirancang oleh Erlan dan dua sepupunya, Vito dan Bara. Ketiganya adalah pengusaha sukses dengan pengaruh besar dan kekuatan yang tak terhitung di dunia bisnis.Di sebuah ruang rapat besar di kantor pusat perusahaan Erlan, ketiga sepupu itu duduk bersama, merayakan kemenangan mereka dengan senyum terbaik. Di tengah ruangan, layar besar menampilkan berita terbaru tentang kebangkrutan perusahaan Brandon."Erlan, Bro! Lo benar-benar luar biasa," ucap Vito sambil mengangkat gelasnya. "Gue tidak percaya kita akhirnya bisa menghancurkan Brandon."Erlan tersenyum penuh kemenangan. "Semua ini karena kerja sama kita. Brandon tidak akan pernah tahu apa yang menimpanya."Bara, yang duduk di ujung meja, menatap layar dengan puas. "Brandon pantas mendapatkannya. Ingat malam itu? Ketika dia menjebakmu da
Kehebohan hari berikutnya,Bisnis Jordan dan ayahnya, Tuan Baldi, yang dulu berjaya, kini berada di ambang kehancuran. Kejatuhan mereka adalah hasil dari rencana teliti yang dirancang oleh Arjuna, seorang ahli strategi bisnis yang bertekad membantu sepupunya, Erlan. Arjuna tak memberi ampun kepada Jordan dan Tuan Baldi setelah mengetahui bahwa mereka berani mengusik rumah tangga Erlan dan Mitha.Di kantor pusat perusahaan Arjuna, sebuah pertemuan penting sedang berlangsung. Setelah pulih dari rumah sakit, pria tampan itu memutuskan untuk segera masuk kantor dan menyelesaikannya semuanya.Arjuna duduk di ujung meja, memimpin rapat dengan kehadiran tim intinya."Seperti yang kalian tahu, kita telah mengambil langkah-langkah signifikan untuk melemahkan posisi bisnis Tuan Jordan dan Tuan Baldi," seru Arjuna dengan suara tegas. "Sekarang, kita akan memastikan mereka tidak bisa bangkit lagi."Salah satu eksekutif, seorang pria bernama Raka, mengangguk. "Pak Bos, Anda tidak perlu khawati
Berita kejatuhan bisnis Jordan dan Tuan Baldi tersebar luas, dan kabar itu akhirnya sampai ke telinga Erlan. Saat itu, Erlan sedang duduk di kantornya, mendiskusikan strategi bisnis terbaru dengan kedua sepupunya, Vito dan Bara."Bro Erlan, Lo sudah dengar tentang Jordan dan Tuan Baldi?" tanya Vito sambil menyandarkan diri di kursinya.Erlan mengangguk."Ya, gue sudah dengar. Apa mereka benar-benar telah jatuh?"Bara tersenyum penuh arti."Itu semua karena Arjuna. Dia yang merancang rencana untuk menjatuhkan mereka."Apa?”Erlan terkejut mendengar ini. Perasaannya seketika menjadi campur aduk, antara rasa terima kasih dan rasa bersalah. Arjuna telah banyak membantunya, namun dia juga ingat saat-saat marahnya kepada Arjuna.Vito melihat perubahan ekspresi Erlan dan menepuk pundaknya. "Bro Erlan, gue pikir ini saatnya Lo menemui Arjuna. Ucapkan terima kasih padanya dan mungkin ... meminta maaf."Erlan menarik napas dalam. "Kalian benar. Gue sudah terlalu lama menyimpan perasaan bersal
Sore itu, selepas pulang kantor, Erlan merasa gugup dan penuh harap. Dia masih mengingat nasihat sepupunya, Arjuna, yang memintanya untuk mendekati Mitha dengan hati terbuka. Pertengkaran terakhir mereka telah membuat jarak di antara keduanya semakin lebar, terutama setelah Mitha mengalami keguguran. Erlan tahu dia harus memperbaiki hubungan mereka, dan sore ini sang pria bertekad untuk melakukannya.Erlan mengemudi mobilnya menuju rumah orang tuanya, Kediaman Levin, di mana Mitha telah tinggal sejak mereka memutuskan untuk tidur terpisah. Di kursi penumpang, seikat bunga mawar merah terletak rapi, siap untuk diberikan kepada istrinya sebagai tanda permintaan maaf dan cintanya yang begitu besar untuk Mitha. Saat mobilnya meluncur di jalan, Erlan merasa hatinya, campur aduk antara harapan dan ketakutan. “Apa yang akan aku katakan pada Mitha? Apakah dia akan menerima ku kembali?”Setibanya di rumah, Erlan memarkir mobilnya dan melangkah keluar dengan membawa bunga di tangannya. Rumah
Beberapa waktu yang lalu,Saat mobil sedan mewah milik Opa Robi melaju di jalan berliku menuju Lembang, Bandung, hati Mitha terasa berdebar. Vila pribadi milik Keluarga Levin, mertuanya, menjadi tempat yang akan menjadi pelariannya sementara, tampak semakin dekat. Dengan latar belakang perbukitan yang hijau dan udara yang sejuk, vila itu seolah-olah menyambutnya dengan keheningan dan ketenangan yang sangat dibutuhkannya.Opa Robi menoleh ke belakang, melihat Mitha yang duduk di kursi belakang dengan tatapan kosong. Oma Rini di sampingnya memegang tangannya dengan lembut, memberikan dukungan tanpa kata-kata. Mereka tahu betapa berat beban yang dipikul Mitha saat ini."Vilanya sudah hampir dekat. Sabar ya," ucap Opa Robi, suaranya penuh kasih sayang.Mitha mengangguk pelan, berusaha tersenyum meski hatinya masih terluka. Vila Keluarga Levin, tempat yang diperuntukkan untuk momen liburan keluarga , kini menjadi tempat perlindungannya dari dunia luar. Dari suaminya, Erlan, dan kenangan
Mitha tersenyum lebar ketika mobil yang dikemudikan Ayah Riski, mulai memasuki jalan berliku yang menanjak ke arah desa. Opa Robi yang baik hati itu, meminjam satu mobilnya untuk dipakai oleh keluarga Pak Riski. Pemandangan hijau yang membentang di sekeliling Mitha membuat hatinya terasa ringan. Sudah lama perempuan itu tidak merasakan udara sejuk dan segar seperti ini. Di sebelahnya duduk ibunya, Bunda Luna,juga tampak ceria. Mereka bertiga akhirnya akan menghabiskan waktu bersama di rumah Nenek Remi di sebuah desa yang masih berlokasi di daerah Jawa Barat."Bunda, lihat! Itu kebun teh!" seru Mitha dengan antusias saat mereka melewati deretan tanaman teh yang rapi. "Iya, Mitha. Cantik sekali, ya?" jawab Bunda Luna sambil tersenyum. "Nanti kita bisa jalan-jalan di sana."Tak berapa lama setelah itu, mobil berhenti di depan rumah Nenek Remi, sebuah rumah kayu sederhana tapi hangat. Nenek Remi sudah berdiri di depan pintu, melambaikan tangan dengan semangat. "Selamat datang! Mitha,
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali