Pagi itu, sinar matahari yang hangat menyelimuti langit biru yang cerah, sementara Erlan melajukan mobilnya di jalan berkelok-kelok menuju desa kecil di daerah Jawa Barat. Dia melirik arlojinya yang menunjukkan pukul delapan pagi, sementara mobilnya meliuk-liuk di antara hijaunya pepohonan dan kebun teh yang membentang di sepanjang jalan. Sepanjang perjalanan, hatinya berdebar tak karuan. Rasa cemas dan takut bercampur aduk dalam pikirannya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia melihat Mitha, istrinya. Apa Mitha akan menerimanya kembali, pertanyaan itu terus menghantuinya dari tadi.Sesampainya di desa, Erlan memarkir mobilnya di dekat pasar kecil yang ramai dengan aktivitas pagi. Dia turun dari mobil, menarik napas dalam-dalam, dan memutuskan untuk bertanya kepada seorang ibu-ibu yang sedang membawa keranjang belanjaan.“Permisi, Bu. Apa Ibu tahu rumah Nenek Remi?” tanyanya dengan sopan.Ibu itu menatapnya sebentar, kemudian tersenyum. “Oh, Nenek Remi? Tentu saja. Rumahnya ada
Setelah percakapan yang tegang di ruang tamu, Bunda Luna merasakan bahwa Erlan dan Mitha butuh waktu bersama untuk mencoba memperbaiki hubungan mereka. Dengan suara lembut namun tegas, sang ibu berkata, “Mitha, bawakan koper Erlan ke dalam kamarmu. Ajak dia untuk tidur siang, suamimu pasti lelah setelah perjalanan jauh.”Mitha menatap ibunya sejenak, ada keraguan di matanya. Namun, dia tahu bahwa menolak permintaan ibunya bukanlah pilihan. Mitha menghela napas dan mengangguk. “Baik, Bu.” Kemudian dia beranjak ke arah koper Erlan yang tergeletak di sudut ruangan.Mitha mengangkat koper itu dan berjalan menuju kamarnya. Erlan mengikutinya dengan langkah pelan, rasa canggung jelas terlihat di wajahnya. Mereka berdua diam, hanya terdengar derit langkah mereka yang bergema di lantai rumah Nenek Remi.Begitu tiba di kamarnya, Mitha meletakkan koper Erlan di samping lemari kecil. Kamar itu sederhana, dengan dinding yang dihiasi beberapa foto keluarga dan jendela besar yang menghadap ke keb
Hari demi hari berlalu, dan Erlan tetap tinggal di desa bersama istrinya, Mitha. Sejak kedatangannya, Erlan berusaha keras untuk mendapatkan maaf dari Mitha atas semua kesalahannya di masa lalu. Setiap pagi, Erlan selalu bangun lebih awal dan membantu mertuanya dengan berbagai pekerjaan di desa, mencoba menunjukkan kesungguhannya untuk berubah.Pagi itu, saat sarapan bersama di meja makan yang sederhana, Ayah Riski membuka percakapan tentang bisnis Erlan di Jakarta. "Erlan, bagaimana kabar perusahaanmu di Jakarta? Siapa yang mengurusnya sekarang?"Erlan tersenyum tipis, menyesap kopi hitam yang disajikan oleh Bunda Luna. "Perusahaan saya sekarang dikelola oleh ketiga sepupu saya, Ayah. Arjuna, Vito, dan Bara. Mereka semua sangat kompeten dan sudah lama bekerja bersama saya. Jadi, saya bisa lebih fokus di sini untuk sementara waktu."Ayah Riski mengangguk mengerti. "Bagus kalau begitu. Kamu pasti bisa lebih tenang di sini. Tapi ingat, meskipun kamu sedang di sini, tetap pantau perke
Siang itu, hujan turun dengan derasnya di desa tempat di mana Mitha dan keluarganya tinggal. Saat pulang dari mencari kayu bakar bersama Ayah Riski, Erlan, sang menantu menjadi basah kuyup. Mereka berjalan cepat, mencoba menghindari hujan, akan tetapi tak ada tempat berlindung di sepanjang jalan setapak yang mereka lalui. Sesampainya di rumah, keduanya seperti baru saja keluar dari sungai.Bunda Luna dan Mitha yang melihat kondisi mereka segera menyuruh keduanya untuk masuk dan mengganti pakaian. "Cepat ganti baju kalian! Jangan sampai sakit," seru Bunda Luna khawatir.Erlan yang biasa tinggal di kota merasa tubuhnya mulai menggigil karena dingin. "Iya, Bunda," jawabnya dengan suara bergetar. Pria itu segera menuju kamar untuk mengganti pakaiannya.Malam harinya, tubuh Erlan mulai menunjukkan tanda-tanda demam. Dia merasa kepalanya berat dan suhu tubuhnya naik dengan cepat.Ketika Mitha masuk ke kamar untuk mengecek keadaannya, dia melihat wajah suaminya pucat dan berkeringat dingin
Setelah mendapatkan persetujuan dari istrinya. Erlan pun mulai melucuti pakaian Mitha satu persatu tanpa sehelai benangpun. Dengan berani sang istri juga melakukan hal yang sama mulai membuka kancing kemeja suaminya. Keduanya saling memandang. “Aku sangat mencintaimu, Mitha Alena!” tutur Erlan yang telah diliputi kabut hasrat yang semakin membara. “Aku juga sangat mencintaimu, Erlan Levin,” sahut Mitha.Lalu Erlan pun segera mengecup bibir istrinya yang sungguh begitu menggoda hatinya. Mitha juga ikut membalas pagutan bibir suaminya di atas bibirnya.Tangan Erlan tak tinggal diam mulai bergerak sana-sini menyentuh setiap area favoritnya di atas tubuh istrinya.Jari-jari Erlan yang lihai mulai menyentuh pucuk bukit kembar istrinya yang berwarna pink kecoklatan, secara bergantian. “Ah … Mas Erlan!” satu desahan lolos dari bibir Mitha yang mungil.Sementara lidah Erlan yang lihai mulai menjilati area wajah istrinya, telinga sampai ke leher. Sang pria bahkan sampai meninggalkan bebera
Setelah perjalanan yang cukup melelahkan dari kampung halaman istrinya, akhirnya Erlan dan Mitha tiba di Jakarta. Mitha duduk di dalam mobil dengan perasaan campur aduk. Jakarta, dengan segala kesibukannya, memang berbeda jauh dari tempat di mana mereka menghabiskan beberapa waktu terakhir. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Erlan tampak sangat tenang, bahkan lebih dari biasanya, seolah-olah dia menyembunyikan sesuatu."Kenapa kita lewat sini, Mas Erlan?" tanya Mitha dengan nada penasaran saat mobil mereka memasuki Kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Kawasan ini terkenal dengan perumahan mewahnya yang klasik dan penuh kemegahan.Erlan hanya tersenyum misterius."Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu, Sayang!" jawabnya singkat.Mitha mencoba mengingat-ingat, akan tetapi tidak ada satupun yang terlintas di pikirannya. Hingga akhirnya, mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah besar dengan gerbang besi yang megah. Rumah tersebut tampak sangat indah dengan gaya klasik, persis s
Mitha mengangguk dan sangat terharu.“Aku tahu, Mas. Aku juga sangat mencintaimu, lebih dari yang kamu bayangkan.Erlan tersenyum dan mulai mengecup leher istrinya, yang membuat Mitha merinding seketika karena sentuhan lembut itu.Tangan Erlan mulai bergerak perlahan. Menelusuri lekuk tubuh Mitha dengan penuh kasih. Mitha mendesah pelan menikmati setiap sentuhan dari suaminya.“Ah … Mas Erlan.” desahnya.Lalu Erlan terus mengecup leher dan juga pundak istrinya. Tangannya mulai bergerak meremas bukit kembar milik Mitha secara bergantian dari balik gaun malam itu.“Ohhh, sssssshhh!” desis Mitha merasakan nikmatnya sentuhan suaminya.Ciuman keduanya semakin dalam dan penuh hasrat membara. Perlahan, Erlan mulai membuka gaun istrinya. Napas sang suami semakin memburu melihat dua aset pribadi milik istrinya yang menjulang tinggi dan terasa pas di tangannya.Erlan sekejap mulai menenggelamkan bibirnya untuk menyentuh pucuk indah itu, mengulum dan menyedotnya sesuka hatinya.Sementara jari-ja
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali