Home / CEO / CANDU CINTA CEO AROGAN / BAB. 1 Janji Erlan

Share

CANDU CINTA CEO AROGAN
CANDU CINTA CEO AROGAN
Author: Zemira Fortunatus

BAB. 1 Janji Erlan

Erlan Levin, seorang CEO ternama berwajah tampan dan berwibawa. Yang merupakan pemilik sebuah perusahaan besar di Jakarta. Saat ini sedang menuju kantor kebesarannya.

Suasana kantor mulai padat pagi ini. Beberapa karyawan menyapanya ramah dan hanya dibalas anggukan oleh Erlan.

Sang CEO terus berjalan masuk ke dalam kantor. Lalu dia berhenti tepat di depan lift utama yang menghubungkannya dengan kantornya, yang berada di lantai paling atas.

"Selamat pagi, Tuan Erlan." sapa Rani, sekretaris setia yang mendampinginya selama ini.

Erlan hanya mengangguk.

"Saya punya jadwal apa hari ini, Rani?"

"Tidak ada yang mendesak, Bos." jawab, Rani. Hanya saja Tuan dan Nyonya Besar sedang menunggu Anda di ruangan saat ini.

"Papi dan Mami lagi di sini? Sejak kapan mereka sampai?" tanyanya.

"Sejak tadi pagi, Bos." jawab Rani.

"Baiklah, tolong katakan kepada Dio untuk menyiapkan mobil dengan segera. Saya ingin meninjau lokasi proyek yang ada di Tangerang." Setelah berkata begitu, Erlan langsung masuk ke dalam ruangan kebesarannya.

"Pagi, semua." sapanya dingin kepada kedua orang tuanya. Lalu Erlan pun duduk di kursi kebesarannya.

"Ya ampun, Erlan! Kamu ini tidak sopan, ya? Masa kamu menyapa Papi dan Mami dengan cara seperti itu?" protes Nyonya Anisa.

"Aku sibuk, Mi." alasannya.

Sesibuk apa sih kamu, sampai-sampai tidak ada waktu untuk mengenal wanita?" Kali ini, Tuan Fred yang angkat bicara.

"Kok malah melenceng ke wanita sih, Pi?" Kesal Erlan.

"Lho kenapa memangnya? Kamu itu nggak ingat umur apa? Tahun ini kamu genap berumur tiga puluh tahun. Akan tetapi kamu belum juga menikah. Para sepupumu semua telah menikah. Tinggal kamu yang belum, Erlan!" Tutur, sang mami.

"Apa kamu belum juga move on dari wanita itu? Atau jangan-jangan kamu menunggu mantanmu itu menjadi janda kah, baru kamu menikahinya?" Cecar sang mami lagi.

Dulu ada seorang wanita yang sangat Erlan kagumi. Namun sayangnya, wanita itu telah lebih dulu menikah dengan pria yang dirinya cintai. Dia hanya menganggap Erlan sebagai teman semata.

"Ini tidak ada hubungannya dengan dia, Mi! Tolong jangan kait-kaitkan dia lagi denganku! Dia sudah bahagia dengan keluarganya, jadi stop membahasnya!" Kesal Erlan kepada ibunya.

"Terus jika bukan karena perempuan itu, kenapa kamu masih belum juga menikah? Apakah kamu menunggu dia punya cucu dulu, baru kamu akan menikahi cucunya? Begitu kah maksud kamu, Erlan?" sergah sang mami, semakin kesal dengan anaknya.

"Mami!" hardiknya, semakin marah.

"Hei, kamu kok jadi membentak Mami?" tukas Tuan Fred membela istrinya.

"Papi dan Mami tidak mau tahu! Tahun ini kamu harus menikah! Jika tidak, Papi akan mencopot jabatanmu dan semua fasilitasmu akan Papi sita! Kali ini Papi serius! Tidak ada pengampunan lagi bagimu jika kamu membohongi Papi! Sudah cukup tahun lalu kamu mempermalukan Papi dan Mami dengan lari di hari perjodohanmu!" tegas Tuan Fred kepada putra semata wayangnya itu.

"Erlan, coba kamu berpikir sedikit. Kamu itu putra kami satu-satunya. Umurmu sudah semakin tua. Kapan kamu bisa memberi kami cucu? Apakah kamu tidak pernah berpikir, siapa nantinya yang mewarisi perusahaan kakekmu? Jika kamu masih betah sendiri? Mau sampai kapan kamu seperti ini, Erlan?" isak sang mami yang sungguh sangat menyayat hati setiap orang yang mendengarnya.

Tak terkecuali Erlan, yang langsung terdiam dan merasa terenyuh mendengar tangisan ibunya. Dia tidak mendengar jika ibunya menangis. Membuat hatinya menjadi sedih.

Erlan ingat betul saat ibunya menangisi dirinya yang mabuk-mabukkan saat masih belum bisa melupakan mantannya.

Erlan lalu mendekati ibundanya dan berkata,

"Mi, berhentilah menangis, aku ... aku akan menuruti perintah Mami kali ini." ujarnya terbata.

"Kamu pasti akan berbohong lagi! Seperti yang lalu-lalu, iya kan? Jujur saja kamu!

Kamu itu hanya tahunya menyenangkan hati Mami dalam waktu singkat saja." isaknya semakin menjadi-jadi.

"Nggak, Mi. Kali ini aku akan menuruti perintah Mami." Ujarnya pasrah, karena dia juga sudah capek kucing-kucingan dengan kedua orang tuanya perihal jodoh.

"Apakah benar perkataanmu kali ini, Erlan?" Tanya Tuan Fred kepada anaknya.

"Iya, Pi. Kali ini aku serius." Serunya, lagi.

"Baiklah, kali ini Papi pegang kata-katamu! Tapi ngat, jika kamu berbohong, kamu tahu kan ancaman Papi, bukan sekedar ancaman lagi! Tapi Papi akan benar-benar melakukannya!" Seru Tuan Fred.

"Iya, Pi. Aku akan mencari jodohku secepatnya. Papi dan Mami tenang saja." jawabnya.

"Oma Rini dan Opa Robi juga sudah sangat ingin melihat cicit darimu, Erlan. Jangan kecewakan mereka!" sahut Mami Anisa, lagi.

"Iya Pi, Mi. Oh, ya. Aku harus ke Tangerang mau meninjau proyek di sana." pamit Erlan kepada kedua orang tuanya.

Sepeninggal Erlan, Tuan dan Nyonya Levin segera menyudahi sandiwara mereka.

"Erlan sudah pergi, Pi?" tanya Nyonya Anisa.

"Baru saja pergi, Mi. Semoga kali ini, anak itu bisa memegang perkataannya." Seru Tuan Fred.

"Awas saja jika dia berani membohongi kita lagi!

Papi sungguh-sungguh, kan dengan ancaman papi itu?"

"Ancaman yang mana, Mi?"

"Ya ampun Papi! Belum juga lima menit Erlan pergi, Papi malah sudah lupa dengan omongan Papi sendiri." Kesal sang istri.

"Papi mana berani melakukan ancaman itu, Mi. Nanti yang ada perusahaan akan bangkrut. Terus kelangsungan hidup anak cucu kita kelak bagaimana dong, Mi?" Tanya Tuan Fred ragu.

"Dasar kamu, Pi! Nggak bisa dipercaya! Kamu sama saja kayak anakmu!" Kali ini Nyonya Anisa benar-benar kesal. Dia lalu keluar dari ruangan putranya, meninggalkan suaminya sendiri.

"Mi, tunggu Mi." Panggil Tuan Fred, kepada istrinya.

"Rani, sekretaris Erlan hanya mampu geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua bosnya itu.

Tuan Fred segera menyusul istrinya yang sudah lebih dulu turun ke lobi dan langsung menuju ke parkiran.

"Semoga, aku nggak ditinggal lagi!" Tuan Fred bagai dikejar binatang buas, lari secepat mungkin untuk menyusul istrinya.

"Mi ... Mami! Jangan tinggalkan Papi, Mi!" teriaknya sesaat setelah sampai di parkiran perusahaan AF TBK yang dikelola anaknya.

Namun apa daya, teriakannya tidak digubris sama sekali oleh istrinya.

"Jalan, Pak!" seru Nyonya Anisa kepada sopir pribadi mereka.

Alhasil, Tuan Fred tertinggal sendirian di area parkiran.

Dia segera menelpon sopirnya yang lain.

Tidak berapa lama, sopir datang dengan membawa mobil baru. Tuan Fred segera masuk ke dalam mobil lalu berkata,

"ikuti ke mana mobil istri saya pergi."

"Baik, Tuan." seru sang sang sopir. Lalu melajukan mobil itu mengikuti ke mana mobil yang membawa Nyonya Anisa pergi.

Sementara Erlan yang sedang bad mood karena dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya. Memilih untuk menghabiskan waktu di sebuah bar sambil menikmati secangkir kopi di siang itu.

"Woi, Bro! Sendirian saja, Lo!" sapa Fadli rekan bisnis dari Erlan.

"Mari gabung, kita ngopi-ngopi!" ucap Erlan mengajak temannya.

"Maaf, Bro. Gue sedang buru-buru. Oh iya, nanti malam Lo jadi datang kan, ke pesta ulang tahun rekan bisnis kita?" tanya Fadli, kepada Erlan.

"Jadi, Bro. Gue telah mengosongkan jadwal gue."

jawabnya.

"Ya sudah, sampai jumpa nanti malam, Bro!" sahut Fadli lalu segera berlalu dari kafe itu.

Erlan pun berpikir di dalam hatinya. Apakah yang akan terjadi nanti malam? kenapa firasat buruk menjadi menderanya saat ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status