Seketika Mitha segera menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di balik selimut. Tinggal wajahnya yang sedikit kelihatan. Bagaimana tidak, sehelai benang pun tidak melekat di tubuhnya.
Tubuhnya masih Terbaring lemah di atas kasur. Seluruh badannya remuk redam akibat ulah Erlan tadi malam.Sementara, pria itu telah memakai kembali celana boxernya, saat pintu kamar terbuka lebar."Erlan Levin! Apa yang telah kamu lakukan!" hardik Tuan Fred marah kepada putrinya.Sementara Erlan sangat kaget melihat keluarganya, yang saat ini telah berada di depan matanya, tepatnya di salah satu kamar yang ada di pub itu."Erlan! Apa yang telah kamu lakukan, Nak? Kamu telah mencoreng nama baik keluarga kita!" isak tangis Nyonya Anisa, mulai terdengar menggema di dalam kamar itu."Erlan! Opa sangat kecewa kepadamu!" Ternyata Opa Robi juga ikut hadir menggerebek cucu tertuanya itu."Oma juga kecewa kepadamu, Erlan!" ketus Oma Rini.Melihat keluarganya datang semua ke tempat itu, membuat dirinya menjadi frustasi."Tidak! Ini tidak seperti yang kalian lihat!" ucap Erlan meyakinkan keluarganya."Aku hanya dijebak, Pi! Tolong percaya kepadaku, Mi!" serunya lagi."Dijebak katamu?" Tuan Fred berkata sambil menyalakan televisi yang ada di ruangan itu."Lihat baik-baik apa yang sedang ditampilkan di layar televisi!" Seru sang ayah marah.Erlan terlihat mengepalkan tangannya saat melihat foto-fotonya yang sedang memeluk Mitha tersebar di media elektronik. Bahkan video kemesraan mereka juga ikut ditampilkan. Dia sangat terkejut melihat semua itu.Tiba-tiba seorang wanita muda yang sebaya dengan Mitha berkata,"Ya ampun, Mitha. Aku nggak nyangka kamu berani melakukan hal tidak senonoh itu!" ketus Niken kepadanya.Dibalik kejadian ranjang panas antara Erlan dan Mitha. Ternyata, Mitha sengaja dijadikan umpan oleh pihak tertentu untuk menjebak Erlan. Namun sayangnya, Mitha sama sekali tidak tahu-menahu tentang hal itu."Jadi, kamu menjebakku?" Tatapan tajam mata Erlan seakan menusuk, sampai ke jantung Mitha yang berada di atas ranjang."Ti ... tidak, Mas Erlan. Aku tidak menjebakmu." lirih gadis itu sedih."Dasar jalang! Berani-beraninya kau menyebut namaku!" teriak Erlan lantang."Cukup Erlan!" hardik Tuan Fred."Bubar semua! Saya ingin bicara kepada putra saya." Semua orang akhinya bubar. Kecuali kedua orang tua Erlan dan kakek, neneknya.Setelah semua ke luar, Tuan Fred menutup pintu kamar itu, rapat-rapat.Isak tangis Mitha mulai terdengar, sungguh sangat menyayat. Dia bahkan sampai menyembunyikan wajahnya di balik selimut.Mitha sangat ketakutan saat ini. Dia takut, keluarga besar Erlan akan memarahinya."Papi! Tolong percaya kepadaku, aku hanya dijebak, Pi! Aku tidak mengenal perempuan itu, secara pribadi. Aku baru mengenalnya tadi malam Pi!" Erlan mencoba berkata jujur kepada ayahnya."Apa? Kamu baru mengenalnya tadi malam? Tapi kamu kok berani menidurinya?" Kali ini Opa Robi angkat bicara."Seharusnya jika kamu tidak mengenalnya, kamu pasti tidak akan berbuat sejauh ini!" Oma Rini juga ikut memarahi cucunya."Erlan, lihat!" Tuan Fred lalu memperlihatkan saham perusahaan melalui ponsel pintarnya, yang tiba-tiba anjlok."Semua ini karena ulahmu! Asal kamu tahu, video panasmu sudah tersebar sampai seantero Jakarta! Bahkan semua rekan bisnismu juga sudah tahu!""Apa?" Kaget Erlan."Satu-satunya cara untuk meredamnya, kamu harus menikahi gadis itu." tegas sang ayah."Apa?" Erlan lagi-lagi kaget mendengar ucapan ayahnya."Tapi aku baru mengenalnya, Pi. Aku juga tidak mencintainya!" teriak Erlan lagi."Papi tidak peduli! Kamu telah mencoreng nama baik Keluarga Levin dan kamu harus mempertanggung-jawabkannya!""Ta ... tapi, Pi?" Erlan tetap tidak mau."Tidak ada tapi-tapian, kamu harus mengikutinya!" tegas sang ayah lagi."Aku tetap tidak mau, Pi!" jawabnya lantang."Erlan! Cukup! Mami mau kamu bertanggung jawab kepadanya. Gadis itu masih suci, tapi kamu telah menghancurkan segalanya! Enak saja, kamu lari dari kenyataan." seru Mami Anisa."Papi, kamu urusin Erlan. Biar aku dan Oma yang melakukan selebihnya." ucap Mami Anisa."Erlan, pakai bajumu! Sebentar lagi kamu akan melakukan konferensi pers. Wartawan sedang menunggu kita di lantai bawah." Mau tidak mau, Erlan terpaksa mengikuti kemauan keluarganya.Dia pun masuk ke dalam toilet dengan membawa paper bag di tangannya yang berisi baju ganti untuknya.Sementara Mitha semakin menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di balik selimut. Papi Fred dan Opa Robi lalu ke luar sebentar dari kamar itu. Untuk memberi ruang kepada Nyonya Anisa dan Oma Rini untuk mendekati gadis itu.Di dalam kamar mandi, Erlan segera menanggalkan semua pakaiannya, dan masuk ke dalam bathtub."Bodoh amat dengan semua pemberitaan konyol itu! Aku mau berendam dan melepaskan penat di tubuhku." ujarnya, lalu mulai berendam sambil memejamkan wajahnya.Nyonya Anisa lalu mulai mendekati ranjang. Dia semakin jelas mendengar Isak tangis gadis itu."Cantik, kamu kenapa menangis? Apakah kita bisa bicara?" ucapnya Mami Anisa lembut."Perkenalkan ... saya Mami Anisa, ibunda Erlan. Di sini juga ada Oma Rini, neneknya Erlan.""Halo calon cucu mantuku," sapa Oma Rini kepadanya.Mitha seketika merasakan kesejukan saat disapa oleh Nyonya Anisa, ibunda Erlan."Kamu bisa membuka selimutnya sedikit saja sayang? Kami ingin melihat wajahmu." seru Oma Rini."Ma ... maaf ... Nyonya, a-ku tidak memakai baju. Tu ... tubuhku hanya tertutupi selimut ini saja." lirihnya takut."Cantik, kami hanya ingin melihat wajahmu kok, bukan yang lainnya." ucap Nyonya Anisa.Mitha mencerna setiap perkataan yang diucapkan oleh keduanya. Dia pun memutuskan untuk membuka selimut itu dan mulai menunjukkan wajahnya."Sayang, kamu sangat cantik!" puji Nyonya Anisa."Te ... terima kasih, Nyonya." lirihnya, masih takut."Cantik ... panggil kami, Mami Anisa dan ini Oma Rini.""I ... iya, Mami. Maaf ... aku mohon maafkan aku. Aku tidak bermaksud melakukan ini. Aku sama sekali tidak menjebak Mas Erlan. Aku ... aku juga dijebak oleh seseorang." tangis Mitha pun kembali pecah."Cantik ... kamu jangan menangis lagi. Oma dan Mami Anisa percaya, kamu adalah gadis baik-baik. Mulai saat ini, kamu adalah calon menantu tunggal untuk cucu Oma, Erlan." seru Oma Rini."Kamu jangan memikirkan apa pun mulai saat ini. Kita semua harus fokus kepada pernikahanmu dengan Erlan.""Ta ... tapi Oma." lirihnya ingin membantah."Cantik ... Oma dan Mami tidak mau mendengarkan penolakan darimu. Kamu harus mengikuti apa yang kami katakan." seru Oma Rini."Oma tidak mau, perutmu sudah mulai membesar karena hamil. Tapi kamu dan Erlan belum juga menikah. Oma tidak mau itu terjadi." tutur Oma Rini, lagi."Oh ya, ngomong-ngomong nama kamu siapa, cantik?" Tanya, Nyonya Anisa."Na ... namaku Mitha Alena. Biasa dipanggil Mitha ... Mi, Oma." jawabnya sopan."Nama yang cantik, secantik orangnya." puji Oma Rini."Te ... terima kasih, Oma." sahutnya masih gugup."Mitha? Apakah kamu bisa duduk?" tanya, Mami Anisa.Lalu Mitha mencoba untuk duduk, namun badannya terasa sangat lemah."Ma ... maaf, Mi. Aku tidak bisa." Mitha malah kembali menangis."Anisa, biar Erlan saja yang membantu mengangkat tubuh Mitha." seru Oma Rini."Tapi Erlan ke mana? Kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Oma Rini."Lho ... memangnya Erlan belum kelar juga mandinya?" tanya sang ibu."Apa? Jadi dari tadi Erlan masih berada di dalam kamar mandi?" kaget Oma Rini.Bersamaan dengan itu, Erlan ke luar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Sementara pakaian bagian bawahnya telah dia pakai.Erlan sedang asyik bersiul-siul ria saat ini. Seolah-olah dirinya tidak memiliki beban apa pun.Setelah pertempuran ranjang yang dia lakukan tadi malam, tubuhnya terasa sangat segar hari ini.Tiba-tiba saja dada bidangnya menghujam penglihatan Mitha. Begitu banyak hasil cakaran kukunya yang menghiasi dada dan punggung pria itu."Apakah itu semua bekas kukuku?" Mitha segera mengalihkan pandangannya darinya, saat pemuda itu melangkah menuju cermin yang ada di dekat ranjang."Aduh ... perih!'Erlan meringis sakit akibat bekas cakaran kuku Mitha di beberapa bagian tubuhnya. Akan tetapi badannya sudah mulai segar kembali setelah berendam lama di dalam bathtub.Sang mami dan sang Oma melihat ke arah dada Erlan yang penuh dengan bekas cakaran. Mereka pun jadi senyum-senyum sendiri."Pasti terjadi pertempuran sengit tadi malam." pikir keduanya."Erlan, kamu sudah s
"Mami ...! Mami ganggu banget, deh!" kesal Erlan kepada ibunya."Erlan! Kamu apain Mitha? Kamu, ini! Jangan lakukan apa pun lagi kepadanya!" tegur sang ibu."Aku hanya menciumnya, Mi!" bela, Erlan."Itu sama saja kamu telah menyentuhnya. Kamu tidak boleh menyentuh Mitha lagi sebelum kalian resmi menjadi suami dan istri!" tegas sang ibu, lagi."Apa-apaan sih, Mami! Peraturan dari mana tuh?" Jelas saja Erlan tidak mau. Karena baginya, tubuh Mitha bagai mainan baru yang sangat berguna untuk menjinakkan alat tempurnya, jika sedang dalam mode mengamuk."Peraturan dari Mami dan seluruh Keluarga besar Levin. Sana kamu, ke luar dari sini!" Erlan pun terpaksa keluar dari kamar mandi itu dengan muka penuh amarah.Bagaimana tidak, hasratnya tak tersalurkan saat ini.Sesampai di dalam kamar, sang Oma berkata, "Lan, lihat itu bajumu telah basah. Kamu ganti dulu. Karena setelah kamu dan Mitha sarapan, Keluarga Levin akan melakukan konferensi pers untuk mengumumkan hari pernikahan kalian." tutur sa
"Ya ... Oma harap juga begitu. Keinginan kedua wanita yang sangat dekat dengan Erlan itu terlalu besar untuk kebahagiaan keduanya.Setelah selesai makan, mereka disibukkan dengan mencocokkan cincin permata, bertahtah berlian murni untuk dilekatkan di jari manis Mitha.Tuan Fred bahkan telah mem-booking pub itu, sebagai tempat diumumkannya pertunangan diantara Mitha dan Erlan. "Mi, memangnya harus pakai cincin kah?" keluh Erlan yang dari tadi jari manisnya, diukur beberapa kali oleh cowok kemayu, salah satu karyawan, yang ditugaskan oleh toko permata terkenal itu, untuk melakukan pelayanan khusus bagi pelanggan high class seperti Keluarga Levin."Yaiyalah, Lan! Kamu ini aneh-aneh saja pertanyaannya." tutur sang mami."O ... Oma, apakah ini tidak berlebihan? Harga cincinnya sangat mahal, Oma. Apakah tidak ada cincin yang harganya biasa saja?" keluh Mitha bingung, melihat harga satu cincin saja yang sangat mahal."Mitha ... kamu itu, calon menantu Keluarga Levin. Kamu nantinya akan menj
"Tuan Brandon, sepertinya Anda harus bersembunyi dulu dalam beberapa saat. Tuan Fred sepertinya mulai melakukan penyelidikan terkait masalah yang dihadapi oleh putranya. Takutnya Anda akan merasakan akibatnya, nanti. Apalagi perusahaan Anda dalam posisi sangat sulit, saat ini." seru salah satu rekan bisnisnya, kepada Brandon yang dulunya juga teman satu kampusnya."Tapi, Tuan Fadli. Bagaimana dengan perusahaan saya? Siapa yang mengurusnya nanti?" tanyanya ragu-ragu untuk melarikan diri. "Soal itu, saya tidak dapat mencampurinya, Tuan. Anda coba mencari solusinya sendiri. Biar bagaimana pun, Tuan Erlan juga rekan bisnis perusahaan saya. Sekaligus sebagai sahabat lama kita saat kuliah dulu. Seharusnya Anda bisa lebih bijak dan berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan." Nasehat Tuan Fadli itu, yang berhasil membuat Tuan Brandon terdiam.Tuan Fadli segera berlalu dari sebuah kafe, di sudut Kota Jakarta itu. Sebagai tempat dirinya dan Brandon janjian untuk bertemu tadinya.Sementara Tu
"Pi, aku naik mobil yang mana?" tanya Erlan, kepada ayahnya."Kamu sabar dulu, Lan. Memangnya kamu mau ke mana? Kok buru-buru begitu?" ucap sang ibu. Dia menjadi bingung sendiri melihat tingkah putranya yang sedikit gelisah itu."Aku mau cepat-cepat pulang ke rumah, Mi," sahutnya "Lho memangnya kenapa jika kamu sudah nyampai di rumah, Lan?" selidik sang ibu."Aku mau tidur, Mi. Tadi malam aku sangat capek. Gara-gara dia!" tunjuknya kepada Mitha.Lagi-lagi gadis itu hanya bisa menunduk mendengar perkataan Erlan yang sangat menusuk itu."Erlan! Kamu ini! Berlaku lembutlah kepada Mitha." Sang Oma ikut protes dengan semua tingkah laku dan sikap cucunya kepada gadis itu."Terserah deh!" ketusnya marah.Padahal yang sebenarnya terjadi, di dalam kepala Erlan saat ini. Masih terngiang-ngiang aktivitas panas yang dirinya lakukan bersama dengan Mitha. Ingin rasanya dia mengulangnya kembali. Untuk itu, Erlan ingin cepat-cepat sampai ke rumah dan mencari cara untuk mengulangnya kembali sekali s
Erlan tetap pura-pura tidak mendengar perkataan ibunya, dan dia terus memejamkan matanya."Ya udah, Mit. Erlan sepertinya sedang tidur. Mami tinggal dulu. Kamu jangan takut gitu, ya?" ucapnya kepada, calon menantunya."Pak sopir, hati-hati bawa mobilnya. Jangan terlalu kencang." pesannya kepada sang sopir."Baik, Nyonya," jawab Pak Sopir."Tuan Muda, Nona. Kita berangkat sekarang." seru sang sopir, kepada keduanya."I ... iya, Pak." jawab Mitha. Sementara Erlan tetap diam dan tidak bicara. Namun disaat mobil sudah berjalan. Dengan cepat Erlan bangun, lalu menutup pembatas diantara kursi depan dan kursi penumpang. Ternyata dia memang hanya pura-pura tidur.Erlan lalu menatap ke arah Mitha yang terlihat mulai waspada, karena pria itu terus mendekatkan wajahnya ke arahnya. Sehingga jarak wajah mereka hanya tinggal tersisa satu sentimeter saja."Mas Erlan, ka ... kamu mau ngapain?" lirihnya takut. Bahkan kedua tangannya, dia taruh menyilang untuk melindungi bagian dadanya.Deru napas Erl
"Ayah, Bunda. Aku sangat merindukan kalian." sedihnya dalam hati.Mitha lalu menatap ke luar jendela mobil, dia mencoba menikmati angin semilir yang mulai menyapu wajahnya yang sendu. Seperti hatinya saat ini, yang sedang merasakan kesedihan yang mendalam, karena kecerobohannya tadi malam."Aku kenapa sebodoh itu tadi malam? Kenapa semuanya seperti telah direncanakan oleh seseorang? Apakah aku dijebak? Akan tetapi, kenapa? Apakah salahku? Kenapa aku dilibatkan dengan sesuatu yang aku tidak ketahui sama sekali?" lirih Mitha sedih dalam hatinya. Lalu tiba-tiba dia ingat dengan Niken, sang sahabat. Sikap Niken sangat berbeda kepadanya setelah kejadian di pub itu. Sahabatnya itu, sepertinya terus saja menyudutkannya dan menuduhnya yang bukan-bukan."Aku harus mencari tahu kebenarannya. Kenapa Niken bersikap seperti itu kepadaku? Aku sangat yakin, dia mengetahui sesuatu, dibalik kejadian tadi malam," gumamnya dalam hati.Sementara itu, di sudut Kota Jakarta. Tepatnya di sebuah kamar kost.
"Berani-beraninya, Arjuna memegangnya, di depanku?" kesal Erlan dalam hati.Sementara Arjuna, seketika merasakan getaran aneh saat dirinya membantu Mitha tadi. Kedua bola mata indah milik gadis itu, mampu membuat jiwa jomlo Arjuna semakin merontah-rontah."Siapa gadis ini? Kenapa wajahnya sangat familiar? Di mana aku pernah melihatnya, ya? Lagian kenapa dia bisa berada di sini?" ucapnya penasaran, dalam hati."Erlan! Kamu ini, bukannya bantuin Mitha. Untung saja ada Arjuna." Seru Mami Anisa.Mendengar perkataan sang ibu, secara spontan, Erlan melangkah mendekati Mitha lalu berkata,"Sayang, kamu kok nggak bilang-bilang sih jika kakimu masih sakit?" serunya, sambil menunjukkan wajah memelas. Bahkan Erlan mulai membelai lembut pucuk kepala calon istrinya dan menatap wajah Mitha dengan penuh rasa cinta.Mitha seketika kaget dengan perubahan sikap Erlan yang tiba-tiba lembut kepadanya."Aku akan menggendong mu sampai ke dalam rumah." ucapnya, lalu dengan cepat mengangkat tubuh lemah Mith