"Pi, aku naik mobil yang mana?" tanya Erlan, kepada ayahnya."Kamu sabar dulu, Lan. Memangnya kamu mau ke mana? Kok buru-buru begitu?" ucap sang ibu. Dia menjadi bingung sendiri melihat tingkah putranya yang sedikit gelisah itu."Aku mau cepat-cepat pulang ke rumah, Mi," sahutnya "Lho memangnya kenapa jika kamu sudah nyampai di rumah, Lan?" selidik sang ibu."Aku mau tidur, Mi. Tadi malam aku sangat capek. Gara-gara dia!" tunjuknya kepada Mitha.Lagi-lagi gadis itu hanya bisa menunduk mendengar perkataan Erlan yang sangat menusuk itu."Erlan! Kamu ini! Berlaku lembutlah kepada Mitha." Sang Oma ikut protes dengan semua tingkah laku dan sikap cucunya kepada gadis itu."Terserah deh!" ketusnya marah.Padahal yang sebenarnya terjadi, di dalam kepala Erlan saat ini. Masih terngiang-ngiang aktivitas panas yang dirinya lakukan bersama dengan Mitha. Ingin rasanya dia mengulangnya kembali. Untuk itu, Erlan ingin cepat-cepat sampai ke rumah dan mencari cara untuk mengulangnya kembali sekali s
Erlan tetap pura-pura tidak mendengar perkataan ibunya, dan dia terus memejamkan matanya."Ya udah, Mit. Erlan sepertinya sedang tidur. Mami tinggal dulu. Kamu jangan takut gitu, ya?" ucapnya kepada, calon menantunya."Pak sopir, hati-hati bawa mobilnya. Jangan terlalu kencang." pesannya kepada sang sopir."Baik, Nyonya," jawab Pak Sopir."Tuan Muda, Nona. Kita berangkat sekarang." seru sang sopir, kepada keduanya."I ... iya, Pak." jawab Mitha. Sementara Erlan tetap diam dan tidak bicara. Namun disaat mobil sudah berjalan. Dengan cepat Erlan bangun, lalu menutup pembatas diantara kursi depan dan kursi penumpang. Ternyata dia memang hanya pura-pura tidur.Erlan lalu menatap ke arah Mitha yang terlihat mulai waspada, karena pria itu terus mendekatkan wajahnya ke arahnya. Sehingga jarak wajah mereka hanya tinggal tersisa satu sentimeter saja."Mas Erlan, ka ... kamu mau ngapain?" lirihnya takut. Bahkan kedua tangannya, dia taruh menyilang untuk melindungi bagian dadanya.Deru napas Erl
"Ayah, Bunda. Aku sangat merindukan kalian." sedihnya dalam hati.Mitha lalu menatap ke luar jendela mobil, dia mencoba menikmati angin semilir yang mulai menyapu wajahnya yang sendu. Seperti hatinya saat ini, yang sedang merasakan kesedihan yang mendalam, karena kecerobohannya tadi malam."Aku kenapa sebodoh itu tadi malam? Kenapa semuanya seperti telah direncanakan oleh seseorang? Apakah aku dijebak? Akan tetapi, kenapa? Apakah salahku? Kenapa aku dilibatkan dengan sesuatu yang aku tidak ketahui sama sekali?" lirih Mitha sedih dalam hatinya. Lalu tiba-tiba dia ingat dengan Niken, sang sahabat. Sikap Niken sangat berbeda kepadanya setelah kejadian di pub itu. Sahabatnya itu, sepertinya terus saja menyudutkannya dan menuduhnya yang bukan-bukan."Aku harus mencari tahu kebenarannya. Kenapa Niken bersikap seperti itu kepadaku? Aku sangat yakin, dia mengetahui sesuatu, dibalik kejadian tadi malam," gumamnya dalam hati.Sementara itu, di sudut Kota Jakarta. Tepatnya di sebuah kamar kost.
"Berani-beraninya, Arjuna memegangnya, di depanku?" kesal Erlan dalam hati.Sementara Arjuna, seketika merasakan getaran aneh saat dirinya membantu Mitha tadi. Kedua bola mata indah milik gadis itu, mampu membuat jiwa jomlo Arjuna semakin merontah-rontah."Siapa gadis ini? Kenapa wajahnya sangat familiar? Di mana aku pernah melihatnya, ya? Lagian kenapa dia bisa berada di sini?" ucapnya penasaran, dalam hati."Erlan! Kamu ini, bukannya bantuin Mitha. Untung saja ada Arjuna." Seru Mami Anisa.Mendengar perkataan sang ibu, secara spontan, Erlan melangkah mendekati Mitha lalu berkata,"Sayang, kamu kok nggak bilang-bilang sih jika kakimu masih sakit?" serunya, sambil menunjukkan wajah memelas. Bahkan Erlan mulai membelai lembut pucuk kepala calon istrinya dan menatap wajah Mitha dengan penuh rasa cinta.Mitha seketika kaget dengan perubahan sikap Erlan yang tiba-tiba lembut kepadanya."Aku akan menggendong mu sampai ke dalam rumah." ucapnya, lalu dengan cepat mengangkat tubuh lemah Mith
Erlan sangat emosi saat ini bahkan rasa kesalnya sudah sampai ke ubun-ubun. Dia sudah tidak dapat membendung amarahnya, yang dirinya pendam dari tadi.Namun dengan cepat Opa Robi menghardik kedua cucunya yang sedang bersitegang itu."Kalian berdua! Berhenti di situ!" teriak sang opa marah.Namun Erlan sama sekali tidak peduli dengan hardikan Opa Robi. Dia tetap melangkah maju ke arah Arjuna, lalu memegang kerah baju sepupunya, dan mencengkramnya dengan kuat."Erlan Levin! Stop! Sekali kamu menghajar Arjuna. Papi akan menghancurkan kariermu sampai ke akar-akarnya!" ancam Tuan Fred kepada putranya. Sementara Erlan dan Arjuna saling tatap penuh amarah. Aura emosi terpancar dari wajah keduanya saat ini.Lalu Erlan berkata,"Jangan banyak omong Lo, bocah ingusan! Jika tidak, gue akan hajar Lo sampai mampus! Jangan pernah campuri urusan, gue!" serunya lalu mendorong tubuh sepupunya ke belakang sampai terduduk kembali ke sofa."Erlan! Kamu jangan kasar begitu. Arjuna, sepupumu." tegur, Oma
Karena malu dengan ucapannya sendiri, Arjuna pun berlalu dari tempat itu dan mulai melangkah menuju ke dalam kamarnya yang berada di lantai atas. "Juna, kamu mau ke mana?" tanya sang oma yang merasa kasihan kepada cucunya itu."Aku mau ke kamarku, saja Oma.""Tapi kamu belum makan, pagi ini." tutur Oma Rini, lagi."Aku sudah makan di rumah temanku, Oma." jawabnya lagi, lalu mulai mempercepat langkahnya menuju ke kamarnya.Sementara Erlan masih dengan berwajah tegang. Menatap kepergian adik sepupunya itu dengan sangat garang."Kurang ajar Lo, Juna! Berani-beraninya, Lo bicara begitu!" Erlan menjadi kesal sendiri mendengar ucapan Arjuna yang ingin bertanggung jawab, kepada Mitha.Saat ini, semua anggota keluarga Levin sedang menikmati makan siang mereka. Kecuali Arjuna yang memilih untuk makan di kamarnya dan menyuruh Bik Mina untuk mengantar makanan untuknya, di dalam kamar.Sang Bibik yang sudah berada di depan pintu kamar Arjuna, segera mengetuknya. Arjuna yang sedang menelepon ses
"Ya aku nggak tahu lah, Mi. Kan bukan leher ku yang kemerahan. Mami tanya ke orangnya lah langsung, jangan ke aku." seru Erlan, lagi-lagi dengan berwajah santai."Sial! Kenapa aku malah mengecup lehernya! Semoga saja dia bisa tutup mulut dan tidak mengatakan apa pun kepada Mami," tutur Erlan dalam hati.Nyonya Anisa lalu melirik ke arah Mitha dan ingin bertanya kepadanya, kenapa lehernya bisa kemerahan begitu. Namun gadis itu terlihat menunduk dan merasa tidak nyaman saat ini.Oma Rini sepertinya mengetahui kegundahan hati Mitha. Beliau pun segera berkata,"Anisa, nanti saja kamu bertanya. Ada baiknya Kita terus kan saja untuk makan.""Baiklah, Oma." Jawab Nyonya Anisa kepada ibu mertuanya.Mitha seketika merasa lega, mendengar perkataan Oma Rini. Dia pun melanjutkan makannya dengan tenang.Setelah selesai makan, Mami Anisa kembali berkata kepada Erlan,"Lan, untuk sementara waktu, kamu tinggal di apartemen saja." "Apa?" kagetnya. "Kok aku jadinya tinggal apartemen sih, Mi? Bukannya
Aura emosi terlihat jelas dari wajah Erlan. Dia menuruni anak tangga dengan menghentak-hentakkan kakinya dengan keras.Sesampai di ruang keluarga, Erlan segera menghadap ibunya, lalu berkata,"Mami! Kenapa kamar ku jadi berpindah tempat? Kenapa malah dia yang menempati kamar ku selama ini?" bentak Erlan tidak suka kepada ibunya.Sementara Mitha hanya bisa menunduk. Lagi-lagi dia merasa ketakutan mendengar suara Erlan yang menggelegar besar, layaknya suara petir."Lho memangnya kenapa, Lan? Mami sudah memutuskan, sebelum kalian resmi menikah. Mitha akan menempati kamar pribadimu. Untuk sementara kamar mu akan dipindahkan ke kamar tamu," ucap sang ibu, mencoba untuk bersabar menghadapi sikap anaknya. "Kok jadi gitu, sih Mi? Aku tidak mau!" tuturnya marah."Ya kalau kamu tidak mau, silakan kembali ke apartemenmu. Keputusan Mami sudah bulat." tutur Mami Anisa kepada putranya."Papi! Bagaimana ini? Tolong katakan sesuatu, Pi." Erlan mencoba bernegosiasi dengan ayahnya. Karena Opa dan Oman
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali