"Ya aku nggak tahu lah, Mi. Kan bukan leher ku yang kemerahan. Mami tanya ke orangnya lah langsung, jangan ke aku." seru Erlan, lagi-lagi dengan berwajah santai."Sial! Kenapa aku malah mengecup lehernya! Semoga saja dia bisa tutup mulut dan tidak mengatakan apa pun kepada Mami," tutur Erlan dalam hati.Nyonya Anisa lalu melirik ke arah Mitha dan ingin bertanya kepadanya, kenapa lehernya bisa kemerahan begitu. Namun gadis itu terlihat menunduk dan merasa tidak nyaman saat ini.Oma Rini sepertinya mengetahui kegundahan hati Mitha. Beliau pun segera berkata,"Anisa, nanti saja kamu bertanya. Ada baiknya Kita terus kan saja untuk makan.""Baiklah, Oma." Jawab Nyonya Anisa kepada ibu mertuanya.Mitha seketika merasa lega, mendengar perkataan Oma Rini. Dia pun melanjutkan makannya dengan tenang.Setelah selesai makan, Mami Anisa kembali berkata kepada Erlan,"Lan, untuk sementara waktu, kamu tinggal di apartemen saja." "Apa?" kagetnya. "Kok aku jadinya tinggal apartemen sih, Mi? Bukannya
Aura emosi terlihat jelas dari wajah Erlan. Dia menuruni anak tangga dengan menghentak-hentakkan kakinya dengan keras.Sesampai di ruang keluarga, Erlan segera menghadap ibunya, lalu berkata,"Mami! Kenapa kamar ku jadi berpindah tempat? Kenapa malah dia yang menempati kamar ku selama ini?" bentak Erlan tidak suka kepada ibunya.Sementara Mitha hanya bisa menunduk. Lagi-lagi dia merasa ketakutan mendengar suara Erlan yang menggelegar besar, layaknya suara petir."Lho memangnya kenapa, Lan? Mami sudah memutuskan, sebelum kalian resmi menikah. Mitha akan menempati kamar pribadimu. Untuk sementara kamar mu akan dipindahkan ke kamar tamu," ucap sang ibu, mencoba untuk bersabar menghadapi sikap anaknya. "Kok jadi gitu, sih Mi? Aku tidak mau!" tuturnya marah."Ya kalau kamu tidak mau, silakan kembali ke apartemenmu. Keputusan Mami sudah bulat." tutur Mami Anisa kepada putranya."Papi! Bagaimana ini? Tolong katakan sesuatu, Pi." Erlan mencoba bernegosiasi dengan ayahnya. Karena Opa dan Oman
Dari artikel yang Erlan baca. Akhirnya pemuda itu mengetahui jika Mitha termasuk mahasiswi cerdas di kampusnya. Sama seperti yang dikatakan oleh Arjuna, sepupunya."Ternyata dia lumayan pintar juga. Tapi kenapa dia sampai bekerja di pub itu, tadi malam? Apakah dirinya sedang kekurangan uang?" tanya Erlan dalam hati.Erlan tiba-tiba mengepalkan tangannya, saat membaca artikel yang membahas pribadi Mitha yang betah menjomlo. Padahal begitu banyak pria-pria di kampusnya, yang rata-rata naksir kepadanya.Lagi-lagi, Erlan membenarkan semua yang dikatakan oleh Arjuna.Tiba-tiba saja timbul rasa kesal di hatinya menerima kenyataan itu."Berani-beraninya, para pria itu menggodanya? Awas saja! Tunggu pembalasanku!" serunya menusuk, sambil menatap ke arah gadis itu."Hei, kamu ngapain di situ? Sini kamu!" seru Erlan tajam."I ... iya, Mas." lirih Mitha takut.Lalu Bik Mina ikut berkata,"Yang lembut dong, Tuan Muda. Kan Nona Mitha adalah calon istri Anda," ucap Bik Mina sambil tersenyum ke a
Air mata Mitha terus menetes di pipinya. Tiba-tiba, dia merindukan kedua orang tuanya."Ayah, Bunda. Aku sangat merindukan kalian," lirihnya sedih dalam hatinya.Mitha menjadi ingat dengan ponselnya yang berada di dalam tas kecil miliknya. Dia segera mengambil tasnya dan memerika ponselnya.Ternyata ponselnya kehabisan baterai. Mitha segera mengisi daya baterai ponselnya.Setelah beberapa menit terisi, Mitha lalu mulai mengaktifkan ponselnya itu. Dia lalu memeriksa panggilan keluar dan panggilan masuk. Namun tidak ada satu pun yang berasal dari keduanya oang tanya.Mitha pun mencoba menelpon nomor ponsel ayahnya namun tidak bisa. Lalu dia juga menelpon nomor ponsel ibunya, juga sama saja."Kenapa ponsel Ayah dan Bunda tidak dapat dihubungi? Apakah ada sesuatu yang salah di sana?" pikirnya dalam hati. Mitha tetap mencoba untuk menelpon lagi. Namun tetap tidak bisa."Apa yang sebenarnya terjadi?" lirihnya sedih dalam hatinya.Tak terasa air matanya kembali mengalir di pipinya, membasah
Mitha lalu mulai membuka kunci kamar dan menekan handle pintu.Wajah Mami Anisa langsung kelihatan di depan pintu."Mami ...." lirih Mitha, takut. Namun, dia mencoba untuk terlihat biasa saja."Mitha, kamu kok baru membuka pintunya?" tanya sang mami kepada calon menantunya, yang terlihat pucat pasi."Ma ... maaf, Mi. Tadi aku mau hendak mandi. Jadi aku kurang mendengar saat Mami mengetuk pintu." ucapnya takut, lalu menundukkan kepala.Sementara di balik pintu, Erlan masih saja khawatir jika ibunya memaksa untuk menerobos masuk ke dalam kamar itu."Oh, jadi kamu tadi berada di dalam kamar mandi?" "I ... iya, Mi. Ma ... maaf." lirihnya, lagi. Nyonya Anisa lalu memperhatikan wajah Mitha yang terlihat pucat. Keringat juga terlihat keluar dari kedua dahinya."Wajah Mitha kenapa seperti takut begitu? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan olehnya, saat ini?" gumam Mami Anisa, curiga di dalam hatinya. "Mitha, apakah kamu baik-baik saja?" selidik Mami Anisa."A ... aku baik-baik saja, Mami."
"Mami ...." serunya, tercekat."Dari mana kamu, Lan? Kenapa panggilan dari Mami tidak kamu angkat?" ucap sang ibu sambil menatap tidak suka, ke arah putra tunggalnya."Eh, itu aku dari bawah tadi." jawab Erlan, ngasal."Kamu dari bawah mana? Mami juga baru dari lantai bawah. Jangan bohong kamu! Ayo katakan dengan jujur kamu dari mana!" selidik sang mami, lagi."Ya ampun, Mami. Nggak percayaan banget sih dengan yang aku katakan?" ucap Erlan sambil mendekati ibunya dan ikut bergabung duduk di sofa di mana ibunya berada.Wangi parfum yang tadi Mami Anisa hirup saat berada di depan kamar Mitha semakin terasa."Tepat sekali! Benar dugaanku. Erlan sedang berada di dalam kamar Mitha tadi. Akan tetapi, kenapa Mitha malah menutupi keberadaan Erlan di dalam kamarnya?" gumamnya bingung, dalam hatinya."Apakah Mitha diancam oleh Erlan?" Pikiran-pikiran itu, tiba-tiba muncul saja di benaknya."Anak ini! Kapan bisa dewasanya!" lirih sang ibu dalam hatinya, mulai mengkhawatirkan sifat anaknya itu.E
"Arrrgghhh!" Erlan akhirnya mendapatkan pelepasannya. Saat ini, dirinya sedang berada di dalam kamar mandi.Baru saja Erlan menuntaskan hasratnya melalui permainan jari-jarinya sendiri, sambil membayangkan tubuh Mitha yang telanjang dan begitu menggetarkan jiwanya. Yang sungguh begitu menggoda hatinya.Namun sepertinya, Erlan merasa jika permainan tangannya kurang memberinya sensasi maha dahsyat. Tidak seperti yang dia peroleh saat menyentuh tubuh gadis itu. Sejujurnya dia menginginkan tubuh Mitha, yang sepertinya telah menjadi candu baginya."Sial! Ada denganku? Kenapa aku sangat bergairah saat ini? Apakah aku sudah terkena kutukan dewa mesum?" ujarnya sambil menatap dirinya di depan cermin."Ini juga kok masih tegang saja, sih!" Erlan tak habis pikir, jika senjata pamungkas miliknya masih saja tegak berdiri. Bagaikan pedang pora yang siap ikut ke medan perang."Sial banget, gue! Mana hari pernikahan masih lama, lagi!" Ketusnya, kesal sendiri."Wow! Kenapa aku malah memikirkan perni
"Mata Lo! Tolong kondisikan! Nggak malu!" sindir Erlan kepada sepupunya.Arjuna yang merasa tersindir. Segera melepas pandangan matanya dari Mitha. Dia lalu meraih ponselnya dan berpura-pura fokus di sana."Erlan, omonganmu itu!" tegur sang Oma."Se ... selamat sore semua," sapa Mitha kepada semua orang yanga ada di ruangan itu.Dia pun tersenyum ke arah mereka. Namun Erlan kembali jengkel melihat Mitha yang juga tersenyum ke arah Arjuna. Yang dibalas seutas senyum tertampan yang adik sepupunya itu miliki selama ini, untuk menggoda para cewek-cewek di kampusnya."Selamat sore juga, Mitha." sapa mereka bergantian."Sore juga Kakak cantik." sapa Arjuna sambil menampilkan senyum terindahnya hanya untuk Mitha seorang.Arjuna bahkan melirik ke arah sepupunya dengan tatapan mengejek. Arjuna sudah tidak peduli lagi, jika kakak sepupunya itu akan marah kepadanya. Yang terpenting baginya Mitha adalah bidadari hatinya, saat di sini."Duduk di sini, kakak senior cantik. Lebih aman kok. Tidak aka
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali