Dari artikel yang Erlan baca. Akhirnya pemuda itu mengetahui jika Mitha termasuk mahasiswi cerdas di kampusnya. Sama seperti yang dikatakan oleh Arjuna, sepupunya."Ternyata dia lumayan pintar juga. Tapi kenapa dia sampai bekerja di pub itu, tadi malam? Apakah dirinya sedang kekurangan uang?" tanya Erlan dalam hati.Erlan tiba-tiba mengepalkan tangannya, saat membaca artikel yang membahas pribadi Mitha yang betah menjomlo. Padahal begitu banyak pria-pria di kampusnya, yang rata-rata naksir kepadanya.Lagi-lagi, Erlan membenarkan semua yang dikatakan oleh Arjuna.Tiba-tiba saja timbul rasa kesal di hatinya menerima kenyataan itu."Berani-beraninya, para pria itu menggodanya? Awas saja! Tunggu pembalasanku!" serunya menusuk, sambil menatap ke arah gadis itu."Hei, kamu ngapain di situ? Sini kamu!" seru Erlan tajam."I ... iya, Mas." lirih Mitha takut.Lalu Bik Mina ikut berkata,"Yang lembut dong, Tuan Muda. Kan Nona Mitha adalah calon istri Anda," ucap Bik Mina sambil tersenyum ke a
Air mata Mitha terus menetes di pipinya. Tiba-tiba, dia merindukan kedua orang tuanya."Ayah, Bunda. Aku sangat merindukan kalian," lirihnya sedih dalam hatinya.Mitha menjadi ingat dengan ponselnya yang berada di dalam tas kecil miliknya. Dia segera mengambil tasnya dan memerika ponselnya.Ternyata ponselnya kehabisan baterai. Mitha segera mengisi daya baterai ponselnya.Setelah beberapa menit terisi, Mitha lalu mulai mengaktifkan ponselnya itu. Dia lalu memeriksa panggilan keluar dan panggilan masuk. Namun tidak ada satu pun yang berasal dari keduanya oang tanya.Mitha pun mencoba menelpon nomor ponsel ayahnya namun tidak bisa. Lalu dia juga menelpon nomor ponsel ibunya, juga sama saja."Kenapa ponsel Ayah dan Bunda tidak dapat dihubungi? Apakah ada sesuatu yang salah di sana?" pikirnya dalam hati. Mitha tetap mencoba untuk menelpon lagi. Namun tetap tidak bisa."Apa yang sebenarnya terjadi?" lirihnya sedih dalam hatinya.Tak terasa air matanya kembali mengalir di pipinya, membasah
Mitha lalu mulai membuka kunci kamar dan menekan handle pintu.Wajah Mami Anisa langsung kelihatan di depan pintu."Mami ...." lirih Mitha, takut. Namun, dia mencoba untuk terlihat biasa saja."Mitha, kamu kok baru membuka pintunya?" tanya sang mami kepada calon menantunya, yang terlihat pucat pasi."Ma ... maaf, Mi. Tadi aku mau hendak mandi. Jadi aku kurang mendengar saat Mami mengetuk pintu." ucapnya takut, lalu menundukkan kepala.Sementara di balik pintu, Erlan masih saja khawatir jika ibunya memaksa untuk menerobos masuk ke dalam kamar itu."Oh, jadi kamu tadi berada di dalam kamar mandi?" "I ... iya, Mi. Ma ... maaf." lirihnya, lagi. Nyonya Anisa lalu memperhatikan wajah Mitha yang terlihat pucat. Keringat juga terlihat keluar dari kedua dahinya."Wajah Mitha kenapa seperti takut begitu? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan olehnya, saat ini?" gumam Mami Anisa, curiga di dalam hatinya. "Mitha, apakah kamu baik-baik saja?" selidik Mami Anisa."A ... aku baik-baik saja, Mami."
"Mami ...." serunya, tercekat."Dari mana kamu, Lan? Kenapa panggilan dari Mami tidak kamu angkat?" ucap sang ibu sambil menatap tidak suka, ke arah putra tunggalnya."Eh, itu aku dari bawah tadi." jawab Erlan, ngasal."Kamu dari bawah mana? Mami juga baru dari lantai bawah. Jangan bohong kamu! Ayo katakan dengan jujur kamu dari mana!" selidik sang mami, lagi."Ya ampun, Mami. Nggak percayaan banget sih dengan yang aku katakan?" ucap Erlan sambil mendekati ibunya dan ikut bergabung duduk di sofa di mana ibunya berada.Wangi parfum yang tadi Mami Anisa hirup saat berada di depan kamar Mitha semakin terasa."Tepat sekali! Benar dugaanku. Erlan sedang berada di dalam kamar Mitha tadi. Akan tetapi, kenapa Mitha malah menutupi keberadaan Erlan di dalam kamarnya?" gumamnya bingung, dalam hatinya."Apakah Mitha diancam oleh Erlan?" Pikiran-pikiran itu, tiba-tiba muncul saja di benaknya."Anak ini! Kapan bisa dewasanya!" lirih sang ibu dalam hatinya, mulai mengkhawatirkan sifat anaknya itu.E
"Arrrgghhh!" Erlan akhirnya mendapatkan pelepasannya. Saat ini, dirinya sedang berada di dalam kamar mandi.Baru saja Erlan menuntaskan hasratnya melalui permainan jari-jarinya sendiri, sambil membayangkan tubuh Mitha yang telanjang dan begitu menggetarkan jiwanya. Yang sungguh begitu menggoda hatinya.Namun sepertinya, Erlan merasa jika permainan tangannya kurang memberinya sensasi maha dahsyat. Tidak seperti yang dia peroleh saat menyentuh tubuh gadis itu. Sejujurnya dia menginginkan tubuh Mitha, yang sepertinya telah menjadi candu baginya."Sial! Ada denganku? Kenapa aku sangat bergairah saat ini? Apakah aku sudah terkena kutukan dewa mesum?" ujarnya sambil menatap dirinya di depan cermin."Ini juga kok masih tegang saja, sih!" Erlan tak habis pikir, jika senjata pamungkas miliknya masih saja tegak berdiri. Bagaikan pedang pora yang siap ikut ke medan perang."Sial banget, gue! Mana hari pernikahan masih lama, lagi!" Ketusnya, kesal sendiri."Wow! Kenapa aku malah memikirkan perni
"Mata Lo! Tolong kondisikan! Nggak malu!" sindir Erlan kepada sepupunya.Arjuna yang merasa tersindir. Segera melepas pandangan matanya dari Mitha. Dia lalu meraih ponselnya dan berpura-pura fokus di sana."Erlan, omonganmu itu!" tegur sang Oma."Se ... selamat sore semua," sapa Mitha kepada semua orang yanga ada di ruangan itu.Dia pun tersenyum ke arah mereka. Namun Erlan kembali jengkel melihat Mitha yang juga tersenyum ke arah Arjuna. Yang dibalas seutas senyum tertampan yang adik sepupunya itu miliki selama ini, untuk menggoda para cewek-cewek di kampusnya."Selamat sore juga, Mitha." sapa mereka bergantian."Sore juga Kakak cantik." sapa Arjuna sambil menampilkan senyum terindahnya hanya untuk Mitha seorang.Arjuna bahkan melirik ke arah sepupunya dengan tatapan mengejek. Arjuna sudah tidak peduli lagi, jika kakak sepupunya itu akan marah kepadanya. Yang terpenting baginya Mitha adalah bidadari hatinya, saat di sini."Duduk di sini, kakak senior cantik. Lebih aman kok. Tidak aka
Tatapan Erlan itu, seolah-olah mengisyaratkan, agar Mitha mengikuti maunya. "Duh, bagaimana ini? Aku harus menjawab apa?" ucapnya ragu-ragu dalam hatinya. "Ayo, Sayang. Katakan yang sebenarnya kepada Mami. Jangan bilang kamu lupa dengan omonganmu sendiri tentang rencana bulan madu kita." seru Erlan lagi. "Ayo cepat katakan kepada semua orang!" ujarnya mulai kesal kepada Mitha karena masih tetap saja diam. Setelah berpikir matang-matang. Akhirnya Mitha pun berkata, "I ... iya, Mami." jawab Mitha, singkat. Dia ingin melanjutkan kalimatnya, namun langsung dipotong oleh Erlan. "Tuh kan, aku bilang juga apa, kami sudah berunding sebelumnya, Mi, Pi." seru Erlan bangga. "Ternyata gadis ini, bisa juga diajak kerja sama!" tuturnya dalam hati sambil tersenyum penuh kemenangan kepada sepupunya, Arjuna. "Baiklah, kalau begitu. Berarti kalian berdua sama-sama setuju jika pernikahannya dipercepat." tukas, Papi Fred. "Yes, Papi." jawab Erlan, lagi. Sementara Arjuna masih tidak yakin dengan
"Hei, anak kecil! Kamu jangan main-main dengan ucapanmu!" kesal Erlan. "Saya serius dan tidak sedang bermain-main atau pun sedang bercanda." tegas Arjuna, lagi. "Papi ....!" panggil Erlan kepada ayahnya. "Aku tidak mau acara tersebut menjadi kacau nantinya, Pi. Carilah tim keamanan yang profesional." ujarnya kepada sang ayah. Namun Tuan Fred berkata, "Juna telah mengatakan, jika dia bisa menjamin keamanan pada saat hari H. Tidak ada salahnya, kita memberinya kesempatan untuk mewujudkan rasa tanggung jawabnya, itu." jawab Tuan Fred. "Opa setuju dengan mu, Fred." Sahut Tuan Robi, kepada anaknya. Akhirnya, semua pun menyetujui jika keamanan saat pesta pernikahan menjadi tanggung jawab Arjuna. Mau tidak mau, Erlan juga terpaksa menyetujui keputusan keluarganya, itu. "Hei bayi musang! Awas saja, Lo mengacaukan semuanya!" ancam Erlan, kepadanya. "Tenang saja ular pohon! Aku akan melakukannya dengan baik dan penuh dedikasi tinggi!" jawab Arjuna tak mau kalah. "Sialan Lo! Ngatain gu