"Mata Lo! Tolong kondisikan! Nggak malu!" sindir Erlan kepada sepupunya.Arjuna yang merasa tersindir. Segera melepas pandangan matanya dari Mitha. Dia lalu meraih ponselnya dan berpura-pura fokus di sana."Erlan, omonganmu itu!" tegur sang Oma."Se ... selamat sore semua," sapa Mitha kepada semua orang yanga ada di ruangan itu.Dia pun tersenyum ke arah mereka. Namun Erlan kembali jengkel melihat Mitha yang juga tersenyum ke arah Arjuna. Yang dibalas seutas senyum tertampan yang adik sepupunya itu miliki selama ini, untuk menggoda para cewek-cewek di kampusnya."Selamat sore juga, Mitha." sapa mereka bergantian."Sore juga Kakak cantik." sapa Arjuna sambil menampilkan senyum terindahnya hanya untuk Mitha seorang.Arjuna bahkan melirik ke arah sepupunya dengan tatapan mengejek. Arjuna sudah tidak peduli lagi, jika kakak sepupunya itu akan marah kepadanya. Yang terpenting baginya Mitha adalah bidadari hatinya, saat di sini."Duduk di sini, kakak senior cantik. Lebih aman kok. Tidak aka
Tatapan Erlan itu, seolah-olah mengisyaratkan, agar Mitha mengikuti maunya. "Duh, bagaimana ini? Aku harus menjawab apa?" ucapnya ragu-ragu dalam hatinya. "Ayo, Sayang. Katakan yang sebenarnya kepada Mami. Jangan bilang kamu lupa dengan omonganmu sendiri tentang rencana bulan madu kita." seru Erlan lagi. "Ayo cepat katakan kepada semua orang!" ujarnya mulai kesal kepada Mitha karena masih tetap saja diam. Setelah berpikir matang-matang. Akhirnya Mitha pun berkata, "I ... iya, Mami." jawab Mitha, singkat. Dia ingin melanjutkan kalimatnya, namun langsung dipotong oleh Erlan. "Tuh kan, aku bilang juga apa, kami sudah berunding sebelumnya, Mi, Pi." seru Erlan bangga. "Ternyata gadis ini, bisa juga diajak kerja sama!" tuturnya dalam hati sambil tersenyum penuh kemenangan kepada sepupunya, Arjuna. "Baiklah, kalau begitu. Berarti kalian berdua sama-sama setuju jika pernikahannya dipercepat." tukas, Papi Fred. "Yes, Papi." jawab Erlan, lagi. Sementara Arjuna masih tidak yakin dengan
"Hei, anak kecil! Kamu jangan main-main dengan ucapanmu!" kesal Erlan. "Saya serius dan tidak sedang bermain-main atau pun sedang bercanda." tegas Arjuna, lagi. "Papi ....!" panggil Erlan kepada ayahnya. "Aku tidak mau acara tersebut menjadi kacau nantinya, Pi. Carilah tim keamanan yang profesional." ujarnya kepada sang ayah. Namun Tuan Fred berkata, "Juna telah mengatakan, jika dia bisa menjamin keamanan pada saat hari H. Tidak ada salahnya, kita memberinya kesempatan untuk mewujudkan rasa tanggung jawabnya, itu." jawab Tuan Fred. "Opa setuju dengan mu, Fred." Sahut Tuan Robi, kepada anaknya. Akhirnya, semua pun menyetujui jika keamanan saat pesta pernikahan menjadi tanggung jawab Arjuna. Mau tidak mau, Erlan juga terpaksa menyetujui keputusan keluarganya, itu. "Hei bayi musang! Awas saja, Lo mengacaukan semuanya!" ancam Erlan, kepadanya. "Tenang saja ular pohon! Aku akan melakukannya dengan baik dan penuh dedikasi tinggi!" jawab Arjuna tak mau kalah. "Sialan Lo! Ngatain gu
Mitha menggeleng-gelengkan kepalanya. Pertanda jika dia tidak memiliki hubungan apa-apa dengan Arjuna. "Jangan bohong, Lo!" serunya sambil menatap tajam ke arah gadis itu. "Tidak, Mas Erlan. Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Arjuna. Bahkan mengenalnya pun tidak." seru Mitha takut, karena Erlan mencengkram leher bajunya penuh dengan nada emosi. "Dasar jalang!" serunya, lalu menghempas tubuh Mitha sampai terjatuh di atas sofa. "Permainan kita belum selesai! Awas saja Lo ngadu sama keluarga gue!" tegasnya, lalu membuka pintu kamar Mitha dan membantingnya dengan keras. Di depan kamar Mitha, terlihat ada Arjuna yang sedang berdiri sambil mengeraskan rahangnya. Apa lagi saat Erlan ke luar dari kamar Mitha. Dia bisa menebak telah terjadi sesuatu diantara keduanya. Rambut Erlan terlihat acak-acakkan dan bajunya juga sedikit mengkerut. Erlan membalas tatapan adik sepupunya dengan tak kalah tajamnya. Dia pun tersenyum sinis kepada Arjuna. Lalu meninggalkannya di depan kamar gadis it
Saat ini, keduanya sedang duduk di sofa. Mitha sedang berpikir apakah harus jujur kepada Mami Anisa atau memendamnya sendiri dalam hatinya. "Aku harus bagaimana?" tanyanya bingung, dalam hatinya."Mami Anisa dan Oma Rini sangat baik kepadaku. Apakah aku sanggup mengecewakan kedua wanita itu?" sedihnya, dalam hati."Mitha, kamu kok diam saja? Apakah Erlan menyakitimu lagi? Kamu bisa jujur kepada Mami, apa pun itu. Mami pasti akan membelamu dan akan memarahi Erlan." sahut Mami Anisa.Mendengar omongan Mami Anisa, Mitha seketika takut. Bisa saja Erlan akan semakin jengkel kepadanya jika Mami Anisa akan memarahi Erlan. Dia pun lalu berkata,"A ... aku baik-baik saja kok, Mami. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Erlan. Aku ... aku hanya sedang merindukan kedua orang tuaku." Air mata Mitha tak kuasa dirinya bendung, saat menyebutkan kedua orang tuanya."Mitha, kamu kenapa tidak mencoba mengabari keluargamu? Mami janji, akan membantu menjelaskan semua, kepada kedua orang tuamu."
"Iya, Mami. Aku akan tidur sekarang. Selamat malam Mami." sahut Mitha lalu mulai menutup pintu kamarnya. Tidak lupa, dia menguncinya dari dalam. Mitha masih saja takut jika Erlan tiba-tiba datang ke kamarnya dan kembali mengganggunya.Sementara di dalam kamarnya, Arjuna masih belum juga tidur. Dia masih memikirkan percakapannya dengan Mitha tadi, sambil membolak-balik beberapa foto Mitha yang dirinya ambil selama gadis itu berada di kampus. Pria misterius yg selalu menjaga Mitha selama ini ternyata adalah Arjuna. Dia memberi perintah penuh kepada anak buahnya untuk melindungi dan menjaga gadis yang sangat dirinya cintai itu, secara diam-diam.Arjuna hanya bisa melihat gadis pujaan hatinya itu dari kejauhan. Dia tidak memiliki keberanian untuk mendekatinya, dan hanya mampu menatapnya melalui foto-foto hasil jepretan anak buahnya secara diam-diam.Arjuna ingin sekali melakukan pendekatan kepada Mitha. Sejak dulu, dia ingin sekali mendekati gadis itu. Namun dirinya yang merupakan seora
"Ada apa lagi sih, Pi?" Aku ada meeting pagi ini, lho. Jadwalku sangatlah padat." ketusnya kepada sang ayah."Kamu, ini! Papi hanya mau ngomong sebentar saja dan ini juga sangat penting." tutur Papi Fred kepada putranya."Ya sudah, cepat katakan, Pi. Aku tidak mau jika aku telat sampai ke kantor." ucapnya, mulai mengarang indah.Padahal yang sebenarnya terjadi, Erlan ingin segera ke luar dari rumah dan melakukan sesuatu yang menjadi kebiasaan favoritnya sejak Mitha muncul di dalam kehidupannya."Papi hanya mau bilang, kamu jangan kaget jika nanti saat kamu sampai di kantor masih banyak para wartawan di sana.""Terus bagaimana caraku untuk masuk ke dalam kantor, Pi? Aku ada meeting penting pagi ini." kesalnya."Makanya Papi menahanmu, untuk menjelaskan kepadamu." "Papi mau mengatakan apa? Ayo cepat katakan." desak Erlan, karena alat tempurnya yang ada di balik celananya mulai membengkak hanya karena melihat wajah cantik Mitha pagi ini."Sial! Ada apa denganku? Kenapa pagi ini tiba-tib
Erlan memandang kepergian Mitha yang masuk ke dalam rumah, dengan perasaan jengkel.Tiba-tiba saja ada perasaan cemburu yang melingkupinya. Saat melihat Mitha dan Arjuna yang berjalan secara beriringan masuk ke dalam rumah."Sial! Ngapain gue ke kantor! Dio! Gue mau bolos hari ini, bisa kah?"tanyanya kepada sang asisten."Maaf, Tuan Muda. Anda tidak boleh bolos hari ini. Apalagi pagi ini, Anda akan mengikuti meeting penting. Nanti siang, Anda juga harus izin untuk melakukan fitting baju pengantin." sahut sang asisten."Sial! Sungguh menyebalkan!" kesalnya."Kenapa, Tuan Muda? Apakah Anda sedang dilanda penyakit cinta yang menggelora kepada Nona Mitha?" ejek Dio, sambil melirik Erlan yang sedang kesal itu."Jaga ucapanmu, Dio! Sejak kapan gue butuh wanita? Jangan mimpi, Lo!" hardiknya, semakin marah."Ha-ha-ha, terus Anda kok jadi sewot begitu, Bos? Saat melihat Tuan Arjuna dan Nona Mitha berduaan?" sergahnya, lagi."Siapa yang sewot? Biasa saja lagi! tukasnya, mencoba menutupi rasa k