Erlan memandang kepergian Mitha yang masuk ke dalam rumah, dengan perasaan jengkel.Tiba-tiba saja ada perasaan cemburu yang melingkupinya. Saat melihat Mitha dan Arjuna yang berjalan secara beriringan masuk ke dalam rumah."Sial! Ngapain gue ke kantor! Dio! Gue mau bolos hari ini, bisa kah?"tanyanya kepada sang asisten."Maaf, Tuan Muda. Anda tidak boleh bolos hari ini. Apalagi pagi ini, Anda akan mengikuti meeting penting. Nanti siang, Anda juga harus izin untuk melakukan fitting baju pengantin." sahut sang asisten."Sial! Sungguh menyebalkan!" kesalnya."Kenapa, Tuan Muda? Apakah Anda sedang dilanda penyakit cinta yang menggelora kepada Nona Mitha?" ejek Dio, sambil melirik Erlan yang sedang kesal itu."Jaga ucapanmu, Dio! Sejak kapan gue butuh wanita? Jangan mimpi, Lo!" hardiknya, semakin marah."Ha-ha-ha, terus Anda kok jadi sewot begitu, Bos? Saat melihat Tuan Arjuna dan Nona Mitha berduaan?" sergahnya, lagi."Siapa yang sewot? Biasa saja lagi! tukasnya, mencoba menutupi rasa k
"Anda memang bukan anak kecil, Bos. Tapi tingkah Anda yang seperti anak kecil!" tukas, Dio."Apa, Lo bilang? Sialan! Lo memang benar-benar ingin dihajar, rupanya!" seru Erlan lalu melangkah menghampiri Dio dan ingin menghajarnya.Namun tiba-tiba ponsel Dio berdering dan ada nama Arjuna di layar ponsel-nya, itu.Dia pun segera berkata kepada Erlan,"Sebentar, Bos. Tahan dulu, Bos.""Kenapa, hah?" hardik Erlan."Ini, Tuan Arjuna. Sedang menelepon. Saya angkat dulu, siapa tahu penting. Nanti kita lanjutkan lagi bercandanya, setelah ini." ucap Dio mencoba merayu Erlan agar menahan emosinya.Dio merasa sangat lega, saat mengetahui jika Arjuna menelponnya. Akhirnya dia bisa lepas dari amukan sang atasan yang sedang marah besar itu."Ngapai kutu kupret itu menelponmu?""Saya juga kurang tahu, Bos. Saya angkat dulu ya, Bos. Siapa tahu penting." tuturnya lagi."Aktifkan mode loudspeaker!" perintahnya, kepada sang asisten."Siap, Bos. Laksanakan!" ucapnya lagi. Dio pun segera mengaktifkan mode
"Arjuna, akan tetap berada di sini, sampai seluruh urusan hari ini selesai semua." ucap, Mami Anisa. "Tapi, Mi! Aku nggak suka jika dia berada di sini!" Erlan terus saja mencoba untuk protes kepada ibundanya. "Tidak bisa, Lan. Juna akan tetap berada di sini. Lagian kenapa sih, jika Ajuna juga ikutan berada di butik ini. Dia nggak ganggu, kok. Justru Juna sangat berguna, berada di sini." tukas sang mami, lagi. "Berguna bagaimana sih, Mi. Alasan saja, deh!" "Ini bukan hanya sekedar alasan, Lan. Apa kamu nggak mikir, sudah berapa jam kami menunggu mu untuk datang? Arjuna bahkan sudah berkali-kali mondar- mandir ke kafe di depan sana, untuk membelikan kami makanan karena kelaparan dan kehausan menunggumu, datang." tukas Mami Anisa mencoba menjelaskan kepada anaknya, yang sangat keras kepala itu. "Kan aku sibuk meeting, Mi!" bela Erlan. "Sial! Jadi dari tadi, Si nyamuk cikungunya ini berada di sini? Enak banget dia bisa bebas memandang wajah Mitha yang cantik itu!" geramnya, dalam hat
"Wow, sang mempelai pria sudah bucin banget ya sama calon istrinya? Sampai senyum-senyum, begitu?" goda sang desainer kemayu itu, kepada ErlanMendengar ucapan pria itu. Erlan segera mengkondisikan wajahnya, berubah menjadi garang. Namun tidak bisa. Yang ada malah wajahnya semakin berseri-seri. Untuk menghalau semua itu, Erlan lebih memilih untuk menundukkan kepalanya. Karena semua mata orang yang ada di ruangan itu, tertuju kepadanya.Tak terkecuali Mitha yang mulai mencuri-curi pandang ke arah Erlan. Mungkin saja ntuk mencari kebenaran dari ucapan pria kemayu itu. Namun yang dirinya dapati, Erlan malah berwajah datar saat ini.Sejenak pandangan mereka beradu. Namun Mitha dengan segera menyudahi aksi saling tatap itu. Karena dia sudah berikrar dalam hatinya untuk mulai menekan perasaannya kepada pria itu."Postur tubuh Anda sangat bagus, Tuan Muda. Terkesan macho! Jadi gemes deh!" serunya, lalu dengan cepat ingin memeluk tubuh Erlan.Namun dengan cepat juga Erlan menghindar, lalu b
Mendengar ucapan yang berbau ancaman dari anaknya. Mami Anisa segera bertindak, karena dia mengetahui bagaiman keras kepalanya, putranya itu.Mami Anisa pun mulai angkat bicara, "Dio, Arjuna. Kalian menunggunya di luar saja, ya. Bisa dipastikan kami aman di dalam sini.""Siap, Aunty. Tanpa disuruh pun aku akan keluar dari sini. Aku cukup tahu diri, kok. Hanya saja, aku tidak mau bersifat kekanakkan seperti orang, itu!" tunjuknya sinis, kepada Erlan."Sialan, Lo! Kutu kuprey! Berani Lo, ama gue?" balas Erlan emosi!" Namun Arjuna tak menggubris ucapan Erlan. Dia malah berkata kepada Asisten Dio,"Ayo kita cabut dari sini! Ntar bekicot sawah akan buat rusuh," sindir Arjuna lagi."Ha-ha-ha." Asisten Dio kembali tertawa mendengar ucapan Arjuna yang terus saja mengejek atasannya."Sialan Lo, Dio! Lo berani nertawain gue? Gue akan potong gaji Lo selama dua tahun!" ketus Erlan marah.Mendengar hal itu, nyali Asisten Dio menjadi menciut. "Maaf, Bos. Saya tidak akan tertawa lagi. Tolong jang
"Ya mau bagaimana dong, Mami. Gaunnya kuno semua tidak ada menariknya sama sekali, menurutku." ucap Erlan sesuka hatinya."Terus gaun yang seperti apa yang Anda mau, Tuan Muda?" tanya sang desainer kecewa, karena Erlan tidak menyukai gaun-gaun rancangannya."Aku ingin gaun yang lebih berkilau, bercahaya, elegan dan terkesan mewah!" serunya sambil mulai berkeliling butik itu untuk mencari sendiri gaun yang dirinya sukai, untuk dipakai oleh Mitha.Sang calon istri menjadi harap-harap cemas dengan gaun yang akan dipilih oleh Erlan kepadanya. Karena dia tahu jika pria itu tidak bisa dibantah."Semoga saja Mas Erlan bisa memilih gaun yang benar-benar cocok untuk ku pakai." harapnya, dalam hati.Sementara Mami Anisa dan Oma Rini terlihat pasrah dengan Erlan. Mereka sudah sangat capek dengan tingkah Erlan. Jadi keduanya memberi wewenang penuh kepada pria itu untuk memilih sendiri gaun yang akan dipakai oleh Mitha nantinya, di acara pernikahan mereka."Sial! Kenapa gaun pengantin di butik ini
Ternyata benar kata pepatah,Yang mengatakan, "like father, like son.Seperti halnya yang terjadi kepada putranya. Ternyata sifat posesif sang suami, Tuan Fred diwarisi oleh Erlan.Dari sifat Erlan, tidak ada sedikit pun kesan ramah kepada semua orang. Dia malah terlihat sangat angkuh, keras kepala dan arogan. Semua sifat Erlan di atas benar-benar dirinya turunkan dari ayahnya, Tuan Fred.Nyonya Anisa menghela napasnya panjang lalu berkata pelan,Tak terasa putra mereka telah dewasa dan sebentar lagi akan memiliki kehidupan pernikahannya sendiri.Yang tersisa nantinya tinggal dirinya dan sang suami yang masih terlihat mesra, walaupun usia mereka sudah tidak muda lagi.Erlan menatap wajah ibunya yang terlihat mulai sendu. Dia pun segera berkata, "Mami kenapa? Kok wajah Mami menjadi bersedih begitu?" tanyanya kepada ibunya."Mami nggak apa-apa kok, Lan. Mami hanya ingat masa-masa saat kamu masih kecil dulu. Ternyata sekarang kamu sudah dewasa dan sebentar lagi, kamu juga akan berumah
Erlan mulai membaca situasi butik itu. Dia melihat sang mami dan Oma Rini sedang sibuk berbincang-bincang dengan desainer itu. Erlan pun kembali tersenyum licik. Dia berpikir jika situasi sungguh sangat kondusif saat ini. Lalu tanpa diketahui oleh semuanya. Erlan mengikuti langkah Mitha menuju ke arah toilet berada. Erlan lalu menunggu Mitha tepat di depan pintu toilet. Dia sudah tidak tahan lagi. Hasratnya yang membara lebih mengalahkan akal sehatnya kali ini. Dengan santainya, tanpa rasa curiga sedikit pun, Mitha mulai ke luar dari kamar mandi. Dia tidak tahu saja jika seseorang sedang menunggunya di depan toilet itu. Sosok pria itu bertubuh tinggi besar, dialah Erlan. Namun belum sempat setengah badannya ke luar dari kamar mandi, Erlan malah meraih tangannya dengan paksa lalu menarik kembali tubuh Mitha untuk masuk ke dalam toilet itu. Alangkah kagetnya Mitha saat merasakan sebuah tangan besar dan kokoh kembali membawanya masuk ke dalam toilet itu. Sosok itu bertubuh tinggi,
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali