Erlan tetap pura-pura tidak mendengar perkataan ibunya, dan dia terus memejamkan matanya."Ya udah, Mit. Erlan sepertinya sedang tidur. Mami tinggal dulu. Kamu jangan takut gitu, ya?" ucapnya kepada, calon menantunya."Pak sopir, hati-hati bawa mobilnya. Jangan terlalu kencang." pesannya kepada sang sopir."Baik, Nyonya," jawab Pak Sopir."Tuan Muda, Nona. Kita berangkat sekarang." seru sang sopir, kepada keduanya."I ... iya, Pak." jawab Mitha. Sementara Erlan tetap diam dan tidak bicara. Namun disaat mobil sudah berjalan. Dengan cepat Erlan bangun, lalu menutup pembatas diantara kursi depan dan kursi penumpang. Ternyata dia memang hanya pura-pura tidur.Erlan lalu menatap ke arah Mitha yang terlihat mulai waspada, karena pria itu terus mendekatkan wajahnya ke arahnya. Sehingga jarak wajah mereka hanya tinggal tersisa satu sentimeter saja."Mas Erlan, ka ... kamu mau ngapain?" lirihnya takut. Bahkan kedua tangannya, dia taruh menyilang untuk melindungi bagian dadanya.Deru napas Erl
"Ayah, Bunda. Aku sangat merindukan kalian." sedihnya dalam hati.Mitha lalu menatap ke luar jendela mobil, dia mencoba menikmati angin semilir yang mulai menyapu wajahnya yang sendu. Seperti hatinya saat ini, yang sedang merasakan kesedihan yang mendalam, karena kecerobohannya tadi malam."Aku kenapa sebodoh itu tadi malam? Kenapa semuanya seperti telah direncanakan oleh seseorang? Apakah aku dijebak? Akan tetapi, kenapa? Apakah salahku? Kenapa aku dilibatkan dengan sesuatu yang aku tidak ketahui sama sekali?" lirih Mitha sedih dalam hatinya. Lalu tiba-tiba dia ingat dengan Niken, sang sahabat. Sikap Niken sangat berbeda kepadanya setelah kejadian di pub itu. Sahabatnya itu, sepertinya terus saja menyudutkannya dan menuduhnya yang bukan-bukan."Aku harus mencari tahu kebenarannya. Kenapa Niken bersikap seperti itu kepadaku? Aku sangat yakin, dia mengetahui sesuatu, dibalik kejadian tadi malam," gumamnya dalam hati.Sementara itu, di sudut Kota Jakarta. Tepatnya di sebuah kamar kost.
"Berani-beraninya, Arjuna memegangnya, di depanku?" kesal Erlan dalam hati.Sementara Arjuna, seketika merasakan getaran aneh saat dirinya membantu Mitha tadi. Kedua bola mata indah milik gadis itu, mampu membuat jiwa jomlo Arjuna semakin merontah-rontah."Siapa gadis ini? Kenapa wajahnya sangat familiar? Di mana aku pernah melihatnya, ya? Lagian kenapa dia bisa berada di sini?" ucapnya penasaran, dalam hati."Erlan! Kamu ini, bukannya bantuin Mitha. Untung saja ada Arjuna." Seru Mami Anisa.Mendengar perkataan sang ibu, secara spontan, Erlan melangkah mendekati Mitha lalu berkata,"Sayang, kamu kok nggak bilang-bilang sih jika kakimu masih sakit?" serunya, sambil menunjukkan wajah memelas. Bahkan Erlan mulai membelai lembut pucuk kepala calon istrinya dan menatap wajah Mitha dengan penuh rasa cinta.Mitha seketika kaget dengan perubahan sikap Erlan yang tiba-tiba lembut kepadanya."Aku akan menggendong mu sampai ke dalam rumah." ucapnya, lalu dengan cepat mengangkat tubuh lemah Mith
Erlan sangat emosi saat ini bahkan rasa kesalnya sudah sampai ke ubun-ubun. Dia sudah tidak dapat membendung amarahnya, yang dirinya pendam dari tadi.Namun dengan cepat Opa Robi menghardik kedua cucunya yang sedang bersitegang itu."Kalian berdua! Berhenti di situ!" teriak sang opa marah.Namun Erlan sama sekali tidak peduli dengan hardikan Opa Robi. Dia tetap melangkah maju ke arah Arjuna, lalu memegang kerah baju sepupunya, dan mencengkramnya dengan kuat."Erlan Levin! Stop! Sekali kamu menghajar Arjuna. Papi akan menghancurkan kariermu sampai ke akar-akarnya!" ancam Tuan Fred kepada putranya. Sementara Erlan dan Arjuna saling tatap penuh amarah. Aura emosi terpancar dari wajah keduanya saat ini.Lalu Erlan berkata,"Jangan banyak omong Lo, bocah ingusan! Jika tidak, gue akan hajar Lo sampai mampus! Jangan pernah campuri urusan, gue!" serunya lalu mendorong tubuh sepupunya ke belakang sampai terduduk kembali ke sofa."Erlan! Kamu jangan kasar begitu. Arjuna, sepupumu." tegur, Oma
Karena malu dengan ucapannya sendiri, Arjuna pun berlalu dari tempat itu dan mulai melangkah menuju ke dalam kamarnya yang berada di lantai atas. "Juna, kamu mau ke mana?" tanya sang oma yang merasa kasihan kepada cucunya itu."Aku mau ke kamarku, saja Oma.""Tapi kamu belum makan, pagi ini." tutur Oma Rini, lagi."Aku sudah makan di rumah temanku, Oma." jawabnya lagi, lalu mulai mempercepat langkahnya menuju ke kamarnya.Sementara Erlan masih dengan berwajah tegang. Menatap kepergian adik sepupunya itu dengan sangat garang."Kurang ajar Lo, Juna! Berani-beraninya, Lo bicara begitu!" Erlan menjadi kesal sendiri mendengar ucapan Arjuna yang ingin bertanggung jawab, kepada Mitha.Saat ini, semua anggota keluarga Levin sedang menikmati makan siang mereka. Kecuali Arjuna yang memilih untuk makan di kamarnya dan menyuruh Bik Mina untuk mengantar makanan untuknya, di dalam kamar.Sang Bibik yang sudah berada di depan pintu kamar Arjuna, segera mengetuknya. Arjuna yang sedang menelepon ses
"Ya aku nggak tahu lah, Mi. Kan bukan leher ku yang kemerahan. Mami tanya ke orangnya lah langsung, jangan ke aku." seru Erlan, lagi-lagi dengan berwajah santai."Sial! Kenapa aku malah mengecup lehernya! Semoga saja dia bisa tutup mulut dan tidak mengatakan apa pun kepada Mami," tutur Erlan dalam hati.Nyonya Anisa lalu melirik ke arah Mitha dan ingin bertanya kepadanya, kenapa lehernya bisa kemerahan begitu. Namun gadis itu terlihat menunduk dan merasa tidak nyaman saat ini.Oma Rini sepertinya mengetahui kegundahan hati Mitha. Beliau pun segera berkata,"Anisa, nanti saja kamu bertanya. Ada baiknya Kita terus kan saja untuk makan.""Baiklah, Oma." Jawab Nyonya Anisa kepada ibu mertuanya.Mitha seketika merasa lega, mendengar perkataan Oma Rini. Dia pun melanjutkan makannya dengan tenang.Setelah selesai makan, Mami Anisa kembali berkata kepada Erlan,"Lan, untuk sementara waktu, kamu tinggal di apartemen saja." "Apa?" kagetnya. "Kok aku jadinya tinggal apartemen sih, Mi? Bukannya
Aura emosi terlihat jelas dari wajah Erlan. Dia menuruni anak tangga dengan menghentak-hentakkan kakinya dengan keras.Sesampai di ruang keluarga, Erlan segera menghadap ibunya, lalu berkata,"Mami! Kenapa kamar ku jadi berpindah tempat? Kenapa malah dia yang menempati kamar ku selama ini?" bentak Erlan tidak suka kepada ibunya.Sementara Mitha hanya bisa menunduk. Lagi-lagi dia merasa ketakutan mendengar suara Erlan yang menggelegar besar, layaknya suara petir."Lho memangnya kenapa, Lan? Mami sudah memutuskan, sebelum kalian resmi menikah. Mitha akan menempati kamar pribadimu. Untuk sementara kamar mu akan dipindahkan ke kamar tamu," ucap sang ibu, mencoba untuk bersabar menghadapi sikap anaknya. "Kok jadi gitu, sih Mi? Aku tidak mau!" tuturnya marah."Ya kalau kamu tidak mau, silakan kembali ke apartemenmu. Keputusan Mami sudah bulat." tutur Mami Anisa kepada putranya."Papi! Bagaimana ini? Tolong katakan sesuatu, Pi." Erlan mencoba bernegosiasi dengan ayahnya. Karena Opa dan Oman
Dari artikel yang Erlan baca. Akhirnya pemuda itu mengetahui jika Mitha termasuk mahasiswi cerdas di kampusnya. Sama seperti yang dikatakan oleh Arjuna, sepupunya."Ternyata dia lumayan pintar juga. Tapi kenapa dia sampai bekerja di pub itu, tadi malam? Apakah dirinya sedang kekurangan uang?" tanya Erlan dalam hati.Erlan tiba-tiba mengepalkan tangannya, saat membaca artikel yang membahas pribadi Mitha yang betah menjomlo. Padahal begitu banyak pria-pria di kampusnya, yang rata-rata naksir kepadanya.Lagi-lagi, Erlan membenarkan semua yang dikatakan oleh Arjuna.Tiba-tiba saja timbul rasa kesal di hatinya menerima kenyataan itu."Berani-beraninya, para pria itu menggodanya? Awas saja! Tunggu pembalasanku!" serunya menusuk, sambil menatap ke arah gadis itu."Hei, kamu ngapain di situ? Sini kamu!" seru Erlan tajam."I ... iya, Mas." lirih Mitha takut.Lalu Bik Mina ikut berkata,"Yang lembut dong, Tuan Muda. Kan Nona Mitha adalah calon istri Anda," ucap Bik Mina sambil tersenyum ke a