Lalu dengan sisa-sisa tenaganya, Mitha berusaha untuk tetap sadar saat ini. Bagaimana tidak, lelaki itu melakukannya hampir semalaman. Mitha mulai merasakan kelelahan yang sangat dan hampir menggerogoti tulang-tulangnya.
"Akh ...!" erang keduanya serentak.Pertanda mereka kembali mencapai puncak kenikmatan, surga dunia itu.Gadis itu sudah tak sadarkan diri lagi. Dia langsung tertidur pulas.Demikian halnya dengan Erlan. Dia pun tertidur sambil memeluk erat tubuh polos Mitha yang telah dia tutupi selimut.Akan tetapi tanpa keduanya ketahui, ada seseorang yang diam-diam telah menyelinap masuk ke dalam kamar mereka dan merekam seisi kamar yang sangat berantakan itu.Tidak lupa, orang itu juga mengambil beberapa foto Erlan dan Mitha yang sedang tertidur pulas di atas ranjang yang dipenuhi bercak darah.Setelah tugasnya selesai, orang itu pun keluar dari kamar tersebut.Sesampai di luar kamar seseorang menghampirinya, dan berkata, "Ini bayaran untukmu! Menghilang lah dari kota ini, dengan segera!" ucap lelaki misterius itu."Baik, Tuan." Lalu sang fotografer handal itu, segera menjauh dari tempat tersebut dan mengikuti semua perintah sang pria misterius.Pria itu sangat lega. Akhirnya keinginannya tercapai juga. Sambil tersenyum, pria itu pun berkata,"Segera hubungi media! Sebarkan foto-foto skandal Tuan Erlan Levin dengan cepat! Aku ingin melihat dia kehilangan mukanya!" perintahnya tajam."Ini baru pembalasan awal dariku, Erlan! Kamu akan merasakan gelombang balas dendam yang lebih dahsyat dan menyakitkan lagi!"Pria tersebut segera meninggalkan tempat itu, setelah melakukan sejumlah pembayaran kepada para orang suruhannya.waktu telah menunjukkan tengah hari. Ruang kamar tersebut terasa sunyi dan sepi. Keduanya masih tidur nyenyak, karena kehabisan banyak energi, akibat pertempuran ranjang maha dahsyat yang dilakoni oleh keduanya.Sementara di dunia luar, berita heboh mengenai skandal ranjang seorang CEO muda bernama Erlan Levin mulai menghiasi layar televisi.Tak ayal berita heboh tersebut, akhirnya sampai juga di telinga keluarga besar Levin."Papi! Bagaimana ini? Apa yang harus kita lakukan? Siapa gadis yang tidur bersama Erlan? Pi! Lakukan sesuatu." tutur Nyonya Anisa panik kepada suaminya, Tuan Fref."Mi .... Mami tenang dulu. Papi sedang menghubungi orang kepercayaan kita, untuk mencari tahu tempat di mana Erlan dan gadis itu berada saat ini." sahutnya kepada istrinya.Ternyata video skandal ranjang yang Erlan lakoni, juga sampai kepada beberapa klien perusahaan. Membuat berita itu semakin heboh saja.Lui, sahabat Erlan, tidak luput melihat berita heboh itu. Dia terlihat mengepalkan tangannya, menahan emosi.Dengan penuh amarah. Lui lalu memerintahkan ahli IT yang bekerja di perusahaannya untuk segera menghapus foto-foto dan video yang beredar itu, dengan meretas sistem keamanan sumber foto tersebut."Kurang ajar! Siapa yang berani-beraninya mempermalukan sahabatku! Kalian akan berhadapan denganku! geram Lui penuh emosi.Erlan dan Lui adalah teman masa kecil. Mereka sejak dulu telah akrab, sampai mereka dewasa saat ini. Kedua ayah mereka juga turut bersahabat baik seperti mereka.Opa Robi dan Oma Rini juga mulai gelisah menunggu kabar tentang cucu mereka, Erlan."Bagaimana Fred? Apakah kamu sudah menemukan di mana Erlan berada?" tanya Oma Rini kepada anak satu-satunya itu."Masih belum, Oma. Kita tunggu sebentar lagi." jawab Fred kepada sang ibunda.Erlan telah mencoreng nama baik keluarga kita. Opa tidak mau tahu! Dia harus menikahi gadis itu dengan segera!" tukas Opa Robi dengan setengah emosi."Setelah kamu menemukan Erlan, segeralah nikahkan dia dengan wanita itu! Opa tidak mau tahu. Dia harus bertanggung jawab dengan gadis itu!" seru Opa Robi lagi. Dia benar-benar sangat kecewa dengan cucunya."Tapi, Opa. Kenapa Erlan harus bertanggung jawab? Belum tentu dia mengenal baik perempuan itu." sahut Tuan Fred menyela perkataan ayahnya."Apa? Jadi menurut kamu, Erlan tidak perlu bertanggung jawab dengan semua yang telah dia lakukan kepada gadis itu? Begitu maksud kamu, Fred?""Oma setuju dengan Opa, Fred. Erlan harus bertanggung jawab dengan gadis itu. Setelah semua perbuatannya kepada gadis itu.""Opa sama Oma kok yakin banget sih, dengan gadis itu? Belum tentu dia gadis baik-baik." sergah Tuan Fred kembali membantah omongan kedua orang tuanya."Papi! Aku juga sependapat dengan Oma and Opa. Aku sangat setuju jika Erlan menikahi gadis itu." seru Nyonya Anisa kepada sang suami."Lho, Mi? Kamu kok ikut-ikutan setuju sih dengan pendapat Opa and Oma?""Iya, Papi. Aku sangat setuju. Erlan menikahi gadis itu." tegas Mami Anisa."Nah dengar itu, Fred. Istrimu saja sangat setuju." sahut Oma Rini."Mi, kamu kok yakin banget dengan gadis itu?" Tuan Fred menjadi penasaran."Papi, coba perhatikan baik-baik video itu." Tuan Fred lalu mengikuti kemauan istrinya yang menyuruhnya kembali melihat rekaman video Erlan yang sedang tidur sambil memeluk seorang gadis."Aku sudah perhatikan semuanya, Mi. Terus mana yang kamu jadikan landasan, untuk berkata jika gadis itu adalah gadis baik-baik?" tanya Tuan Fred kepada istrinya."Fokus, Pi! Coba kamu lebih fokus!" tutur Nyonya Anisa lagi kepada suaminya.Tuan Fred kembali fokus melihat video tersebut, sesuai perkataan istrinya."Ada darah di atas seprei itu." gumamnya pelan."Tepat sekali!" sahut Opa Robi."Itu pertanda jika sang gadis masih suci dan Erlan lah yang melakukan hal itu kepadanya, untuk pertama kalinya." Kali ini sang ibu yang angkat bicara kepada anaknya."Bagaimana, Pi? Apakah kamu setuju dengan pendapatku dan pendapat Oma dan Opa?" tanya sang istri."Papi sangat setuju, Mi! Papi akan mempersiapkan konferensi pers untuk mengumumkan, jika keduanya adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta. Hanya saja ada oknum tertentu yang ingin mengambil keuntungan di dalamnya." seru Tuan Fred, menjelaskan."Menurut Mami, kejadian memalukan ini. Ada hikmahnya juga." ucap Mami Anisa."Hikmah yang bagaimana sih, maksud Mami?"tanya Tuan Fred lagi."Iya dong, Pi. Kita tidak perlu repot-repot lagi mencari jodoh untuk Erlan. Sudah ada di depan mata. Masih suci lagi!" celutuk Mami Anisa."Iya, Mi. Aku setuju dengan pendapat Mami." sahut Papi Fred."Pi, tunggu apa lagi? Kita harus mempersiapkan semuanya mulai dari sekarang." Lalu keempat orang tua tersebut pun, mulai menyusun strategi jitu agar Erlan mau menerima keputusan mereka, dan tidak menolak perjodohan dengan gadis yang telah bersamanya tadi malam."Anisa, kamu yang melindungi gadis itu dari serangan awak media. Bela dia dengan cara yang elegan. Agar dia. tidak dicap sebagai gadis murahan." ucap Oma Rini kepada menantunya."Oma juga akan membantumu untuk membelanya. Kita harus melakukan sandiwara ini, dengan apik. Jangan sampai Erlan berkelit dan tidak mau menikahi gadis itu!" ucap sang Oma lagi.Keempat orang tua itu sangat tahu sifat Erlan yang jago berkelit dan mencari alasan. Jadi mereka tidak mau kecolongan lagi."Ya sudah, sementara suamimu melacak tempat Erlan dan gadis itu berada, kita ke butik dulu. Oma yakin, gadis itu pasti tidak memiliki baju ganti." seru Oma Rini lagi."Iya, Oma. Untung saja Oma ingat. Aku juga merasa kasihan, pasti gadis itu tidak memiliki pakaian ganti." Lalu, ibu mertua dan menantunya itu pun segera berangkat menuju butik ternama di kawasan Jakarta Selatan.Sesampai di butik, kedua menantu dan ibu mertua itu semakin heboh, mempersiapkan baju-baju bermerk untuk calon menantu Keluarga Levin."Oma senang banget. Akhirnya kita bisa menjerat Erlan dalam sebuah pernikahan!" Seru sang ibu mertua."Iya, Oma. Aku juga merasa senang. Semoga usaha Erlan tadi malam segera membuahkan hasil." harap Nyonya Anisa."Iya, Anisa. Oma juga berharap begitu. Jadi Oma bisa segera melihat cicit dari Erlan." seru Oma Rini.Lalu tiba-tiba dering ponsel Nyonya Anisa mulai terdengar, dan panggilan itu berasal dari suaminya.Nyonya Anisa"Hallo, Papi. Bagaimana? Apakah sudah ada kabar tentang Erlan?"Tuan Fred"Sudah, Mi. Kamu dan Oma segera lah ke sana. Kita bareng-bareng menggerebek kamar Erlan."Nyonya Anisa"Baiklah, Pi. Sampai jumpa di sana."Nyonya Anisa segera menutup panggilan dari suaminya. Lalu mengabarkan berita gembira itu kepada sang ibu mertua."Oma, Papi Fred baru saja menelponku, dia berkata kalau tempat Erlan menginap sudah ditemukan." serunya kepad
Seketika Mitha segera menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di balik selimut. Tinggal wajahnya yang sedikit kelihatan. Bagaimana tidak, sehelai benang pun tidak melekat di tubuhnya. Tubuhnya masih Terbaring lemah di atas kasur. Seluruh badannya remuk redam akibat ulah Erlan tadi malam.Sementara, pria itu telah memakai kembali celana boxernya, saat pintu kamar terbuka lebar."Erlan Levin! Apa yang telah kamu lakukan!" hardik Tuan Fred marah kepada putrinya.Sementara Erlan sangat kaget melihat keluarganya, yang saat ini telah berada di depan matanya, tepatnya di salah satu kamar yang ada di pub itu."Erlan! Apa yang telah kamu lakukan, Nak? Kamu telah mencoreng nama baik keluarga kita!" isak tangis Nyonya Anisa, mulai terdengar menggema di dalam kamar itu."Erlan! Opa sangat kecewa kepadamu!" Ternyata Opa Robi juga ikut hadir menggerebek cucu tertuanya itu."Oma juga kecewa kepadamu, Erlan!" ketus Oma Rini.Melihat keluarganya datang semua ke tempat itu, membuat dirinya menjadi frustas
Bersamaan dengan itu, Erlan ke luar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Sementara pakaian bagian bawahnya telah dia pakai.Erlan sedang asyik bersiul-siul ria saat ini. Seolah-olah dirinya tidak memiliki beban apa pun.Setelah pertempuran ranjang yang dia lakukan tadi malam, tubuhnya terasa sangat segar hari ini.Tiba-tiba saja dada bidangnya menghujam penglihatan Mitha. Begitu banyak hasil cakaran kukunya yang menghiasi dada dan punggung pria itu."Apakah itu semua bekas kukuku?" Mitha segera mengalihkan pandangannya darinya, saat pemuda itu melangkah menuju cermin yang ada di dekat ranjang."Aduh ... perih!'Erlan meringis sakit akibat bekas cakaran kuku Mitha di beberapa bagian tubuhnya. Akan tetapi badannya sudah mulai segar kembali setelah berendam lama di dalam bathtub.Sang mami dan sang Oma melihat ke arah dada Erlan yang penuh dengan bekas cakaran. Mereka pun jadi senyum-senyum sendiri."Pasti terjadi pertempuran sengit tadi malam." pikir keduanya."Erlan, kamu sudah s
"Mami ...! Mami ganggu banget, deh!" kesal Erlan kepada ibunya."Erlan! Kamu apain Mitha? Kamu, ini! Jangan lakukan apa pun lagi kepadanya!" tegur sang ibu."Aku hanya menciumnya, Mi!" bela, Erlan."Itu sama saja kamu telah menyentuhnya. Kamu tidak boleh menyentuh Mitha lagi sebelum kalian resmi menjadi suami dan istri!" tegas sang ibu, lagi."Apa-apaan sih, Mami! Peraturan dari mana tuh?" Jelas saja Erlan tidak mau. Karena baginya, tubuh Mitha bagai mainan baru yang sangat berguna untuk menjinakkan alat tempurnya, jika sedang dalam mode mengamuk."Peraturan dari Mami dan seluruh Keluarga besar Levin. Sana kamu, ke luar dari sini!" Erlan pun terpaksa keluar dari kamar mandi itu dengan muka penuh amarah.Bagaimana tidak, hasratnya tak tersalurkan saat ini.Sesampai di dalam kamar, sang Oma berkata, "Lan, lihat itu bajumu telah basah. Kamu ganti dulu. Karena setelah kamu dan Mitha sarapan, Keluarga Levin akan melakukan konferensi pers untuk mengumumkan hari pernikahan kalian." tutur sa
"Ya ... Oma harap juga begitu. Keinginan kedua wanita yang sangat dekat dengan Erlan itu terlalu besar untuk kebahagiaan keduanya.Setelah selesai makan, mereka disibukkan dengan mencocokkan cincin permata, bertahtah berlian murni untuk dilekatkan di jari manis Mitha.Tuan Fred bahkan telah mem-booking pub itu, sebagai tempat diumumkannya pertunangan diantara Mitha dan Erlan. "Mi, memangnya harus pakai cincin kah?" keluh Erlan yang dari tadi jari manisnya, diukur beberapa kali oleh cowok kemayu, salah satu karyawan, yang ditugaskan oleh toko permata terkenal itu, untuk melakukan pelayanan khusus bagi pelanggan high class seperti Keluarga Levin."Yaiyalah, Lan! Kamu ini aneh-aneh saja pertanyaannya." tutur sang mami."O ... Oma, apakah ini tidak berlebihan? Harga cincinnya sangat mahal, Oma. Apakah tidak ada cincin yang harganya biasa saja?" keluh Mitha bingung, melihat harga satu cincin saja yang sangat mahal."Mitha ... kamu itu, calon menantu Keluarga Levin. Kamu nantinya akan menj
"Tuan Brandon, sepertinya Anda harus bersembunyi dulu dalam beberapa saat. Tuan Fred sepertinya mulai melakukan penyelidikan terkait masalah yang dihadapi oleh putranya. Takutnya Anda akan merasakan akibatnya, nanti. Apalagi perusahaan Anda dalam posisi sangat sulit, saat ini." seru salah satu rekan bisnisnya, kepada Brandon yang dulunya juga teman satu kampusnya."Tapi, Tuan Fadli. Bagaimana dengan perusahaan saya? Siapa yang mengurusnya nanti?" tanyanya ragu-ragu untuk melarikan diri. "Soal itu, saya tidak dapat mencampurinya, Tuan. Anda coba mencari solusinya sendiri. Biar bagaimana pun, Tuan Erlan juga rekan bisnis perusahaan saya. Sekaligus sebagai sahabat lama kita saat kuliah dulu. Seharusnya Anda bisa lebih bijak dan berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan." Nasehat Tuan Fadli itu, yang berhasil membuat Tuan Brandon terdiam.Tuan Fadli segera berlalu dari sebuah kafe, di sudut Kota Jakarta itu. Sebagai tempat dirinya dan Brandon janjian untuk bertemu tadinya.Sementara Tu
"Pi, aku naik mobil yang mana?" tanya Erlan, kepada ayahnya."Kamu sabar dulu, Lan. Memangnya kamu mau ke mana? Kok buru-buru begitu?" ucap sang ibu. Dia menjadi bingung sendiri melihat tingkah putranya yang sedikit gelisah itu."Aku mau cepat-cepat pulang ke rumah, Mi," sahutnya "Lho memangnya kenapa jika kamu sudah nyampai di rumah, Lan?" selidik sang ibu."Aku mau tidur, Mi. Tadi malam aku sangat capek. Gara-gara dia!" tunjuknya kepada Mitha.Lagi-lagi gadis itu hanya bisa menunduk mendengar perkataan Erlan yang sangat menusuk itu."Erlan! Kamu ini! Berlaku lembutlah kepada Mitha." Sang Oma ikut protes dengan semua tingkah laku dan sikap cucunya kepada gadis itu."Terserah deh!" ketusnya marah.Padahal yang sebenarnya terjadi, di dalam kepala Erlan saat ini. Masih terngiang-ngiang aktivitas panas yang dirinya lakukan bersama dengan Mitha. Ingin rasanya dia mengulangnya kembali. Untuk itu, Erlan ingin cepat-cepat sampai ke rumah dan mencari cara untuk mengulangnya kembali sekali s
Erlan tetap pura-pura tidak mendengar perkataan ibunya, dan dia terus memejamkan matanya."Ya udah, Mit. Erlan sepertinya sedang tidur. Mami tinggal dulu. Kamu jangan takut gitu, ya?" ucapnya kepada, calon menantunya."Pak sopir, hati-hati bawa mobilnya. Jangan terlalu kencang." pesannya kepada sang sopir."Baik, Nyonya," jawab Pak Sopir."Tuan Muda, Nona. Kita berangkat sekarang." seru sang sopir, kepada keduanya."I ... iya, Pak." jawab Mitha. Sementara Erlan tetap diam dan tidak bicara. Namun disaat mobil sudah berjalan. Dengan cepat Erlan bangun, lalu menutup pembatas diantara kursi depan dan kursi penumpang. Ternyata dia memang hanya pura-pura tidur.Erlan lalu menatap ke arah Mitha yang terlihat mulai waspada, karena pria itu terus mendekatkan wajahnya ke arahnya. Sehingga jarak wajah mereka hanya tinggal tersisa satu sentimeter saja."Mas Erlan, ka ... kamu mau ngapain?" lirihnya takut. Bahkan kedua tangannya, dia taruh menyilang untuk melindungi bagian dadanya.Deru napas Erl
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali