Namun entah sudah berapa kali, Mitha merasakan pelepasan untuk kesekian kalinya. Tubuhnya bagai tersengat arus listrik beribu-ribu ampere, selalu terus bergetar.
Melihat reaksi gadis itu, Erlan juga semakin penasaran. Dia mulai memasukkan senjata pamungkas andalannya, ke dalam gua sempit milik Mitha."Akh ..!" Sa ... sakit!" jerit Mitha sambil menitikkan air mata, yang begitu deras.Erlan menatap gadis itu dalam-dalam, lalu dia membelai lembut wajahnya. Lalu setelah itu Erlan melumat kembali bibirnya yang ranum. Sambil terus mencoba kembali memasukkan alat tempurnya yang sedang mengamuk itu, ke dalam liang kenikmatan milik Mitha.Erlan terus saja mencobanya untuk beberapa kali. Namun tetap saja gagal. Lalu dia menghentikan gempurannya terlebih dahulu karena melihat gadis itu, yang sangat kesakitan.Erlan mulai menyeka air mata Mitha. Lalu berkata,"Apakah sangat sakit?" tanyanya, dan dibalas anggukkan lemah oleh gadis itu."Terus bagaimana? Apakah kita hentikan saja semuanya, sekarang?" Mitha hanya terdiam. Namun dia mulai terusik saat tangan pria itu, mulai nakal memilin-milin kedua pucuk bukit kembar miliknya, yang terasa sangat kenyal itu. Erlan sepertinya menikmati aktifitasnya kali ini."Ssssssshhh, mmmmmmpppp .... Ah!" desis Mitha tak tertahankan."Namamu, siapa?" Erlan lalu menanyakan nama gadis itu, disela-sela aktifitasnya yang membuat Mitha mulai merasa geli."Na ... namaku, Mitha. Ah ... uh ....!" jawabnya sambil memejamkan matanya, merasai nikmatnya permainan jari-jari Erlan."Nama yang indah." gumam Erlan dalam hatinya."Panggil aku, Erlan." sahutnya sambil terus melanjutkan aktivitas yang sungguh mengasyikkan itu."Mas Erlan ... ah ....!" desahnya tertahan.Setelah mengetahui gadis itu mulai rileks, Erlan kembali menindih tubuh lemah Mitha.Dia kembali melumat habis bibir sexy milik sang gadis yang sudah mulai terlihat bengkak, akibat sedotan bibir Erlan yang semakin beringas.Bersamaan dengan itu, Erlan mulai melakukan dorongan demi dorongan dari alat tempurnya yang telah tegak berdiri, untuk kembali memasuki liang sempit milik gadis itu.Karena sangat penasaran, Erlan tidak lagi memberi kesempatan kepada Mitha untuk melepas bibirnya, dari gelombang maha dasyat akibat lumatan bibir pria itu.Erlan menjadi semakin kalap, dia sudah tidak mempedulikan lagi, akibat apa yang akan terjadi nantinya dengan perbuatannya malam ini.Tubuh Mitha seakan telah menjadi candu baginya. Rasa penasaran mulai menjalar dipikiran liarnya, untuk segera membobol gawang sempit milik gadis itu.Namun Mitha yang mulai kehabisan napas. Segera melepas dengan paksa lumatan bibir Erlan di bibirnya. Dia bernapas terengah-engah saat ini, sambil menitikkan air mata dengan derasnya."Sa ... sakit ....!" lirihnya sambil mencengkeram erat kain seprei menahan rasa perih yang mulai menjalar dari inti tubuhnya.Bibir Mitha terlihat sangat bengkak akibat ulah Pria itu.Sepertinya Erlan tidak senang karena alat tempurnya yang sudah tegak berdiri itu, tidak juga bisa membobol gua sempit milik Mitha.Sedangkan gairah yang berasal dari dalam tubuhnya semakin besar saja, akibat obat perangsang itu.Setelah memberi jeda sebentar, Erlan dengan paksa kembali menarik tengkuk Mitha untuk menghadap ke arahnya.Tangannya mulai bergerilya bermain di kedua pucuk gundukan milik gadis itu yang begitu sangat menggoda baginya."Mas Erlan ... ah! Geli! Hhhhmmmmmpp, ssssshhhhh...." desisnya lagi lalu kembali meliuk-liukkan badannya, tidak dapat menahan rasa nikmat itu.Seketika Erlan sangat menyukai ekspresi wajah Mitha. Disaat dirinya menyentuh kedua pucuk bukit kembar milik gadis itu."Akh ... Mas Erlan!" Lagi-lagi Mitha kembali mendapatkan pelepasannya. Hanya dengan gaya sentuh menyentuh pucuk dua gundukan milik gadis itu dengan jari-jarinya yang sangat lihai.Menyadari jika Mitha sudah mencapai puncak kenikmatan itu.Erlan dengan sigap memasukkan kembali senjata pamungkasnya ke dalam gua sempit itu. Tidak lupa dia kembali melumat bibir gadis itu dengan rakusnya dan tak memberi ampun baginya saat ini.Karena gejolak yang terus membara, untuk pertama kalinya, Mitha yang dari tadi hanya mampu mencengkeram kain seprei. Saat ini malah mulai berani memeluk Erlan dengan erat saking takutnya dia, menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya.Dorongan demi dorongan senjata pamungkas milik Erlan semakin dalam, menerobos masuk gawang sempit itu dan ingin segera membobolnya. Air mata Mitha juga semakin deras menetes.Karena terbawa suasana, Erlan tidak membiarkan Mitha melepas pagutan bibir mereka. Dia malah menekan dan menahan tengkuk gadis itu lebih lama agar bibir mereka tetap bersentuhan. Tak lupa Erlan tetap terus mendorong masuk alat tempurnya untuk mencoba membobol gawang sempit milik gadis itu.Dorongan demi dorongan itu semakin dalam, dan pada satu ketika, "Krek!" Seperti ada sensasi robek yang Erlan rasakan darri dalam liang kenikmatan yang sangat sempit itu.Sempit dan sangat sempit di dalam sana.Tancapan kuku gadis itu tiba-tiba menekan punggungnya dengan kuat.Erlan pun menyadari jika alat tempurnya telah berhasil, membobol gua sempit milik Mitha. Dia merasakan sensasi yang luar biasa sat ini dan kepuasan tersendiri.Dia pun mulai melepas pagutan bibirnya dari bibir gadis itu. Tanpa sadar, Erlan mencium kening Mitha dengan lembut.Tangisan Mitha semakin keras, dia merasakan perih yang luar biasa."Sa ... sakit! Sakit!" isaknya.Mendengar keluhan dan tangisan Mitha, Erlan segera mencabut miliknya dari dalam gua sempit itu. Dia pun mulai memeriksa apa yang terjadi di liang kenikmatan itu.Sejenak Erlan tertegun saat melihat ujung senjata pamungkasnya terlihat berdarah.Seketika Erlan merasa sangat kaget menyadari kenyataan yang ada."Sial! Mitha masih suci! Bagaimana ini?" Gumamnya bingung dalam hati.Dia juga melihat di pintu masuk liang kenikmatan itu, ada sisa-sisa darah yang menetes dan jatuh ke atas kain seprei."Kenapa aku bisa melakukan sampai sejauh ini?" Ada sedikit penyesalan yang timbul dari dalam hatinya."Apakah sangat sakit?" tanyanya kepada gadis itu."I ... iya, Mas. Sa ... sakit banget." Mitha kembali menangis. Air matanya tidak dapat dia bendung lagi."A-ku, sudah tidak suci lagi!" Gumamnya sedih dalam hati. Mulai timbul rasa penyesalan di dalam hatinya. Akibatnya air matanya kembali menetes deras.Dia merasa sedikit jijik dengan reaksi tubuhnya malam ini, yang mau saja menerima semua perlakuan pria asing, yang baru dirinya temui, di semua bagian tubuhnya yang masih suci.Bahkan Mitha malah semakin haus dengan belaian pria itu di tubuhnya. Dia menjadi semakin terbuai dengan permainan panas dari Erlan.Mitha seakan tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari di tubuhnya. Apakah dirinya menyesal dengan semua ini. Atau malah bahagia. Dia tidak memikirkan semua itu.Mitha telah kehilangan akal sehatnya karena obat perangsang yang dicekoki kepadanya.Melihat sang gadis yang terus saja menangis, membuat Erlan menjadi iba.Dia lalu mulai membelai lembut permukaan liang kenikmatan itu."Mmmmmmmpp ... ah ....!" Perlahan tangisan itu berubah menjadi erangan.Bagaimana tidak, jari-jari Erlan mulai melakukan tugasnya. Dia mulai menggesek-gesekkannya di area inti tubuh Mitha."Ah ... Mas ...!"Gesekan jari-jari itu mulai cepat dan semakin cepat, tiada hentinya.Sehingga disatu ketika,"Akh...." Mitha kembali mendapatkan pelepasannya lagi.Karena permainan jari-jari Erlan itu. Tubuh Mitha menjadi sangat lemah. Namun tidak dengan Erlan. Alat tempur miliknya masih tegak berdiri dan sepertinya sangat penasaran dengan area terdalam di dalam gua sempit milik Mitha.Lalu Erlan kembali memasukkan senjata pamungkasnya dan mulai melakukan goyangan lembut tapi menghanyutkan."Ah ... oh ...!" desis, Mitha. Wajahnya sedikit meringis saat Erlan kembali memasukkan alat tempurnya di dalam gua sempit miliknyaGerakan demi gerakan yang dilakukan oleh Erlan untuk menggenjot inti tubuhnya. Suasana di dalam kamar itu semakin panas saja.Kedua insan manusia yang sama-sama telah dicekoki oleh obat perangsang itu, semakin terhanyut dalam gelora hasrat yang semakin liar. Tubuh keduanya sama-sama tak berdaya melawan reaksi obat kuat tersebut.Mereka berdua semakin terlena di dalam nuansa kenikmatan yang semakin membara.Mitha hanya mampu mendesah dan mendesis di bawah kungkungan tubuh kekar Erlan."Sebut namaku ...!" Bahkan pria itu sangat suka saat Mitha menyebut namanya ditengah erangan demi erangan yang keluar dari bibirnya."Mas Erlan, ah! Mmmmmpppp, Mas ... pe-lan! Ah ... Mas Erlan, ah!" Pemuda itu tersenyum puas saat Mitha mulai meneriakkan namanya.Dengan cepat Erlan kembali melumat habis bibir mungil gadis itu tanpa ampun."Kamu sangat nikmat! Kamu sangat sempit!"Sepanjang malam mereka melakukannya. Keduanya sama-sama menikmati permainan panas itu.Beberapa kali, Erlan mencoba untuk menghentikan goyangannya di inti tubuh Mitha. Namun dirinya menjadi tak berdaya karena senjata pamungkas miliknya masih saja tegak berdiri dan butuh pelampiasan.Keduanya sama-sama tak berdaya melawan hawa panas yang semakin melambung tinggi.Erlan dan Mitha membiarkan tubuh mereka merasai kenikmatan yang tiada tara ini. Melebur bersama rasa panas yang semakin kuat.Lalu dengan sisa-sisa tenaganya, Mitha berusaha untuk tetap sadar saat ini. Bagaimana tidak, lelaki itu melakukannya hampir semalaman. Mitha mulai merasakan kelelahan yang sangat dan hampir menggerogoti tulang-tulangnya."Akh ...!" erang keduanya serentak.Pertanda mereka kembali mencapai puncak kenikmatan, surga dunia itu.Gadis itu sudah tak sadarkan diri lagi. Dia langsung tertidur pulas.Demikian halnya dengan Erlan. Dia pun tertidur sambil memeluk erat tubuh polos Mitha yang telah dia tutupi selimut.Akan tetapi tanpa keduanya ketahui, ada seseorang yang diam-diam telah menyelinap masuk ke dalam kamar mereka dan merekam seisi kamar yang sangat berantakan itu.Tidak lupa, orang itu juga mengambil beberapa foto Erlan dan Mitha yang sedang tertidur pulas di atas ranjang yang dipenuhi bercak darah.Setelah tugasnya selesai, orang itu pun keluar dari kamar tersebut.Sesampai di luar kamar seseorang menghampirinya, dan berkata, "Ini bayaran untukmu! Menghilang lah dari kota ini, denga
Sesampai di butik, kedua menantu dan ibu mertua itu semakin heboh, mempersiapkan baju-baju bermerk untuk calon menantu Keluarga Levin."Oma senang banget. Akhirnya kita bisa menjerat Erlan dalam sebuah pernikahan!" Seru sang ibu mertua."Iya, Oma. Aku juga merasa senang. Semoga usaha Erlan tadi malam segera membuahkan hasil." harap Nyonya Anisa."Iya, Anisa. Oma juga berharap begitu. Jadi Oma bisa segera melihat cicit dari Erlan." seru Oma Rini.Lalu tiba-tiba dering ponsel Nyonya Anisa mulai terdengar, dan panggilan itu berasal dari suaminya.Nyonya Anisa"Hallo, Papi. Bagaimana? Apakah sudah ada kabar tentang Erlan?"Tuan Fred"Sudah, Mi. Kamu dan Oma segera lah ke sana. Kita bareng-bareng menggerebek kamar Erlan."Nyonya Anisa"Baiklah, Pi. Sampai jumpa di sana."Nyonya Anisa segera menutup panggilan dari suaminya. Lalu mengabarkan berita gembira itu kepada sang ibu mertua."Oma, Papi Fred baru saja menelponku, dia berkata kalau tempat Erlan menginap sudah ditemukan." serunya kepad
Seketika Mitha segera menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di balik selimut. Tinggal wajahnya yang sedikit kelihatan. Bagaimana tidak, sehelai benang pun tidak melekat di tubuhnya. Tubuhnya masih Terbaring lemah di atas kasur. Seluruh badannya remuk redam akibat ulah Erlan tadi malam.Sementara, pria itu telah memakai kembali celana boxernya, saat pintu kamar terbuka lebar."Erlan Levin! Apa yang telah kamu lakukan!" hardik Tuan Fred marah kepada putrinya.Sementara Erlan sangat kaget melihat keluarganya, yang saat ini telah berada di depan matanya, tepatnya di salah satu kamar yang ada di pub itu."Erlan! Apa yang telah kamu lakukan, Nak? Kamu telah mencoreng nama baik keluarga kita!" isak tangis Nyonya Anisa, mulai terdengar menggema di dalam kamar itu."Erlan! Opa sangat kecewa kepadamu!" Ternyata Opa Robi juga ikut hadir menggerebek cucu tertuanya itu."Oma juga kecewa kepadamu, Erlan!" ketus Oma Rini.Melihat keluarganya datang semua ke tempat itu, membuat dirinya menjadi frustas
Bersamaan dengan itu, Erlan ke luar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. Sementara pakaian bagian bawahnya telah dia pakai.Erlan sedang asyik bersiul-siul ria saat ini. Seolah-olah dirinya tidak memiliki beban apa pun.Setelah pertempuran ranjang yang dia lakukan tadi malam, tubuhnya terasa sangat segar hari ini.Tiba-tiba saja dada bidangnya menghujam penglihatan Mitha. Begitu banyak hasil cakaran kukunya yang menghiasi dada dan punggung pria itu."Apakah itu semua bekas kukuku?" Mitha segera mengalihkan pandangannya darinya, saat pemuda itu melangkah menuju cermin yang ada di dekat ranjang."Aduh ... perih!'Erlan meringis sakit akibat bekas cakaran kuku Mitha di beberapa bagian tubuhnya. Akan tetapi badannya sudah mulai segar kembali setelah berendam lama di dalam bathtub.Sang mami dan sang Oma melihat ke arah dada Erlan yang penuh dengan bekas cakaran. Mereka pun jadi senyum-senyum sendiri."Pasti terjadi pertempuran sengit tadi malam." pikir keduanya."Erlan, kamu sudah s
"Mami ...! Mami ganggu banget, deh!" kesal Erlan kepada ibunya."Erlan! Kamu apain Mitha? Kamu, ini! Jangan lakukan apa pun lagi kepadanya!" tegur sang ibu."Aku hanya menciumnya, Mi!" bela, Erlan."Itu sama saja kamu telah menyentuhnya. Kamu tidak boleh menyentuh Mitha lagi sebelum kalian resmi menjadi suami dan istri!" tegas sang ibu, lagi."Apa-apaan sih, Mami! Peraturan dari mana tuh?" Jelas saja Erlan tidak mau. Karena baginya, tubuh Mitha bagai mainan baru yang sangat berguna untuk menjinakkan alat tempurnya, jika sedang dalam mode mengamuk."Peraturan dari Mami dan seluruh Keluarga besar Levin. Sana kamu, ke luar dari sini!" Erlan pun terpaksa keluar dari kamar mandi itu dengan muka penuh amarah.Bagaimana tidak, hasratnya tak tersalurkan saat ini.Sesampai di dalam kamar, sang Oma berkata, "Lan, lihat itu bajumu telah basah. Kamu ganti dulu. Karena setelah kamu dan Mitha sarapan, Keluarga Levin akan melakukan konferensi pers untuk mengumumkan hari pernikahan kalian." tutur sa
"Ya ... Oma harap juga begitu. Keinginan kedua wanita yang sangat dekat dengan Erlan itu terlalu besar untuk kebahagiaan keduanya.Setelah selesai makan, mereka disibukkan dengan mencocokkan cincin permata, bertahtah berlian murni untuk dilekatkan di jari manis Mitha.Tuan Fred bahkan telah mem-booking pub itu, sebagai tempat diumumkannya pertunangan diantara Mitha dan Erlan. "Mi, memangnya harus pakai cincin kah?" keluh Erlan yang dari tadi jari manisnya, diukur beberapa kali oleh cowok kemayu, salah satu karyawan, yang ditugaskan oleh toko permata terkenal itu, untuk melakukan pelayanan khusus bagi pelanggan high class seperti Keluarga Levin."Yaiyalah, Lan! Kamu ini aneh-aneh saja pertanyaannya." tutur sang mami."O ... Oma, apakah ini tidak berlebihan? Harga cincinnya sangat mahal, Oma. Apakah tidak ada cincin yang harganya biasa saja?" keluh Mitha bingung, melihat harga satu cincin saja yang sangat mahal."Mitha ... kamu itu, calon menantu Keluarga Levin. Kamu nantinya akan menj
"Tuan Brandon, sepertinya Anda harus bersembunyi dulu dalam beberapa saat. Tuan Fred sepertinya mulai melakukan penyelidikan terkait masalah yang dihadapi oleh putranya. Takutnya Anda akan merasakan akibatnya, nanti. Apalagi perusahaan Anda dalam posisi sangat sulit, saat ini." seru salah satu rekan bisnisnya, kepada Brandon yang dulunya juga teman satu kampusnya."Tapi, Tuan Fadli. Bagaimana dengan perusahaan saya? Siapa yang mengurusnya nanti?" tanyanya ragu-ragu untuk melarikan diri. "Soal itu, saya tidak dapat mencampurinya, Tuan. Anda coba mencari solusinya sendiri. Biar bagaimana pun, Tuan Erlan juga rekan bisnis perusahaan saya. Sekaligus sebagai sahabat lama kita saat kuliah dulu. Seharusnya Anda bisa lebih bijak dan berhati-hati dalam mengambil suatu tindakan." Nasehat Tuan Fadli itu, yang berhasil membuat Tuan Brandon terdiam.Tuan Fadli segera berlalu dari sebuah kafe, di sudut Kota Jakarta itu. Sebagai tempat dirinya dan Brandon janjian untuk bertemu tadinya.Sementara Tu
"Pi, aku naik mobil yang mana?" tanya Erlan, kepada ayahnya."Kamu sabar dulu, Lan. Memangnya kamu mau ke mana? Kok buru-buru begitu?" ucap sang ibu. Dia menjadi bingung sendiri melihat tingkah putranya yang sedikit gelisah itu."Aku mau cepat-cepat pulang ke rumah, Mi," sahutnya "Lho memangnya kenapa jika kamu sudah nyampai di rumah, Lan?" selidik sang ibu."Aku mau tidur, Mi. Tadi malam aku sangat capek. Gara-gara dia!" tunjuknya kepada Mitha.Lagi-lagi gadis itu hanya bisa menunduk mendengar perkataan Erlan yang sangat menusuk itu."Erlan! Kamu ini! Berlaku lembutlah kepada Mitha." Sang Oma ikut protes dengan semua tingkah laku dan sikap cucunya kepada gadis itu."Terserah deh!" ketusnya marah.Padahal yang sebenarnya terjadi, di dalam kepala Erlan saat ini. Masih terngiang-ngiang aktivitas panas yang dirinya lakukan bersama dengan Mitha. Ingin rasanya dia mengulangnya kembali. Untuk itu, Erlan ingin cepat-cepat sampai ke rumah dan mencari cara untuk mengulangnya kembali sekali s
Sebulan setelah pulang liburan romantis di Gili Trawangan, Mitha mulai merasakan perubahan pada tubuhnya. Awalnya, dia mengira hanya kelelahan biasa, akan tetapi setelah beberapa hari, gejala yang dirasakan olehnya semakin jelas. Perutnya terasa kembung, mual setiap pagi, dan keinginan makan yang tidak biasanya. Mitha pun memutuskan untuk melakukan tes kehamilan dan hasilnya menunjukkan dua garis merah.Dengan hati berdebar, Mitha memanggil suaminya, Erlan. "Mas, kamu bisa ke sini sebentar?" serunya dari dalam kamar mandi.Erlan yang sedang membaca di dalam kamar segera bergegas menuju kamar mandi. "Ada apa, Sayang?"Mitha, dengan senyum lebar dan mata berbinar, lalu mengangkat tes kehamilan itu."Kita akan punya bayi lagi!"“Apa? Jadi hasil goyangan maut yang kita lakukan saat liburan di Pulau Lombok, berhasil, Sayang?” seru Erlan sambil tersenyum bahagia.Erlan menatap tes kehamilan itu, kemudian wajah Mitha, dan seketika kebahagiaan membanjiri hatinya. "Oh Tuhan, Sayangku Mitha!
Pagi itu, mentari baru saja terbit ketika Erlan dan Mitha sedang mempersiapkan keberangkatan mereka ke Gili Trawangan, Lombok. Asher, putra mereka yang baru saja genap berusia dua tahun, sedang asyik bermain dengan mainan favoritnya di ruang keluarga. Wajah mungilnya memancarkan kebahagiaan dan kepolosan masa kanak-kanak. Namun, hari itu berbeda dari biasanya. Erlan dan Mitha berencana akan memberikan adik kepada Asher, dan untuk mewujudkan impian itu, mereka memutuskan untuk pergi berlibur berdua."Sayang, apa sudah siap?" tanya Erlan sembari merapikan koper di depan pintu.Mitha menoleh dan tersenyum, "Sudah, Mas. Kita pamit dulu sama Asher, ya."Mereka berdua lalu berjalan menuju ruang tamu dan mendekati Asher. Mitha mengangkat putra kecilnya dan berkata dengan lembut, "Asher, Mami dan Papi mau pergi sebentar ya. Asher akan main sama Oma Anisa. Janji, kita akan segera kembali."Asher hanya tersenyum dan meraih mainannya. Anisa, ibu dari Erlan, muncul dari dapur dengan senyum ramah
Sembilan bulan telah berlalu sejak Mitha mengetahui bahwa dia hamil. Pagi itu, dia dan Erlan berada di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, menunggu momen yang telah dinantikan oleh seluruh anggota keluarga selama berbulan-bulan. Mitha sedang bersiap-siap untuk melahirkan bayi laki-laki mereka yang akan diberi nama Asher Levin. Di ruang bersalin, Erlan dengan setia mendampingi istrinya. "Mas Erlan, aku takut," ucap Mitha dengan suara lemah namun penuh harap. Erlan pun menggenggam tangan Mitha erat-erat dan memandangnya dengan penuh kasih, "Kamu pasti bisa melakukannya, Sayang. Aku ada di sini bersamamu. Kita pasti bisa melewati ini bersama. Percaya kepadaku." Mitha mulai merasakan kontraksi yang semakin kuat dan intens. Erlan tetap berada di sampingnya, memberikan dukungan dan kekuatan yang dibutuhkan oleh istrinya. "Tarik napas dalam-dalam, Sayang. Ingat teknik pernapasan yang kita pelajari," tutur Erlan dengan tenang sambil mengelus rambut Mitha. Dokter dan perawat
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui jendela kamar Erlan dan Mitha, membangunkan mereka dengan hangat. Hari dimulai seperti biasa hingga tiba-tiba Mitha berlari ke kamar mandi dan muntah-muntah. Erlan, yang masih setengah mengantuk, segera terbangun dengan panik.“Mitha, kamu kenapa?” Erlan bertanya dengan cemas sambil mengikuti istrinya ke kamar mandi.Mitha terengah-engah, berusaha mengatur napasnya. “Aku tidak tahu, Mas. Tiba-tiba saja aku merasa mual.”Erlan dengan cepat mengambil handuk kecil dan membasahinya dengan air dingin, lalu memberikan kepada Mitha. “Ini, coba lap wajahmu. Kita ke rumah sakit sekarang juga, ya?”Mitha mengangguk lemah. “Baik, Mas.”Dalam perjalanan ke rumah sakit, pikiran Erlan dipenuhi dengan berbagai kekhawatiran. Dia terus memegang tangan Mitha, memberikan kekuatan dan dukungan bagi istrinya.“Mas, aku merasa agak lebih baik sekarang,” ucap Mitha mencoba menenangkan suaminya.“Tetap saja, kita perlu memastikan semuanya baik-baik saja. L
Setelah pulang berbulan madu,Pagi itu, suasana di rumah Erlan dan Mitha dipenuhi oleh kegembiraan dan semangat. Mitha sedang bersiap-siap untuk wisuda yang akan diadakan beberapa jam lagi. Hari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Mitha mengenakan kebaya modern berwarna lilac, dipadukan dengan make-up natural yang membuatnya terlihat sangat cantik. Di sebelahnya, Erlan, suaminya, mengenakan setelan jas dengan warna senada, membuat mereka tampak serasi seperti pangeran dan putri kerajaan.“Mitha, Sayangku! Kamu cantik sekali hari ini,” puji Erlan dengan tatapan kagum.Mitha tersenyum,“Terima kasih, Mas. Kamu juga tampan sekali. Terima kasih sudah selalu ada untukku.”“Sudah seharusnya, Sayang. Hari ini adalah hari yang spesial untukmu, aku sangat bangga padamu, Istriku.” jawab Erlan sambil merapikan rambut Mitha yang terurai indah.Di ruang tamu, para orang tua mereka sudah berkumpul. Mami Anisa dan Papi Fred, kedua orang tua Erlan, tampak anggun dan gagah. Kakek dan nenek Erla
Tengah malam di kabin kayu di Lake Tahoe terasa begitu tenang, dengan hanya suara angin yang berdesir lembut di antara pepohonan pinus di luar. Di dalam kabin, kehangatan dari perapian yang masih menyala menciptakan suasana nyaman dan tenang.Namun tiba-tiba saja Erlan terbangun, merasakan kehangatan tubuh Mitha yang sedang tidur di sebelahnya. Sebuah dorongan tiba-tiba muncul dalam dirinya, kerinduan untuk merasakan kedekatan yang lebih erat dengan istrinya.Erlan menatap wajah damai Mitha yang tertidur, rambutnya terurai di atas bantal. Dengan lembut, Erlan mengusap pipi Mitha, dan membangunkannya perlahan."Mitha, Sayang," bisiknya pelan di telinga istrinya.Mitha membuka matanya perlahan, mencoba mengatasi kantuknya. "Ada apa, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara lembut, sedikit bingung karena suaminya tiba-tiba membangunkannya di tengah malam itu.Erlan tersenyum, menatap istrinya dengan penuh kasih."Aku merindukanmu, Sayang. Aku ingin kita menikmati malam ini bersama, dan lebih d
Pagi berikutnya, sinar matahari yang cerah kembali membangunkan Erlan dan Mitha di kamar suite mewah mereka di The Ritz-Carlton Hotel. Mereka menikmati sarapan ringan di balkon kamar, dengan pemandangan Kota Los Angeles yang mulai sibuk di bawah sana."Sudah siap untuk petualangan hari ini, Sayang?" tanya Erlan sambil menyeruput kopi hangatnya."Tentu saja, Mas. Aku sungguh tidak sabar untuk melihat Napa Valley dan Big Sur," jawab Mitha dengan tersenyum lebar.“Okay, Cintaku!”Setelah sarapan, Mitha dan Erlan segera berkemas dan bersiap-siap untuk perjalanan panjang menuju Napa Valley. Keduanya menyewa mobil dan meninggalkan Los Angeles, menyusuri jalan bebas hambatan dengan pemandangan indah di sekitar mereka. Perjalanan keduanya diwarnai dengan obrolan ringan dan canda tawa, serta sesekali mobil mereka berhenti untuk menikmati pemandangan.Setelah beberapa jam berkendara, akhirnya Mitha dan Erlan tiba di Napa Valley, yang terkenal dengan kebun anggurnya yang luas dan pemandangan ya
Pagi yang cerah di Kota Los Angeles menyambut Erlan dan Mitha dengan sangat hangat. Sinar matahari mulai menyusup melalui tirai jendela di kamar suite mereka di hotel The Ritz-Carlton, yang membangunkan keduanya dari tidur nyenyak. Erlan terbangun terlebih dahulu, tersenyum melihat wajah damai Mitha yang masih tertidur. Pria itu perlahan bangun dan menuju kamar mandi untuk mengisi bathtub dengan air hangat."Mitha, bangun, Sayang. Ada kejutan kecil untukmu," ucap Erlan sambil membangunkan Mitha dengan lembut.Mitha membuka mata dan tersenyum lebar ketika melihat suaminya. "Apa itu, Mas Erlan?" tanyanya dengan suara yang masih mengantuk."Ayo, kita habiskan pagi ini dengan bersantai di bathtub," jawab Erlan sambil membimbing Mitha menuju kamar mandi.“Ih … nggak mau! Nanti Mas aneh-aneh lagi!” protes Mitha.“Ha-ha-ha. Nggak kok, Sayang. Aku janji. Kita hanya menghabiskan waktu berdua saja. I promise you, Baby!” sahut Erlan.“Ya sudah, kalau begitu aku mau. Ingat janjimu ya, Mas?” tut
Setelah mendapatkan lampu hijau dari istrinya, Erlan pun segera melakukan awal penyerangan di tubuh sang istri.Pria itu mulai mencium dan melahap bibir istrinya dan menikmati manisnya. Mitha juga membalas ciuman dari suaminya walaupun masih terasa kaku.Tangan Erlan sudah tidak tinggal diam, mengelus sekujur tubuh istrinya. Bermain di dua gundukan Mitha yang menjulang tinggi dan terasa kenyal di kedua tangannya.Erlan juga membenamkan bibirnya di leher istrinya dan meninggalkan bekas merah yang banyak di sana.Tubuh Mitha sudah terlihat berantakan saat ini. Akibat ulah Erlan yang ganas. Lidah suaminya terus menjilati area favoritnya di tubuh Mitha.Pria itu pun turut membenamkan bibirnya di puncak gundukan Mitha yang sungguh indah, dan bermain lama dengan lidahnya. Hanya terdengar desahan dari bibir istrinya menahan geli dan hasrat yang semakin membuncah. "Ah ... Mas ... ah!" Tangan Mitha mulai sibuk menarik-narik rambut suaminya dan meremasnya kuat.Dia pun mendesis berkali-kali