Home / Thriller / Bus Penyelamat / Part 78 : Peluru

Share

Part 78 : Peluru

last update Last Updated: 2022-12-11 22:04:59

“Kami menemukan sesuatu di sini!” Pak Muradi berteriak memanggil Pak Dunto yang berada cukup jauh darinya. Suara teriakannya terdengar oleh seluruh penduduk desa. Pak Dunto dan Pak Karay segera berlari menghampiri suara tersebut, termasuk dengan para warga yang lain.

Api yang membakar rumah di desa itu kini hanya menyisakan bara merah dengan asapnya yang menggumpal tinggi ke langit. Para wanita masih tampak sibuk menyiram api dengan air. Sementara di panggung ritual hanya menyisakan mereka bertiga yang masih dalam kondisi terikat di tiang penggantungan, hampir membeku menahan hawa dingin. Saat itu hari sudah pagi. Pukul lima lewat. Bias fajar mulai terlihat bercahaya di ufuk timur.

“Ada apa dengan anjing-anjing ini? Apakah mereka terluka?” Pak Karay melihat tubuh empat ekor anjing itu yang tergektak penuh darah di tanah. Tubuh mereka tidak bergeming sedikitpun. Mereka telah mati.

“Siapa yang membunuh mereka? Apakah kalian juga menemukan jejak-jejak lain di sekitar sini?” Pak Karay jo
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Bus Penyelamat   Part 79 : Jembatan yang Kokoh

    Bus tua itu terus bergerak pelan melewati jalan. Suara knalpotnya terdengar mengaum-ngaum menempuh sebuah tanjakan yang cukup tinggi, setelah berhasil tiba di puncak, terlihatlah rumah-rumah para warga di desa Serampeh dalam jarak satu kilometer. Tidak lama lagi Rameng dan kawan-kawannya itu akan segera tiba di sana.Sindi masih terjaga di kursi belakang. Tatapan matanya jauh melayang ke luar sana, melihat pohon-pohon besar yang tumbuh memenuhi hutan. Tujuh orang pria itu masih juga terjaga di depan, mereka tidak tidur semalaman.Dari kursi sebelah, tiba-tiba Meri terbangun. Sindi dengan buru-buru segera menempelkan telunjuk di mulutnya, mengisyaratkan agar temannya itu tidak menimbulkan suara. Saat itu hari telah pagi, cahaya matahari memancar terang dari jendela samping, hingga masuk menembus kaca jendela bus tua itu yang sedang merayap di jalanan.Suasana di dalam bus tua itu begitu hening, tidak ada satu pun dari mereka yang membuka mulut untuk berbicara. Apakah mereka semua sedan

    Last Updated : 2022-12-12
  • Bus Penyelamat   Part 80 : Roti yang Lezat

    Saat itu juga mereka berdua langsung mematung. Tidak bergeming sedikitpun. Para pria itu memelototi mereka dengan penuh ancaman. Sang Tegurau telah mati, sehingga membuat acara ritual itu tidak dapat dilaksanakan. Tidak hanya itu, Bibi Buyung wanita yang jahat itu juga telah mati. Sindi dan Meri sangat puas akan kejadian tersebut. Setidaknya kemarahan dan dendam yang ada di dalam hati mereka dapat terbalaskan—walaupun saat itu mereka masih terjebak di dalam bus tua tersebut. Cerita Buyung itu masih terngiang-ngiang di dalam benak mereka. Sindi benar-benar puas. “Sakit sekali rasanya, apalagi orang yang mati itu adalah orang yang paling kita sayangi. Bibimu dan Nenek Tua itu pantas mati. Mereka pasti akan mendekam di dalam neraka. Hahahaha...” Sindi tertawa jahat dari kursi belakang. Dia mencoba untuk memprovokasi Buyung agar pria itu menjadi semakin marah dan kehilangan kendali. “SIALAN! Tutup mulutmu itu, Jalang!” Buyung berteriak dari kursi depan. Ia sungguh begitu marah. Bagaiman

    Last Updated : 2022-12-13
  • Bus Penyelamat   Part 81 : Gigitan Ular

    Meri langsung membalikkan wajahnya itu ke kursi bus. Ia tidak mau pria itu menyumbat mulutnya dengan paksa seperti yang telah ia lakukan terhadap Sindi. Akan tetapi pria itu dengan kasar memutar tubuhnya dengan mudah. Meri memberontak dan menutup mulutnya itu dengan sekuat tenaga. “Cup.. Cup.. Cuuuup.. Mengapa kau menutup mulutmu seperti ini? Bukankah tadi kau bilang sedang lapar? Ayo bukak mulutmu itu, cepat! Aku akan memberimu beberapa potong roti yang lezat ini” Pria itu tertawa jahat bermain-main dengan Meri. Ia membuka mulut wanita itu dengan paksa. Tangan pria itu sangat kuat, sehingga Meri tidak sanggup menahannya. Ia berhasil membuka mulut Meri, dan kemudian menyumbatnya dengan roti-roti tersebut. Ia memasukkan semua jari-jarinya itu ke dalam mulut Meri, sehingga membuat Meri lemas dan tercekik. “INI! MAKAN!” Pria itu mendorong roti-roti itu dengan kasar ke dalam kerongkongan Meri. “Huuuk Huukkk Huukkk..” Meri terbatuk-batuk memuntahkan roti-roti tersebut. Sementara itu pria

    Last Updated : 2022-12-14
  • Bus Penyelamat   Part 82 : Gonggongan Anjing

    “TOLONG.. TOLOONGG.. ORANG ITU MENYERANG KAMI..!” Tiba-tiba salah satu anak buah Pak Dunto berteriak histeris dari balik pepohonan yang tumbuh memenuhi hutan. Suaranya terdengar sayup-sayup dari kejauhan.Pak Dunto dan Pak Muradi yang pada saat itu sedang berada di tempat yang berbeda segera berlari ke arah yang serupa bersama dengan anak buah mereka. Hal yang sama juga dilakukan oleh Pak Karay si kepala kampung. Ia menyuruh sebagian anak buahnya yang lain tinggal di sana untuk menjaga dua tahanan mereka yang pada saat itu sedang terikat di tiang penggantungan.“ADA APA? APA YANG TERJADI?” Teriak Pak Karay sambil berjalan memasuki kerumunan tersebut, tangannya sibuk mendorong tubuh para anak buahnya yang menghalangi jalan. Pak Dunto dan Pak Muradi berdiri tepat di tengah-tengah kerumunan itu. Pandangan semua orang tertuju pada tubuh seorang pria yang tergeletak di tanah.Pria itu terus menerus menjerit histeris. Tubuhnya terluka parah. Terlihat perut dan rusuknya ditembus oleh sesuatu

    Last Updated : 2022-12-15
  • Bus Penyelamat   Part 83 : Makhluk Hitam Di atas Pohon

    Pak Dunto berlari dengan terburu-buru ke arah sana. Setelah beberapa langkah saja melewati tanah yang berlumpur tersebut, tiba-tiba saja kakinya terperosok. Pria itu terjatuh. Akan tetapi beruntung ia masih bisa menarik kembali kakinya tersebut dari dalam lumpur. Kakinya terbenam hingga lutut. Pria itu segera bangun kembali, dan berjalan perlahan-lahan untuk menghampiri anjing tersebut. Setibanya di tempat itu, Pak Dunto pun terkejut. Ia melihat ada tubuh seekor anjing hitam yang tergolek di tanah. Ternyata itulah yang membuat anjing putih itu dari tadi menggonggong dengan suara yang begitu nyaring. Anjing hitam yang tergolek di tanah itu adalah saudara kandungnya. Tubuhnya bersimbah darah. Akan tetapi saat itu Pak Karay tidak menemukan ada segores luka pun yang terlihat di tubuh anjing itu. Karena merasa heran, Pak Dunto langsung membalikkan tubuh anjing tersebut dari tanah. Saat itulah ia melihat ternyata kepala anjing itu telah menganga. Anjing itu ditembak oleh seseorang. Pak Dun

    Last Updated : 2022-12-16
  • Bus Penyelamat   Part 84 : Penghuni Sungai

    Pak Dunto berdiri tepat di depan kayu tersebut sebelum menyeberang. Ia memeriksa dasar sungai di bawah sana dengan teliti. Pria itu adalah orang yang cerdik, dia tidak mau menyeberangi jembatan tersebut begitu saja sampai mengetahui bahwa kondisinya benar-benar sudah aman. Mengapa si penyusup itu sengaja membuatkan jembatan untuk mereka menyeberang? Jangan-jangan itu adalah sebuah jebakan? Pak Dunto merasa curiga.Suara gonggongan anjing putih itu terdengar semakin histeris di seberang sana. Pak Dunto segera menyuruh anak buahnya itu untuk memeriksa jembatan tersebut sebelum mereka menginjakkan kaki ke atas sana. Takut kalau-kalau si penyusup itu memang sengaja ingin menipu dan menjebak mereka.“Jarey! Coba angkat jembatan kayu itu. Lihat baik-baik, apakah ada sisi belakangnya yang telah dipotong?” Perintah Pak Dunto. Anak buahnya yang bernama Jarey itu pun segera maju ke pangkal jembatan, dan kemudian mengangkat kayu tersebut.Tidak perlu mengeluarkan seluruh tenaganya, Jarey telah b

    Last Updated : 2022-12-17
  • Bus Penyelamat   Part 85 : Bukit Sihau

    Pak Karay dan puluhan anak buahnya baru saja tiba di area tanah berlumpur. Satu dua orang di antara mereka mulai menerobos masuk. Meski lumpur menelan kaki mereka hingga lutut, namun tak meredam semangat mereka.“Lagi-lagi si penyusup itu telah berhasil membunuh salah satu anjing terbaik kita” Kata salah satu anak buahnya yang berada di posisi paling depan. Pak Karay menaikkan kaki celananya, dan kemudian melangkah ke tempat itu.Pria itu menyeringai sembari menghembuskan asap cerutunya di depan bangkai anjing hitam tersebut. Kepala anjing itu nyaris hancur. Siapa lagi pelakunya kalau bukan si penyusup yang bajingan itu?Pada waktu yang bersamaan, tiba-tiba terdengarlah suara-suara makhluk misterius yang menciut nyaring di udara. Semua orang yang berada di tempat itu dengan serentak memalingkan wajah mereka ke langit. Tampak ribuan kelelawar beterbangan di angkasa. Pak Karay langsung membuang rokoknya, dan segera memerintahkan semua anak buahnya agar segera masuk ke dalam hutan berdur

    Last Updated : 2022-12-18
  • Bus Penyelamat   Part 86 : Dikepung

    “Di mana yang lain?” Tanya Pak Karay yang baru saja tiba di lokasi. Pria itu mengangkat senjatanya. “Si penyusup itu berada di atas bukit sihau. Pak Dunto menyuruh dua puluh orang menyusulnya ke atas sana, selebihnya mengepung seluruh kawasan bukit ini. Kata Pak Dunto, seluruh kawasan bukit ini dikelilingi oleh tebing yang curam, si penysusup itu tidak akan dapat keluar dari sini dengan mudah” Jaher berbicara sembari memainkan tangannya. Ia menjelaskan semua perkataan Pak Dunto dengan begitu detail. “Baiklah...” Ujar Pak Karay. Pria itu membalikkan tubuhnya ke belakang. Dia segera menunjuk dua puluh orang untuk membantu Pak Dunto mengejar si penyusup itu ke atas sana. Sedangkan selebihnya tinggal di bawah bersamanya untuk mengepung seluruh kawasan bukit tersebut. Perburuan di bukit sihau pun dimulai. Hanya dalam waktu beberapa menit saja, seluruh kawasan bukit sihau telah dikepung oleh Pak Karay dan anak buahnya. Senjata-senjata telah disiagakan. Mereka bersembunyi di bawah tebing,

    Last Updated : 2022-12-19

Latest chapter

  • Bus Penyelamat   Part 100 : Pulang

    Setelah sekian jauh berlari mendaki bukit, tiba-tiba datanglah helikopter yang kemudian menembaki mereka dari atas. Pak Karay yang sudah begitu lelah, akhirnya memutuskan untuk berhenti dan memberikan perlawanan. Ia memerintahkan semua anak buahnya untuk menembaki helikopter tersebut. Namun belum berhasil mengenai helikopter tersebut, mereka semua sudah terlebih dahulu dihujani tembakan dari atas sana. Sehingga membuat Pak Karay dan beberapa anak buahnya itu pun bertekuk lutut. Sebagian mereka ada yang tewas, dan sebagiannya lagi menyerahkan diri, termasuk dengan Pak Karay yang juga menyerahkan diri. Di sisi lain, Rameng dan Darkis masih terus berlari tanpa henti bersama dengan sebagian anak buah Pak Karay yang masih tersisa. Mereka juga terus memberikan perlawanan jika ada Polisi yang berusaha mendekat untuk menyerang mereka. Saat itu, jumlah mereka diperkirakan hanya tersisa belasan orang. Waktu terus berlalu. Hari sudah mulai memasuki sore. Sudah lebih dari empat jam sejak operasi

  • Bus Penyelamat   Part 99 : Suara Gemuruh Dari Langit

    “Sekarang adalah giliranmu lagi, wahai gadis kecil yang malang, hahahaha!” Rameng menyeringai jahat sembari meraih kedua tangan Sindi dengan kasar. Sindi yang keras kepala itu pun langsung memberontak untuk memberikan perlawanan. Meski kesempatan hidupnya itu sudah berada di ujung kuku, namun semangat juangnya sungguh luar biasa. Akan tetapi tak lama kemudian, Sindi pun terpaksa menyerah ketika Rameng menghantam kepalanya dengan sebalok kayu. Penglihatannya seketika langsung redup, ia tak sadarkan diri. Rameng dan Darkis berhasil menggantung tubuh kedua wanita itu ke tiang penggantungan dengan mudah. Eksekusi mati pun akan segera dimulai.“Sekarang adalah giliranmu, manis” Pak Karay memainkan bibir Dewi dengan telunjuknya. Kau tak perlu takut, sebelum tubuhmu menjadi mayat, aku ingin bersenang-senang dulu denganmu sebentar. Hahaha...” Pak Karay tertawa kegirangan. Tak bisa dipungkiri, Dewi memang punya tubuh yang begitu indah.Buah dadanya yang maha besar itu terlihat kokoh dan padat,

  • Bus Penyelamat   Part 98 : Tiang Penggantungan

    “Dewi.. Hikkss.. Hikkss... Apa yang akan mereka lakukan? Apakah kita akan segera mati?” Tanya Ani dengan terisak-isak. Sepertinya dia sudah mengetahuinya. Dewi tidak menjawab pertanyaan tersebut, dia hanya meneteskan air matanya dengan penuh kesedihan.“Apa yang kalian tangisi wahai anjing-anjing yang malang? Sudahlah, inilah akhir dari riwayat hidup kalian. Anggap saja kalian terlahir ke dunia ini hanya sekedar untuk menjadi binatang pengorbanan kami! Hahahaha.. Hukk hukk” Pak Karay bahkan sampai terbatuk saat menghembuskan asap cerutunya.“Bajingan kau, Karay!” Mati kau bajingan tengik!” Pak Hendri mengutuk pria itu.“Waw waw, luar biasa sekali. Lihatlah si bajingan yang malang ini, biji matanya bahkan sudah terlepas, tapi dia masih punya nyali dan kekuatan untuk mengancamku. Aku akui, kau memang luar biasa, Hendri! Hahaha..” Pak Karay bertepuk tangan sambil tertawa.“Muradi! Bolehkah aku meminjam pisau kecilmu yang tajam itu? Karena pisauku sudah hilang dan mungkin terjatuh di suat

  • Bus Penyelamat   Part 97 : Menguras Darah

    “Rupa-rupanya kau ingin mempermainkanku, hah? RASAKAN INI!” Pak Karay menghantam kepala Hendri dengan tinjunya. Pria itu langsung terkulai dengan tubuh yang terselentang. Seakan masih belum puas, Pak Karay bahkan kambali menaiki tubuh pria malang itu dan menghajarnya berulang-ulang kali.“Ukkkhhh... Ukkhh” Hendri meringis kesakitan. Nafasnya ngos-ngosan.“Aku tidak akan pernah membiarkanmu menyentuh mereka walau sehelai rambut pun!” cecar pria itu sembari bangun dari tubuh Hendri. Pria itu kini bahkan sudah tak mampu untuk bernafas dengan baik, apalagi untuk memprovokasi Pak Karay? Dia benar-benar sudah tidak berdaya.Tulang hidung Hendri benar-benar sudah hancur. Mulutnya telah sobek, dan hanya menyisakan beberapa biji gigi saja. Mata kirinya yang tadi bengkak kini bahkan telah pecah, sehingga membuat biji matanya itu menggantung keluar. Pria malang itu benar-benar babak belur dan nyaris mati.“Jangan sangka aku menghentikan pukulanku hanya karena aku merasa kasihan denganmu, akan te

  • Bus Penyelamat   Part 96 : Penyanyi Misterius Yang Sebenarnya

    “Apa katamu? Kamu pikir kami akan percaya kepadamu yang kini bahkan tidak bisa mengenal wajah putramu sendiri” Pak Karay menendang kepala Tanjo ke hadapan wanita tersebut. Terlihatlah wajah Tanjo yang begitu pucat dengan darah yang memenuhi pangkal lehernya.Nenek tua itu tiba-tiba saja memejamkan kedua matanya. Sementara itu, Sindi, Meri, dan Dewi yang terikat di tiang penggantungan hanya bisa melihatnya dengan tatapan bodoh tanpa mengetahui sedikitpun maksud dari itu semua. Nenek tua itu kembali meracau, kali ini dengan suara yang melengking.Oh Tidak! Apakah selama ini suara nyanyian misterius yang hampir selalu dia dengan di setiap malam selama berada di rumah Buk Tiah itu adalah suara Nenek tua itu? Bagaiamana mungkin wanita yang setua itu masih memiliki suara yang sangat indah dan merdu? Meri dan Sindi saling tatap menatap satu sama lain. Takjub setelah mengetahui sosok sebenarnya di balik suara nyanyian misterius yang seringkali menghibur mereka di beberapa malam yang lalu.“Oh

  • Bus Penyelamat   Part 95 : Nenek Sihir

    “Hey! Hey! Siapa yang suruh kau tidur begitu? Ayo bangun!” Pak Dunto menyiram seember air ke wajah Sindi yang pada saat itu nyaris saja tak sadarkan diri. Lebih baik pingsan dan tidak merasakan apapun, karena dalam keadaan sadar semuanya terasa jauh lebih menyakitkan. Ia sudah tidak sanggup lagi menunggu, dan ingin semuanya segera berakhir.Pria itu mencekik lehernya, dan kemudian mendudukkannya di roda bus. Setelah itu, dia juga melakukan hal yang sama kepada Meri. Dua orang sahabat itu tersandar di dinding bus dalam keadaan yang begitu lemah. Sudah dua hari mereka bahkan belum mengganjal perut mereka.Dari kejauhan, tiba-tiba muncullah Ole bersama dengan dua orang temannya. Dia sedang menyeret tubuh seseorang. OH TIDAK! Sindi dan Meri menjerit. Semoga saja orang yang mereka bawa itu bukanlah Irma.Pak Karay dan kawan-kawannya memandang ke arah yang sama, melihat Buyung dan dua orang temannya yang terus mendekat sembari menyeret tubuh seorang.“Siapa ini? Apakah kau sudah berhasil m

  • Bus Penyelamat   Part 94 : Menjadi Korban Amukan Warga

    “Hey, lihat! Sang penyelamat kita sudah kembali datang..” Pria paruh baya yang menenteng senjata itu menghampiri Rameng. Dua orang pria yang bertubuh kekar itu saling berpelukan dan bertukar senyum satu sama lain.“Hahaha, aku sudah menduganya, bahwa polisi korup itu tidak akan bisa menangkapmu.” Pria itu masih berdecak kagum akan kehadiran Rameng. Bagaimana tidak? Ia berhasil lolos dari kepungan para polisi. Bagaimana cara dia melakukannya? Entahlah, itulah yang ingin ditanyai oleh Pak Karay padanya.“Ayo ceritakan, bagaimana kau bisa lolos dari kepungan para polisi yang korup itu? Apakah mereka menembakmu?” Pak Karay melipat kedua tangannya di dada.“Hahaha, tentu saja. Tapi Ninek (dewa) menolongku. Dia datang tepat waku saat salah satu dari mereka hampir saja menemukanku. Aku bersembunyi di dalam rumput berduri, sehingga mereka tidak dapat melihatku. Aku dapat melihat dan mendengar dengan telingaku, mereka menembak beberapa orang dari keluargaku tanpa belas kasih sedikitpun.” Ramen

  • Bus Penyelamat   Part 93 : Kawan Lama

    Tak lama kemudian, dari atas bukit, tiba-tiba muncullah sebuah bus tua yang melaju dalam kecepatan normal. Melihat kemunculan bus tua itu, Pak Murad yang duduk santai di kursi kayu bahkan langsung terbangun pada saat itu Juga. Pria itu segera membenahi kacamata emasnya untuk memperbaiki penglihatannya. Terbitlah segaris senyum kecil di wajahnya.Bus tua itu berhenti tepat di tengah-tengah halaman desa. Suara knalpotnya yang bising perlahan-lahan memelan sebelum akhirnya benar-benar lenyap ketika sang sopir memutar kuncinya. Tak lama kemudian, turunlah beberapa orang pria dari dalam sana.Tangannya yang sibuk memotong tali-tali itu pun langsung terhenti, bahkan pisau itu pun juga terjatuh ke lantai. Dewi shock melihat beberapa orang pria yang baru saja keluar dari dalam bus tua itu. Yang paling membuatnya kaget adalah sosok pria yang yang mengenakkan perban di tangan kanannya. Rameng, pria itulah yang telah menipu mereka berdua saat itu.Waktu itu Rameng datang ke kantor mereka, dia me

  • Bus Penyelamat   Part 92 : Tertangkap

    “Jangan takut! Pria itu sebenarnya sudah tidak punya amunisi lagi untuk menembak kalian. Aku yakin, dia hanya menggertak kita!” Pak Dunto bangun dari tanah. Ia mulai berjalan mendekati pria tersebut. Ia bahkan tidak gentar walau sedikitpun.Belasan orang anak buahnya yang bertiarap di tanah saat itu benar-benar kaget dan juga cemas. Pria itu bahkan berjalan santai tanpa menunjukkan rasa takutnya walau sedikitpun. Bagaimana jika dugaan Pak Dunto salah? Dan ternyata si penyusup itu masih punya puluhan butir peluru? Maka semuanya akan tamat. Pak Dunto akan tewas.“HAHAHA, AYO TEMBAK! MENGAPA KAU DIAM SAJA SEPERTI ITU? AYO TEMBAK!” Pak Dunto menantang si penyusup tersebut. Ia bahkan membusungkan dadanya ke depan menyuruh si penyusup itu menembaknya.Melihat gertakan tersebut, wajah si penyusup pun mulai berubah. Ia tahu betul bahwa saat ini pengaruhnya sudah mulai hancur. Akan tetapi, bagaimana mungkin si pria itu bisa tahu bahwa amunisi senjatanya telah habis? Ia harus segera keluar dari

DMCA.com Protection Status