Share

Mencari Solusi

“Lho, kok bagus sih Ren?” Tanya Dewi masih dengan kekagetannya.

“Bagus gimana maksudmu, Ren?” Tanya Dewi lagi.

“Sadar nggak sih tadi pas ngomong?” Gantian Dian yang bertanya. Tak percaya dengan apa yang baru saja terucap dari mulut ini.

“Maksudku, bagus dong! Aku kan jadi punya peluang besar buat membatalkan rencana mbah kakungku, buat ngejodohin aku dengan itu cowok.” Jelasku ke mereka, agar tak semakin salah paham.

“Hehehe, kupikir, tipe cowok ideal versimu yang badboy gitu Ren.” Ujar Dian.

“Enak aja!. Mikir dong, masak gue yang ting ting ini dapat yang tong tong sih.” Belaku. Disambut tawa mereka.

“Hahahaha....” Tawa mereka serempak. Sepertinya mereka senang sekali mengejekku hari ini. Jadi agak menyesal nih, curhat sama mereka. Tapi kalau aku pendam sendiri di hati, alamat stress lah aku. Sambil panen jerawat.

“Senang sekali ya, kalian hari ini.” “tertawa teruusss” “ Nggak apa apa lah itung itung ngumpulin pahala. Kan bikin orang bahagia, pahalanya gedhe.” Ujarku.

“Udah, udah. Jangan ngambek, Ren. Kita cari solusinya bersama.” Seru Dewi.

“Lagian nih ya, aku nggak ikhlas juga nih, kalau kamu dinikahin sama dia. Bayangin ya, seorang Rena, yang dari lahir mati matian jomblo, masa jodohnya cowok setia kayak Ferdian sih. Kan nggak adil bangetkan ya!” Ucap Dian.

“Kok malah belain si Ferdian sih, nggak bestie lah si Dian ini.” Protesku.

“Maksudku, si Ferdian itu setia, setiap tikungan ada ceweknya maksudnya.” Celetuk Dian.

“Santi, tolong carikan bukti untukku ya! Please, San! Masa depanku ada di tanganmu ini.” Ucapku. Memohon pada Santi.

“Oke! Aku usahain.” Jawab Santi singkat, usai menghela nafas panjang.

“Terus terang ya Ren, aku juga nggak iklhas, kalau sampe kamu nikah sama si itu.”

“Setahuku ya Ren, kamu itu adalah perempuan baik baik, jadi jodohnya juga harus laki laki yang baik baik juga. Ngerti!”

“Yang namanya jodoh itu ya Ren, Laki laki baik baik dengan perempuan baik baik. Sedangkan lelaki pezina jodohnya dengan perempuan pezina juga.” Santi ngomong panjang lebar.

“Kalau perempuan baik baik dapat jodoh pezina, mana maulah.”

“Kalau pezina dapat yang baik baik berarti dia udah tobat. Ya kan, San.” Dewi menimpali.

“Ya iyalah. Nih, ya, aku nggak pernah pacaran. Alhamdulillah nggak pernah mendekati zina. Tapi kok ya dijodohin sama pezina. Kalau tahu kayak gini, ya mending ngrusak diri aja. Ya nggak!.” Ucapku.

“Heh! Ngaco! Kalau ngomong dipikir dulu. Jangan asal mangap! Ngerti!” Omel Dewi.

“Ehh, kamu pikir ada yang mau sama cewek rusak? Udah dosanya numpuk segunung. Nggak laku lagi. Mikir akherat Ren. Jangan asal kalau bertindak.” Nasehat dari Dian.

“Sebrengsek brengseknya cowok. Ketika milih pasangan serius, ya tetap milih perempuan baik baik. Mana ada laki laki yang mau anaknya dilahirkan dari perempuan rusak. Mereka pasti milih perempuan baik baik, buat jadi ibu anak anaknya, Ren.” Petuah dari Santi.

“Iya. Betul sekali!” Celetuk Dian.

“Gitu ya.” Seruku. Ketiga bestie di depanku ini tampak melongo.

“Dewi, Santi! Apa menurut kalian, dijodohkan secara paksa itu menurunkan IQ seseorang?” Tanya Dian dengan serius.

“Maksudmu apa?” Tanya Santi.

“Maksudnya, apa karena dipaksa mbahnya nikah sama itu cowok, IQ nya Rena jadi jeblok? Karena seingatku nih ya, sewaktu kita sekolah dulu, Rena kan paling pintar di antara kita ini. Tiap semester juara 1 terus. Ya kan? Masa? Bisa bisanya dia berfikir ngawur kayak tadi” Omel Dewi.

“Sorry guys! Hanya bercanda.” Seruku, sambil nyengir kuda.

“Bercanda? Maksud lo?” Omel Dewi.

“Hehehe... Biar nggak tegang lah. Di rumah suntuk, di sini mikir tegang, apa nggak stress aku nanti. Atau paling parahnya jadi gila.” Celetukku.

“Sudah dibilangin, kalau ngomong jangan sembarangan. Masihhh saja. Ucapan adalah doa, Ren. Hati hati!” Peringat Santi padaku.

“Iya. Iya! Maaf, ya!” Sesalku.

“Tunggu deh Ren. Kok kayaknya kamu udah nunjukin tanda tanda stres deh!” Ujar Dewi.

“Gimana nggak stress deh, Wi. Coba bayangin jadi aku sekali aja!” Ucapku.

“Lho, kok malah jadi lagu!” Sambung Dewi.

“Yang ini, nggak sedang lagi bercanda, Wi.” Ucapku. Dewi hanya nyengir saja, tanpa rasa bersalah sedikit pun kayaknya.

“Oke! Sekarang serius kita!” Ujar Santi.

“Kira kira nih Ren, ya! Apa kamu benar benar nggak bisa ngebujuk mbahmu sama ibumu itu?” Tanya Santi, katanya sih serius.

“Kalau aku bisa ngebujuk mereka, nggak mungkinlah aku minta bantuan kalian buat cari solusi!” Jawabku kesal.

“Oke! Berarti besar kemungkinan, pernikahanmu tetap dilaksanakan, dengan atau tanpa kesedianmu kan? Ada kemungkinan juga, sekarang mereka sudah mempersiapkan pernikahanmu kan? Jadi, kalau sepengetahuanmu, kapan tanggal pernikahanmu itu?” Tanya Santi.

“Nggak tahu dan nggak mau tahu aku, tanggal yang sudah mereka sepakati.” Jawabku.

“Tapi yang jelas, nggak lama lagi. Makanya, kalian harus cepat cepat cari buktinya.” Pintaku.

“Enak tinggal nyuruh.” Celetuk Dian. Kulihat Dewi langsung memukul punggung Dian dengan tangannya lumayan keras. Mungkin Dewi takut aku tersinggung dengan ucapan Dian.

“Ya kan, kamu tahu sendiri. Mbah kakung selalu mengawasiku.”

“Ini aja ya, aku pulang nanti pasti dimarahi berjam jam. Takutnya sih abis ini aku bakal diawasi ketat. Jadi semakin susah buat keluar rumah.” Ungkapku.

‘Sepupu sepupu gantengmu itu, apa nggak ada satupun yang mau membantu, Ren?” Tanya Dian.

“Sepertinya mereka udah kompromi sama mbah kakung buat ngejodohin aku deh. Nggak tahu aku. Disogok pakai apa mereka sama mbah kakung. Kalau nggak mobil baru pasti ya motor sport terbaru.” Ungkapku.

“Kupikir para sepupumu itu benar benar sayang sama kamu, Ren. Ternyata, sayangnya hanya seharga mobil. Payahh!” Ucap Dewi.

“Ya, mau gimana lagi,Wi. Tentang hati kan nggak kelihatan!”

“Bilangnya sayang, ternyata...?” Ucapku.

“Aku nggak mau menyakiti mbah kakung maupun ibu. Tapi, aku juga nggak mau, jika untuk membahagiakan mereka, aku harus mengorbankan diriku.” Curhatku.

Aku tak bisa seperti lilin. Yang membakar habis dirinya untuk menerangi sekelilingnya. Aku ini hanya manusia biasa. Bukan manusia istimewa. Hanya manusia yang sangat umumnya.

“Tenangkan dirimu,Ren! InshaAllah , kami bertiga akan selalu ada untukmu. Kita kan bestie!” Ucap Dian dengan bersemangat.

“Kami pasti akan berusaha sekuat tenaga kami untuk membantumu,Ren!” Ucap Dewi.

“Jangan bersikap pesimis, Ren! Harus selalu optimis. Yakinlah, pasti selalu ada jalan!” Ucap Santi.

“Jangan pernah menyesali hal hal baik yang telah kita lakukan. Jangan pernah berpikir untuk mengotori diri. Oke!” Nasehat dari Dewi.

“Teruslah ingat, kamu nggak sendiri!”Ucap Dian.

Aku mengangguk anggukkan kepala sejak tadi memberi jawaban atas motivasi motivasi yang mereka lontarkan. Aku bahagia dan bangga, memiliki teman seperti mereka bertiga.

Selesai membahas masalahku. Kami masih betah berlama lama di resto ini. Obrolan ringan, mewarnai kami menghabiskan waktu. Meregangkan otak yang beberapa saat lalu tegang. Minuman kami sudah habis pun, kami masih betah berlama lama di sini. Belum berniat untuk angkat kaki. Kami pun memesan minuman lagi. Ditambah beberapa camilan untuk menemani obrolan.

Obrolan kali ini, dipenuhi canda, tawa, guyonan. Bukan lagi membicarakan hal serius. Saatnya merefresh suasana hati yang tak baik. Ya, bersama teman temanku ini, adalah salah satu refreshingku.

Setelah merasa puas, dan hari pun sudah sore, kami pun beranjak untuk pulang. Aku pun melangkahkan kaki ke meja kasir. Ya, tadi aku ngotot untuk mentraktir teman temanku. Awalnya sih mereka menolak.

“Mbak, tolong tagihan untuk meja 35.” Pintaku pada kasir.

“Meja no. 35, sudah dibayar mbak.” Jawab sang kasir.

Aku kaget lalu menoleh ke arah 3 temanku yang berada di belakangku, sebagai isyarat menanyakan ‘siapa yang bayar?’. Ketiga temanku menggeleng bersamaan. Itu tandanya bukan salah satu dari mereka yang membayar. Lalu siapa?

“Sudah dibayar mbak?” Tanyaku lagi untuk memastikan.

“Tolong periksa lagi mbak, siapa tahu keliru.” Pintaku lagi.

“Benar mbak, sudah dibayar.” “Oh iya, ini ada titipan dari yang bayar tadi, mbak. Hampir saja saya lupa.” Jawab kasir tersebut, seraya menyerahkan selembar kertas yang dilipat.

Ketiga temanku pun mengerubungiku. Kubuka kertas itu, di dalamnya tertulis : “Senang bisa berjumpa denganmu lagi. Rena Hanindya”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status