Share

Bagian 4

Penulis: SanSan954
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-10 14:39:03

“Coba Pak Gani atau Ibu, ingat-ingat kembali apakah pernah Nak Ria berselisih paham dengan seorang pria, yang mungkin saat itu tanpa Nak Ria sadari ada kata-kata atau kalimat kasar terucap sehingga melukai perasaan pria tersebut?” ujar haji Sujono kemudian.

“Mengapa pria, Pak Haji?” tanya Gani penasaran, dalam hati dia terbetik sebuah nama yag dicurigainya tapi masih diragukan kebenarannya.

“Karena biasanya penyakit sijundai ini hanya ditujukan kepada lawan jenis,” jawab Haji Sujono.

Setelah menarik napas panjang, secara singkat Gani menceritakan sebuah kejadian yang terjadi sebelumnya saat Juriah tiba-tiba menghilang dan ditemukan di dalam bis antar kota bersama pemuda bernama Ardi.

“Kalau begitu, kalian cari pemuda itu, mohon maaf dengan tulus kepadanya. Semoga saja Nak Ria masih bisa disembuhkan, hanya permintaan maaf dan penyesalan yang diucapkan langsung di depan orang tersebut, yang dapat meluluhkan hati dan membuatnya menghentikan ritual. Dengan berhentinya ritual maka Nak Ria bisa diselamatkan.” Tutur Haji Sujono.

“Bagaimana kalau kami gagal menemukan pemuda itu, Pak Haji?” tanya Gani.

Haji Sujono menggeleng, “Setahu saya, santet sijundai memiliki batas ritual, apabila ritual telah usai maka korban tidak akan sembuh sampai ajalnya datang.”

Merinding bulu kuduk Zubaidah mendengar keterangan Haji Sujono, “Jadi menurut Pak Haji, saat ini ritual itu belum usai?” tanyanya.

Haji Sujono menghela napas, “Saya tidak bisa memastikan, tapi menurut cerita yang pernah saya dengar, ilmu sijundai menggunakan media gasing terbuat dari tengkorak kepala manusia yang mati berdarah. Gasing tersebut dimainkan setiap malam Jum’at, sampai tali gasing yang terbuat dari kain kafan terputus. Kalau dihitung-hitung, baru tiga kali malam Jum’at sejak pertama Nak Ria mengalami gangguan. Besar harapan tali kafan tersebut belum terputus, itulah mengapa Nak Ria masih dapat kita ajak berkomunikasi secara normal.”

“Jadi kami harus temukan pemuda itu, sebelum tali gasing terputus?” tanya Gani lebih ingin memastikan.

“Kalau memang pemuda itu yang melakukannya,” jawaban Haji Sujono mengambang.

Dengan mempertimbangkan saran dari Haji Sujono ditambah sebuah keyakinan, bahwa pemuda berama Ardi itulah yang membuat hidup Juriah tidak tenang. Maka berangkatlah Gani beserta anak istri menuju Kota Padang, sayangnya mereka tidak tahu ke mana alamat yang hendak dituju?

Juriah yang ketika tidak sedang kumat, terlihat normal dan dapat berkomunikasi dengan benar pun tidak mengetahui alamat sang kekasih di Kota Padang. Beruntung Gani memiliki sahabat yang menetap di kota tersebut, namanya Hasibuan-seorang pendidik yang memiliki yayasan sendiri.

Hasibuan adalah senior Gani saat dirinya menempuh pendidikan pascasarjana di kota pendidikan, pria itu memiliki seorang anak dari pernikahan sebelumnya. Istri pertama Hasibuan meninggal saat putra mereka masih duduk di bangku sekolah menengah atas, tidak lama setelah istrinya wafat Hasibuan menikah kembali dengan seorang dosen muda yang mengajar di yayasan miliknya. Wanita itu bernama Ratna.

Hasibuan dan Ratna menyambut kedatangan Gani sekeluarga dengan hangat, kepada sahabatnya itu Gani menceritakan semua permasalahan yang tengah menimpa keluarganya.

“Sebenarnya aku tidak terlalu percaya dengan hal-hal yang berbau kelenik, tapi memang tak dapat dipungkiri di Nusantara ini hal-hal seperti itu masih sangat dekat dengan masyarakat. Kemajuan tehknologi dan informasi, tidak menjadikan hal yang berbau mistis tergerus.” Ujar hasibuan memberikan opininya.

“Awalnya aku juga tidak berpikir sampai sejauh itu, Bang. Tapi melihat segala kejanggalan dan keganjilan yang terjadi, mau tidak mau aku putuskan untuk mengikuti saran dari ulama di kampung kami, sebagai upaya menjemput kesembuhan untuk Juriah,” tuang Gani perihal apa yang dirasakannya.

Hasibuan mengangguk paham, “Jadi apa rencanamu sekarang setelah sampai di Kota Padang ini?” tanyanya kepada Gani.

“Kami hendak mencari tempat tinggal Bang, rumah sewa tidak perlu besar asal nyaman, sebagai tempat pulang dan beristirahat sembari mencari orang yang hendak kami temukan,” jelas Gani tentang rencananya.

“Kalau begitu, tinggal saja di rumah sebelah asrama,” tawar Ratna-istri Hasibuan yang hampir dua puluh tahun lebih muda dari pria itu.

“Ya betul, kau dan keluargamu bisa tinggal di rumahku yang satu komplek dengan asrama mahasiswa dan kampus, tidak besar tapi cukup untuk ditempati satu keluarga, ada dua kamar, ruang tamu dan dapur, juga kamar mandi.” Jelas Hasibuan.

Gani menerima tawaran tersebut, sebenarnya niat awal Gani hendak menyewa tapi Hasibuan mempersilahkan mereka tinggal secara gratis sampai urusan selesai. Hasibuan juga berjanji akan membantu Gani melacak keberadaan pemuda yang dicari.

Rumah yang ditempati Gani dan keluarga, bersebelahan dengan asrama mahasiswi dan gedung yayasan keperawatan milik Hasibuan. Sebentar saja Juriah bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya, bertemu teman baru serta sebuah harapan akan bertemu kembali dengan Ardi membuat Juriah terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya.

Gani dan Zubaidah pun telah pasrah, apabila menerima Ardi sebagai menantu adalah syarat untuk kesembuhan Juriah, maka mereka akan menerima pemuda itu dengan tangan terbuka.

“Ma, Ria ngobrol dengan Maya di teras ya,” pamit Juriah kepada mamanya, beberapa hari menetap di sini Juriah telah mendapatkan seorang kawan bernama Maya. Gadis itu mahasiswi di yayasan pendidikan milik Hasibuan, dan menetap di asrama putri bersama puluhan mahasiswi lainnya.

“Iya jangan lama-lama sudah pukul sembilan ini,” jawab Zubaidah.

“Sebentar saja, Ma.” Jawab Juriah, punggung gadis itu lenyap di balik pintu.

Setengah jam kemudian, mata Zubaidah yang telah terpejam karena tak kuasa menahan kantuk kembali menyalang ketika telinganya mendengar pintu utama dibuka. Tampak Juriah melangkah masuk, rupanya gadis itu telah kembali saat Zubaidah melirik jam yang menempel di dinding, terlihat jarum pendek menu juk ke angka sembilan lewat sepuluh, itu artiinya hanya sepuluh menit Juriah berada di teras.

“Kunci saja pintunya Nak, papamu bawa kunci cadangan,” ujar Zubaidah kepada anaknya. Gani sedang pergi bersama Hasibuan.

Juriah tidak menjawab, tapi dia menuruti perintah sang mama untuk mengunci pintu, terdengar bunyi ceklek sebanyak dua kali pertanda pintu telah terkunci. Zubaidah bangkit dari sofa tempatnya berbaring, wanita itu masuk kekamar setelah memastikan Juriah anaknya juga telah masuk ke dalam kamar.

Waktu terus berlalu, detik demi detik terlewati dalam kesunyian. Zubaidah terlelap dalam buaian mimpi indah, tentang cerahnya masa depan apabila putri tersayang bisa kembali hidup dengan normal.

Begitu pun dengan para penghuni asrama putri, para mahasiswi itu tengah memeluk mimpi indah tentang masa depan yang gemilang. Tanpa seorang pun menyadari bahwa di dalam toilet asrama, ada seorang gadis yang menangis sendiri, kedinginan, dan ketakutan.

Gadis itu adalah Juriah, saat tadi dirinya berpamitan kepada sang mama untuk mengobrol di teras, dia melihat Maya temannya yang tinggal di asrama putri berjalan menuju toilet.

“Mau ke mana, May?” tanya Juriah menyapa.

“Temani aku pipis yuk,” ajak Maya.

Maka Juriah dengan polosnya mengikuti gadis itu, sampai di toilet Maya langsung masuk ke salah satu bilik khusus buang air. Juriah setia menunggu, dalam menunggu itu dia pun merasa kebelet hendak buang air kecil. Juriah masuk ke bilik di sebelah bilik yang dimasuki Maya, setelah dia selesai dengan hajatnya pintu bilik tak dapat dibuka.

Juriah memutar-mutar handle pintu berkali-kali tetap saja pintu tidak biasa terbuka, dia menggedor-gedor berulang kali dan memanggil-manggil nama Maya berharap gadis itu mendengar panggilannya. Namun, tidak seorangpun yang datang menolong termasuk Maya yang tadi ditemaninya.

"Maya tolongin aku!" teriaknya sekencang yang dia bisa, hasilnya nihil orang dipanggil sama sekali tidak datang.

Hampir satu jam Juriah berusaha, dan usahanya sia-sia belaka. Kini di tengah malam yang terus naik, gadis itu hanya bisa menangis di sudut ruang sempit itu. Satu hal yang masih disyukurinya, lampu tetap menyala dan dia berharap lampu itu tidak padam sampai pagi tiba.

Bab terkait

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bagian 5

    Sementara itu, Maya-gadis sembilan belas tahun yang merupakan mahasiswi keperawatan terbangun karena merasa perutnya mulas. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangan kanan, jarumnya menunjuk ke angka dua. Gadis itu mencoba untuk tidur lagi, tapi perut semakin melilit. Panggilan alam itu tak dapat lagi ditahan, mau tidak mau Maya harus pergi ke toilet sekarang. Dia turun dari kasur, tidak lupa ponsel dikantonginya lalu secara perlahan dia membuka pintu kamar. Kesunyian menyambut, tiupan angin seperti hembusan napas seseorang yang tidak terlihat oleh pandangan.Walau jantung berdebar, perasaan takut dan tidak nyaman menguasai, Maya tetap melangkah menuju toilet.Wush!Sekelebat bayangan berwarna putih melintas di antara dahan pohon, membuat Maya terperanjat dan sejenak menghentikan langkah. Sesuatu yang muncul dan menghilang secara tiba-tiba, memberikan sensasi menakutkan.Sampai di tujuan Maya segera masuk ke salah satu bilik khusus untuk membuang hajat, pikirannya sudah tid

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-10
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 6

    “Aaaah!”Suara teriakan tertahan memaksa Maya untuk kembali membuka matanya, tampak sebilah pisau menghujam perut Dewi. Kembali cairan merah memercik dan menggenang di lantai kamar,tubuh Maya bergetar hebat melihat kengerian yang terpampang di depan mata.Gadis yang dipanggil Maya dengan nama Dewi masih berdiri tegak walau tubuhnya berlumuran cairan merah, perlahan Dewi meraba keningnya yang berlubang akibat hantaman palu.“Lihat Maya, lihat otakku keluar, apa kau mau mencicipi?”Maya menggeleng, tubuhnya bergetar menahan takut. Dewi melangkah mendekati Maya, dengan langkah tertatih dan sedikit mengangkang. Sebelah tangan meraba perut yang tertusuk pisau, dicabutnya benda itu hingga cairan merah bercampur gumpalan usus melompat keluar.Dewi merogoh tangannya ke dalam lubang di perut, saat tangan ditarik keluar tampaklah gumpalan sebesar anak kucing berbentuk manusia. Dewi bagai melayang, kini dirinya hanya berjarak setengah langkah di hadapan Maya, di-ulurka

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 7

    Yono dan Seno terkejut setengah mati, bukan saja dikarenakan kepala gadis itu dapat berputar seperti kepala boneka, tapi juga karena wajah gadis itu sangat-sangat mereka kenal.“Dew ... Dewi!” seru mereka berbarengan, tanpa pikir panjang lagi keduanya segera berbalik hendak berlari meninggalkan tempat ini. Namun, Dewi lebih cepat menghadang. Membuat kedua pemuda surut ke belakang.Tubuh Seno dan Yono bergetar menahan rasa takut yang bukan alang kepalang, bukan cuma badan yang basah bersimbah keringat tapi juga selangkangan yang tak dapat menahan kemih akibat rasa takut nan menyerang.“Am ... ampun Dewi,” ucap keduanya dengan nada suara bergetar.Gadis bernama Dewi itu menyeringai, memamerkan mulut yang penuh darah. Wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menyeramkan. Pada bagian kening terlihat lubang bulat sebesar tutup botol, perut terbelah sampai ke selangkangan.Seno dan Yono jatuh terduduk di lantai, kedua kaki masing-ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 8

    Setelah jenazah Seno dan Yono selesai diotopsi, keduanya dipulangkan ke rumah duka masing-masing. Maya, Akmal. Sofa, dan semua teman kampus serta dosen datang melayat.Di rumah Yono, Maya melihat seorang gadis berkerudung putih kumal, berada di deretan para keluarga, gadis itu tersenyum sinis menatap jenazah yang tengah ditangisi keluarga. Menyadari dirinya ditatap, gadis itu perlahan mengangkat kepala dan menyeringai ke arah Maya.“Astagfirullah, Dewi!” Maya berseru membuat semua orang terkejut dan menatap ke arahnya, sosok gadis berkerudung putih kusam hilang dari pandangan. Maya gelagapan, perlahan dia mundur dan menyingkir dari rumah duka.“May ... Maya, tunggu!” seru Sofa seraya berlari kecil menyibak kerumunan pelayat untuk mengejar Maya yang telah berada di luar pekarangan rumah duka.Sofa memeluk Maya, yang menangis ketakutan. “Aku ... aku melihat Dewi, Sof.” Ujarnya memberi tahu Sofa.“Udah udah, tenang ya, kamu jangan ngomong aneh-aneh, ingat Dewi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 9

    Sofa dan Maya saling peluk satu sama lain, keduanya merasa mati ketakutan tetapi tidak hilang kesadaran."Hihihihihih ...." suara tawa Dewi kembali terdengar melengking, sosoknya perlahan menjauh, janin yang tadi dipamerkan kini didekap erat, dari mulutnya terdengar senandung kesedihan."Ayo kita balik ke rumah," ajak Gani sambil menggendong tubuh Juriah.Dengan sisa tenaga yang ada, Maya dan Sofa dituntun oleh Zubaidah menuju rumah, sosok Dewi sudah sepenuhnya menghilang dari pandangan.Dengan susah payah mereka akhirnya tiba kembali di rumah tapi teror belum berhenti, di kamar Juriah mereka menemukan tulisan merah di kaca standing yang berbunyi. "Mereka semua akan mati, kalian juga akan mati!"Sontak Maya, Sofa, Gani dan Zubaidah bergetar membaca pesan ancaman itu, "Sekarang katakan dengan jujur, siapa Dewi dan apa hubungannya dengan kalian?” tanya gani kepada kedua gadis teman anaknya itu.Secara singkat Sofa menceritakan siapa Dewi dan bagaimana akhi

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 10

    Suara kaca pecah disusul jeritan Sofa, terdengar oleh Gani yang sampai di pintu utama, dibaringkannya tubuh Juriah di atas sofa ruang tamu. Lalu, dengan sisa tenaga yang dimiliki ditendangnya pintu kamar Juriah.Brak! Pintu terbuka dan membanting dinding, sosok Dewi menghilang dari pandangan, tetapi lampu kamar tetap tidak menyala karena telah pecah. Maya tergeletak tidak sadarkan diri, Sofa terluka di bahu kiri, dan Zubaidah berusaha mencabut beling yang menancap di bahu Sofa.Gani mengangkat tubuh Juriah, membaringkan gadis itu di ranjang, dia juga mengangkat Maya dan membaringkan gadis itu di sebelah anaknya."Juriah kenapa, Pa?" tanya Zubaidah cemas, sambil membalut luka Sofa dengan kain kasa. Lalu, dia juga menyeka darah yang hampir mengering di telinga Juriah."Jangan cemas, dia cuma pingsan. Kalian tunggu di sini, Papa ambilkan bola lampu yang baru,” jawab Gani."Pa jangan," cegah Zubaidah, dia masih trauma khawatir suaminya juga diserang oleh sosok D

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 11

    Akibat kecelakaan itu, Ratna mengalami cedera parah pada bagian kaki, dan sebelah kakinya terpaksa diamputasi. Baru saja tersadar dari pengaruh bius akibat operasi, sepasang mata Ratna tiba-tiba menatap nyalang ke langit-langit kamar, di sana dia melihat sosok hantu menyeringai ejekan ke arahnya."Pergi! Pergi!" teriak Ratna histeris, dia merasa jijik dengan darah yang keluar dari kening dan perut hantu itu.Benda cair kental berbau tersebut terus menetes setitik demi setitik mengenai badannya. "Bagaimana rasanya tidak memiliki kaki?" suaranya parau dan berat itu mengajukan tanya kepada Ratna.Mata Ratna membelalak, kepala digelengkan berulang kali. "Tidak! Tidak mungkin! Kakiku masih ada, aku tidak mungkin cacat!" pekiknya lantang."Ha ha ha ha ha!" Sosok hantu itu ganda tertawa, membuat darah muncrat-muncrat mengenai wajah Ratna."Aku tidak mau kakiku dipotong, Abang! Kembalikan kakiku, kembalikan!" teriakan Ratna membahana, beruntung dia di rawat di dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-22
  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 12

    ”Juriah,” Akmal menepuk pundak Juriah, membuat bayangan orang yang menggali tanah lenyap seketika.Juriah reflek menoleh, Akmal cepat mencengkram pergelangan tangan gadis itu sambil menatap ke arah lain karena Juriah tidak berbusana. Sofa sigap menyarungkan kain sarung ke tubuh Juriah, untuk menutupi aurat gadis tersebut.“Aku melihat ... aku melihat orang mengambil tengkorak manusia di sana,” adu Juriah tentang apa yang dilihatnya tadi.Akmal berjalan cepat menghampiri nisan yang ditunjuk Juriah, terlihat nama Dewi tertulis di papan nisan itu.“Apa kamu melihat wajahnya?” tanya Sofa berbisik.“Dia laki-laki, tinggi, masih muda, dan berkacamat ....”Kata-kata Juriah terpotong, karena tiba-tiba Sofa membekap mulutnya dan memberikan kode agar tidak melanjutkan kalimat.“Ada apa?” tanya Akmal sambil membetulkan posisi kacamatanya yang bergeser, pemuda itu heran melihat Sofa membekap mulut Juriah.Sofa menggele

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-24

Bab terbaru

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 43

    Puas memohon ampun dan bertafakur, Ardi pergi meninggalkan desa tersebut. Tujuannya pulang ke rumah ibunya, setelah menempuh perjalanan panjang dia sampai di kampung sang ibu tepat tengah malam."Ardi, kau pulang Nak?" Sambut ibunya dengan bahasa cinta.Kembali air mata Ardi tumpah, dia menjatuhkan diri berlutut di kaki ibunya. Hal itu membuat sang ibu bertanya-tanya, apakah yang telah menimpa anaknya?"Ibu, mohon jangan kutuk aku menjadi batu, berikan kesempatan bertobat sebagai manusia, biarkan aku mati berkalang tanah, jangan biarkan terpanggang panas, tertimpa hujan sepanjang masa, sebagaimana yang terjadi dengan Malin Kundang anak durhaka.""Ada apa ini Ardi? Apa sebenarnya yang telah kau lakukan?" tanya sang ibu penuh kebingungan.Kembali Ardi mencium kaki sang ibu, tidak sanggup lidahnya mengakui dosa. Namun, apapun akibatnya dia tetap harus bertanggung jawab. Sang ibu dengan sabar membujuk anaknya, setelah bersusah payah mengontrol emosi, dengan terb

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 42

    Saat Maya dan Juriah mendapatkan teror. Keempat orang tersebut yakni, Gani, ayahnya Maya, ibunya Sofa, dan Sofa, masih berjuang menempuh jalanan sempit dan banyak akar pohon serta banyak lubang kubangan binatang. Ditambah lagi medan yang mendaki dan menurun, sungguh menguras tenaga mereka. Semakin jauh berjalan, kaki terasa semakin lelah, dan itu membuat langkah kian terseok. Hingga pukul dua dini hari barulah keempat orang itu sampai di tanah datar, tampak sebuah pondok berdiri di antara pohon pisang dan tanaman ketela.Suara binatang hutan bak kidung bidadari malam, kerlap-kerlip cahaya sayap kunang-kunang tidak jua mampu melepas penat yang mendera badan, hanya satu yang menjadi penyemangat, yaitu setitik pijar petromak di cela-cela dinding pondok sebagai pertanda didalamnya ada orang."Assalamualaikum!" seru Ayahnya Maya.Sunyi tidak ada jawaban."Pak Gaek! Keluarlah!" Kali ini Gani yang berteriak.Tidak lama kemudian pintu pondok terbuka, tampak Gaek Lun

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 41

    Sama seperti yang dialami Maya, di dalam sel tahanannya Juriah juga mendapat teror mengerikan. Gadis itu berteriak histeris kala dia merasakan sakit pada bagian perut, suara jeritannya didengari oleh polisi yang bertugas malam itu. Beberapa orang bergerak mendatangi sel tahanan Juriah, untuk memastikan apa yang telah terjadi?Betapa terkejutnya mereka kala menemukan Juriah tidak lagi berdiri atau duduk di lantai, gadis itu kini merayap di dinding bagaikan cicak. Petugas polisi mengira hal itu dilakukan Juriah sebagai upaya untuk melarikan diri, “Hei Mbak, turun!” teriak polisi.Bukannya menuruti, Juriah malah berteriak kencang sambil menatap garang ke arah para polisi itu, diam-diam mereka semua merasakan tengkuk masing-masing jadi merinding.“Sepertinya nih cewek kerasukan,” bisik seorang petugas pada kawan di sebelahnya.“Bisa jadi, coba kita panggilkan Pak Rohman. Barangkali beliau bisa membantu,” saran sang teman.Pak Rohman adalah polisi senior yang pan

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 40

    Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 39

    *Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 38

    Juriah digiring ke ruang khusus perlindungan perempuan dan anak, gadis itu dihadapkan kepada penyidik yang beranggotakan dua orang, seorang intel polisi laki-laki, dan seorang penyidik wanita yang juga berprofesi sebagai psikolog."Nama kamu siapa?" tanya penyidik wanita."Juriah, Bu.""Benar kamu membacok orang ini?" tanya penyidik laki-laki sambil menunjuk gambar Anton.Juriah mengangguk, "Iya," jawabnya."Kamu kenal dengannya?"Juriah menggeleng, "Tidak.""Lantas kenapa kamu melukainya sampai dia tewas?""Karena dia ... dia ....""Karena apa?""Dia ... dia ... memperkosa saya," jawab Juriah.Tentu saja penyidik wanita itu terkejut, mendengar pengakuan Juriah."Ingat kapan dia memperkosa kamu?" tanya penyidik."Tadi malam sebelum saya membunuhnya,"Penyidik wanita itu menghela napas, “Ceritakan bagaimana kejadiannya?”Juriah dengan lancar menceritakan detail kejadian yang dialaminya semalam, sampai kemudian dia menya

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 37

    Selasa pagi di jalan depan salah satu kampus keperawatan yang ada di Kota Padang, ramai kendaraan melambat untuk melihat sesuatu yang membuat banyak orang berkerumun. Sesosok jenazah laki-laki mengenakan seragam satpam, tergeletak di dekat pintu gerbang kampus dalam keadaan bersimbah darah.Polisi dan tim INAFIS yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan mengevakuasi jenazah korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum. Hasil investigasi sementara, korban diketahui bernama Anton, usia sekitar tiga puluh tahun lebih, dan berprofesi sebagai petugas keamanan kampus. Korban diketahui bertugas menjaga gedung kampus, dari pukul enam sore kemarin dan seharusnya berakhir pukul enam pagi ini. Korban pertama kali ditemukan, oleh rekan kerja yang akan bergantian sif dengan korban.Hasil pemeriksaan dokter kamar mayat, korban Anton diperkirakan meninggal sekitar dua sampai tiga jam sebelum ditemukan, sebab kematian akibat pendarahan hebat. Pada tubuh korban di

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 36

    Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, Ardi tiba kembali di pondok Gaek Lungga. "Saya sudah dapat syarat yang dibutuhkan Pak." Ujarnya, sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus rapi di dalam kain kafan lusuh bernoda tanah.Gaek Lungga dapat mencium aroma bangkai, yang masih kentara dari benda terbungkus kain itu. "Bukalah," titahnya.Ardi dengan lincah membuka bungkusan yang dibawanya, sebuah tengkorak kepala manusia yang masih ada serpihan sisa daging juga lima lembar tali kafan. Gaek Lungga mengangguk melihat syarat utama yang cukup lengkap itu. "Apa dia seorang gadis?" tanyanya."Iya, dia tewas dianiaya dan jasadnya dibuang ke suatu tempat, baru ditemukan dua pekan setelah kematian, mirisnya lagi dia mati dalam keadaan hamil." Papar Ardi mengenai riwayat tengkorak kepala yang dibawa."Bagus, itu artinya ia mati dengan membawa dendam,” puji Gaek Lungga. “Baiklah, mari kita persiapkan segalanya.”Pertama-tama, laki-laki tua itu menyiapk

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 35

    "Kalau tidak karena tekad yang bulat, tentulah tak mungkin berkayuh menerjang ombak. Kalau sekira boleh Apak bertanya, apa gerangan penuntun langkah Ananda berdua sampai di sini?" tanya Gaek Lungga, setelah dia menyajikan dua cangkir kopi serta sepiring ubi rebus ke hadapan Maya dan Ardi.Sebagai orang tua yang banyak makan asam garam pergaulan, Gaek Lungga dapat menangkap galau jiwa yang dipendam oleh tamunya. Namun, dia lebih suka mendengarkan pengakuan langsung dari orang yang bersangkutan."Luka di badan karena pukulan, bisa hilang tapi tetap meninggalkan bekas. Namun, luka batin sulit sekali dicari obat," jawab Ardi sambil menunduk menekuri nasib cintanya yang malang.Gaek Lungga menghela napas, "Jika bukan karena kehormatan pastilah ini karena perasaan, apakah tebakanku salah, Anak muda?""Tentang keduanya, Pak. Cinta dan ketulusan yang saya miliki tidak dipandang sebelah mata, lebih dari itu kehormatan saya sebagai laki-laki telah diinjak-injak di depan o

DMCA.com Protection Status