Akmal memacu kendaraannya sekencang mungkin, mengikuti jalan yang diduga dilalui mobil misterius tadi. Hatinya, lega setelah melihat penampakan bagian belakang mobil itu.Si pemuda mulai memainkan kecerdikannya dalam menjaga jarak dengan mobil yang dikejar, agar si pengendara mobil tidak merasa tengah diikuti.Mobil melambat ketika mendekati area pemakaman umum, Akmal juga memperlambat laju mobilnya. Kuat dugaan si pengendara mobil akan berhenti di depan komplek pemakaman.Kecurigaan mereka kian bertambah terhadap orang itu, karena menyadari di komplek inilah Dewi, Seno, dan Yono dimakamkan. Namun, dugaan mereka meleset mobil yang mulai melambat tiba-tiba tancap gas."Kok gak dikejar, Mal?" tanya Sofa heran, ketika Akmal tetap diam di tempat sementara mobil itu melaju kencang meninggalkan gerbang komplek pemakaman."Biarin aja, ada yang lebih menarik untuk diselidiki," jawab Akmal sambil memarkirkan mobilnya di tempat yang agak terli
Hari kamis sore, beberapa hari setelah memergoki Umar di makam Dewi. "Kamu sudah dapat berita belum?" tanya Akmal sembari mengambil tempat duduk di sebelah Sofa."Berita apa?” Sofa balik bertanya, sejak Maya dirawat di rumah sakit dirinya tidak lagi tidur di kamar asrama, gadis itu memilih menginap di kamar Juriah."Pak Umar masuk rumah sakit, terkena penyakit cacar," jelas Akmal."Penyakit cacar aja, kirain berita apaan?" cibir Sofa."Tapi ini aneh, Sof. Semakin hari kondisinya bukan semakin membaik tapi semakin memburuk." jelas Akmal."Memburuk bagaimana?""Menurut kakak senior yang bertugas di RS tersebut, Luka cacarnya pak Umar bukan mengering, tapi malah semakin melebar dan berair. Setiap hari beliau merintih kepanasan, dan mengatakan badannya terbakar." tutur Akmal.“Loh Akmal, kapan sampai?” tanya Gani yang baru saja keluar dari dalam rumah.“Eh iya Om, ini baru juga sampai,” jawab Akmal se
Orang-orang terus mengejar Juriah yang terseret semakin jauh ke arah Selatan gedung, sampai di dekat bangunan kantin lama ada tanaman bonsai mini, yang ditanam berjejer sebagai pagar pembatas dengan tempat parkir.Tanaman bonsai itu bisa dilangkahi, tapi Juriah melewati tanaman tersebut dengan posisi badan terseret. Zubaidah dan Sofa menangis melihat penderitaan sang anak, sudah dapat ditebak pastilah kulit gadis itu terkelupas. Apalagi saat melewati tempat parkir gedung kantin lama, yang mana lantainya adalah semen cor keras.Air mata Juriah bercucuran, jangan ditanya seperti apa rasa badannya?Sakit, perih, panas, semua itu membaur menjadi satu. Belum lagi rasa sesak, karena sejak tadi dia merasa mulutnya dibekap oleh telapak tangan yang tidak terlihat.Badan Juriah terus terseret masuk ke dalam bangunan gedung kantin yang lama tidak terpakai, suasana gelap membuat semua orang menyalahkan flash ponsel mereka.Keadaan menjadi terang bend
Pagi hari keempat setelah malam mengerikan itu, Juriah kembali kedatangan pengunjung. Seorang pria setengah baya, berbadan tegap, memakai jaket coklat, tersenyum ramah menatapnya. Pria itu tidak datang sendiri, ia bersama tiga orang pria lain, yang berdiri siaga di depan pintu kamar perawatan Juriah.Selain tiga orang yang bersamanya, ada pula Sofa dan ibunya—Sofa yang berdandan ala wanita gipsi.Sikap Juriah dingin saja menyambut para tamu yang datang membesuknya, tatap mata gadis itu kosong dan ketika ditanya pun dia tidak menjawab.Setelah mendapat izin dari Gani dan Zubaidah, Ibunda Sofa memegang puncak kepala Juriah, mulut wanita itu komat-kamit seperti tengah membacakan mantra. Tidak lama kemudian Juriah menunduk, sebagian rambut menutupi wajahnya, gadis itu menangis tergugu.“Jangan takut anakku, sudah waktunya kau memberikan pengakuan kepada orang yang tepat,” ujar ibunda Sofa, seolah berbicara dengan sosok ya
*Lima Bulan Sebelum Kematian Dewi*"Hu!"Gadis berjilbab yang mengenakan pakaian perawat itu duduk dengan kesal dan mendengus marah, tiga pasang mata masing-masing milik Akmal, Sofa dan Maya menatapnya heran. Ketiganya sabar menunggu sampai kemarahan si gadis mereda, setelah mereka lihat si gadis jadi lebih tenang barulah Akmal mengajukan tanya."Kenapa lagi, Dew?""Kesal banget sama si botak! Ini sudah ketiga kalinya bahan skripsiku ditolak, revisi terus sampai aku ini capek!" dengus gadis yang tidak lain adalah Dewi teman sekamar Maya di Asrama."Lagian kamu ngapain sih buru-buru mau buat skripsi?" tanya Akmal lagi."Gak tau nih si Dewi, kayak yang kebelet nikah aja mau lulus cepat-cepat," komentar Sofa."Aku harus lulus tahun ini, karena tahun depan adik aku lulus SMA dan dia harus kuliah.""Lah terus kenapa kalau adik kamu lulus SMA?" tanya Sofa lagi."Sofa, kamu 'kan tau orang tua aku bukan sa
"Putuskan hubunganmu dengan pedagang ikan itu, apa yang diharapkan dari seorang penjual ikan?" ujar Gani mengultimatum anaknya."Tapi Pa ....""Tidak ada tapi-tapian, Juriah! Pernikahanmu dengan Farid tinggal menghitung hari, paham?!" bentak Gani, laki-laki keturunan Arab yang berprofesi sebagai ASN itu mengakhiri sarapannya.“Ria, turuti apa kata papamu ya Nak, siang ini kita akan ke bridal gown untuk ukur gaun pernikahanmu nanti,” pujuk Zubaidah-istri Gani kepada Juriah-anaknya.Juriah tidak menjawab, dia hanya menunduk sambil mengaduk-aduk nasi goreng buatan sang mama, selera makannya tiba-tiba sirna kala teringat dalam beberapa pekan lagi dirinya akan menikah dengan pria yang sama sekali tidak dikenalnya.Konon pria itu bernama Farid, seorang pemuda lulusan sebuah universitas di Kairo Mesir. Ayah Juriah dan ayahnya si Farid adalah sahabat lama, selain itu mereka sama-sama keturunan dari salah satu suku di negeri Arab. Agar garis keturunan suku tersebut tidak terputus maka mereka h
Gani mengemudikan mobil dalam kecepatan tinggi menuju terminal Bus Antar Kota Antar Provinsi, dia sudah menduga Juriah pastilah pergi dengan pemuda penjual ikan di pasar tradisional itu.Sejak mengetahui kedekatan sang putri dengan si penjual ikan, Gani menentang dan melarang keras mereka berhubungan. Berkali-kali Gani mengingatkan Juriah untuk menjaga jarak dengan pemuda mana pun, karena sesungguhnya Juriah telah dijodohkan dengan Farid-putra sahabatnya yang tengah menempuh pendidikan di Kairo Mesir.Sebelumnya Juriah selalu patuh pada aturan Gani, sampai kemudian Gani mengetahui kalau diam-diam Juriah kerap melakukan pertemuan dengan seorang pemuda bernama Ardi. Mengenai asal usul dan latar belakang keluarga pemuda itu, Gani tidak mencari lebih jauh lagi karena dia pikir semua itu tidaklah penting.“Di sana, Pak!” tunjuk si mamang, Gani menepikan mobilnya di depan salah satu loket Bus.Kepada petugas loket, Gani menyebutkan ciri-ciri anaknya dan bertanya apakah gadis dengan ciri-cir
"Gasiang batali jo kain kafan, di patang kamih malam jumaaik. Gasiang tangkurak nan den mainkan, putuihnyo gasiang putuih makrifat.¹"Di sebuah ruang sempit dan pengap, seseorang tengah memutar gasing yang terikat tali di kedua belah jari tengah tangan kanan dan kirinya.Gasing tangan tersebut berputar di atas bara pedupaan yang terus mengeluarkan asap putih pekat berbau kemenyan."Gasiang tangkurak, bawoklah pasan. Jikoknyo lalok, tolong jagokan. Jikoknyo tagak, suruh bajalan. Di siko kini denai nantikan.²"Orang itu kembali melafalkan mantra dengan mulutnya, sementara gasing terus berputar dengan kencang seiring kelincahan tangannya menarik ulur tali pengikat."Tolonglah japuik, japuiklah bawok. Suruhnyo sujuik di kaki denai, jikok tak namuah tanggang matonyo, tanggang salero bianyo rasaik. Datang sijundai bianyo gilo, siang jo malam mancari denai.³"Puih!Orang itu menyemburkan bubuk kemenyan dari mulutnya ke atas bara menyala, kembali asap putih pekat membumbung ke udara menebarka