*Lima Bulan Sebelum Kematian Dewi*"Hu!"Gadis berjilbab yang mengenakan pakaian perawat itu duduk dengan kesal dan mendengus marah, tiga pasang mata masing-masing milik Akmal, Sofa dan Maya menatapnya heran. Ketiganya sabar menunggu sampai kemarahan si gadis mereda, setelah mereka lihat si gadis jadi lebih tenang barulah Akmal mengajukan tanya."Kenapa lagi, Dew?""Kesal banget sama si botak! Ini sudah ketiga kalinya bahan skripsiku ditolak, revisi terus sampai aku ini capek!" dengus gadis yang tidak lain adalah Dewi teman sekamar Maya di Asrama."Lagian kamu ngapain sih buru-buru mau buat skripsi?" tanya Akmal lagi."Gak tau nih si Dewi, kayak yang kebelet nikah aja mau lulus cepat-cepat," komentar Sofa."Aku harus lulus tahun ini, karena tahun depan adik aku lulus SMA dan dia harus kuliah.""Lah terus kenapa kalau adik kamu lulus SMA?" tanya Sofa lagi."Sofa, kamu 'kan tau orang tua aku bukan sa
Dandi memompa tubuh Dewi lebih cepat lagi, dan segera mengakhiri tindakan cabul yang dilakukannya setelah panggilan kedua kembali terdengar.“Dandi ... ayo kita pulang!”Pemuda itu buru-buru menaikkan celana dan memasang kancingnya, sebelum pergi dia sempat berbisik kepada Dewi."Besok aku akan temui kamu, jangan cemas dan jangan ceritakan hal ini kepada siapapun, I love U." ucapnya dan mengecup bibir sang gadis, lalu pergi meninggalkan Dewi di ruangan itu."Dandi ...!""Iya, Ma." jawab Dandi."Ih kamu itu mengejutkan Mama saja, ayo pulang," ajak Ratna.Di dalam ruang rapat yang tanpa cahaya, hanya mengandalkan cahaya remang-remang pantulan lampu dari pintu gerbang. Dewi menangis, sambil mengenakan celananya kembali. Si gadis merasakan sakit pada bagian selangkangan, cukup lama dia duduk di ruangan itu menangis menyesali apa yang telah terjadi.Sampai kondisinya mulai tenang, dia baru kembali ke kamar. Saat dia kembali Maya telah terlelap, Dewi kembali menangisi nasibnya yang malang s
"Ternyata kamu sudah tidak perawan ya?" pertanyaan Umar sungguh menyakitkan perasaan Dewi, "tadinya saya mau loloskan skripsi kamu setelah menikmati tubuh kamu, tapi karena sudah tidak perawan saya merasa tertipu, saya cuma kasih kamu kompensasi perpanjangan waktu untuk revisi. Kamu harus setor hasil revisi dua Minggu lagi." ucap Umar sambil memasang kembali celananya.Setelah itu dengan tanpa rasa berdosa dia tinggalkan Dewi di ruangan tersebut, gadis itu kini menangis berurai air mata. Ingin rasanya dia menjerit marah kepada dunia, tetapi takut seisi dunia tahu kalau dirinya telah ternoda untuk kesekian kalinya."Kenapa? Kenapa sesulit ini untuk menggapai cita-citaku?" ratapnya.Malam itu Dewi kembali ke kamarnya, dengan linangan air mata. Lagi-lagi tidak seorangpun yang mengetahui deritanya, tidak juga Maya.Dewi menangis dalam kesunyian, membenamkan deritanya pada bantal. Tidak terasa berbulan sudah waktu berlalu Dewi ulai resah karena tamu bulanannya tidak
Di layar ponsel selebar enam inci itu terpampang gambar Ratna yang tengah mendesah, juga penampakan seorang laki-laki berkepala setengah botak yang sedang mencium puncak dadanya. Badan Ratna bergetar hebat, melihat rekaman vidio berdurasi tiga puluh detik tersebut."Bagaimana?" tanya Dandi."Da ... dari man ... mana, Kam ... kamu dapat gambar itu?" tanyanya tergagap.Dandi menghela napas, "Kamu pikir aku ini masih Dandi yang polos berseragam SMA, yang dulu bisa kamu pujuk dengan uang jajan, ketika kamu berselingkuh dengan papaku?" ejek Dandi.Air mata jatuh di pipi Ratna, "Aku mohon, Dandi. Hapus rekaman itu," pintanya."Tidak akan, rekaman ini adalah jaminan bahwa kamu tidak akan menanyakan perihal kalung itu lagi."Dandi masuk ke dalam kamar, dan menutup pintu. Tinggallah Ratna yang kini jatuh terduduk di lantai, dia tidak menyangka Dandi memergokinya dan mengambil rekaman perbuatannya.Dari rekaman yang diperlihatkan Dandi tadi, Ratna ingat betul
Dandi menggeleng, kedua tangan meremas rambutnya sendiri. "Ak aku bel belum siap, Dewi!" elaknya tergagap."Maksud kamu?" tanya Dewi cemas."Aku aku belum siap menikah," ulang Dandi."Tapi aku hamil, Kak. Ini anak kamu, anak kita!" seru Dewi mulai panik."Iya, aku tau! Tapi kamu ngerti 'kan, aku belum siap untuk menikah apalagi jadi seorang ayah!""Aku juga belum siap, Kak. Tapi kakak memaksa aku, kakak yang buat aku hamil!" Dewi balas berteriak."Kita gugurkan saja, ya?" usul Dandi tiba-tiba, pikiran pemuda itu dirasuki iblis yang menyusup di antara aliran darah kecemasan."Tidak! Aku tidak mau menjadi seorang pembunuh!" tolak Dewi.Dandi kembali meremas rambutnya dengan kedua tangan, sungguh dia tidak menyangka akan begini jadinya. Dewi bukanlah gadis pertama yang dipetik sari madunya oleh Dandi, seperti dikatakan Ratna sebelumnya, Dandi memang kerap meniduri para mahasiswi. Dengan bermodal jabatan dan uang yang dimiliki ayahnya, mudah saja bagi Dandi untuk membujuk para gadis-gadi
Semenjak pertemuannya dengan Ratna hari itu, kehidupan yang dilalui Dewi terasa semakin suram. Dandi yang semula menjadi pengharapan terakhir kini semakin sulit dihubungi, sudah beberapa minggu Dewi tidak berani pulang ke rumah, akhir pekan dihabiskannya di kamar asrama. Selain itu teman satu asrama pun mulai melirik curiga kepada bentuk tubuhnya, yang semakin hari semakin mengembang.Banyaknya hal yang dikhawatirkannya membuat Dewi mulai berhalusinasi, "Lebih baik kau mati saja, Dewi. Hidupmu sudah tidak berguna, wisuda belum tentu sementara waktu melahirkan semakin dekat." Entah bisikan siapa yang terdengar oleh telinga Dewi, yang jelas bisikan-bisikan itu selalu muncul seolah memberikan harapan baru untuknya."Kalau kau mati, mereka semua akan menyesal dan menangisi kematianmu." Terhasut oleh bisikan gaib tersebut, Dewi memutuskan untuk pergi membeli tali tambang kecil, dia hendak mengakhiri hidupnya sendiri sesuai bisikan yang dia dengar."Kau bodoh, Dewi. kau p
Maya tersentak dan terduduk di kasurnya, jarum jam yang menempel di dinding kamar menunjuk ke angka tiga dini hari. “Mengapa aku bermimpi buruk tentang Dewi?" gumam Maya, napasnya masih memburu saat tangan meraih ponsel dan kembali dicobanya untuk menghubungi nomor Dewi."Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan area." Maya melemparkan ponsel tersebut, karena lagi-lagi nomor Dewi berada di luar jangkauan area.Mimpi yang sama seperti yang dialami Maya juga dialami oleh Akmal dan Sofa, hal itu membuat ketiga sahabat tersebut semakin mencemaskan nasib Dewi. Sampai hari kelima Dewi menghilang, mereka dan orang tua Dewi tidak juga mendapatkan kabar tentang gadis itu. Bersama dengan pihak kampus mereka melaporkan hilangnya Dewi ke kantor polisi, pihak kepolisian menerima laporan dan berjanji akan melakukan pencarian segera.Maya yang mengetahui kalau akhir-akhir ini Dewi dekat dengan Dandi, mencoba menghubungi pemuda itu. Namun, lagi-la
*Tujuh Hari Setelah Dewi Dimakamkan*Teror pertama yang dialami Juriah bertepatan dengan malam ketujuh setelah jenazah Dewi dimakamkan, selain Juriah ada tiga orang yang mendapatkan teror serupa.Mereka adalah ....1, Orang tua Dewi"Amaaaak!"Suara jeritan itu membuat Hafni—ibunda Dewi terbangun dari tidurnya, letih badan dan pikiran, baru ini dia terlelap sejak sang anaknya ditemukan."Uda bangun, Da. Aku mendengar suara teriakan Dewi," Hafni berbisik di dekat telinga suaminya."Abaaak!"Alfi—suami Hafni membuka matanya, memasang telinga pasat-pasat demi memastikan apa yang baru saja didengarnya."Amaaak! Wi pulang,"Hafni memegang erat lengan suaminya, Alfi perlahan bangkit dari tidur dan kini pasangan itu sama-sama terduduk di ranjang mereka."Uda mendengarnya?" tanya Hafni memastikan.Alfi mengangguk, "Ayo kita lihat," bisiknya.Hafni pun mengangguk, pasangan itu perlahan turun dari tempat tidur dan melangkah pelan mendek